T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru Di SMP Negeri 2 Pringapusabupaten Semarang T2 BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi responden
dalam kelompok eksperimen sebanyak 3 orang guru
yang berasal dari SMP Negeri 2 Pringapus, sedangkan
responden dalam kelompok kontrol sebanyak 3 orang
yang berasal dari SMP Negeri 3 Beringin. Data untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Responden yang digunakan sebagai kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok
Eksperimen
1. Jenis kelamin
P
P
P
2. Mata Pelajaran
Bahasa
1
Indonesia
Bahasa
2
Inggris
3
Matematika
3. Masa Kerja
1
11 th 03 bl
2
11 th 03 bl
3
11 th 03 bl
4. Pangkat/
1
Penata/IIIc
Golongan,
2
Penata/IIIc
ruang
3
Penata/IIIc
Sumber : Data Primer diolah 2014
Keterangan
Kode
Guru
1
2
3
Kode
Guru
4
5
6
4
5
6
4
5
6
4
5
6
Kelompok
Kontrol
P
P
P
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Inggris
Matematika
11 th 09 bl
11 th 09 bl
11 th 08 bl
Penata/IIIc
Penata/IIIc
Penata/IIIc
53
Dari tabel 4.1 dapat kita lihat, bahwa jumlah
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah
sama yaitu 3 guru. Semuanya berjenis kelamin sama
yaitu perempuan. Mata pelajaran yang diampu masingmasing
kelompok
adalah
sama,
yaitu
Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Masa kerja
untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
rata-rata sama, yaitu 11 tahun. Pangkat dan golongan
ruang untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sama, yaitu Penata, IIIc. Medley (1982), Cheng
&
Tsui
(1996)
mengemukakan
dalam
bahwa
penelitian
struktur
Hanif
keefektifan
(2004)
guru
melibatkan banyak komponen penting antara lain
seperti karakteristik guru awal, kompetensi guru,
performa
guru,
pendidikan
ekternal
guru,
dan
lingkungan organisasi sekolah. Berdasarkan hal ini,
maka penulis mengambil sampel kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dibuat sama, baik dalam jumlah,
gender, mata pelajaran, masa kerja dan pangkat
golongan.
4.1.1 Analisis Data
4.1.1.1 Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh adalah
hasil skor total kinerja mengajar guru yang diambil
datanya sebelum dilakukan supervisi (pretest) baik
untuk
kelompok
eksperimen
maupun
kelompok
kontrol, hasil skor total kinerja mengajar guru setelah
diberikan perlakukan (postest) supervisi klinis untuk
kelompok eksperimen dan tidak diberikan perlakuan
54
supervisi klinis untuk kelompok kontrol. Dari data hasil
penelitian, didapatkan nilai maksimum, nilai minimum,
nilai
rata-rata
dan
simpangan
baku
dari
pretest
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terlihat
pada tabel tabel 4.2
Tabel 4.2
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku pretest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen
kelompok kontrol
3
3
Skor Maksimum
49
52
Skor Minimum
44
41
Rata-rata Skor
46
45
2,65
6,08
Keterangan
Banyaknya
responden (N)
Simpangan Baku
Sumber : Data Primer diolah 2014
Data
hasil
penelitian
postest
kelompok
eksperimen setelah pertemuan ketiga dan postest
kelompok
kontrol
berupa
nilai
maksimum,
nilai
minimum, nilai rata-rata dan simpangan baku terlihat
pada tabel 4.3
55
Tabel 4.3
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku postest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen
kelompok
kontrol
3
3
Skor Maksimum
58
52
Skor Minimum
54
42
Rata-rata Skor
56
47
Simpangan baku
2,0
5,0
Keterangan
Banyaknya
responden (N)
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pretest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.4 :
Tabel 4.4
Distribusi hasil pretest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
Frekuensi
Skor
51
42
33
24
15
-
60
50
41
32
23
eksp
3
3
Sumber : Data Primer diolah 2014
56
ktrl
1
1
1
3
Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
33,3
100
33,3
33,3
100
100
Dari hasil data postest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.5 :
Tabel 4.5
Distribusi hasil postest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden
Kategori
Frekuensi
Skor
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
51
42
33
24
15
-
60
50
41
32
23
eksp
3
3
ktrl
1
2
3
Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
100
33,3
66,7
100
100
Sumber : Data Primer diolah 2014
4.1.1.2 Analisis Perbedaan
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk menentukan apakah
data yang telah dikumpulkan memiliki distribusi yang
normal
atau
tidak.
Selain
uji
normalitas,
juga
digunakan uji t-tes untuk mengetahui apakah kedua
kelompok reponden tersebut terdapat perbedaan yang
signifikan
kemampuan
awal
kinerja
mengajarnya.
Penulis menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 –
sample K-S program SPSS versi 16.0 for Windows untuk
uji normalitas. Sedangkan untuk mengetahui apakah
kedua
kelompok
responden
tersebut
terdapat
perbedaan yang signifikan kemampuan awalnya penulis
57
menggunakan Paired Samples t-test program SPSS versi
16.0 for Windows.
Analisis pretest kinerja mengajar pada tabel 4.2
menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 – sample
K-S progam SPSS versi 16.0 for Windows dan hasilnya
seperti pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas dengan 1-Sampel Kolmogorov
Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kinerja_Mengajar
N
Normal Parametersa
6
45.5000
4.23084
.214
.214
-.144
.523
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
.947
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat hasilnya, bahwa
data terdistribusi normal. Kemudian penulis lanjutkan
dengan
analisis
perbedaan
dengan
menggunakan
Paired Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows
untuk melihat apakah kedua kelompok responden
tersebut
58
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
kemampuan awalnya. Hasil t-test dapat kita lihat pada
tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil t-test pretest kineja mengajar guru kelompok
eksperimen dan kelonpok kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Mean
Pair ekperimen 1
kontrol
1.000
Std.
Error
Std. D Mean Lower
7.549 4.358 -17.75
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
19.75 .229
2
.840
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.7 dapat kita lihat bahwa signifikansi
(Sig. 2-tailed) = 0,840 > α = 0,05, maka dapat kita
simpulkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
kemampuan awal dalam kinerja mengajar guru antara
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan
demikian
maka,
tidak
terdapat perbedaan
secara
signifikan kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada pretes dan data berdistribusi
normal.
b.
Uji Beda
Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, dan
tidak terdapat perbedaan secara signifikan kompetensi
awal kinerja mengajar guru pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, maka kedua kelompok tersebut
diberikan
perlakuan
yang
berbeda.
Kelompok
59
eksperimen dilakukan supervisi klinis oleh Kepala
Sekolah, sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan
supervisi klinis. Setelah langkah ini, kemudian kedua
kelompok diberikan postest kinerja mengajar guru.
Dalam penelitian ini, kelompok ekperimen dilakukan
supervisi
klinis
dengan
melakukan
pertemuan
sebanyak tiga kali, sedangkan kelompok kontrol tidak
dilakukan
mengajar
supervisi
guru
klinis.
setelah
Hasil
postest
dilakukan
kinerja
supervisi
klinis
pertemuan kedua untuk kelompok eksperimen dan
tidak
dilakukan
supervisi
klinis
untuk
kelompok
kontrol adalah seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan
kedua kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
1
52
52
2
54
42
3
54
47
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pada tabel 4.8 dilakukan analisis
untuk
menguji
perbedaan
kinerja
mengajar
guru
sesudah dilakukan supervisi klinis untuk kelompok
eksperimen
dilakukan
dan
kinerja
supervisi
mengajar
konvensional
guru
untuk
sesudah
kelompok
kontrol. Pengujiannya menggunakan Paired Samples t60
test program SPSS 16,0 for Windows dengan taraf
signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Analisis postest kinerja mengajar guru pada
pertemuan kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of
the
Difference
Std.
Std. Error
Mean D Mean Lower Upper
Pair ekperimen
1
- kontrol
Sig.
(2taile
df
d)
t
6.333 6.03 3.480 -8.64 21.31 1.82
2 .210
Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis
dan
dasar
pangambilan
keputusan.
Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho
: tidak
terdapat
mengajar
guru
perbedaan
antara
kinerja
kelompok
eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha
: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru
antara
kelompok
eksperimen
yang dilakukan supervisi klinis dengan
61
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis
Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Pada tabel 4.9 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,210 > α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 diterima
dan Ha : µ1 > µ2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru
antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis.
Karena analisis hasil postest kinerja mengajar
guru setelah pertemuan kedua tidak menghasilkan
perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol,
ketiga
kemudian
pada
penulis
supervisi
melakukan
klinis,
agar
pertemuan
mendapatkan
perbedaan kinerja mengajar pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kemudian setelah pertemuan
ketiga dari kelompok eksperimen, diberi postest lagi.
Hasil postest kinerja mengajar guru setelah pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dapat kita lihat pada
tabel 4.10
62
Tabel 4.10
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan ke
tiga kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
1
58
52
2
54
42
3
56
47
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pada tabel 4.10 dilakukan analisis
untuk
menguji
perbedaan
kinerja
mengajar
guru
sesudah dilakukan supervisi klinis pada pertemuan
ketiga
untuk
kelompok
eksperimen
dan
kinerja
mengajar untuk kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis. Pengujiannya menggunakan Paired
Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows dengan
taraf signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.11
63
Tabel 4.11
Analisis postest kinerja mengajar guru pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. D
Pair ekperimen
9.00
1
- kontrol
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Error
Mean
3.00
Lower
1.73
1.55
Upper
t
df
16.45 5.196
Sig. (2tailed)
2
.035
Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis
dan
dasar
pangambilan
keputusan.
Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho
: tidak
terdapat
mengajar
guru
perbedaan
antara
kinerja
kelompok
eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha
: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru
antara
kelompok
eksperimen
yang dilakukan supervisi klinis dengan
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis
64
Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ 1 > µ 2
Pada tabel 4.11 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,035 < α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 ditolak dan
Ha :
µ1 > µ2 diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara
kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis
dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi
klinis.
Kemudian untuk menganalisis apakah supervisi
klinis dapat meningkatkan secara signifikan kinerja
mengajar guru, kita lihat hasil mean pretest dan mean
postest kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada tabel 4.12 dan tabel 4.13.
Tabel 4.12
Mean Pretest Kinerja Mengajar Guru Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
ekperimen
46.0000
3
2.64575
1.52753
kontrol
45.0000
3
6.08276
3.51188
Sumber : Data Primer diolah 2014
65
Tabel 4.13
Mean Postest Kinerja Mengajar Guru pada
Pertemuan Ketiga Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
ekperimen
56.0000
3
2.00000
1.15470
kontrol
47.0000
3
5.00000
2.88675
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.12 dan 4.13 dapat kita analisis :
Mean pretest kelompok eksperimen (O1) = 46
Mean pretest kelompok kontrol (O2) = 45
Mean postest kelompok eksperimen (O3) = 56
Mean postest kelompok kontrol (O4) = 47
O3 - O1 = 56 – 46 = 10
O4 - O2 = 47 – 45 = 2
Karena
10 > 2 atau (O3 - O1) > (O4 - O2), maka
peningkatan kinerja mengajar guru untuk kelompok
eksperimen
lebih
besar
dari
peningkatan
kinerja
mengajar guru untuk kelompok kontrol. Sehingga dapat
dikatakan bahwa secara signifikan supervisi klinis
dapat meningkatkan kinerja mengajar guru.
66
4.2 Pembahasan
Dari analisis
data yang penulis lakukan dengan
bantuan program SPSS 16,0 for Windows, didapatkan
hasil uji hipotesis yang terbukti secara statistik. Berikut
ini pembahasan yang penulis uraikan berdasarkan
hasil analisis data.
4.2.1 Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Kinerja
Mengajar Guru
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan,
diperoleh
hasil
bahwa
supervisi
klinis
dapat
meningkatkan secara signifikan kinerja mengajar guru
SMP Negeri 2 Pringapus. Peningkatan kinerja mengajar
guru yang dilakukan supervisi klinis lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan kinerja mengajar
guru yang tidak dilakukan supervisi klinis. Hal ini
disebabkan karena dengan diberikan supervisi klinis
kepada guru, guru merasa terbantu dalam mengatasi
kesulitan atau kelemahan di dalam pembelajaran yang
dilakukannya. Dengan supervisi klinis, guru mampu
memperbaiki
dan
meningkatkan
pembelajaran
dipertemuan berikutnya setelah mendapat masukan
atau
perbaikan
di
tahap
balikan
dipertemuan
sebelumnya.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyatakan
bahwa
supervisi
klinis
secara
signifikan
dapat
meningkatkan kinerja mengajar guru. Hasil temuan ini
sejalan
dengan
pendapat
Sagala
(2010)
bahwa
supervisis klinis sebagai suatu sistem instruksional
67
yang
menggambarkan
berhubungan
kelompok
secara
guru
perilaku
langsung
untuk
supervisor
dengan
memberikan
guru
yang
atau
dukungan,
membantu dan melayani guru untuk meningkatkan
hasil kerja guru dalam mendidik para siswa.
Hasil temuan ini sesuai tujuan supervisi klinis
yang dikemukakan Acheson dan Gall (1987) dalam
Sagala (2010) mengatakan tujuan dari supervisi klinis
adalah pengajaran efektif dengan menyediakan umpan
balik, membantu guru mengembangkan kemampuan
dan strategis, mengevaluasi guru,
membantu guru
untuk
sebagai
berperilaku
yang
baik
upaya
pengembangan profesional para guru, dengan suatu
penekanan pada peningkatan kecakapan guru dalam
mengajar pada ruangan kelas.
4.2.2 Sejauh Mana Pelaksanaan Supervisi Klinis
Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pringapus
Di
dalam
pembahasan
ini
penulis
akan
menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan supervisi
klinis
yang
penulis
lakukan
pada
guru-guru
di
kelompok eksperimen, yaitu pada guru-guru SMP
Negeri 2 Pringapus. Pelaksanaan supervisi klinis ini
penulis lakukan dengan menggunakan tiga pertemuan,
agar mendapatkan perubahan kinerja mengajar yang
lebih baik.
68
a.
Pertemuan pertama
1.
Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, penulis sebagai supervisor
melakukan pendekatan kepada guru yang akan
disupervisi. Pendekatan ini penulis lakukan, agar
didalam hubungan komunikasi atau wawancara
kepada guru yang akan disupervisi tidak terasa
“kaku”
dan
guru
merasa
nyaman
di
dalam
menyampaikan keluhan ataupun hambatan yang
dirasakan dalam pembelajaran yang dilakukannya.
Supervisor
harus
bisa
mengarahkan
pembicaraan tanpa ada rasa “penekanan” yang
dirasakan oleh guru, sehingga guru akan terbuka
untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa menjadi
kekurangannya
dalam
melaksanakan
pembelajaran di kelas. Mungkin bisa diawali
dengan bertanya “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu
pada
hari
ini?”.
Kemudian
pembicaraan
dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan didalam
mensupervisi Bapak/Ibu guru, bahwa tujuan dari
pelaksanaan
mengevaluasi
supervisi
jalannya
nanti
bukan
pembelajaran
untuk
yang
dilakukan Bapak/Ibu guru di kelas, melainkan
lebih luas lagi, yaitu untuk membantu guru
didalam
mengatasi
kesulitan
yang
dirasakan
dalam pembelajaran nanti.
Tentunya untuk mendapatkan suasana yang
akrab tidaklah mudah, apalagi supervisor adalah
69
kepala sekolah yang tentunya guru sudah merasa
“segan” didalam pembicaraan pembelajaran yang
sudah
biasa
dilakukan
oleh
guru.
Untuk
mengatasi hal ini, maka sebelumnya supervisor
harus
membangun
hubungan
yang
baik,
komunikatif, sehingga guru tidak merasa adanya
dinding pembatas jabatan antara supervisor dan
guru.
Setelah
diharapkan
suasana
guru
dapat
akrab
didapat,
menentukan
maka
segi-segi
mana yang memang perlu diamati supervisor agar
bisa membantu didalam kesulitan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Ini harus menjadi
kesepakatan awal sebelum dilakukan pengamatan
di dalam kelas. Kesepakatan ini dibuat sesuai
dengan permintaan guru yang akan dibantu oleh
supervisor
dalam
didalam
mengatasi
kelemahan
pembalajarannya.
guru
Kesepakatan-
kesepakatan inilah yang menjadi rekomendasi
dalam kegiatan tahap observasi di dalam kelas.
2.
Tahap Observasi
Fungsi observasi dalam tahap ini adalah
berusaha menangkap apa yang terjadi selama
pembelajaran di kelas secara lengkap. Hal ini
tidaklah mudah bagi seorang supervisor karena
keterbatasan pengamatan, yaitu penglihatan dan
pendengaran.
supervisor
Rekaman
dalam
yang
disimpan
pengamatannya
berupa
oleh
ide
pokok dengan mencatat apa yang terjadi dan
70
bukan merupakan reaksi dari apa yang terjadi.
Rekaman ini yang nanti akan menjadi analisis dan
komentar kemudian.
Walaupun proses mencatat harus seobyektif
mungkin,
namun
mencatat
tidak
kadang
supervisor
komentar-komentarnya
dilupakan.
Cara
yang
justru
agar
supaya
terbaik
adalah
menempatakan catatan-catatan tersebut pada tepi
format observasi atau dengan tanda kurung.
Menurut penulis, yang lebih penting dalam
observasi
ini
adalah
pengamatan
ketrampilan
dasar mengajar yang sering diabaikan oleh guru
dan
sebetulnya
sangat
bermanfaat
untuk
pengembangan pola tingkah laku mengajar guru.
Seperti misalnya memberi penguatan atau dalam
mereaksi terhadap pertanyaan siswa, hal ini perlu
dibicarakan pada pertemuan balikan, walaupun
guru tidak merekomendasikan hal ini didalam
pengamatan.
Dalam
kegiatan
observasi
ini,
supervisor
harus bisa membuat suasana kelas tidak seperti
diawasi, terutama bagi guru. Sebelum dilakukan
observasi di kelas, supervisor bisa menjelaskan
kepada peserta didik di kelas tersebut, bahwa
tujuan supervisor di dalam kelasnya adalah untuk
mengamati minat belajar peserta didik, bukan
untuk mengamati pembelajaran guru di kelas.
Sehingga
guru
keseluruhan,
merasa
tapi
tidak
tertuju
teramati
pada
secara
pengamatan
71
peserta didik oleh supervisor, yang sebenarnya
justru pada pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Hal ini dimaksudkan oleh penulis, agar guru
tidak
merasa
diobservasi.
Hal
gelisah
ini
atau
penulis
takut
selama
rasakan
cukup
berhasil, karena guru merasa bahwa yang diamati
supervisor tidak secara keseluruhan adalah guru,
tetapi juga peserta didik.
3.
Tahap Balikan
Fungsi balikan dalam hubungannya dengan
supervisi klinis adalah untuk menolong guru
mempertimbangkan perubahan atau lebih tepat
peningkatan tingkah laku mengajarnya. Balikan
tentunya berupa informasi kepada guru tentang
bagaimana guru mempengaruhi siswanya dalam
pembelajaran.
Dalam tahap balikan ini, penulis sebagai
supervisor melakukan pertemuan kepada guru
yang
disupervisi
untuk
membicarakan
hasil
pengamatan supervisor di dalam kelas. Yang
dilakukan
awal
adalah
meminta
guru
untuk
menyatakan atau mengungkapkan perasaannya
setelah menyajikan pembelajaran di kelas. Dari
sini supervisor dapat mengetahui kesan dari guru
setelah disupervisi, apakah guru merasa senang
disupervisi ataukah sebaliknya merasa tertekan
saat
disupervisi.
supervisor
selanjutnya.
72
Ini
dalam
menjadi
catatan
menentukan
untuk
langkah
Kemudian supervisor memaparkan apa yang
menjadi catatan didalam pengamatannya, apakah
sesuai dengan yang dilakukan oleh guru didalam
pembelajarannya. Hendaklah catatan-catatan ini
dimulai
dengan
menunjukkan
keunggulan-
keunggulan atau segi-segi yang kuat yang dimiliki
oleh guru, baru kemudian mendiskusikan segi-segi
yang menimbulkan masalah baginya. Segi-segi
yang lemah ini perlu diberi penguatan untuk cara
mengajar yang lebih efektif, dan diharapkan dapat
diperbaiki
pada
pertemuan
pembelajaran
berikutnya.
b.
Pertemuan ke dua
1.
Tahap Pendahuluan
Pada saat tahap balikan pertemuan
pertama
bersama guru, supervisor menyusun perencanaan
perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan oleh
guru pada pertemuan ke dua, sebagai perubahan
tingkah laku guru dalam perbaikan pembelajaran.
Sebelum dilakukan pengamatan di kelas pada
pertemuan
kedua,
kesepakatan
perhatian
awal,
oleh
sebaiknya
segi-segi
supervisor,
dibuat
yang
atau
lagi
mendapat
paling
tidak
masukan dari supervisor untuk diperbaiki oleh
guru pada pertemuan ke dua.
2.
Tahap Observasi
Pada putaran pelaksanaan supervisi klinis
kedua,
penulis
mengamati
bahwa
yang
terjadi
73
perubahan
tingkah
laku
guru
di
dalam
pembelajarannya, antara lain :
(1)
Semula
penguatan
tidak
sudah
muncul
sekarang
dilakukan
di
guru,
pertemuan
berikutnya, walaupun dengan intensitas tidak
sering.
(2)
Tampak kelas lebih hidup dari pertemuan
pertama,
respon
peserta
didik
terhadap
pembelajaran jauh lebih baik, karena merasa
dihargai
guru
dengan
adanya
penguatan
terhadap peserta didik
(3)
Penggunaan
dilakukan
media
pembelajaran
dipertemuan
ke
dua,
sudah
sehingga
peserta didik lebih terfokus perhatiannya
pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru
(3)
Guru tampak lebih nyaman tidak merasa
gelisah
seperti
pada
pengamatan
yang
pertama. Walaupun prosentase perubahan
tingkah laku guru dalam pembelajaran tidak
begitu besar, namun tampak jauh lebih baik
dibanding pada pertemuan sebelumnya.
Penulis
merasa,
bahwa
supervisi
klinis
yang
dilakukan oleh supervisor mampu meningkatkan
ketrampilan guru dalam pembelajarannya.
3.
74
Tahap Balikan
Seperti
pada
pengamatan
pertemuan
(observasi)
pertama,
di
dalam
hasil
kelas
dari
yang
dilakukan oleh supervisor pada pertemuan kedua
menjadi masukan untuk guru. Pada tahap balikan
di pertemuan kedua sudah tidak banyak catatan
untuk diperbaiki dipertemuan ketiga .
c.
Pertemuan ke tiga
1.
Tahap Pendahuluan
Karena sudah terjadi perbaikan di pertemuan
kedua, maka pada pertemuan ketiga kesepakatan
antara supervisor dan guru lebih ditekankan pada
pemberian
penguatan
segi-segi
yang
menjadi
kesepakatan awal.
2.
Tahap observasi
Seperti pada pertemuan kedua, karena sudah ada
perbaikan, maka pada pertemuan ketiga guru
sudah
membuat
perencanaan
pembelajaran
dengan lebih baik. Hal ini terlihat dari :
(1) Menyusun
rencana
pembelajaran
lebih
menarik. Media pembelajaran yang digunakan
lebih baik karena disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
(2) Penguatan untuk peserta didik lebih sering
dilakukan,
karena
pada
pertemuan
kedua
penguatan ini mampu mengaktifkan peserta
didik untuk ikut terlibat dalam pembelajaran.
75
Mereka merasa dihargai dan dirasa hal ini
menjadikan motivasi.
(3) Melakukan refleksi untuk penguatan konsepkonsep yang dipelajari
(4) Dibangun pola interaksi yang lebih baik, antara
guru dengan peserta didik dan juga antara
peserta didik dengan peserta didik.
3.
Tahap Balikan
Pada tahap balikan pertemuan ketiga ini, guru
ditanya
bagaimana
tingkat
kepuasan
dalam
pembelajaran yang dilakukan ? Guru mengatakan
masih
merasa
kurang
dan
akan
mencoba
memperbaiki lagi dipertemuan berikutnya. Padahal
menurut supervisor apa yang sudah dilakukan
guru sudah mengalami perubahan tingkah laku,
terutama dalam ketrampilan mengajarnya. Dari
sinilah penulis sebagai supervisor merasa bahwa
kegiatan
supervisi
klinis
ini
dapat
dirasakan
manfaatnya bagi guru, terutama bagi peningkatan
ketrampilan mengajarnya.
Dari kegiatan pada pertemuan pertama, pertemuan
kedua
dan
pertemuan
ketiga,
penulis
sebagai
supervisor mencatat hasil pengamatan di dalam tahap
observasi adalah tampak pada tabel 4.14 :
76
Tabel 4.14
Hasil Pengamatan Mengajar di Kelas Responden
Kelompok Eksperimen Pada Pertemuan Pertama,
Pertemuan Kedua dan Pertemuan ketiga
Kode
Guru
Skor
Nilai
Pertama
Kategori
Skor
Nilai
Kedua
Kategori
Skor
Nilai
Ketiga
1
62
Rendah
84
Sedang
115
2
57
Rendah
74
Sedang
98
3
87
Sedang
96
Tinggi
117
Ratarata
68,67
(55,38
%)
Rendah
84,67
(68%)
Sedang
110
(88,71
%)
Kategori
Sangat
tinggi
Tinggi
Sangat
tinggi
Sangat
Tinggi
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari
tabel
4.14
dapat
kita
lihat
prosentase
peningkatan ketrampilan guru dalam pembelajaran
setelah dilakuan supervisi klinis oleh kepala sekolah.
Pada
pertemuan
penilaian
pertama,
ketrampilan
secara
mengajar
rata-rata
guru
68,67
skor
atau
55,38% dengan kategori rendah, setelah pertemuan
kedua rata-rata skor penilaian ketrampilan mengajar
guru 84,67 atau 68 % dengan kategori sedang dan
setelah pertemuan ketiga rata-rata skor penilaian 110
atau 88,71% dengan kategori sangat tinggi.
Peningkatan ketrampilan mengajar terjadi karena
guru selama supervisi merasa dibantu untuk mengatasi
kesulitan atau kelemahan didalam pembelajaran yang
dilakukannya. Supervisi klinis bukan untuk menilai
atau mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh
guru,
tetapi
menjadi
semacam
“bantuan”
untuk
77
mengatasi kesulitan atau yang menjadi kelemahan
guru. Hal ini sesuai dengan karakteristik supervisi
klinis yang dikemukakan oleh Acheson dan Gall dalam
Sagala (2010) bahwa karakteristis supervisi klinis
adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan
intelektual,
dan
pembuatan
dan
bertingkah
pengujian
laku
yang
hipotesis
spesifik,
pembelajaran
berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan
melalui tahapan siklus.
Hasil dari pengamatan (observasi) di dalam kelas
yang
dilakukan
oleh
supervisor
pada
pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga untuk responden kelompok
eksperimen pada tabel 4.14 sesuai dengan hasil
penelitian Salimudin (2010) yang berjudul Supervisi
Klinis Sebagai Akternatif untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru Kelas III dalam Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nya
Dien Kecamatan Wabasari Kabupaten Brebes menunjukkan
bahwa
supervisi
klinis
mampu
meningkatkan
secara
signifikan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik dari
58,8 % menjadi 78,4 %. Hasil penelitian Salimudin (2010)
mengatakan bahwa, pada siklus 1 kemampuan guru
kelas III dalam pembelajaran tematik terhadap 5 aspek
pengamatan ( apersepsi dan motivasi; menjelaskan
materi;
pengelolaan
sumber
belajara
dan
media;
memilih strategi pembelajaran; dan memberi penguatan
dan evaluasi ) secara umum pada kategori cukup
dengan
rata-rata
skor
kemampuannya
41,3
atau
58,8 %. Setelah dilakukan pengamatan untuk siklus 2
pada pembelajaran tematik, mengalami peningkatan
78
dengan
kategori
baik
dan
rata-rata
skor
kemampuannya 55,7 atau 78,4 %.
79
80
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi responden
dalam kelompok eksperimen sebanyak 3 orang guru
yang berasal dari SMP Negeri 2 Pringapus, sedangkan
responden dalam kelompok kontrol sebanyak 3 orang
yang berasal dari SMP Negeri 3 Beringin. Data untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Responden yang digunakan sebagai kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok
Eksperimen
1. Jenis kelamin
P
P
P
2. Mata Pelajaran
Bahasa
1
Indonesia
Bahasa
2
Inggris
3
Matematika
3. Masa Kerja
1
11 th 03 bl
2
11 th 03 bl
3
11 th 03 bl
4. Pangkat/
1
Penata/IIIc
Golongan,
2
Penata/IIIc
ruang
3
Penata/IIIc
Sumber : Data Primer diolah 2014
Keterangan
Kode
Guru
1
2
3
Kode
Guru
4
5
6
4
5
6
4
5
6
4
5
6
Kelompok
Kontrol
P
P
P
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Inggris
Matematika
11 th 09 bl
11 th 09 bl
11 th 08 bl
Penata/IIIc
Penata/IIIc
Penata/IIIc
53
Dari tabel 4.1 dapat kita lihat, bahwa jumlah
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah
sama yaitu 3 guru. Semuanya berjenis kelamin sama
yaitu perempuan. Mata pelajaran yang diampu masingmasing
kelompok
adalah
sama,
yaitu
Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Masa kerja
untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
rata-rata sama, yaitu 11 tahun. Pangkat dan golongan
ruang untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sama, yaitu Penata, IIIc. Medley (1982), Cheng
&
Tsui
(1996)
mengemukakan
dalam
bahwa
penelitian
struktur
Hanif
keefektifan
(2004)
guru
melibatkan banyak komponen penting antara lain
seperti karakteristik guru awal, kompetensi guru,
performa
guru,
pendidikan
ekternal
guru,
dan
lingkungan organisasi sekolah. Berdasarkan hal ini,
maka penulis mengambil sampel kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dibuat sama, baik dalam jumlah,
gender, mata pelajaran, masa kerja dan pangkat
golongan.
4.1.1 Analisis Data
4.1.1.1 Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh adalah
hasil skor total kinerja mengajar guru yang diambil
datanya sebelum dilakukan supervisi (pretest) baik
untuk
kelompok
eksperimen
maupun
kelompok
kontrol, hasil skor total kinerja mengajar guru setelah
diberikan perlakukan (postest) supervisi klinis untuk
kelompok eksperimen dan tidak diberikan perlakuan
54
supervisi klinis untuk kelompok kontrol. Dari data hasil
penelitian, didapatkan nilai maksimum, nilai minimum,
nilai
rata-rata
dan
simpangan
baku
dari
pretest
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terlihat
pada tabel tabel 4.2
Tabel 4.2
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku pretest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen
kelompok kontrol
3
3
Skor Maksimum
49
52
Skor Minimum
44
41
Rata-rata Skor
46
45
2,65
6,08
Keterangan
Banyaknya
responden (N)
Simpangan Baku
Sumber : Data Primer diolah 2014
Data
hasil
penelitian
postest
kelompok
eksperimen setelah pertemuan ketiga dan postest
kelompok
kontrol
berupa
nilai
maksimum,
nilai
minimum, nilai rata-rata dan simpangan baku terlihat
pada tabel 4.3
55
Tabel 4.3
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku postest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen
kelompok
kontrol
3
3
Skor Maksimum
58
52
Skor Minimum
54
42
Rata-rata Skor
56
47
Simpangan baku
2,0
5,0
Keterangan
Banyaknya
responden (N)
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pretest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.4 :
Tabel 4.4
Distribusi hasil pretest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
Frekuensi
Skor
51
42
33
24
15
-
60
50
41
32
23
eksp
3
3
Sumber : Data Primer diolah 2014
56
ktrl
1
1
1
3
Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
33,3
100
33,3
33,3
100
100
Dari hasil data postest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.5 :
Tabel 4.5
Distribusi hasil postest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden
Kategori
Frekuensi
Skor
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
51
42
33
24
15
-
60
50
41
32
23
eksp
3
3
ktrl
1
2
3
Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
100
33,3
66,7
100
100
Sumber : Data Primer diolah 2014
4.1.1.2 Analisis Perbedaan
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk menentukan apakah
data yang telah dikumpulkan memiliki distribusi yang
normal
atau
tidak.
Selain
uji
normalitas,
juga
digunakan uji t-tes untuk mengetahui apakah kedua
kelompok reponden tersebut terdapat perbedaan yang
signifikan
kemampuan
awal
kinerja
mengajarnya.
Penulis menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 –
sample K-S program SPSS versi 16.0 for Windows untuk
uji normalitas. Sedangkan untuk mengetahui apakah
kedua
kelompok
responden
tersebut
terdapat
perbedaan yang signifikan kemampuan awalnya penulis
57
menggunakan Paired Samples t-test program SPSS versi
16.0 for Windows.
Analisis pretest kinerja mengajar pada tabel 4.2
menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 – sample
K-S progam SPSS versi 16.0 for Windows dan hasilnya
seperti pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas dengan 1-Sampel Kolmogorov
Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kinerja_Mengajar
N
Normal Parametersa
6
45.5000
4.23084
.214
.214
-.144
.523
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
.947
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat hasilnya, bahwa
data terdistribusi normal. Kemudian penulis lanjutkan
dengan
analisis
perbedaan
dengan
menggunakan
Paired Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows
untuk melihat apakah kedua kelompok responden
tersebut
58
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
kemampuan awalnya. Hasil t-test dapat kita lihat pada
tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil t-test pretest kineja mengajar guru kelompok
eksperimen dan kelonpok kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Mean
Pair ekperimen 1
kontrol
1.000
Std.
Error
Std. D Mean Lower
7.549 4.358 -17.75
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
19.75 .229
2
.840
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.7 dapat kita lihat bahwa signifikansi
(Sig. 2-tailed) = 0,840 > α = 0,05, maka dapat kita
simpulkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
kemampuan awal dalam kinerja mengajar guru antara
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan
demikian
maka,
tidak
terdapat perbedaan
secara
signifikan kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada pretes dan data berdistribusi
normal.
b.
Uji Beda
Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, dan
tidak terdapat perbedaan secara signifikan kompetensi
awal kinerja mengajar guru pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, maka kedua kelompok tersebut
diberikan
perlakuan
yang
berbeda.
Kelompok
59
eksperimen dilakukan supervisi klinis oleh Kepala
Sekolah, sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan
supervisi klinis. Setelah langkah ini, kemudian kedua
kelompok diberikan postest kinerja mengajar guru.
Dalam penelitian ini, kelompok ekperimen dilakukan
supervisi
klinis
dengan
melakukan
pertemuan
sebanyak tiga kali, sedangkan kelompok kontrol tidak
dilakukan
mengajar
supervisi
guru
klinis.
setelah
Hasil
postest
dilakukan
kinerja
supervisi
klinis
pertemuan kedua untuk kelompok eksperimen dan
tidak
dilakukan
supervisi
klinis
untuk
kelompok
kontrol adalah seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan
kedua kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
1
52
52
2
54
42
3
54
47
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pada tabel 4.8 dilakukan analisis
untuk
menguji
perbedaan
kinerja
mengajar
guru
sesudah dilakukan supervisi klinis untuk kelompok
eksperimen
dilakukan
dan
kinerja
supervisi
mengajar
konvensional
guru
untuk
sesudah
kelompok
kontrol. Pengujiannya menggunakan Paired Samples t60
test program SPSS 16,0 for Windows dengan taraf
signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Analisis postest kinerja mengajar guru pada
pertemuan kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of
the
Difference
Std.
Std. Error
Mean D Mean Lower Upper
Pair ekperimen
1
- kontrol
Sig.
(2taile
df
d)
t
6.333 6.03 3.480 -8.64 21.31 1.82
2 .210
Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis
dan
dasar
pangambilan
keputusan.
Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho
: tidak
terdapat
mengajar
guru
perbedaan
antara
kinerja
kelompok
eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha
: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru
antara
kelompok
eksperimen
yang dilakukan supervisi klinis dengan
61
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis
Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Pada tabel 4.9 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,210 > α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 diterima
dan Ha : µ1 > µ2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru
antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis.
Karena analisis hasil postest kinerja mengajar
guru setelah pertemuan kedua tidak menghasilkan
perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol,
ketiga
kemudian
pada
penulis
supervisi
melakukan
klinis,
agar
pertemuan
mendapatkan
perbedaan kinerja mengajar pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kemudian setelah pertemuan
ketiga dari kelompok eksperimen, diberi postest lagi.
Hasil postest kinerja mengajar guru setelah pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dapat kita lihat pada
tabel 4.10
62
Tabel 4.10
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan ke
tiga kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
1
58
52
2
54
42
3
56
47
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pada tabel 4.10 dilakukan analisis
untuk
menguji
perbedaan
kinerja
mengajar
guru
sesudah dilakukan supervisi klinis pada pertemuan
ketiga
untuk
kelompok
eksperimen
dan
kinerja
mengajar untuk kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis. Pengujiannya menggunakan Paired
Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows dengan
taraf signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.11
63
Tabel 4.11
Analisis postest kinerja mengajar guru pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. D
Pair ekperimen
9.00
1
- kontrol
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Error
Mean
3.00
Lower
1.73
1.55
Upper
t
df
16.45 5.196
Sig. (2tailed)
2
.035
Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis
dan
dasar
pangambilan
keputusan.
Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho
: tidak
terdapat
mengajar
guru
perbedaan
antara
kinerja
kelompok
eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha
: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru
antara
kelompok
eksperimen
yang dilakukan supervisi klinis dengan
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis
64
Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ 1 > µ 2
Pada tabel 4.11 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,035 < α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 ditolak dan
Ha :
µ1 > µ2 diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara
kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis
dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi
klinis.
Kemudian untuk menganalisis apakah supervisi
klinis dapat meningkatkan secara signifikan kinerja
mengajar guru, kita lihat hasil mean pretest dan mean
postest kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada tabel 4.12 dan tabel 4.13.
Tabel 4.12
Mean Pretest Kinerja Mengajar Guru Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
ekperimen
46.0000
3
2.64575
1.52753
kontrol
45.0000
3
6.08276
3.51188
Sumber : Data Primer diolah 2014
65
Tabel 4.13
Mean Postest Kinerja Mengajar Guru pada
Pertemuan Ketiga Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
ekperimen
56.0000
3
2.00000
1.15470
kontrol
47.0000
3
5.00000
2.88675
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.12 dan 4.13 dapat kita analisis :
Mean pretest kelompok eksperimen (O1) = 46
Mean pretest kelompok kontrol (O2) = 45
Mean postest kelompok eksperimen (O3) = 56
Mean postest kelompok kontrol (O4) = 47
O3 - O1 = 56 – 46 = 10
O4 - O2 = 47 – 45 = 2
Karena
10 > 2 atau (O3 - O1) > (O4 - O2), maka
peningkatan kinerja mengajar guru untuk kelompok
eksperimen
lebih
besar
dari
peningkatan
kinerja
mengajar guru untuk kelompok kontrol. Sehingga dapat
dikatakan bahwa secara signifikan supervisi klinis
dapat meningkatkan kinerja mengajar guru.
66
4.2 Pembahasan
Dari analisis
data yang penulis lakukan dengan
bantuan program SPSS 16,0 for Windows, didapatkan
hasil uji hipotesis yang terbukti secara statistik. Berikut
ini pembahasan yang penulis uraikan berdasarkan
hasil analisis data.
4.2.1 Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Kinerja
Mengajar Guru
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan,
diperoleh
hasil
bahwa
supervisi
klinis
dapat
meningkatkan secara signifikan kinerja mengajar guru
SMP Negeri 2 Pringapus. Peningkatan kinerja mengajar
guru yang dilakukan supervisi klinis lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan kinerja mengajar
guru yang tidak dilakukan supervisi klinis. Hal ini
disebabkan karena dengan diberikan supervisi klinis
kepada guru, guru merasa terbantu dalam mengatasi
kesulitan atau kelemahan di dalam pembelajaran yang
dilakukannya. Dengan supervisi klinis, guru mampu
memperbaiki
dan
meningkatkan
pembelajaran
dipertemuan berikutnya setelah mendapat masukan
atau
perbaikan
di
tahap
balikan
dipertemuan
sebelumnya.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyatakan
bahwa
supervisi
klinis
secara
signifikan
dapat
meningkatkan kinerja mengajar guru. Hasil temuan ini
sejalan
dengan
pendapat
Sagala
(2010)
bahwa
supervisis klinis sebagai suatu sistem instruksional
67
yang
menggambarkan
berhubungan
kelompok
secara
guru
perilaku
langsung
untuk
supervisor
dengan
memberikan
guru
yang
atau
dukungan,
membantu dan melayani guru untuk meningkatkan
hasil kerja guru dalam mendidik para siswa.
Hasil temuan ini sesuai tujuan supervisi klinis
yang dikemukakan Acheson dan Gall (1987) dalam
Sagala (2010) mengatakan tujuan dari supervisi klinis
adalah pengajaran efektif dengan menyediakan umpan
balik, membantu guru mengembangkan kemampuan
dan strategis, mengevaluasi guru,
membantu guru
untuk
sebagai
berperilaku
yang
baik
upaya
pengembangan profesional para guru, dengan suatu
penekanan pada peningkatan kecakapan guru dalam
mengajar pada ruangan kelas.
4.2.2 Sejauh Mana Pelaksanaan Supervisi Klinis
Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pringapus
Di
dalam
pembahasan
ini
penulis
akan
menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan supervisi
klinis
yang
penulis
lakukan
pada
guru-guru
di
kelompok eksperimen, yaitu pada guru-guru SMP
Negeri 2 Pringapus. Pelaksanaan supervisi klinis ini
penulis lakukan dengan menggunakan tiga pertemuan,
agar mendapatkan perubahan kinerja mengajar yang
lebih baik.
68
a.
Pertemuan pertama
1.
Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, penulis sebagai supervisor
melakukan pendekatan kepada guru yang akan
disupervisi. Pendekatan ini penulis lakukan, agar
didalam hubungan komunikasi atau wawancara
kepada guru yang akan disupervisi tidak terasa
“kaku”
dan
guru
merasa
nyaman
di
dalam
menyampaikan keluhan ataupun hambatan yang
dirasakan dalam pembelajaran yang dilakukannya.
Supervisor
harus
bisa
mengarahkan
pembicaraan tanpa ada rasa “penekanan” yang
dirasakan oleh guru, sehingga guru akan terbuka
untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa menjadi
kekurangannya
dalam
melaksanakan
pembelajaran di kelas. Mungkin bisa diawali
dengan bertanya “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu
pada
hari
ini?”.
Kemudian
pembicaraan
dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan didalam
mensupervisi Bapak/Ibu guru, bahwa tujuan dari
pelaksanaan
mengevaluasi
supervisi
jalannya
nanti
bukan
pembelajaran
untuk
yang
dilakukan Bapak/Ibu guru di kelas, melainkan
lebih luas lagi, yaitu untuk membantu guru
didalam
mengatasi
kesulitan
yang
dirasakan
dalam pembelajaran nanti.
Tentunya untuk mendapatkan suasana yang
akrab tidaklah mudah, apalagi supervisor adalah
69
kepala sekolah yang tentunya guru sudah merasa
“segan” didalam pembicaraan pembelajaran yang
sudah
biasa
dilakukan
oleh
guru.
Untuk
mengatasi hal ini, maka sebelumnya supervisor
harus
membangun
hubungan
yang
baik,
komunikatif, sehingga guru tidak merasa adanya
dinding pembatas jabatan antara supervisor dan
guru.
Setelah
diharapkan
suasana
guru
dapat
akrab
didapat,
menentukan
maka
segi-segi
mana yang memang perlu diamati supervisor agar
bisa membantu didalam kesulitan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Ini harus menjadi
kesepakatan awal sebelum dilakukan pengamatan
di dalam kelas. Kesepakatan ini dibuat sesuai
dengan permintaan guru yang akan dibantu oleh
supervisor
dalam
didalam
mengatasi
kelemahan
pembalajarannya.
guru
Kesepakatan-
kesepakatan inilah yang menjadi rekomendasi
dalam kegiatan tahap observasi di dalam kelas.
2.
Tahap Observasi
Fungsi observasi dalam tahap ini adalah
berusaha menangkap apa yang terjadi selama
pembelajaran di kelas secara lengkap. Hal ini
tidaklah mudah bagi seorang supervisor karena
keterbatasan pengamatan, yaitu penglihatan dan
pendengaran.
supervisor
Rekaman
dalam
yang
disimpan
pengamatannya
berupa
oleh
ide
pokok dengan mencatat apa yang terjadi dan
70
bukan merupakan reaksi dari apa yang terjadi.
Rekaman ini yang nanti akan menjadi analisis dan
komentar kemudian.
Walaupun proses mencatat harus seobyektif
mungkin,
namun
mencatat
tidak
kadang
supervisor
komentar-komentarnya
dilupakan.
Cara
yang
justru
agar
supaya
terbaik
adalah
menempatakan catatan-catatan tersebut pada tepi
format observasi atau dengan tanda kurung.
Menurut penulis, yang lebih penting dalam
observasi
ini
adalah
pengamatan
ketrampilan
dasar mengajar yang sering diabaikan oleh guru
dan
sebetulnya
sangat
bermanfaat
untuk
pengembangan pola tingkah laku mengajar guru.
Seperti misalnya memberi penguatan atau dalam
mereaksi terhadap pertanyaan siswa, hal ini perlu
dibicarakan pada pertemuan balikan, walaupun
guru tidak merekomendasikan hal ini didalam
pengamatan.
Dalam
kegiatan
observasi
ini,
supervisor
harus bisa membuat suasana kelas tidak seperti
diawasi, terutama bagi guru. Sebelum dilakukan
observasi di kelas, supervisor bisa menjelaskan
kepada peserta didik di kelas tersebut, bahwa
tujuan supervisor di dalam kelasnya adalah untuk
mengamati minat belajar peserta didik, bukan
untuk mengamati pembelajaran guru di kelas.
Sehingga
guru
keseluruhan,
merasa
tapi
tidak
tertuju
teramati
pada
secara
pengamatan
71
peserta didik oleh supervisor, yang sebenarnya
justru pada pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Hal ini dimaksudkan oleh penulis, agar guru
tidak
merasa
diobservasi.
Hal
gelisah
ini
atau
penulis
takut
selama
rasakan
cukup
berhasil, karena guru merasa bahwa yang diamati
supervisor tidak secara keseluruhan adalah guru,
tetapi juga peserta didik.
3.
Tahap Balikan
Fungsi balikan dalam hubungannya dengan
supervisi klinis adalah untuk menolong guru
mempertimbangkan perubahan atau lebih tepat
peningkatan tingkah laku mengajarnya. Balikan
tentunya berupa informasi kepada guru tentang
bagaimana guru mempengaruhi siswanya dalam
pembelajaran.
Dalam tahap balikan ini, penulis sebagai
supervisor melakukan pertemuan kepada guru
yang
disupervisi
untuk
membicarakan
hasil
pengamatan supervisor di dalam kelas. Yang
dilakukan
awal
adalah
meminta
guru
untuk
menyatakan atau mengungkapkan perasaannya
setelah menyajikan pembelajaran di kelas. Dari
sini supervisor dapat mengetahui kesan dari guru
setelah disupervisi, apakah guru merasa senang
disupervisi ataukah sebaliknya merasa tertekan
saat
disupervisi.
supervisor
selanjutnya.
72
Ini
dalam
menjadi
catatan
menentukan
untuk
langkah
Kemudian supervisor memaparkan apa yang
menjadi catatan didalam pengamatannya, apakah
sesuai dengan yang dilakukan oleh guru didalam
pembelajarannya. Hendaklah catatan-catatan ini
dimulai
dengan
menunjukkan
keunggulan-
keunggulan atau segi-segi yang kuat yang dimiliki
oleh guru, baru kemudian mendiskusikan segi-segi
yang menimbulkan masalah baginya. Segi-segi
yang lemah ini perlu diberi penguatan untuk cara
mengajar yang lebih efektif, dan diharapkan dapat
diperbaiki
pada
pertemuan
pembelajaran
berikutnya.
b.
Pertemuan ke dua
1.
Tahap Pendahuluan
Pada saat tahap balikan pertemuan
pertama
bersama guru, supervisor menyusun perencanaan
perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan oleh
guru pada pertemuan ke dua, sebagai perubahan
tingkah laku guru dalam perbaikan pembelajaran.
Sebelum dilakukan pengamatan di kelas pada
pertemuan
kedua,
kesepakatan
perhatian
awal,
oleh
sebaiknya
segi-segi
supervisor,
dibuat
yang
atau
lagi
mendapat
paling
tidak
masukan dari supervisor untuk diperbaiki oleh
guru pada pertemuan ke dua.
2.
Tahap Observasi
Pada putaran pelaksanaan supervisi klinis
kedua,
penulis
mengamati
bahwa
yang
terjadi
73
perubahan
tingkah
laku
guru
di
dalam
pembelajarannya, antara lain :
(1)
Semula
penguatan
tidak
sudah
muncul
sekarang
dilakukan
di
guru,
pertemuan
berikutnya, walaupun dengan intensitas tidak
sering.
(2)
Tampak kelas lebih hidup dari pertemuan
pertama,
respon
peserta
didik
terhadap
pembelajaran jauh lebih baik, karena merasa
dihargai
guru
dengan
adanya
penguatan
terhadap peserta didik
(3)
Penggunaan
dilakukan
media
pembelajaran
dipertemuan
ke
dua,
sudah
sehingga
peserta didik lebih terfokus perhatiannya
pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru
(3)
Guru tampak lebih nyaman tidak merasa
gelisah
seperti
pada
pengamatan
yang
pertama. Walaupun prosentase perubahan
tingkah laku guru dalam pembelajaran tidak
begitu besar, namun tampak jauh lebih baik
dibanding pada pertemuan sebelumnya.
Penulis
merasa,
bahwa
supervisi
klinis
yang
dilakukan oleh supervisor mampu meningkatkan
ketrampilan guru dalam pembelajarannya.
3.
74
Tahap Balikan
Seperti
pada
pengamatan
pertemuan
(observasi)
pertama,
di
dalam
hasil
kelas
dari
yang
dilakukan oleh supervisor pada pertemuan kedua
menjadi masukan untuk guru. Pada tahap balikan
di pertemuan kedua sudah tidak banyak catatan
untuk diperbaiki dipertemuan ketiga .
c.
Pertemuan ke tiga
1.
Tahap Pendahuluan
Karena sudah terjadi perbaikan di pertemuan
kedua, maka pada pertemuan ketiga kesepakatan
antara supervisor dan guru lebih ditekankan pada
pemberian
penguatan
segi-segi
yang
menjadi
kesepakatan awal.
2.
Tahap observasi
Seperti pada pertemuan kedua, karena sudah ada
perbaikan, maka pada pertemuan ketiga guru
sudah
membuat
perencanaan
pembelajaran
dengan lebih baik. Hal ini terlihat dari :
(1) Menyusun
rencana
pembelajaran
lebih
menarik. Media pembelajaran yang digunakan
lebih baik karena disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
(2) Penguatan untuk peserta didik lebih sering
dilakukan,
karena
pada
pertemuan
kedua
penguatan ini mampu mengaktifkan peserta
didik untuk ikut terlibat dalam pembelajaran.
75
Mereka merasa dihargai dan dirasa hal ini
menjadikan motivasi.
(3) Melakukan refleksi untuk penguatan konsepkonsep yang dipelajari
(4) Dibangun pola interaksi yang lebih baik, antara
guru dengan peserta didik dan juga antara
peserta didik dengan peserta didik.
3.
Tahap Balikan
Pada tahap balikan pertemuan ketiga ini, guru
ditanya
bagaimana
tingkat
kepuasan
dalam
pembelajaran yang dilakukan ? Guru mengatakan
masih
merasa
kurang
dan
akan
mencoba
memperbaiki lagi dipertemuan berikutnya. Padahal
menurut supervisor apa yang sudah dilakukan
guru sudah mengalami perubahan tingkah laku,
terutama dalam ketrampilan mengajarnya. Dari
sinilah penulis sebagai supervisor merasa bahwa
kegiatan
supervisi
klinis
ini
dapat
dirasakan
manfaatnya bagi guru, terutama bagi peningkatan
ketrampilan mengajarnya.
Dari kegiatan pada pertemuan pertama, pertemuan
kedua
dan
pertemuan
ketiga,
penulis
sebagai
supervisor mencatat hasil pengamatan di dalam tahap
observasi adalah tampak pada tabel 4.14 :
76
Tabel 4.14
Hasil Pengamatan Mengajar di Kelas Responden
Kelompok Eksperimen Pada Pertemuan Pertama,
Pertemuan Kedua dan Pertemuan ketiga
Kode
Guru
Skor
Nilai
Pertama
Kategori
Skor
Nilai
Kedua
Kategori
Skor
Nilai
Ketiga
1
62
Rendah
84
Sedang
115
2
57
Rendah
74
Sedang
98
3
87
Sedang
96
Tinggi
117
Ratarata
68,67
(55,38
%)
Rendah
84,67
(68%)
Sedang
110
(88,71
%)
Kategori
Sangat
tinggi
Tinggi
Sangat
tinggi
Sangat
Tinggi
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari
tabel
4.14
dapat
kita
lihat
prosentase
peningkatan ketrampilan guru dalam pembelajaran
setelah dilakuan supervisi klinis oleh kepala sekolah.
Pada
pertemuan
penilaian
pertama,
ketrampilan
secara
mengajar
rata-rata
guru
68,67
skor
atau
55,38% dengan kategori rendah, setelah pertemuan
kedua rata-rata skor penilaian ketrampilan mengajar
guru 84,67 atau 68 % dengan kategori sedang dan
setelah pertemuan ketiga rata-rata skor penilaian 110
atau 88,71% dengan kategori sangat tinggi.
Peningkatan ketrampilan mengajar terjadi karena
guru selama supervisi merasa dibantu untuk mengatasi
kesulitan atau kelemahan didalam pembelajaran yang
dilakukannya. Supervisi klinis bukan untuk menilai
atau mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh
guru,
tetapi
menjadi
semacam
“bantuan”
untuk
77
mengatasi kesulitan atau yang menjadi kelemahan
guru. Hal ini sesuai dengan karakteristik supervisi
klinis yang dikemukakan oleh Acheson dan Gall dalam
Sagala (2010) bahwa karakteristis supervisi klinis
adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan
intelektual,
dan
pembuatan
dan
bertingkah
pengujian
laku
yang
hipotesis
spesifik,
pembelajaran
berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan
melalui tahapan siklus.
Hasil dari pengamatan (observasi) di dalam kelas
yang
dilakukan
oleh
supervisor
pada
pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga untuk responden kelompok
eksperimen pada tabel 4.14 sesuai dengan hasil
penelitian Salimudin (2010) yang berjudul Supervisi
Klinis Sebagai Akternatif untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru Kelas III dalam Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nya
Dien Kecamatan Wabasari Kabupaten Brebes menunjukkan
bahwa
supervisi
klinis
mampu
meningkatkan
secara
signifikan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik dari
58,8 % menjadi 78,4 %. Hasil penelitian Salimudin (2010)
mengatakan bahwa, pada siklus 1 kemampuan guru
kelas III dalam pembelajaran tematik terhadap 5 aspek
pengamatan ( apersepsi dan motivasi; menjelaskan
materi;
pengelolaan
sumber
belajara
dan
media;
memilih strategi pembelajaran; dan memberi penguatan
dan evaluasi ) secara umum pada kategori cukup
dengan
rata-rata
skor
kemampuannya
41,3
atau
58,8 %. Setelah dilakukan pengamatan untuk siklus 2
pada pembelajaran tematik, mengalami peningkatan
78
dengan
kategori
baik
dan
rata-rata
skor
kemampuannya 55,7 atau 78,4 %.
79
80