T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru Di SMP Negeri 2 Pringapusabupaten Semarang T2 BAB IV

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi responden
dalam kelompok eksperimen sebanyak 3 orang guru
yang berasal dari SMP Negeri 2 Pringapus, sedangkan
responden dalam kelompok kontrol sebanyak 3 orang
yang berasal dari SMP Negeri 3 Beringin. Data untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Responden yang digunakan sebagai kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok
Eksperimen
1. Jenis kelamin
P
P
P
2. Mata Pelajaran

Bahasa
1
Indonesia
Bahasa
2
Inggris
3
Matematika
3. Masa Kerja
1
11 th 03 bl
2
11 th 03 bl
3
11 th 03 bl
4. Pangkat/
1
Penata/IIIc
Golongan,
2

Penata/IIIc
ruang
3
Penata/IIIc
Sumber : Data Primer diolah 2014
Keterangan

Kode
Guru
1
2
3

Kode
Guru
4
5
6
4
5

6
4
5
6
4
5
6

Kelompok
Kontrol
P
P
P
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Inggris
Matematika
11 th 09 bl
11 th 09 bl

11 th 08 bl
Penata/IIIc
Penata/IIIc
Penata/IIIc

53

Dari tabel 4.1 dapat kita lihat, bahwa jumlah
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah
sama yaitu 3 guru. Semuanya berjenis kelamin sama
yaitu perempuan. Mata pelajaran yang diampu masingmasing

kelompok

adalah

sama,

yaitu


Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Masa kerja
untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
rata-rata sama, yaitu 11 tahun. Pangkat dan golongan
ruang untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sama, yaitu Penata, IIIc. Medley (1982), Cheng
&

Tsui

(1996)

mengemukakan

dalam
bahwa

penelitian
struktur


Hanif

keefektifan

(2004)
guru

melibatkan banyak komponen penting antara lain
seperti karakteristik guru awal, kompetensi guru,
performa

guru,

pendidikan

ekternal

guru,


dan

lingkungan organisasi sekolah. Berdasarkan hal ini,
maka penulis mengambil sampel kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dibuat sama, baik dalam jumlah,
gender, mata pelajaran, masa kerja dan pangkat
golongan.
4.1.1 Analisis Data
4.1.1.1 Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh adalah
hasil skor total kinerja mengajar guru yang diambil
datanya sebelum dilakukan supervisi (pretest) baik
untuk

kelompok

eksperimen

maupun


kelompok

kontrol, hasil skor total kinerja mengajar guru setelah
diberikan perlakukan (postest) supervisi klinis untuk
kelompok eksperimen dan tidak diberikan perlakuan
54

supervisi klinis untuk kelompok kontrol. Dari data hasil
penelitian, didapatkan nilai maksimum, nilai minimum,
nilai

rata-rata

dan

simpangan

baku

dari


pretest

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terlihat
pada tabel tabel 4.2
Tabel 4.2
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku pretest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen

kelompok kontrol

3

3

Skor Maksimum


49

52

Skor Minimum

44

41

Rata-rata Skor

46

45

2,65

6,08


Keterangan
Banyaknya
responden (N)

Simpangan Baku

Sumber : Data Primer diolah 2014

Data

hasil

penelitian

postest

kelompok

eksperimen setelah pertemuan ketiga dan postest
kelompok

kontrol

berupa

nilai

maksimum,

nilai

minimum, nilai rata-rata dan simpangan baku terlihat
pada tabel 4.3

55

Tabel 4.3
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan
simpangan baku postest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kelompok
ekperimen

kelompok
kontrol

3

3

Skor Maksimum

58

52

Skor Minimum

54

42

Rata-rata Skor

56

47

Simpangan baku

2,0

5,0

Keterangan
Banyaknya
responden (N)

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari hasil data pretest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.4 :
Tabel 4.4
Distribusi hasil pretest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden

Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah

Frekuensi

Skor
51
42
33
24
15

-

60
50
41
32
23

eksp
3
3

Sumber : Data Primer diolah 2014

56

ktrl
1
1
1
3

Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
33,3
100
33,3
33,3
100
100

Dari hasil data postest kinerja mengajar guru
dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar :
sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah
seperti dalam tabel 4.5 :
Tabel 4.5
Distribusi hasil postest kinerja mengajar guru yang
menjadi responden

Kategori

Frekuensi

Skor

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah

51
42
33
24
15

-

60
50
41
32
23

eksp
3
3

ktrl
1
2
3

Banyaknya
dalam %
eksp
ktrl
100
33,3
66,7
100
100

Sumber : Data Primer diolah 2014

4.1.1.2 Analisis Perbedaan
a.

Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk menentukan apakah

data yang telah dikumpulkan memiliki distribusi yang
normal

atau

tidak.

Selain

uji

normalitas,

juga

digunakan uji t-tes untuk mengetahui apakah kedua
kelompok reponden tersebut terdapat perbedaan yang
signifikan

kemampuan

awal

kinerja

mengajarnya.

Penulis menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 –
sample K-S program SPSS versi 16.0 for Windows untuk
uji normalitas. Sedangkan untuk mengetahui apakah
kedua

kelompok

responden

tersebut

terdapat

perbedaan yang signifikan kemampuan awalnya penulis
57

menggunakan Paired Samples t-test program SPSS versi
16.0 for Windows.
Analisis pretest kinerja mengajar pada tabel 4.2
menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 – sample
K-S progam SPSS versi 16.0 for Windows dan hasilnya
seperti pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas dengan 1-Sampel Kolmogorov
Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kinerja_Mengajar
N
Normal Parametersa

6
45.5000
4.23084
.214
.214
-.144
.523

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

.947

a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari tabel 4.6 dapat kita lihat hasilnya, bahwa
data terdistribusi normal. Kemudian penulis lanjutkan
dengan

analisis

perbedaan

dengan

menggunakan

Paired Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows
untuk melihat apakah kedua kelompok responden
tersebut

58

terdapat

perbedaan

yang

signifikan

kemampuan awalnya. Hasil t-test dapat kita lihat pada
tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil t-test pretest kineja mengajar guru kelompok
eksperimen dan kelonpok kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference

Mean
Pair ekperimen 1
kontrol

1.000

Std.
Error
Std. D Mean Lower

7.549 4.358 -17.75

Upper

t

Sig. (2tailed)

df

19.75 .229

2

.840

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari tabel 4.7 dapat kita lihat bahwa signifikansi
(Sig. 2-tailed) = 0,840 > α = 0,05, maka dapat kita
simpulkan

bahwa

tidak

terdapat

perbedaan

kemampuan awal dalam kinerja mengajar guru antara
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan
demikian

maka,

tidak

terdapat perbedaan

secara

signifikan kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada pretes dan data berdistribusi
normal.
b.

Uji Beda
Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, dan

tidak terdapat perbedaan secara signifikan kompetensi
awal kinerja mengajar guru pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, maka kedua kelompok tersebut
diberikan

perlakuan

yang

berbeda.

Kelompok

59

eksperimen dilakukan supervisi klinis oleh Kepala
Sekolah, sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan
supervisi klinis. Setelah langkah ini, kemudian kedua
kelompok diberikan postest kinerja mengajar guru.
Dalam penelitian ini, kelompok ekperimen dilakukan
supervisi

klinis

dengan

melakukan

pertemuan

sebanyak tiga kali, sedangkan kelompok kontrol tidak
dilakukan
mengajar

supervisi
guru

klinis.

setelah

Hasil

postest

dilakukan

kinerja

supervisi

klinis

pertemuan kedua untuk kelompok eksperimen dan
tidak

dilakukan

supervisi

klinis

untuk

kelompok

kontrol adalah seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan
kedua kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen

Kelompok Kontrol

1

52

52

2

54

42

3

54

47

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari hasil data pada tabel 4.8 dilakukan analisis
untuk

menguji

perbedaan

kinerja

mengajar

guru

sesudah dilakukan supervisi klinis untuk kelompok
eksperimen
dilakukan

dan

kinerja

supervisi

mengajar

konvensional

guru

untuk

sesudah
kelompok

kontrol. Pengujiannya menggunakan Paired Samples t60

test program SPSS 16,0 for Windows dengan taraf
signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Analisis postest kinerja mengajar guru pada
pertemuan kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
Paired Samples Test

Paired Differences
95%
Confidence
Interval of
the
Difference

Std.
Std. Error
Mean D Mean Lower Upper
Pair ekperimen
1
- kontrol

Sig.
(2taile
df
d)

t

6.333 6.03 3.480 -8.64 21.31 1.82

2 .210

Sumber : Data Primer diolah 2014

Hipotesis

dan

dasar

pangambilan

keputusan.

Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho

: tidak

terdapat

mengajar

guru

perbedaan
antara

kinerja
kelompok

eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha

: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru

antara

kelompok

eksperimen

yang dilakukan supervisi klinis dengan

61

kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis
Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Pada tabel 4.9 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,210 > α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 diterima
dan Ha : µ1 > µ2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru
antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis.
Karena analisis hasil postest kinerja mengajar
guru setelah pertemuan kedua tidak menghasilkan
perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol,
ketiga

kemudian
pada

penulis

supervisi

melakukan

klinis,

agar

pertemuan

mendapatkan

perbedaan kinerja mengajar pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kemudian setelah pertemuan
ketiga dari kelompok eksperimen, diberi postest lagi.
Hasil postest kinerja mengajar guru setelah pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dapat kita lihat pada
tabel 4.10

62

Tabel 4.10
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan ke
tiga kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
No
Kelompok Ekperimen

Kelompok Kontrol

1

58

52

2

54

42

3

56

47

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari hasil data pada tabel 4.10 dilakukan analisis
untuk

menguji

perbedaan

kinerja

mengajar

guru

sesudah dilakukan supervisi klinis pada pertemuan
ketiga

untuk

kelompok

eksperimen

dan

kinerja

mengajar untuk kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis. Pengujiannya menggunakan Paired
Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows dengan
taraf signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat
dilihat pada tabel 4.11

63

Tabel 4.11
Analisis postest kinerja mengajar guru pertemuan
ketiga pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences

Mean Std. D
Pair ekperimen
9.00
1
- kontrol

95%
Confidence
Interval of the
Difference

Std.
Error
Mean

3.00

Lower

1.73

1.55

Upper

t

df

16.45 5.196

Sig. (2tailed)

2

.035

Sumber : Data Primer diolah 2014

Hipotesis

dan

dasar

pangambilan

keputusan.

Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho

: tidak

terdapat

mengajar

guru

perbedaan
antara

kinerja
kelompok

eksperimen yang dilakukan supervisi
klinis dengan kelompok kontrol yang
tidak dilakukan supervisi klinis
Ha

: terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru

antara

kelompok

eksperimen

yang dilakukan supervisi klinis dengan
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
supervisi klinis

64

Hipotesis statistiknya :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ 1 > µ 2
Pada tabel 4.11 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2tailed) = 0,035 < α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 ditolak dan
Ha :

µ1 > µ2 diterima. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara
kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis
dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi
klinis.
Kemudian untuk menganalisis apakah supervisi
klinis dapat meningkatkan secara signifikan kinerja
mengajar guru, kita lihat hasil mean pretest dan mean
postest kinerja mengajar guru kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada tabel 4.12 dan tabel 4.13.
Tabel 4.12
Mean Pretest Kinerja Mengajar Guru Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

ekperimen

46.0000

3

2.64575

1.52753

kontrol

45.0000

3

6.08276

3.51188

Sumber : Data Primer diolah 2014

65

Tabel 4.13
Mean Postest Kinerja Mengajar Guru pada
Pertemuan Ketiga Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

ekperimen

56.0000

3

2.00000

1.15470

kontrol

47.0000

3

5.00000

2.88675

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari tabel 4.12 dan 4.13 dapat kita analisis :
Mean pretest kelompok eksperimen (O1) = 46
Mean pretest kelompok kontrol (O2) = 45
Mean postest kelompok eksperimen (O3) = 56
Mean postest kelompok kontrol (O4) = 47
O3 - O1 = 56 – 46 = 10
O4 - O2 = 47 – 45 = 2
Karena

10 > 2 atau (O3 - O1) > (O4 - O2), maka

peningkatan kinerja mengajar guru untuk kelompok
eksperimen

lebih

besar

dari

peningkatan

kinerja

mengajar guru untuk kelompok kontrol. Sehingga dapat
dikatakan bahwa secara signifikan supervisi klinis
dapat meningkatkan kinerja mengajar guru.

66

4.2 Pembahasan
Dari analisis

data yang penulis lakukan dengan

bantuan program SPSS 16,0 for Windows, didapatkan
hasil uji hipotesis yang terbukti secara statistik. Berikut
ini pembahasan yang penulis uraikan berdasarkan
hasil analisis data.
4.2.1 Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Kinerja
Mengajar Guru
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan,
diperoleh

hasil

bahwa

supervisi

klinis

dapat

meningkatkan secara signifikan kinerja mengajar guru
SMP Negeri 2 Pringapus. Peningkatan kinerja mengajar
guru yang dilakukan supervisi klinis lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan kinerja mengajar
guru yang tidak dilakukan supervisi klinis. Hal ini
disebabkan karena dengan diberikan supervisi klinis
kepada guru, guru merasa terbantu dalam mengatasi
kesulitan atau kelemahan di dalam pembelajaran yang
dilakukannya. Dengan supervisi klinis, guru mampu
memperbaiki

dan

meningkatkan

pembelajaran

dipertemuan berikutnya setelah mendapat masukan
atau

perbaikan

di

tahap

balikan

dipertemuan

sebelumnya.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyatakan
bahwa

supervisi

klinis

secara

signifikan

dapat

meningkatkan kinerja mengajar guru. Hasil temuan ini
sejalan

dengan

pendapat

Sagala

(2010)

bahwa

supervisis klinis sebagai suatu sistem instruksional
67

yang

menggambarkan

berhubungan
kelompok

secara

guru

perilaku

langsung

untuk

supervisor
dengan

memberikan

guru

yang
atau

dukungan,

membantu dan melayani guru untuk meningkatkan
hasil kerja guru dalam mendidik para siswa.
Hasil temuan ini sesuai tujuan supervisi klinis
yang dikemukakan Acheson dan Gall (1987) dalam
Sagala (2010) mengatakan tujuan dari supervisi klinis
adalah pengajaran efektif dengan menyediakan umpan
balik, membantu guru mengembangkan kemampuan
dan strategis, mengevaluasi guru,

membantu guru

untuk

sebagai

berperilaku

yang

baik

upaya

pengembangan profesional para guru, dengan suatu
penekanan pada peningkatan kecakapan guru dalam
mengajar pada ruangan kelas.
4.2.2 Sejauh Mana Pelaksanaan Supervisi Klinis
Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pringapus
Di

dalam

pembahasan

ini

penulis

akan

menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan supervisi
klinis

yang

penulis

lakukan

pada

guru-guru

di

kelompok eksperimen, yaitu pada guru-guru SMP
Negeri 2 Pringapus. Pelaksanaan supervisi klinis ini
penulis lakukan dengan menggunakan tiga pertemuan,
agar mendapatkan perubahan kinerja mengajar yang
lebih baik.

68

a.

Pertemuan pertama

1.

Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, penulis sebagai supervisor
melakukan pendekatan kepada guru yang akan
disupervisi. Pendekatan ini penulis lakukan, agar
didalam hubungan komunikasi atau wawancara
kepada guru yang akan disupervisi tidak terasa
“kaku”

dan

guru

merasa

nyaman

di

dalam

menyampaikan keluhan ataupun hambatan yang
dirasakan dalam pembelajaran yang dilakukannya.
Supervisor

harus

bisa

mengarahkan

pembicaraan tanpa ada rasa “penekanan” yang
dirasakan oleh guru, sehingga guru akan terbuka
untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa menjadi
kekurangannya

dalam

melaksanakan

pembelajaran di kelas. Mungkin bisa diawali
dengan bertanya “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu
pada

hari

ini?”.

Kemudian

pembicaraan

dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan didalam
mensupervisi Bapak/Ibu guru, bahwa tujuan dari
pelaksanaan
mengevaluasi

supervisi
jalannya

nanti

bukan

pembelajaran

untuk
yang

dilakukan Bapak/Ibu guru di kelas, melainkan
lebih luas lagi, yaitu untuk membantu guru
didalam

mengatasi

kesulitan

yang

dirasakan

dalam pembelajaran nanti.
Tentunya untuk mendapatkan suasana yang
akrab tidaklah mudah, apalagi supervisor adalah
69

kepala sekolah yang tentunya guru sudah merasa
“segan” didalam pembicaraan pembelajaran yang
sudah

biasa

dilakukan

oleh

guru.

Untuk

mengatasi hal ini, maka sebelumnya supervisor
harus

membangun

hubungan

yang

baik,

komunikatif, sehingga guru tidak merasa adanya
dinding pembatas jabatan antara supervisor dan
guru.
Setelah
diharapkan

suasana
guru

dapat

akrab

didapat,

menentukan

maka

segi-segi

mana yang memang perlu diamati supervisor agar
bisa membantu didalam kesulitan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Ini harus menjadi
kesepakatan awal sebelum dilakukan pengamatan
di dalam kelas. Kesepakatan ini dibuat sesuai
dengan permintaan guru yang akan dibantu oleh
supervisor

dalam

didalam

mengatasi

kelemahan

pembalajarannya.

guru

Kesepakatan-

kesepakatan inilah yang menjadi rekomendasi
dalam kegiatan tahap observasi di dalam kelas.
2.

Tahap Observasi
Fungsi observasi dalam tahap ini adalah
berusaha menangkap apa yang terjadi selama
pembelajaran di kelas secara lengkap. Hal ini
tidaklah mudah bagi seorang supervisor karena
keterbatasan pengamatan, yaitu penglihatan dan
pendengaran.
supervisor

Rekaman

dalam

yang

disimpan

pengamatannya

berupa

oleh
ide

pokok dengan mencatat apa yang terjadi dan
70

bukan merupakan reaksi dari apa yang terjadi.
Rekaman ini yang nanti akan menjadi analisis dan
komentar kemudian.
Walaupun proses mencatat harus seobyektif
mungkin,

namun

mencatat
tidak

kadang

supervisor

komentar-komentarnya

dilupakan.

Cara

yang

justru

agar

supaya

terbaik

adalah

menempatakan catatan-catatan tersebut pada tepi
format observasi atau dengan tanda kurung.
Menurut penulis, yang lebih penting dalam
observasi

ini

adalah

pengamatan

ketrampilan

dasar mengajar yang sering diabaikan oleh guru
dan

sebetulnya

sangat

bermanfaat

untuk

pengembangan pola tingkah laku mengajar guru.
Seperti misalnya memberi penguatan atau dalam
mereaksi terhadap pertanyaan siswa, hal ini perlu
dibicarakan pada pertemuan balikan, walaupun
guru tidak merekomendasikan hal ini didalam
pengamatan.
Dalam

kegiatan

observasi

ini,

supervisor

harus bisa membuat suasana kelas tidak seperti
diawasi, terutama bagi guru. Sebelum dilakukan
observasi di kelas, supervisor bisa menjelaskan
kepada peserta didik di kelas tersebut, bahwa
tujuan supervisor di dalam kelasnya adalah untuk
mengamati minat belajar peserta didik, bukan
untuk mengamati pembelajaran guru di kelas.
Sehingga

guru

keseluruhan,

merasa

tapi

tidak

tertuju

teramati

pada

secara

pengamatan
71

peserta didik oleh supervisor, yang sebenarnya
justru pada pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Hal ini dimaksudkan oleh penulis, agar guru
tidak

merasa

diobservasi.

Hal

gelisah
ini

atau

penulis

takut

selama

rasakan

cukup

berhasil, karena guru merasa bahwa yang diamati
supervisor tidak secara keseluruhan adalah guru,
tetapi juga peserta didik.
3.

Tahap Balikan
Fungsi balikan dalam hubungannya dengan
supervisi klinis adalah untuk menolong guru
mempertimbangkan perubahan atau lebih tepat
peningkatan tingkah laku mengajarnya. Balikan
tentunya berupa informasi kepada guru tentang
bagaimana guru mempengaruhi siswanya dalam
pembelajaran.
Dalam tahap balikan ini, penulis sebagai
supervisor melakukan pertemuan kepada guru
yang

disupervisi

untuk

membicarakan

hasil

pengamatan supervisor di dalam kelas. Yang
dilakukan

awal

adalah

meminta

guru

untuk

menyatakan atau mengungkapkan perasaannya
setelah menyajikan pembelajaran di kelas. Dari
sini supervisor dapat mengetahui kesan dari guru
setelah disupervisi, apakah guru merasa senang
disupervisi ataukah sebaliknya merasa tertekan
saat

disupervisi.

supervisor
selanjutnya.
72

Ini

dalam

menjadi

catatan

menentukan

untuk
langkah

Kemudian supervisor memaparkan apa yang
menjadi catatan didalam pengamatannya, apakah
sesuai dengan yang dilakukan oleh guru didalam
pembelajarannya. Hendaklah catatan-catatan ini
dimulai

dengan

menunjukkan

keunggulan-

keunggulan atau segi-segi yang kuat yang dimiliki
oleh guru, baru kemudian mendiskusikan segi-segi
yang menimbulkan masalah baginya. Segi-segi
yang lemah ini perlu diberi penguatan untuk cara
mengajar yang lebih efektif, dan diharapkan dapat
diperbaiki

pada

pertemuan

pembelajaran

berikutnya.
b.

Pertemuan ke dua

1.

Tahap Pendahuluan
Pada saat tahap balikan pertemuan

pertama

bersama guru, supervisor menyusun perencanaan
perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan oleh
guru pada pertemuan ke dua, sebagai perubahan
tingkah laku guru dalam perbaikan pembelajaran.
Sebelum dilakukan pengamatan di kelas pada
pertemuan

kedua,

kesepakatan
perhatian

awal,

oleh

sebaiknya
segi-segi

supervisor,

dibuat

yang

atau

lagi

mendapat

paling

tidak

masukan dari supervisor untuk diperbaiki oleh
guru pada pertemuan ke dua.
2.

Tahap Observasi
Pada putaran pelaksanaan supervisi klinis
kedua,

penulis

mengamati

bahwa

yang
terjadi
73

perubahan

tingkah

laku

guru

di

dalam

pembelajarannya, antara lain :
(1)

Semula

penguatan

tidak

sudah

muncul

sekarang

dilakukan
di

guru,

pertemuan

berikutnya, walaupun dengan intensitas tidak
sering.
(2)

Tampak kelas lebih hidup dari pertemuan
pertama,

respon

peserta

didik

terhadap

pembelajaran jauh lebih baik, karena merasa
dihargai

guru

dengan

adanya

penguatan

terhadap peserta didik
(3)

Penggunaan
dilakukan

media

pembelajaran

dipertemuan

ke

dua,

sudah
sehingga

peserta didik lebih terfokus perhatiannya
pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru
(3)

Guru tampak lebih nyaman tidak merasa
gelisah

seperti

pada

pengamatan

yang

pertama. Walaupun prosentase perubahan
tingkah laku guru dalam pembelajaran tidak
begitu besar, namun tampak jauh lebih baik
dibanding pada pertemuan sebelumnya.
Penulis

merasa,

bahwa

supervisi

klinis

yang

dilakukan oleh supervisor mampu meningkatkan
ketrampilan guru dalam pembelajarannya.
3.

74

Tahap Balikan

Seperti

pada

pengamatan

pertemuan
(observasi)

pertama,

di

dalam

hasil
kelas

dari
yang

dilakukan oleh supervisor pada pertemuan kedua
menjadi masukan untuk guru. Pada tahap balikan
di pertemuan kedua sudah tidak banyak catatan
untuk diperbaiki dipertemuan ketiga .
c.

Pertemuan ke tiga

1.

Tahap Pendahuluan
Karena sudah terjadi perbaikan di pertemuan
kedua, maka pada pertemuan ketiga kesepakatan
antara supervisor dan guru lebih ditekankan pada
pemberian

penguatan

segi-segi

yang

menjadi

kesepakatan awal.
2.

Tahap observasi
Seperti pada pertemuan kedua, karena sudah ada
perbaikan, maka pada pertemuan ketiga guru
sudah

membuat

perencanaan

pembelajaran

dengan lebih baik. Hal ini terlihat dari :
(1) Menyusun

rencana

pembelajaran

lebih

menarik. Media pembelajaran yang digunakan
lebih baik karena disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
(2) Penguatan untuk peserta didik lebih sering
dilakukan,

karena

pada

pertemuan

kedua

penguatan ini mampu mengaktifkan peserta
didik untuk ikut terlibat dalam pembelajaran.

75

Mereka merasa dihargai dan dirasa hal ini
menjadikan motivasi.
(3) Melakukan refleksi untuk penguatan konsepkonsep yang dipelajari
(4) Dibangun pola interaksi yang lebih baik, antara
guru dengan peserta didik dan juga antara
peserta didik dengan peserta didik.
3.

Tahap Balikan
Pada tahap balikan pertemuan ketiga ini, guru
ditanya

bagaimana

tingkat

kepuasan

dalam

pembelajaran yang dilakukan ? Guru mengatakan
masih

merasa

kurang

dan

akan

mencoba

memperbaiki lagi dipertemuan berikutnya. Padahal
menurut supervisor apa yang sudah dilakukan
guru sudah mengalami perubahan tingkah laku,
terutama dalam ketrampilan mengajarnya. Dari
sinilah penulis sebagai supervisor merasa bahwa
kegiatan

supervisi

klinis

ini

dapat

dirasakan

manfaatnya bagi guru, terutama bagi peningkatan
ketrampilan mengajarnya.
Dari kegiatan pada pertemuan pertama, pertemuan
kedua

dan

pertemuan

ketiga,

penulis

sebagai

supervisor mencatat hasil pengamatan di dalam tahap
observasi adalah tampak pada tabel 4.14 :

76

Tabel 4.14
Hasil Pengamatan Mengajar di Kelas Responden
Kelompok Eksperimen Pada Pertemuan Pertama,
Pertemuan Kedua dan Pertemuan ketiga

Kode
Guru

Skor
Nilai
Pertama

Kategori

Skor
Nilai
Kedua

Kategori

Skor
Nilai
Ketiga

1

62

Rendah

84

Sedang

115

2

57

Rendah

74

Sedang

98

3

87

Sedang

96

Tinggi

117

Ratarata

68,67
(55,38
%)

Rendah

84,67
(68%)

Sedang

110
(88,71
%)

Kategori
Sangat
tinggi
Tinggi
Sangat
tinggi
Sangat
Tinggi

Sumber : Data Primer diolah 2014

Dari

tabel

4.14

dapat

kita

lihat

prosentase

peningkatan ketrampilan guru dalam pembelajaran
setelah dilakuan supervisi klinis oleh kepala sekolah.
Pada

pertemuan

penilaian

pertama,

ketrampilan

secara

mengajar

rata-rata

guru

68,67

skor
atau

55,38% dengan kategori rendah, setelah pertemuan
kedua rata-rata skor penilaian ketrampilan mengajar
guru 84,67 atau 68 % dengan kategori sedang dan
setelah pertemuan ketiga rata-rata skor penilaian 110
atau 88,71% dengan kategori sangat tinggi.
Peningkatan ketrampilan mengajar terjadi karena
guru selama supervisi merasa dibantu untuk mengatasi
kesulitan atau kelemahan didalam pembelajaran yang
dilakukannya. Supervisi klinis bukan untuk menilai
atau mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh
guru,

tetapi

menjadi

semacam

“bantuan”

untuk
77

mengatasi kesulitan atau yang menjadi kelemahan
guru. Hal ini sesuai dengan karakteristik supervisi
klinis yang dikemukakan oleh Acheson dan Gall dalam
Sagala (2010) bahwa karakteristis supervisi klinis
adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan
intelektual,

dan

pembuatan

dan

bertingkah
pengujian

laku

yang

hipotesis

spesifik,

pembelajaran

berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan
melalui tahapan siklus.
Hasil dari pengamatan (observasi) di dalam kelas
yang

dilakukan

oleh

supervisor

pada

pertemuan

pertama, kedua, dan ketiga untuk responden kelompok
eksperimen pada tabel 4.14 sesuai dengan hasil
penelitian Salimudin (2010) yang berjudul Supervisi
Klinis Sebagai Akternatif untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru Kelas III dalam Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nya
Dien Kecamatan Wabasari Kabupaten Brebes menunjukkan
bahwa

supervisi

klinis

mampu

meningkatkan

secara

signifikan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik dari
58,8 % menjadi 78,4 %. Hasil penelitian Salimudin (2010)

mengatakan bahwa, pada siklus 1 kemampuan guru
kelas III dalam pembelajaran tematik terhadap 5 aspek
pengamatan ( apersepsi dan motivasi; menjelaskan
materi;

pengelolaan

sumber

belajara

dan

media;

memilih strategi pembelajaran; dan memberi penguatan
dan evaluasi ) secara umum pada kategori cukup
dengan

rata-rata

skor

kemampuannya

41,3

atau

58,8 %. Setelah dilakukan pengamatan untuk siklus 2
pada pembelajaran tematik, mengalami peningkatan

78

dengan

kategori

baik

dan

rata-rata

skor

kemampuannya 55,7 atau 78,4 %.

79

80