Kepemimpinan Orang Betawi Antara Politik

Kepemimpinan Orang Betawi : Antara Politik, Seni dan Kebudayaan
Dikerjakan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Kepemimpinan Strategik
Dosen : Dr. Amar Ahmad

Disusun Oleh :
Rizki Putra Dewantoro
1506784145

Program Pascasarjana Pengkajian Ketahanan Nasional
Peminatan Kajian Strategik Pengembangan Kepemimpinan
Universitas Indonesia
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jakarta merupakan kota terbesar dan terpenting di Indonesia. Selain sebagai
Ibu Kota Negara, Jakarta juga merupakan pusat pemerintahan, pusat kegiatan
perekonomian, dan kebudayaan. Sehingga Jakarta disebut sebagai pusatnya
Indonesia. Sebagaimana Indonesia yang dihuni beragam macam suku, adat, dan

budaya, masyarakat yang tinggal Jakarta di Jakarta pun sangat heterogen. Bahkan,
bisa dibilang beragam suku dan budaya yang ada di Indonesia, ada juga di Jakarta.
Namun, dari beragam masyarakat yang berada di Jakarta, terdapat etnis lokal
yang menamakan dirinya Betawi. Pribumi tanah Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari
perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta,
seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Makassar,dan Ambon, serta sukusuku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
Nama Betawi berasal dari jenis kayu akasia guling betawi yang tak ada
kaitannya dengan nama Batavia1. Flora guling Betawi (cassia glauca), famili

papilionaceae yang merupakan jenis tanaman perdu yang kayunya bulat seperti
guling dan mudah diraut serta kokoh. Dahulu kala jenis batang pohon Betawi
banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau.
Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di
pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, guling
Betawi disebut Kayu Bekawi. Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan
"Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi
Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.
Segala sesuatu hal yang terjadi di Jakarta setidaknya akan mempengaruhi
Indonesia secara keseluruhan. Sebagai penduduk yang berada di Jakarta, tentunya
masyarakat Betawi mewarnai dan memiliki peran sejarah dalam perjalanan bangsa

Indonesia. Sebagai etnis, Betawi memiliki adat dan kebudayaannya tersendiri yang
mempengaruhi masyarakatnya dalam berbagai hal di kesehariannya.

1

Saidi, Ridwan. 2011. Potret Budaya Manusia Betawi. Jakarta : Perkumpulan Renaissance Indonesia

Begitu juga kebudayaan Betawi mempengaruhi masyarakatnya dalam
menjadi pemimpin dan juga bagaimana manusia Betawi dilihat sebagai insan politik.
Dengan perkembangan kota Jakarta yang begitu pesat menjadi kota megapolitan,
etnis Betawi dan kebudayaannya menjadi terpinggirkan. Terbukti saat ini yang
memimpin Jakarta bukan dari etnis Betawi dan banyak orang-orang yang merasa
etnis Betawi malahan sekarang tidak tinggal lagi di Jakarta, tetapi tinggal di daerah
Satelit Jakarta seperti di Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi.
Oleh karena itu makalah ini mencoba untuk memahami bagaimana konsep
kepemimpinan dalam budaya Betawi. Bagaimanakah kedepannya masyarakat Betawi
yang bukan hanya mempertahankan kebudayaannya yang tergusur, tetapi terus
melestarikan bagi keturunan selanjutnya. Selain itu apasaja kontribusi berbagai
tokoh Betawi bagi perjalanan bangsa Indonesia.


B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Kepemimpinan Dalam Budaya Betawi
2. Menelaah Kepemimpinan Dari Beberapa Tokoh Betawi

BAB II
KERANGKA TEORI
A. Sejarah Jakarta
Sebagai sebuah kota, Jakarta memiliki sejarah yang panjang. Dapat kita
telusuri sejak masa pra-kolonial, masa kolonial, kemerdekaan dan Indonesia saat ini.
Jakarta merupakan kota pelabuhan yang pada mulanya bernama Sunda Kelapa,
namun pada 22 Juni 1527 Pangeran Fatahillah menghancurkan Sunda Kelapa dan
sebagai gantinya mendirikan kota Jayakarya di area tersebut2.
Kota Jayakarta berkembang sebagai kota pelabuhan yang sibuk, dimana para
pedagang dari Cina, India, Arab dan Eropa serta dari negara-negara lainnya saling
bertukar barang-barang (komoditi). Tahun 1619, Pemerintahan Belanda (VOC) di
bawah komando Jan PieterszoonCoen menghancurkan Jayakata dan dengan serta
merta membangun kota baru yang terletak di bagin barat sungai Ciliwung, yang
dinamakan Batavia, nama yang diambil dari Batavieren, nenek moyang bangsa
Belanda.
Batavia direncanakan dan dibangun nyaris mirip dengan kota-kota di Belanda,

yaitu dibangun dalam blok, masing-masing dipisahkan oleh kanal dan dilindungi oleh
dinding sebagai benteng, dan parit. Batavia ini selesai dibangun pada 1650. Batavia
tua adalah tempat tinggal bangsa Eropa, sementara baangsa Cina, Jawa dan
penduduk asli lainnya disingkirkan ke tempat lain. Kemudian pada masa penjajahan
Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.

B. Profil Orang Betawi
Identitas orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik mulai dikenal adanya
sejak abad ke-19. Mereka merupakan hasil dari suatu melting pot atau percampuran
dari berbagai kelompok etnik yang berasal

dari berbagai wilayah di kepulauan

Indonesia dan dari luar Indonesia 3. Dari hasil analisis sejarah yang telah dibuat oleh
Lance Castles (1967 : 1-156) dalam pencatatan penduduk tahun 1893 terdapat
2

Sejarah Jakarta http://www.jakarta-tourism.go.id/taxonomy/term/7?language=id#content-495 diakses 29
Desember 2015
3

Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat dan Budaya Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta :
YPKIK

penyederhanaan golongan sosial dari penduduk di Batavia, terdapat empat golongan
saja, yaitu: (1) Orang Eropa dan Indo; (2) Orang Cina (termasuk peranakan); (3)
Orang Arab dan “Moors”; dan (4) Orang Pribumi Batavia (atau orang Betawi).
Kelompok-kelompok etnik yang ada di Jakarta sampai dengan abad ke-19
semuanya adalah pendatang. Kalaupun ada kelompok etnik yang digolongkan
sebagai kelompok etnik setempat mungkin kelompok etnik tersebut adalah orang
Melayu, yang jumlahnya kecil, tidak merupakan kebudayaan yang baku yang berlaku
di Jakarta dan yang tidak mempunyai kekuasaan atas berbagai pranata yang ada
dalam masyarakat. Karena itu sebenarnya masyarakat Jakarta pada waktu itu dapat
dilihat sebagai masyarakat pendatan, baik yang dari luar kepulauan Nusantara
maupun dari daerah-daerah di kepulauan Nusantara.
Pada waktu itu di Jakarta identitas sebagai orang Betawi belum mengakar
karena yang dikenal bukanlah orang Betawi, misalnya orang Kemayoran, orang
Salemba, orang Matraman, orang Mester, dan sebagainya. Pengakuan terhadap
adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik maupun sebagai sebuah
satuan sosial dan politik dalam ruang lingkup yang lebih luas (yaitu Hindia Belanda),
nampaknya bar muncul setelah didirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi oleh tokoh

masyarakat orang Betawi Moh. Hoesni Thamrin, pada tahun 1923. 4 Dengan
didirikannya perkumpulan tersebut, maka juga kesadaran bahwa mereka itu
tergolong sebagai orang Betawi dibangunkan.
Kesadaran ke-Betawi-an dimulai karena adanya pencatatan penduduk yang
dilakukan oleh Pemerintah Belanda pada waktu itu. Pada waktu itu yang melalui
proses pencatatatan tersebut secara tidak disadari mereka diminta untuk
membedakan diri dari golongan-golongan lainnya yang ada di Jakarta. Membedakan
diri dari golongan lain tersebut menjadi landasan bagi dimulainya kesadaran
mengenai siapa dirnya, berdasarkan asal muasalnya yang paling mendasar dan
umum. Dengan demikian, maka kesadaran mengenai identitas etniknya sebagai
orang Betawi pada waktu itu belumlah kuat dibandingkan dengan kesadaran
lokalitas tempat asal pemukiman mereka. Sehingga yang lebih mendasar dan kuat
adalah identitas lokalitas tempat asal pemikiman masing-masing dalam kehidupan
sehari-hari.
4

Ibid

Variasi dalam identitas etnik Betawi pada waktu itu adalah adanya variasi
dalam kebudayaan Betawi. Beberapa tradisi yang berkaitan dengan upacaraupacara, dialek bahasa, ungkapan-ungkapan kesenian, dan berbagai ungkapan

simbolik dalam kehidupan sehari-hari memperlihatkan adanya variasi-variasi lokal
dalam kebudayaan Betawi berdasarkan atas tempat pemukiman mereka yang
berbeda-beda.
Perbedaan kebudayaan dan identitas karena perbedaan asal tempat
pemukiman tersebut dapat dibedakan berdasarkan atas penggolongan wilayah
Jakarta dalam Jakarta Utara, Selatan Timur, Barat, dan Tengah. Sampai dengan
tahun 50-an, variasi kebudayaan dalam berbagai ungkapannya, di antara wilayahwilayah Jakarta tersebut masih Nampak. Di tahun-tahun sebelumnya, pada tahun
akhir abad ke-19 dimana identitas etnik mulai terbentuk, ungkapan-ungkapan
keanekaragaman kebudayaan tersebut dapat disimpulkan sebagai lebih bervariasi.
Sesuai dengan perbedaan wilayahnya di kota Jakarta, tetapi sesungguhnya
kebudayaan Betawi memperlihatkan adanya kesamaan atau keseragaman dalam
perbedaan-perbedaan berdasarkan wilayah pemukimannya yang berbeda-beda.
Keseragaman kebudayaan Betawi terwujud karena adanya tema utama dalam
kebudayaannya yaitu Islam, dan karena adanya bahasa dan pola komunikasi yang
sama yang berdasarkan atas bahasa Melayu lokal sebagai bahasa pergaulan
sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dapat dijembatani dan saling disesuaikan.
Agama Islam sebagai pedoman utama dalam kehidupan orang Betawi, yang dapat
dikatakan sebagai konfigurasi dari kebudayaan Betawi.
Betawi tidak pernah mempunyai kerajaan induk, seperti masyarakat Sunda,
Jawa, Sumatera, dan Indonesia Timur. Tetapi di Betawi ada “kerajaan bawahan”,

atau sala-ka-Nagara. Ada sala-ka-Nagara tanpa nama, dan ada yang mempunyai
nama seperti tersebut dalam naskah Sunda, termasuk Wangsakerta, dan Dagh
Register. Beberapa “kerajaan bawahan” itu: Judea Karti, Kalapa Girang, dan Tanjung
Kalapa atau Tanjung Jaya. Meski Tanjung Kalapa merupakan kerajaan bawahan
kerajaan Sunda, tetapi etnik Betawi bukan sub uni suku-bangsa Sunda.
Karena itu masyarakat Betawi tidak mengenal struktur feodalisme. Tidak ada
menak dalam struktur masyarakat Betawi. Tidak pada tempatnya kalau “menak”
yang tidak jelas juntrungannya mengaku berada dalam lapis elit piramida sosial

Betawi. Betawi itu Melayu. Ini azas biologi. Mereka yang mengaku turunan siapa
pun, jika tidak ada darah Melayu, tidak ada dasar sama sekali kalau tiba-tiba ingin
bersila di mahjana teratas piramida sosial Betawi. Betawi bukan masyarakat feodal.
Betawi masyarakat egaliter, masyarakat lu gue.

C. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk menggerakkan dan
mengarahkan anak buah untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan bisa juga disebut
sebagai cara seseorang dalam memimpin. Orang yang menjalankan kepemimpinan
adalah pemimpin. Pemimpin memiliki peran untuk bertanggung jawab dalam
menggerakkan dan memotivasi anggotanya untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Weber, konsep kepemimpinan paling tidak dapat dibedakan menjadi
tiga jenis ideal (ideal type), yaitu :
a. Kepemimpinan tradisional yang tuntutan keabsahannya didasarkan atas
suatu kepercayaan yang telah ada (established) pada kesucian tradisi
kuno.
b. Kepemimpinan rasional yang berdasarkan kepada hukum atau legalitas
peraturan.
c. Kepemimpinan kharismatik yang didapatkan dari pengabdian diri terhadap
kesucian, kepahlawanan tertentu atau sifat yang patut dicontoh dari
seseorang.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan Dalam Budaya Betawi
Dalam ekspresi budaya Betawi itu tercermin elastisitas kebudayaan Melayu.
Elastisitas kebudayaan bertolak dari egaliterianisme, kesetaraan. Tanpa sikap
(attitude) yang egaliter tidak akan muncul elastisitas kebudayaan. Egaliterianisme ini
merupakan ruh ideologi politik orang Betawi, sekaligus merupakan pandangan
mereka tentang kehidupan.
Kalapa adalah Bandar Internasional sejak abad XII M. Tentulah orang-orang

Betawi harus dapat memahami dan sejauh mungkin mengapresiasi perilaku para
pelancong dan pendatang yang mengalir dari 36 negeri. Jiwa kepemimpinan disini
diasah dan sekaligus ditantang. Hal lain yang menyangkut karakter etnis pada
masyarakat Betawi, dan sedikit banyak juga terjadi di dunia Melayu, orang Betawi
tidak terlalu suka menonjolkan dirinya.
Menjadi tabiat dasar orang betawi untuk tidak menonjolkan diri 5. Begitu
banyak resi di zaman pra Islam, tetapi hanya sedikit saja yang dapat diketahui
namanya, yaitu Resi Buyut Nyai Dawit Cibinong, Resi Gerowak Condet, dan Resi Ki
Balung Tunggal Condet. Perkataan resi itu sendiri berasal dari Ibrani rashi,
pemimpin.
Saat ini sikap humble (tidak menonjolkan diri) tidak selalu membantu dalam
persaingan kepemimpinan. Dalam persaingan kepemimpinan politik, sekali tabiat
rendah hati dapat dilupakan sementara. Dalam persaingan kepemimpinan politik
harus tampil dengan prima, tetapi wajar.
Kepemimpinan dalam jalur rompogan, rerompogan, dan krajan tidak paralel
dengan kepemimpinan dalam ritual. Di dalam jalur politik, kepemimpinan cenderung
di tangan laki-laki, tetapi dalam ritual, kepemimpinan dapat saja dikendalikan
perempuan, contoh Resi Buyut Nyai Dawit. Bahkan Buyut Nyai Dawit dijuluki Pager
Resi.


5

Saidi, Ridwan. 2010. Kepemimpinan Politik Betawi di Daerah Jakarta 1942-1957 dan Akar Kebudayaannya.
Jakarta : Perkumpulan Renaissance Indonesia

Resi atau Olot, bukanlah sebuah kelas sosial dimana dengan modal omong
terima amplop saban saat. Resi atau olot harus bekerja seperti anggota masyarakat
yang lain. Resi atau olot dalam ritual berfunsi memberi pituah di blandongan tempat
menerima tamu. Agama, atau pun sistem kepercayaan monotheisme, membangun
idealism

cita

kemasyarakatan.

Kesederhanaan

bukan

berarti

sama

sekali

meninggalkan kehidupan duniawi. Resi tidak boleh menganggur. Resi tidak boleh
hidup dari amplop hulun, pengikut.
Lokasi Universitas Indonesia di Salemba pada abad XVII disebut kampung
Padri, maksudnya ulama. Karena disini ada paseban tempat pengajaran agama yang
dipimpin Pangeran Sugiri. Pangeran Sugiri adalah salah seorang ulama yang
menyertai penyerbuan ke Batavia. Pangeran Sugiri menikah dengan puteri Betawi
dari kampung Kenari bernama Mayang Sari.
Tingkat akseptasi masyarakat Betawi terhadap Sultan Agng sangat tinggi.
Tampaknya tokoh Jawa yang bersemi di sanubari orang Betawi yaitu Sultan Agung.
Sikap ini jauh berbeda disbanding saat penghancurkan kraton Jayakarta oleh VOC.
Setidaknya orang-orang Betawi membiarkan kraton made in Gujarat itu dihancurkan.
Dalam perjalanan sejarah berikutnya, sepuluh tahun setelah VOC berkuasa, Betawi
berdiri di sisi Sultan Agung dalam menghadapi VOC.
Relasi Betawi-Jawa di masa lampau cukup baik bermula dari ekspedisi militer
Sultan Agung ke Batavia sebanyak dua kali telah menaikkan semangat pribumi
melawan penjajah. Tokoh Sura Agul Agul yang menjadi panglima tempur berakar
dalam masyarakat Betawi. Perkataan agul sebagai nama diri berubah menjadi kata
sifat di-agulin, dibanggakan.
Pitung adalah nama diri yang dipastikan salah penyebutan. Snouck Horgronye
menyebutnya Betong, begitu pun sejumlah korang yang terbit pada waktu itu.
Metatesis b dengan p adalah biasa dalam bahasa Melayu, Persoalannya, bagaimana
membaca betong? Dibaca sebagaimana ditulis, atau dibaca bé’tong. Kalau namanya
Betong, atau Betung, dapat dipahami itu mengacu pada jenis bamboo yang kokoh
dan kuat dan berwarna hitam. Kalau namanya betung itu bearti nama setelah ia
besar. Betung julukan. Nama aslinya tidak diketahui.

B. Partisipasi Politik Orang Betawi
Menurut Ridwan Saidi, Manusia Betawi yang berpolitik itu sifatnya, untuk
sebagiannya, mungkin tercermin dalam sejumlah pantun rakyat Betawi yang
merupakan koleksinya yang berjudul Pantun-pantunan. Pantun ini berdar di wilayah
budaya Betawi Tengah dan Pesisir.
Korma
Sekati duapulu lima
Ajudan naek nama
Jaga kentut kaga kena
Dutdang
Kecapi pentil
Si gendut pulang
Bawa tai upil
Taro ketupat di pendaringan
Pegi ke pulo mendayung kole
Dapet pangkat kaga potongan
Ibarat pengki naek ke bale
Anak Cina membikin peti
Peti dibikin sehari tiga
Kalau nona umpama roti
Akan kucaplok zonder mentega
Utak utik utak uger
Ayam rintik menclok di pager
Ada tikus si kusing uber
Ada Nyai si Engkong seger
Tuan toko Anaknya bodo
Lagi disuru tulis karangan
Kalau ada untung dan jodo
Tidak satu jadi halangan
Kelap kelip lampu gereja
Anak kapal maen kemudi
Hati sedih tidak terkira
Yang ditunggu tidak kembali
Burung tekukur mati bergantung
Mati bergantung di buntut kuda
Rasa hancur hati dan jantung
Kalau kuingat yang suda-suda

Dalam pemilu 1955 dan 1957 terlihat kepercayaan partai-partai politik
Masyumi, NU, dan PNI begitu baik pada orang-orang Betawi6. Artinya, dalam
pandangan kepemimpinan partai tersebut orang Betawi cukup berpotensi terjun
dalam jalur kepemimpinan politik. Imbal baliknya, afiliasi politik orang-orang Betawi
juga kepada ketiga partai tersebut. Ini menjelaskan bahwa kebanyakan orang
Betawi menganut keyakinan politik Islam dan Kebangsaan.
Mesin penggerak partai NU di Jakarta kebanyakan putera-putera Betawi.
Peran anak-anak Betawi di partai Masyumi juga tidak kecil dalam mengukuhkan
dominasi Masyumi di Jakarta. Hal yang nyaris serupa terjadi di PNI. Tidaklah
mengherankan kalau pemilu 1955 melahirkan koalisi Masyumi dan PNI di Jakarta
dan peringkat nasional.
Dua putera Betawi: Ali AlHamidi dan Salehah Thabrani adalah komunikator
politik yang cemerlang bagi partai Masyumi. Ayatullah Saleh adalah putera Betawi
yang cukup lama mendapat kepercayaan memimpin NU di Jakarta.
Pilihan politik orang Betawi dilakukan dengan sadar. Jika mereka menolak PKI
karena partai ini dainggapnya sebagai partai yang tidak bertuhan. Artinya, orangorang betawi menjunjung tinggi keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

C. Betawi : Antara Pemimpin, Politik, dan Kebudayaan
Salah satu tokoh Betawi yang menonjol adalah Mohammad Husni Thamrin,
lahir 16 Februari 1894 adalah tokoh besar yang telah menggugah kesadaran politik
rakyat, termasuk kaum Betawi, akan hak-hak politiknya. Thamrin mendirikan Kaum
Betawi dan Pemuda Kaum Betawi yang ikut serta menandatangani Sumpah Pemuda
tahun 1938.
Thamrin sebagai

tokoh pergerakan

yang

berkaliber

nasional

tidaklah

tidak mudah. Untuk mencapai tingkat itu ia memulai dari bawah, dari tingkat
lokal. Dia memulai geraknya sebagai seorang tokoh (lokal) Betawi. Thamrin sejak
muda telah memikirkan nasib masyarakat Betawi yang sehari - hari dilihatnya.
Sebagai anak wedana, dia tidaklah terpisah dari rakyat “jelata”. Malah dia
sangat
6

Ibid

dekat dengan

mereka. Sebagaimana

anak-anak

sekelilingnya,

yang

terdiri dari anak-anak rakyat jelata, dia pun tidak canggung-canggung untuk
mandi-mandi bersama di Sungai Ciliwung. Dia tidak canggung-canggung untuk
tidur bersama

mereka.

sebagaimana yang

pernah disaksikan

oleh

ayahnya

sendiri. Kelincahannya sebagai pemimpin agaknya telah menampak sejak masih
usia "remaja".
Thamrin dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem
Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia
Belanda, mewakili kelompok Inlanders (pribumi). Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai
anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur
Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto tetapi
ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia

menolak.

Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu
panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk
menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan
pilihannya kepada Muhammad Husni Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah
bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat
pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad7.
Thamrin wafat dalam status sebagai tahanan rumah pemerintan Belanda
pada 11 Januari 1941 dalam usia 46 tahun. Di zamannya, Thamrin satu-satunya
pejuang politik asal Betawi yang dapat menerobos cakrawala kepemimpinan
Nasional.
Kemudian tokoh Betawi yang berhasil menjadi Pemimpin Jakarta salah
satunya yaitu Fauzi Bowo. Tokoh yang mempunyai julukan Foke ini menjadi
Gubernur Jakarta dari 2007-2012 (5 tahun) merupakan pria berdarah Jawa-Betawi,
lahir di Jakarta, 10 April 1948.
Fauzi Bowo memulai kariernya dengan mengajar di Fakultas Teknik UI. Ia
bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah
dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan
Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Foke adalah wakil gubernur
DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso tahun 2002-2007.

7

Dewan Kota

Dalam sejarah kontemporer rasanya dua tokoh tersebut menjadi contoh
orang Betawi yang menjadi pemimpin di pemerintahan. Sebenarnya masih banyak
lagi, hanya saja kurang begitu dikenal dan menonjol, seperti M. Thahir, Ketua Boedi
Oetomo Weltervreden, yang selalu menggunakan bahasa dan pepatah Betawi serta
menuntut agar anak Betawi boleh sekolah di sekolah Belanda8.
Tokoh Betawi kurang banyak yang menjadi pemimpin di Pemerintahan, bisa
dilihat pada tahun 1950, dibentuk Majelis Perwakilan Kota Jakarta sesuai dengan
amanat UUDS 1950. Keanggotaan MPK Jakarta diambil dari utusan-utusan partai
politik. Dari 25 anggota MPK Jakarta, hanya seorang anak Betawi, yakni Jusuf
Bandjar utusan Persatuan Pemuda Republik.
Selebihnya banyak tokoh Betawi yang berjuang melalui seni dan kebudayaan.
Sebut saja sang legendaris, Benjamin Sueb, lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret
1939. Benyamin yang merupakan seniman, aktor, dan sutradara yang telah
menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film. Benyamin meninggal
pada 5 September 1995 diusia 56 tahun.
Selain itu ada juga tokoh Betawi yang merupakan seniman, kemudian terjun
ke dunia politik, yaitu Deddy Mizwar dan Rano Karno. Deddy Mizwar yang lahir di
Jakarta 5 Maret 1955 merupakan seorang aktor senior dan sutradara. Saat ini Deddy
adalah Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018. Sementara itu Rano Karno
lahir di Jakarta, 8 Oktober 1960 yang dikenal sebagai Si Doel Anak Sekolahan adalah
aktor, penyanyi dan sutradara. Kini Si Doel menjadi Gubernur Banten sejak 12
Agustus 2015.

8

Pejuang Betawi yang Masih Dilupakan oleh Sejarah http://www.gobetawi.com/2014/10/pejuang-betawiyang-masih-dilupakan.html

BAB IV
KESIMPULAN
Jakarta merupakan Ibu Kota Negara, pusat pemerintahan, pusat kegiatan
perekonomian, dan kebudayaan di Indonesia. Segala sesuatu hal yang terjadi di
Jakarta setidaknya akan mempengaruhi Indonesia secara keseluruhan. Sebagai
penduduk yang berada di Jakarta, tentunya masyarakat Betawi mewarnai dan
memiliki peran sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Identitas orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik mulai dikenal adanya
sejak abad ke-19. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah
kelompok etnik maupun sebagai sebuah satuan sosial dan politik baru muncul
setelah didirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi oleh tokoh masyarakat orang Betawi
Moh. Hoesni Thamrin, pada tahun 1923.
Tokoh Betawi di kancah politik yang menonjol diantaranya adalah Moh.
Hoesni Thamrin, tokoh yang menandatangi Soempah Pemoeda 1928 dan menjadi
pahlawan nasional, serta Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur DKI tahun 2007-2012.
Selebihnya Gubernur DKI, dimana tempat tinggal masyarakat Betawi, dipimpin oleh
orang non-Betawi. Seperti Ali Sadikin yang kelahiran Sumedang Jawa Barat, Sutiyoso
dari Semarang Jawa Tengah, Joko Widodo dari Solo, hingga Ahok dari Belitung.
Kepemimpinan orang Betawi tidak bisa dipisahkan dari kebudayaannya dan
jiwa seninya. Karena tokoh Betawi yang awalnya seniman, justru kemudian sukses
terjun ke dunia politik, yaitu Deddy Mizwar yang menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat
dan Rano Karno yang menjadi Gubernur Banten.
Orang Betawi cenderung menjadi pemimpin di bidang seni dan kebudayaan.
Nama-nama pengarang Betawi sohor Mahbub Djunaidi, S.M. Ardan, Firman
Muntaco. Ismail Marzuki anak kwitang, adalah legenda musik Indonesia. Perempuan
Berdarah Betawi Mester Dewi Sandara, putri Indonesia Alya Rochali yang juga
Betawi Mester. Meskipun mereka bukan merupakan pemimpin yang ada dalam teori
kepemimpinan. Tetapi mereka mampu berkarya dan memiliki pengikut. Karena
dengan popularitasnya mereka bisa menjadi pemimpin di kancah politik. Meskipun
kalah, Bim Benjamin, anaknya Benyamin Sueb telah mencoba untuk menjadi Wakil
Gubernur DKI Jakarta pada Pildaka tahun 2012 dari jalur independen.

REFERENSI
Saidi, Ridwan. 2011. Potret Budaya Manusia Betawi. Jakarta : Perkumpulan
Renaissance Indonesia
Saidi, Ridwan. 2010. Kepemimpinan Politik Betawi di Daerah Jakarta 1942-1957 dan
Akar Kebudayaannya. Jakarta : Perkumpulan Renaissance Indonesia
Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat dan Budaya Perkotaan: Perspektif Antropologi
Perkotaan. Jakarta : YPKIK

ONLINE
Pejuang

Betawi

yang

Masih

Dilupakan

oleh

Sejarah

http://www.gobetawi.com/2014/10/pejuang-betawi-yang-masih-dilupakan.html
diakses 29 Desember 2015
Sejarah

Jakarta

tourism.go.id/taxonomy/term/7?language=id#content-495
Desember 2015

http://www.jakartadiakses

29