BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan - Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan

  Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama erat kaitannya antara satu dengan yang lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah hygiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup (Azwar, 1990).

2.1.1. Pengertian Hygiene

  Hygiene menurut Depkes (2004), adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring. Membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan.

  Menurut Azwar (1990), Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2. Pengertian Sanitasi

  Kata sanitasi diambil dari bahasa latin sanitas, yang artinya “kesehatan”. Kata ini digunakan lebih jauh untuk industri makanan, sanitasi adalah sebuah ciptaan dan pemeliharaan untuk kebersihan dan kondisi yang sehat. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya pencemaran makanan dan racun yang disebabkan oleh zat aditif. Pelaksanaan sanitasi ini sangat penting untuk menjaga keamanan makanan. Pengawasan hygiene yang kurang berkontribusi terhadap timbulnya ledakan penyakit akibat keracunan makanan (Marriot dan Norman, 1985).

  Depkes (2004), menyatakan bahwa sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan.

  Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusukan dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

  Menurut Chandra (2006), tujuan dari sanitasi makanan antara lain : 1. Menjamin kesehatan dan kebersihan makanan.

  2. Mencegah penularan wabah penyakit.

  3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.

  4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

  5. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

  Selain itu menurut Chandra (2006), didalam upaya sanitasi makanan terdapat enam ( 6 ) hal tahapan yang harus diperhatikan yaitu :

  1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.

  2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.

  3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

  4. Pengelolaan pembuangan air limbah serta kotoran.

  5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

  6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.

2.1.3. Pengertian Makanan

  Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. (Chandra, 2006).

  Makanan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan bukan dipakai sebagai obat. Makanan berguna untuk tubuh karena dapat menghasilkan energi, mengembangkan, dan memperbaiki jaringan tubuh, untuk mengatur reaksi kimia dalam tubuh serta untuk mempertahankan kondisi internal agar reaksi-reaksi tersebut tetap berjalan (Winarno, 1997).

  Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2000), ada empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu:

  1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

  2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

  3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

  4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

2.1.4. Pengertian Sanitasi Makanan

  Sanitasi makanan adalah merupakan salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Dimana sanitasi ini bertujuan untuk menjamin penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

  Menurut Sumantri (2010), Sanitasi makanan yang buruk bisa menyebabkan faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2.2. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

  Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut:

  1. Agent Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya jamur, ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.

  2. Vehicle Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat di atas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.

  3. Media Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan

2.3. Penyehatan Makanan

  Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit.

  Menurut Depkes RI (2004), Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan yang meliputi kontaminasi/pengotoran makanan (food

  

contaminasi ), Keracunan makanan (food poisoning), pembusukan makanan (food

dikomposition ) dan pemalsuan makanan (food adualteration).

2.3.1. Kontaminasi/Pengotoran Makanan (food contamination)

   Menurut Depkes RI (2004), Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya

  zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki, yang dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu:

  1. Pencemaran mikroba, seperti bakteri, jamur, cendawan dan virus 2. Pencemaran fisik, seperti rambut, debu, tanah dan kotoran lainnya.

  3. Pencemaran kimia, seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen.

  4. Pencemaran radioaktif, seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radioaktif.

  Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 2 (dua) cara, yaitu:

  1. Pencemaran langsung, yaitu adanya pencemaran yang masuk ke dalam secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh: masuknya rambut kedalam nasi, penggunaan zat pemanis makanan dan sebagainya.

  2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh: makanan bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).

2.3.2. Keracunan Makanan (food poisoning)

  Menurut Depkes RI (2004), Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan.

  Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur- unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene sanitasi makanan.

  Adapun yang menjadi penyebabnya :

  1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun, seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun.

  2. Infeksi mikroba (bacterial food infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis streptococcus.

  3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun botulism yang disebabkan oleh colostridium pseudomonas cocovenenas . Terdapat pada tempe bongkrek.

  4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam jumlah yang membahayakan seperti pemanis buatan yang penggunaannya yang melebihi nilai ambang batas dapat menngakibatkan karsinogenik, kanker kantong kemih.

  5. Alergi, yaitu tahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitive kepada orang-orang rentan, seperti histamine pada udang, tongkol dan bambu masak dan sebagainya.

2.4. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

  Prinsip hygiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat, bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan. Ke empat faktor tersebut dikendalikan memlalui enam ( 6 ) prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu (Depkes RI, 2003) :

2.4.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

  Pemilihan bahan baku haruslah bahan baku yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan tidak berulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).

  Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi empat kriteria, yaitu:

  1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan.

  2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya.

  3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar.

  4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit.

2.4.1.1. Sumber Bahan Makanan Yang Baik

  Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

  Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) : 1.

  Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah

2.4.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

  Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Mengingat sifat bahan makanan yang berbeda – beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Tempat penyimpanan bahan makanan harus dalam keadaan bersih, tertutup, dan tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus (Depkes, 2003).

  Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (kusmayadi, 2008).

  Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

  1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

  2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

  3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu: a. Dalam suhu yang sesuai.

  b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm.

  c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

  • 15

  o

  o

  4. penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0

  C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

  o

  C Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0

  o

  o

  3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0

  C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. Untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

  o

  2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4

  C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.

  o

  o

  1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10

  Ada empat ( 4 ) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya menurut Depkes RI, 2004:

  Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).

  5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.

  c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

  b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm.

  4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm.

  • 10
  • 4

  C untuk bahan

2.4.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan

  pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

  Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.4.3.1. Penjamah Makanan

  Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara hygiene dan sanitasinya. Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain : 1.

  Memiliki temperamen yang baik 2. Memiliki pengetahuan dan hygiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit, kebersihan tangan (potong kuku dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Berdasarkan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan:

  Bebas penyakit kulit

  • Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare
  • Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi
  • Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya
  • Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan Parathypus)
  • Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan harus sealalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut : 1.

  Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

  2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

  3. Topi / penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan atau

  4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.4.3.2. Cara Pengolahan Makanan

  Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah makanan tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

  Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan : Cara menjamah makanan

  • Nilai gizi makanan
  • Teknik memasak makanan
  • Cara pengolahan yang bersih
  • Hygiene penjamah makanan
  • Hygiene dan sanitasi makanan
  • Kesehatan penjamah makanan
  • 2.4.3.3.

   Tempat Pengolahan Makanan

  Tempat pengolahan makanan dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi, biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat hygiene dan

2.4.3.4. Peralatan Pengolahan Makanan

  Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

  1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.

  2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

  3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

  4. Peralatan pengolahan makanan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

  5. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan harus menggunakan sabun.

  6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.4.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

  Penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan.

  Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI 2004 adalah : a.

  Makanan yang disimpan harus diberi tutup. c.

  Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

  d.

  Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

  e.

  Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup.

2.4.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan

  Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2006).

  Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygiene akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya (Depkes RI, 2000), yaitu sebagai berikut: 1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah.

  2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.

  3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak.

  4. Penempatan wadah dalam kendaraan tidak saling mencemari atau menumpahi.

  5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan.

2.4.6. Prinsip VI : Penyajian dan Pengemasan Makanan

  Proses terakhir dari prinsip hygiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidah boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet, 2004).

  Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih (Sumantri, 2010).

  Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011) : 1.

  Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran 2. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya.

3. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih.

  4. Makanan yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas

  o

  penghangat makanan dengan suhu minimal 60 C.

  5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih 6.

  Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Ditempat yang bersih

  • Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik
  • berwarna menarik kecuali bila meja terbuat dari formica, taplak tidak mutlak ada.
  • perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu.

  Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-lain

  • dibersihkan.

  Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat

  • sudah dicuci bersih.

  Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat lima menit

2.5. Bahan Tambahan Makanan (BTM)

2.5.1.Pengertian Bahan Tamabahan Makanan

  Berdasarakan Permenkes RI No.722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan

  

(food additive) adalah bahan yang biasa yang biasanya tidak digunakan sebagai

  makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilakan atau diharapakan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan.

  Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

  Bahan tambahan makanan adalah merupakan bahan kimia yang terdapat dalam makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan (Mukono, 2010).

  2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

  Menurut Syah (2005), secara khusus tujuan penggunaannya bahan tambahan adalah untuk: a. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.

  b. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.

  c. Meningkatkan kualitas makanan.

  d. Menghemat biaya.

  e. Mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan.

  2.5.3. Bahan Tambahan Makanan Yang Diizinkan

  Bahan tambahan makanan yang digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan didalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebagai berikut : 1.

  Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.

  2. Pemanis buatan, bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

  3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengemasan atau penguraian lain pada makanan yang diisebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

  4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan terjadinya kondisi tengik.

  5. Antigumpal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung, atau bubuk.

  6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma.

  7. Pengaturan keasaman, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan, derajat keasaman pangan.

  8. Pemutih atau pemetang tepung, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat

  9. Pengemulsi, pemantapan, dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.

  10.Menjadikan pangan berkonsistensi keras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.

  11.Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam pangan dan dapat menetapkan warna, aroma serta tekstur pangan (Mukono, 2010).

  Diluar pengelompokan bahan tambahan pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/PER/IX/1988 masih ada beberapa bahan tambahan pangan lain yang biasanya digunakan juga dalam pangan yaitu : 1.

  Enzim, yaitu bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba yang dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi empuk dan lebih larut.

2. Peningkatan kualitas nilai gizi, yaitu bahan tambahan pangan yang berupa asam amino, mineral, dan vitamin, baik tunggal maupun campuran.

  3. Stabilisator kelembaban, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyerap kondisi lembab (uap air) sehingga dapat mempertahankan kadar air pada makanan ( Mukono, 2010 ).

2.5.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang

  Bahan Tambahan Makanan yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1999) : 1.

  Asam borat (boric acid) dan senyawanya 2. Asam salisilat (salicylic acid) 3. Dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate) 4. Dulsin (dulcin) 5. Kalium klorat (potttasium chlorate) 6. Kloramfenikol (chloramphenicol) 7. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) 8.

   Nitrofurazon (nitrofurazone) 9.

  Formalin (formaldehyde) 10.

  Kalium bromat (potassium bromate) 11. Rhodamin B 12.

   Methanil yellow 2.6.

   Zat Pemanis Pemanis merupakan zat yang sering ditambahkan dan digunakan untuk

  keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan cita rasa manis (Cahyadi, 2005).

  Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain-lain. Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa. Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri.

  Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh (Girindra, 2003).

2.7. Jenis Zat pemanis 2.7.1. Pemanis Alami

  Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L). Jenis pemanis ini sering disebut dengan gula alam atau sukrosa. Selain itu, ada berbagai jenis pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya yaitu laktosa, maltosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisin (Cahyadi, 2008).

2.7.2. Pemanis Sintetis

  Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh yaitu sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis. Diantara berbagai jenis pemanis buatan tersebut hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan, diantaranya sakarin, siklamat, dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi dan dosis tertentu (Yuliarti, 2010).

  Meurut Cahyadi (2006), pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam bagi kesehatan manusia maupun hewan yang mengonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) ataupun asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan.

  Pemanis sintetik dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari gula atau glukosa, sukrosa, maltosa. Contoh : 1.

  Siklamat, yang mempunyai rasa manis 30-300 kali dari gula.

  2. Sakarin, yang mempunyai rasa manis 200-700 kali dari gula.

  3. Aspartam, yang mempunyai rasa manis 180-200 kali dari gula.

  1. Siklamat

  Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967 (Cahyadi, 2006).

  Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3g/kg bahan pangan dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat dan sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga yang pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produk.

2. Sakarin

  Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3 dihidro-3- oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose, hermesetas (Cahyadi, 2006).

  Yuliarti (2007), didalam bukunya menyatakan sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga diekskresikan melalui urin tanpa perubahan kimia.

  Beberapa penelitian mengenai dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang konvensional. Hasil penelitian National Academy of

  

Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa

  sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada penelitian lain yang menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s

  

Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya

  kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan mencantumkan label peringatan. Akan yang dicoba di Canada diberikan sakarin dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira- kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari.

  Permasalahan ini masih terus berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Cahyadi, 2006).

3. Aspartam

  Menurut Cahyadi (2006), Aspartam ditemukan secara tidak sengaja oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok.

  Aspartam adalah senyawa metal ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa.

  Aspartam yang dikenal dengan nama dagang equal, merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun 1981 telah diizinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2006).

  Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake) untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menkes No. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi.

2.8. Pemanis Yang Dilarang

  Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 ada jenis pemanis yang penggunaannya telah dilarang di Indonesia, yaitu Dulsin. Dulsin dikenal dengan nama sucrol dalam perdagangan. Dulsin dalam bahan pangan digunakan sebagai pengganti sukrosa bagi orang yang perlu berdiet. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang membahayakan bagi kesehatan seiring dengan penelitian pada anjing bahwa dosis latal (kematian) dulsin adalah 1 gram/2kg berat badan. Artinya, pemberian 1 gram/2kg berat badan dapat menimbulkan kematian pada anjing sehingga ada kekhawatiran akan mengganggu kesehatan jika digunakan untuk manusia. Oleh karena itu, saat ini penggunaan dulsin telah dilarang di Indonesia.

Tabel 2.1. Daftar Pemanis Sintesis Yang Diizinkan di Indonesia Nama pemanis Sintesis ADI Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal Penggunaann ya

  Aspartam 0 – 40mg

   Sakarin (serta

  garam natrium) 0 – 2,5mg Makanan berkalori rendah a.permen karet b.permen c.saus d.Es lilin e.jam dan jeli f.minuman ringan g.minuman yoghurt h.es krim dan sejenisnya i.minumanringan terfermentasi a.50mg/kg b.100mg/kg c.300mg/kg d.300mg/kg e.200mg/kg f.300mg/kg g.300mg/kg h.200mg/kg i.50mg/kg

   Siklamat Makanan berkalori rendah

  a.permen karet b.permen c.saus d.es krim dan sejenisnya e.es lilin f.jam dan jeli g.minuman ringan h.minuman yoghurt i.minuman ringan terfermentasi a.500mg/kg b.1g/kg c.3g/kg d.2g/kg e.1g/kg f.1g/kg g.1g/kg h.1g/kg i.1g/kg Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 208/Menkes/Per/IV/1985.

2.8.1. Dampak Pemanis Buatan pada Kesehatan

  Banyak zat kimia yang dapat menjadi suatu racun apabila di konsumsi dalam jumlah yang berlebih. Dimana zat kimia yang berbahaya di dalam tubuh manusia, sebagai dampak dari konsumsi yang berlebih akan merugikan kesehatan dan dapat mematikan, terutama bila tercerna dalam jumlah yang besar. Banyak zat kimia digunakan dalam pemrosesan makanan yang digunakan sebagai bagian dalam teknologi pengolahan makanan modern (Yuliarti, 2007).

  Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko (Yuliarti, 2007).

  Menurut Cahyadi (2006), penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi kesehatan.

  Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, seperti : 1.

  6. Asma Migrain dan sakit kepala 2.

  7. Hipertensi Kehilangan daya ingat 3.

  8. Diare Bigung 4.

  9. sakit perut Insomnia 5.

  10.Alergi Iritasi

2.8.2.Hubungan Struktur dan Rasa Manis

  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia dan bahan pemanis dengan rasa manis (Cahyadi, 2006) adalah:

  1. Mutu Rasa Manis Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memiliki rasa ikutan. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.

  2. Intensitas Rasa Manis Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat dasar kemanisan suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat).

3. Kenikmatan Rasa Manis

  Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Dari berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak. Pemanis mempunyai harga toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat bahkan antar individu.

  2. 9. Salak

  Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman asli Indonesia dan salah satu buah tropis yang banyak disukai serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

  Tanaman salak ini mempunyai prospek yang cukup baik untuk dijadikan sebagai usaha. Sebagian ahli mengganggap salak yang tumbuh di Sumatera bagian utara berasal dari jenis yang berbeda, yakni S.sumatrana Becc, S.zalacca sendiri dibedakan lagi atas dua varietas botani, yakni var.zalacca dari Jawa dan var.amboinensi (Becc) Mogea dari Bali dan Ambon.Di indonesia orang mengenal antara 20 sampai 30 jenis dibawah species. Beberapa yang terkenal diantaranya adalah salak Sidimpuan dari Sumatera Utara (Aulia, 2010).

2.9.1.Jenis Hasil Olahan Salak

  Adapun jenis hasil olahan salak di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari tujuh ( 7 ) jenis olahan salak antara lain :

  1. Dodol Salak 2.

  Madu Salak 3. Nagogo Drink 4. Sirup Salak 5. Kurma Salak 6. Agar-Agar Salak 7. Keripik salak

  Manfaat mengkonsumsi buah salak segar dan salak olahan baik berupa makanan dan minuman, antara lain :

  1. Menurunkan kolesterol dalam tubuh.

  2. Menurunkan kadar gula dalam darah.

  3. Mempertahankan kelembaban kulit.

  4. Memperkuat struktur tulang.

  5. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Salak per 100 gram Komponen Jumlah

  Kalori

  77 Kal Protein 0,5 gr

  Karbohidrat 20,9 gr Kalsium 28 mg

  Fosfor 18 mg Besi 4,2 gr

  Vit B1 0,04 gr Vit C 2 mg

  Sumber : PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

2.9.2. Proses Pembuatan Olahan Salak

  1. Dodol Salak

  Adapun proes pembuatan dodol salak adalah sebagai berikut : Bahan Utama : 1.

  Buah salak 2. Santan Kelapa 3. Gula Pasir 4. Tepung Ketan 5. Gula Aren

  Cara pembuatan dodol salak: 1. Buah salak untuk dodol haruslah yang matang dan baik (tidak cacat dan tidak busuk).

  2. Buah salak dikupas dan dicuci dengan bersih.

  3. Pisahkan daging salak dengan bijinya.

  4. Cuci bersih, rebus, kemudian digilingh dan dihaluskan.

  o 5.

  C. Kelapa diperas dan diambil santannya kemudian dimasak ± 70

  6. Santan dan tepung diaduk hingga merata.

  7. Masukkan daging salak yang sudah digiling.

  8. Masak ± ¼ jam, kemudian masukkan larutan gula.

  9. Masak hingga matang.

  10. Tanda sudah matang, tidak lengket di daun pisang.

  11. Kemudian taruh ke dalam cetakan, dinginkan ± 3 jam – 10 jam 12.

  Dodol siap untuk dikemas.

  2. Madu Salak

  Bahan Utama : 1. Sari salak 2. Gula

  Cara pembuatan Madu salak : 1. Buah salak untuk madu salak harus merupakan salak super dan pilihan,tidak rusak, buahnya matang dan besar dan rasanya manis.

  2. Buah salak dikupas kulitnya.

  3. Pisahkan daging salak dengan bijinya.

  4. Cuci bersih dengan air panas.

  5. Masukkan kedalam juicer kemudian diperas.

  6. Pisahkan ampas hasil perasaan.

  7. Air salak hasil perasaan dimasak dengan air gula pasir.

  o 8.

  C. Diaduk hingga mendidih dengan suhu 120 9.

  Tanda madu salak dah matang, warnanya kecoklat-coklatan.

  11. Madu salak disaring kembali.

  12. Diendapkan selama 1 malam.

  13. Dinginkan ±½ jam, kemudian dikemas ke dalam botol yang telah steril.

  3. Nagogo Drink

  Bahan Utama : 1. Buah salak 2.

  Gula 3. Ragi salak

Dokumen yang terkait

Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

10 134 104

Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

2 88 112

Hygiene Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Pasar Kaget Kota Binjai Tahun 2005

0 74 75

Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2011

8 72 92

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970 2.1 Kondisi Alam dan Geografis - Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

1 7 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kandungan Nitrat pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Padang Tahun 2012

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hygiene dan Sanitasi Makanan 2.1.1 Pengertian Hygieni dan Sanitasi Makanan - Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

1 22 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Prinsip Penyelenggaraan Higiene Sanitasi Makanan Dan Tingkat Pengetahuan Serta Sikap Penjamah Makanan Di Lembaga Permasyarakatan Kelas Iia Binjai Tahun 2013

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Dasar - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi - Hygiene Sanitasi dan Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012

0 3 34