Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

(1)

KEHIDUPAN PETANI SALAK DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1970-2000) SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : HERY KRISTIANTO SILALAHI NIM : 100706014

Pembimbing,

Dra. Farida Hanum Ritonga, M.SP. NIP 195401111981032001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.

Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.

Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) umumnya masyarakat yang bermukim di pedesaan memiliki kecenderungan untuk mengeksplor kekayaan alam yang berada di daerahnya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya. (2) Masyarakat membetuk pola pemukiman yang tidak jauh dari tempat mereka mencari nafkah.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segenap hati dan jiwa, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat-Nya dan kasih karuniaNya, penulis bis a menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini. Skripsi ini dikerjakan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan penulis di Departemen Sejarah Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kehidupan Petani Salak di Desa

Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 200)”.Tulisani ni menguraikan perjalanan kehidupan masyarakat Parsalakan mulai dari latar belakang historisnya, keadaan kehidupan sebelum tahun 1970-an, dinamika

yang terjadi selama periode 1970 – 2000, hingga pengaruh pertanian salak itu sendiri

bagi kehidupan masyarakat yang ada di Desa Parsalakan KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam tulisan ini.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang kritis dari pembaca demi perbaikan tulisan yang sederhana ini.Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam mengerjakan skripsi ini, penulis menghadapi begitu besar arus tantangan yang selalu menghalangi hingga menghambat penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.Penulis merasakan kejenuhan yang membuat api semangat penulis hampir padam dalam menyelesaikan skripsi ini. Di saat teman-teman satu angkatan penulis sudah sibuk mengerjakan tugas akhir dan bahkan sudah menyelesaikannya, penulis masih terus bertanya-tanya di persimpangan jalan. Berkat dukungan banyak pihak, penulis menyadari bahwa sudah saatnya menyelesaikan skripsi agar lebih maksimal berkarya ketika menjadi alumni. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya karena jasa dan pertolongan mereka telah menghidupkan semangat penulis hingga membuat penulis bergairah kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kepada mereka:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum, dan Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Sejarah yang telah memberikan saran kepada penulis. 3. Ibu Farida Hanum Ritonga selaku Dosen Pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala waktu yang disempatkan untuk mengkritik dan membimbing penulis.

4. Terima kasih kepada bapak dan ibu dosen di Departemen Sejarah yang telah mendidik penulis selama menjadi mahasiswa.


(9)

5. Terima kasih juga kepada Bang Amperawira yang telah membantu penulis perihal administrasi di Departemen Sejarah.

6. Almarhum Ayah saya Open Silalahi dan IbuSaya Ida Firmawati Saragih.

Terima kasih atas didikan, ajaran, nasehat, doa-doa hingga kebaikan kalian yang telah kalian berikan kepada ananda. Penulis sangat bersyukur, karena tanpa dorongan dari orangtua penulis mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai.

7. Terimakasih kepada kedua adik saya Reza Arisandi Silalahi dan Nico Samuel

Silalahi atas dukungan kalian kepada saya. Semoga kalian lebih baik dari saya dan lebih banyak berkarya lagi demi meraih segala mimpi dan cita-cita kalian.

8. Terimakasih kepada teman-teman penulis stambuk 2010, yang telah banyak membantu penulis perihal informasi yang dibutuhkan demi meyelesaikan skripsi ini dan juga waktu yang pernah kita lalui bersama.

9. Terimakasih kepada rekan seperjuangan penulis semasa perkuliahan, Lasron Pardingotan Sinurat, Wilson Nainggolan, Stepanus Marsel Perangin-angin, dan Moses Agustinus Berutu yang telah begitu banyak memberikan memori-memori yang berkesan dan bermakna bagi penulis. Kalian memberikan begitu banyak

„kegilaan‟ di ruang hati penulis sehingga membuat penulis semakin sadar dan

semakin terbentuk karena kalian dan semakin memahami tentang pahit dan manisnya kehidupan perkuliahan ini.

10.Kepada rekan-rekan kopral se-stambuk, Lae Gery Purba, Lae Try Sanjaya, Lae Riky Girsang, Lae Admiron Siburian, Lae Iman Girsang, Lae Tresa Damanik,


(10)

dan teman-teman kopral periode 2013 dan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Begitu banyak keringat yang menetes deras, tetapi semangat kalian tidak pernah pudar. Terimakasih buat semangat dan perhatian yang telah kalian tularkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang bisa penulis sampaikan selain bersyukur bisa mengenal dan berada ditengah-tengah kalian.

11.Kepada teman-teman KTB saya Evitamala Simamora, Novitasari Butar-butar, Ira Sela Tarigan, Helma Melati br. Karo, Anita Lumban Gaol, Desni Sihite, Giovani, Sarni Perangin-angin, dan Gema, terimakasih buat segala doa-doa kalian yang selalu menopang penulis dalam menghadapi setiap pergumulan dan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada PKK penulis, Kak Meisia Mutiara Manurung, Kak Trya, Kak Yusnia dan Bang Aswin, terimakasih buat setiap didikan, ajaran, nasihat, doa, dan kebaikan kalian yang membangun dan membentuk penulis juga kepada Bang Saor yang memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

12.Kepada UKM KMK USU UP FIB yang telah membina penulis agar senantiasa menjadi garam dan terang dimanapun berada. Terimakasih juga kepada rekan-rekan kordinasi periode 2013 dan 2014 buat waktu yang telah kita lalui bersama. Semoga kita bisa berjumpa di barisan yang sama pada waktuNya kelak.

13.Terimakasih kepada Bang Ramson Silalahi dan Bang Taufik yang telah menyediakan kursi, meja dan segelas kopi kepada penulis di toko buku Ginosko,


(11)

dimana penulis memulai ketikan pertama dari pengerjaan skripsi ini. Informasi-informasi dan internetan gratis dari kalian sangat bermakna bagi penulis.

14.Kepada adik-adik kelompok saya,Hermini, Tri Mayanti Sembiring, Eva Yun Elisa Silalahi dan Meisa Irawati Purba. Kalian adalah semangat dan motivasi terbesar penulis untuk berani menatap masa depan.

Akhir kata, kepada seluruh pihak dan informan-informan yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materi dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menghaturkan banyak terimakasih. Kiranya segala kebaikan yang penulis terima dibalas oleh Bapa Kita Yesus Kristus.

Medan, Februari 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATAPENGANTAR……......ii

UCAPANTERIMKASIH...iii

DAFTAR ISI...vii

BAB I. Pendahuluan...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan dan Manfaat...7

1.4 Tinjauan Pustaka...8

1.5 Metode Penelitian...10

BAB II. Kehidupan Masyarakat Parsalakan sebelum tahun 1970...13

2.1 Kondisi Alam dan Geografis...13

2.2 Keadaan Penduduk………...20

2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Parsalakan ...24

BAB III. Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun 1970-2000………...31


(13)

3.2 Modal………...35

3.3 Pembibitan...39

3.4 Pemeliharaan Tanaman Salak..……..………...………50

3.5 Panen dan Pemasaran………...……….56 BAB IV.Pengaruh Pertanian Salak Bagi Kehidupan Masyarakat Parsalakan……….…61

4.1 Kehidupan Ekonomi...61

4.2 Kehidupan Sosial…...73

4.3 Pendidikan……….80

BAB V Penutup...82

5.1 Kesimpulan...82

5.2 Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(14)

ABSTRAK

Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.

Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.

Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) umumnya masyarakat yang bermukim di pedesaan memiliki kecenderungan untuk mengeksplor kekayaan alam yang berada di daerahnya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya. (2) Masyarakat membetuk pola pemukiman yang tidak jauh dari tempat mereka mencari nafkah.


(15)

BAB II

KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970

2.1 Kondisi Alam dan Geografis

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling, masing-masing dikepalai oleh seorang Controleur yang dibantu seorang , yaitu Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dan dibagi atas 3 onder distrik, yang kedua Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di Sibuhuan dan dibagi atas 3 onder distrik dan yang terakhir Onder Afdeeling Mandailing Natal, berkedudukan di Kota Nopan dan terbagi atas 5 onder distrik. Masing-masing onder distrik dikepalai oleh Asisten Demang.

Tiap-tiap Onder Distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai

masing-masing oleh seorang Kepala Luhat ( Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas

beberapa kampung yang dikepalai masing-masing oleh seorang Kepala Kampung (Kepala Hoofd) dan dibantu seorang Kepala Ripo apabila kampung itu mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak. Sepanjang Onder Distrik Angkola menjadi bagian dari Afdeling Sidimpuan, begitu besar pengaruh kontak langsung yang didapatkan, yaitu karena letak Onder Distrik Angkola yang letaknya strategis di pertigaan jalur jalan raya yang menghubungkannya dengan kota Medan di utara, Pekanbaru di


(16)

tenggara dan Bukittinggi di selatan membuat Padangsidimpuan menjadi kota transit bagi para pengunjung.

Pada zaman penjajahan Jepang tak banyak pergantian struktur birokrasi di

Afdeeling Sidimpuan.Controleur-controleur semuanya ditangkapi dan tampuk

kepemimpinan diserahkan kepada Demang (Gun Tyo) dan tiap-tiap Onder-Onder

Distrik dipegang oleh seorang Hukugun Tyo.Semenjak kemerdekaan Indonesia

diproklamirkan, Tapanuli Selatan dikepalai oleh seorang Kepala Luhat Besar yang

bernama Binanga Siregar dan berkedudukan di Sidimpuan. Akibat dari agresi Belanda militer pertama dan kedua, maka daerah administrasi pemerintahan berubah sebagai berikut :

a. Daerah Padang Lawas yang berkedudukan di Gunungtua yang dipimpin Parlindungan Lubis

b. Daerah Angkola-Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dipimpin Muda Siregar

c. Daerah Mandailing-Natal berkedudukan di Panyabungan dipimpin Junjungan Lubis.

Pada periode Bupati Tapanuli Selatan dipegang oleh Junjungan Lubis, terjadi penambahan 6 kecamatan, antara lain, Kecamatan Batang Angkola, Siabu, Sipirok Dolok Hole, Sosa, Sosopan, dan Barumun Tengah.


(17)

Sejak tanggal 30 November 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan

menjadi Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat,

Padangsidimpuan Utara, dan Padangsidimpuan Selatan dimana Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi Kota Administratif Padangsidimpuan ( PP Nomor 32 tahun 1982).

Pada tahun 1992 dibentuk kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan yang berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan Barat.Padangsidimpuan Barat merupakan kecamatan kedua terbesar di Kota Padangsidimpuan dengan 34 desa dan 1 kelurahan.Yang terbesar ialah kecamatan Padangsidimpuan Timur.Pada tahun 1993 ada 6 desa di kecamatan Padangsidimpuan Barat yang dilebur menjadi 1 desa yaitu Desa Parsalakan.

Pada awalnya Desa Parsalakan merupakan gabungan dari 6 desa yaitu, Desa Hutalambung, Huta Tonga, Huta Koje, Huta Tunggal, Aek Lubuk, dan Lobu Jelok. Keenam desa tersebut kemudian dilebur menjadi 1 desa pada tahun 1993.Penyebab keenam desa tersebut dilebur mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa pada pasal 1A, dimana suatu wilayah dapat dikatakan sebagai suatu desa jika ditempati oleh sejumlah penduduk dan diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri. Oleh karena Desa Parsalakan pada masa tersebut hanya terdiri dari 6 desa dengan jumlah kepala keluarga tidak lebih 50 kepala keluarga per desanya maka pemerintah pun pada masa itu mengambil keputusan untuk melebur ke 6 desa dan diadakan pertemuan dengan kepala desa dari 6 desa tersebut untuk membahas


(18)

rencana peleburan dan sekalaian sosialisasi mengenai syarat terbentuknya desa yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Akhirnya setelah berembuk dan mengerti mengapa pemerintah merencanakan peleburan ke 6 desa tersebut disepakatilah nama desa tersebut Desa Parsalakan.Nama Parsalakan dipilih karena karena keenam desa tersebut merupakan kawasan perkebunan salak yang terbesar di Kecamatan Angkola Barat dengan luas lahannya 6.458 ha.

Desa Parsalakan terletak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli

Selatan yang luasnya sekitar 182,17 km2 atau 4,80 persen dari total luas Kabupaten

Tapanuli Selatan terdiri dari, 12 desa dan 2 kelurahan yaitu, Siuhom, Sisundung, Parsalakan, Sialogo, Lembah Lubuk Raya, Sitaratoit, Lobu Layan Sigordang, Aek Nabara, Sibangkua, Sigumur, Sitinjak, Simatorkis Sisoma, Panobasan, Panobasan Lombang. Desa yang terbesar di Kecamatan Angkola Barat yaitu, Desa Parsalakan

dengan luas 28,60 km2. Topografi di desa-desa yang ada di Kecamatan Angkola

Barat berbukit-bukit dan datar dan diapit oleh 2 gunug yaitu Gunung Sanggarudang dan Gunung Lubuk Raya.

Kecamatan Angkola Barat secara administratif berbatasan dengan Kecamatan Batang Toru di sebelah utara, Kecamatan Angkola Sangkunur di sebelah barat, Kecamatan Angkola Selatan di sebelah selatan dan Kota Padangsidimpuan di sebelah timur. Jarak Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan) adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km dan jarak ke ibukota propinsi Sumatera Utara (Medan) adalah 460 km. Secara


(19)

administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Desa Paya Tobotan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Aek Latong Siamporik. sebelah barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara ,sebelah timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo.

Untuk dapat mengakses Desa Parsalakan,maka terlebih dahulu dari Padangsidimpuan dengan jarak 7 km hingga ke perbatasan Padangsidimpuan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan akan melewati Hutaimbaru dan Palopat Maria. Hutaimbaru berada di perbatasan antara Kota Padangsidimpuan dengan Padangsidimpuan Barat ( kini Angkola Barat). Hutaimbaru dulunya merupakan bagian dari kecamatan Padangsidimpuan Barat, tetapi sesuai dengan UU No. 4 tahun 2001 maka Padangsidimpuan Barat berubah nama menjadi Angkola Barat dan menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan dan Hutaimbaru pun menjadi kelurahan dari Kota Administratif Padangsidimpuan. Sepanjang jarak tersebut dapat ditempuh dengan sepeda motor atau dengan mobil. Jalanan pun terbilang mulus, tetapi sedikit menanjak dan tidak ada tikungan-tikungan tajam hingga ke Palopat Maria. Dari Palopat Maria kira-kira 1 km lagi maka akan sampai ke daerah Parsalakan. Desa Parsalakan merupakan jalur lintas Sibolga-Sidimpuan.Di sepanjang melewati daerah Parsalakan, disuguhi pemandangan yang asri dan sejuk karena di pinggir-pinggir jalan tersebut selain rumah warga ada juga pohon-pohon salak yang berbaris rapi di sepanjang jalan.Jalanan di sepanjang Desa Parsakan juga terbilang tidak baik karena selain jalannya yang menanjak dan berkelok-kelok seperti


(20)

membentuk terasering pada sawah, banyak juga jalan yang berlobang dan bergelombang terutama di bagian tikungan tajamnya.Topografi desa Parsalakan itu berbukit-bukit dan sampai dengan datar.Setiap bukitnya ditempati 1 desa.Desa pertama yang dilewati pertama kali yaitu Huta Koje atau Pertanian, Aek Lubuk, dan Huta Tunggal jadi ada 4 bukit yang dilewati. Sedangkan dua desa lagi yaitu Lobu Jelok dan Huta Lambung berada di daerah pedalamannya Jalanan di Huta Koje hingga ke Huta Tunggal terbilang mulus dan sedikit tikungan. Di sepanjang jalannya selain rumah warga yang berada di pinggir jalan, juga ada pohon-pohon salak, karet,pisang. Dalam pola pertanian ladang pada umumnya ditemukan desa atau kampung dimana penghuninya mempunyai rumah tetap/permanen dan dimana terdapat pasar, toko-toko dan lain sebagainya, agak ramai setelah panen sampai musim kemarau.Warga di daerah tersebut selain tinggal di pinggir jalan juga mendirikan depot salak di depan rumahnya dan di bagian belakang rumahnya ditanami kebun salak. Dalam perjalanan juga kadangkala ditandai dengan nampaknya asap-asap yang keluar dari tengah-tengah kebun salak. Asap-asap tersebut berasal dari kayu bakar yang dikumpulkan hingga menyerupai api unggun dan di bakar di tengah-tengah kebun. Menurut masyarakat setempat dibuatnya api unggun tersebut untuk mengusir hama-hama yang ada di kebun dan berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah agar tetap lembab.

Semakin jelas terdengar suara ayam berkokok seturut juga sebagai penanda dimulainya aktivitas masyarakat Desa Parsalakan. Keceriaan anak-anak yang sedang


(21)

bermain dan juga yang sedang menunggu angkutan umum untuk berangkat sekolah ke Hutaimbaru atau ke pusat kota Padangsidimpuan, dan ada yang berangkat ke Sitinjak, yang merupakan ibukota kecamatan Angkola Barat. Di Parsalakan hanya ada 2 sekolah sehingga dan tidak bisa menampung siswa dalam jumlah banyak, sehingga membuat orangtua menyekolahkan anak-anaknya ke luar Desa Parsalakan yaitu, Hutaimbaru yang berada di Padangsidimpuan dan juga Sitinjak.Para orangtua juga memulai kegiatannya dengan pergi ke ladang salaknya untuk memanen salaknya, meskipun belum musim panen mereka tetap berangkat untuk memeriksa kebunnya dan memetik buah salak yang sudah matang meskipun dalam jumlah yang sedikit, sekitar 2-3 karung.1 karung beratnya 25-30 kg tergantung daya tampun karungnya.Harga 1 kg bervariasi berada di kisaran Rp3000-Rp5000, sehingga 1 karung dihargai di kisaran Rp120.000-Rp130.000.

Tekstur tanah yang ada di Desa Parsalakan merupakan tempat yang cocok untuk menanam salak. Tanaman salak akan tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Selain itu, faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman salak adalah curah hujan. Tanaman salak akan tumbuh baik pada daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata perbulan 200-400 mm. Desa Parsalakan mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun, sehingga membuat tanah untuk menanam salak tetap lembab. Hal ini sangat baik untuk pertumbuhan salak.


(22)

Hampir semua struktur lapisan tanah di sekitar Desa Parsalakan merupakan perbukitan terjal dan jurang yang curam.Setidaknya hal tersebut kemudian menjadi latar belakang spesifikasi profesi dalam struktur masyarakat Parsalakan.

2.2 Keadaan Penduduk

Angkola adalah salah satu sub suku bangsa Batak yang berasal dari Sumatera Utara yang tinggal di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Suku Batak Angkola mengenal paham kekerabatan patrilineal, yaitu garis keturunan berdasarkan marga orangtua laki-laki. Di Angkola dikenal beberapa marga saja, antara lain, Siregar, Harahap, Hasibuan, Rambe, Daulay, Tanjung, Ritonga, dan Hutasuhut.

Di daerah Parsalakan ada 2 marga yang menguasai 6 desa tersebut yaitu marga Harahap dan Hasibuan. Marga Harahap menguasai daerah Hutalambung,Aek Lubuk, dan Hutakoje, sedangkan marga Hasibuan menguasai daerah Lobujelok,Huta

Tunggal dan Huta Tonga.8

Masyarakat Parsalakan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat suku

Angkola. Upacara-upacara adat ( ritual) seperti Horja Godang dan Mangupa

merupakan rangkaian upacara adat perkawinan yang hingga sekarang masih selalu diselenggarakan secara turun-temurun. Menurut tradisi atau adat masyarakat tersebut

upacara mangupa merupakan sarana utama bagi para kerabat untuk menyampaikan

8


(23)

doa dan harapan mereka agar pengantin yang baru memasuki gerbang pernikahan memperoleh kebahagiaan dan kesentosaan dalam hidup berumah tangga. Di samping

itu, upacara mangupa merupakan ritual yang digunakan oleh para kerabat untuk

menetapkan berbagai kebijaksanaan tradisional(traditional wisdom) yang diperlukan

oleh sepasang pengantin untuk membina rumah tangga yang harmonis menurut konsep masyarakat Angkola-Sipirok.

Sehubungan dengan adat mangupa ini dalam masyarakat Angkola ada

beberapa hal yang selalu mendapat upah-upah, yaitu anak yang baru lahir, keluarga

yang memasuki rumah baru, yang baru menikah, dan hal-hal yang dianggap penting untuk menguatkan semangat seseorang misalnya baru lulus ujian, baru sembuh sakit,

atau menunaikan ibadah haji. Sedangkan Horja Godang merupakan ritual yang

paling tinggi dan besar bagi masyarakat Angkola-Sipirok. Berbicara tentang Horja

Godang, ada beberapa langkah yang harus dilalui, yaitu martahi sabagas, martahi godang, mandohoni, mangalo-alo mora, panaek gondang, maralok-alok, margalanggang, mambuat ipon, kehe tu tapian raya bangunan, mangupa dan paulak anak boru.9Menurut tradisi masyarakat Angkola-Sipirok, untuk melaksanakan

upacara Horja Godang yang di dalamnya harus disertai seni tor-tor dan onang-onang

dilaksanakan pada satu tempat yang dinamakan galanggang paradaton.Dalam

pelaksanaannya sejumlah kerabat pengantin laki-laki dan tokoh pimpinan adat menyampaikan pidato adat.

9

Parlaungan Ritonga dan Ridwan Azhar, Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan,


(24)

Pelaksanaan adat Angkola bisa dikategorikan rumit, karena banyaknya ritual-ritual yang harus dilalui dan membutuhkan waktu yang sangat lama.Pesta-pesta adat di Angkola bisa menghabiskan waktu 3 hari 3 malam bahkan hingga seminggu jika mampu untuk membiayainya. Biaya yang diperlukan untuk mengadakan pesta adat di Angkola tidaklah sedikit, kira-kira membutuhkan dana sekitar 80 juta-an dan itupun untuk pesta yang 3 hari 3 malam, sedangkan untuk yang seminggu bisa memakan biaya 100 juta lebih. Dari biaya tersebut sudah termasuk biaya untuk membeli kerbau, dan memesan gondang dan pemainnya

Tidak sulit untuk menspesifikasikan pekerjaan penduduk yang ada di Desa Parsalakan.Seperti telah disebutkan sebelumnya, lahan yang ada di Desa Parsalakan merupakan yang cocok untuk ditanami tanaman salak, sehingga masyarakat pun berlomba-lomba untuk bertanam salak.Kira-kira hampir 90 persen masyarakat yang ada di Desa Parsalakan merupakan parsalak. Lahan yang subur, tidak memerlukan perawatan yang intensif serta hasil yang diperoleh juga menggiurkan, tidak hanya membuat masyarakat Parsalakan saja yang berlomba-lomba untuk menanam salak, melainkan mengundang masyarakat tetangganya, yaitu orang-orang Mandailing untuk menanam salak, meskipun hanya dalam jumlah kecil saja masyarakat yang datang ke sana.Selain orang Mandailing, masyarakat dari suku-suku utara seperti Karo, Batak Toba, Sidikalang- Dairi juga datang ke Angkola Barat.Mereka mencoba peruntungan mereka dengan datang ke daerah Angkola untuk merubah nasib mereka.Pada mulanya hanya 1-2 orang saja yang datang untuk melihat kondisi alam


(25)

di Angkola Barat.Mereka melihat bahwa masyarakat Angkola Barat yang banyak menanam salak dan memperoleh penghasilan yang cukup besar membuat mereka juga mencoba untuk menanam salak di Angkola Barat.Kemudian dengan meminta izin dari kepala desa setempat, mereka kemudian mendapat lahan yang berada di daerah perbatasan antara Angkola Barat dengan Angkola Selatan.Tantangan untuk menanam salak bagi masyarakat pendatang tersebut yaitu harus membuka lahan-lahan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.Hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka malah menjadi motivasi bagi mereka demi memperoleh hidup yang baik dari bertanam salak.Bibit salak mereka peroleh dari petani-petani salak secara gratis tanpa ada pungutan.Akan tetapi, ketika masyarakat meminta salak yang dihasilkan oleh mereka, mereka tidak keberatan karena itu sebagai tanda balas budi mereka karena telah diperbolehkan menanam salak dan diberikan bibit salak secara gratis .Lama-kelamaan hasil yang mereka peroleh dianggap cukup untuk mendatangkan keluarga yang ditinggalkan di kampung asal untuk hidup dan tinggal bersama-sama dengan mereka.Pada tahun 1982 sudah mulai berkembang sebuah pemukiman masyarakat dari suku-suku utara di Siuhom hingga masuk ke pedalamannya.


(26)

2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Desa Parsalakan

Mengandalkan potensi alam lingkungan merupakan ciri khas penduduk Parsalakan.Hal ini bisa dilihat dari bagaimana penduduk Parsalakan mengelola tanah mereka.Menurut masyarakat setempat, mereka bertanam salak sudah sangat lama sekali.Tidak jelas sejak tahun berapa, yang jelas lahan salak milik orangtua mereka diwariskan kepada anak-anaknya begitu seterusnya, sehingga sangat sulit untuk menelusuri siapa sebenarnya yang pertama kali menemukan dan menanam salak di

Desa Parsalakan.10

Aktivitas sehari-hari dalam mata pencaharian bertani salak dilakukan secara

bergotong royong.Pada masyarakat Parsalakan dikenal dengan istilah

Marsialapari.Marsialapari yaitu melakukan pekerjaan secara bersama-sama

ke(ladang).Sistem Marsialapari ini dikerjakan secara bersama-sama oleh 3-4 keluarga.Keluarga tersebut biasanya keluarga yang satu marga, maka secara bergiliran mereka mengerjakan ladang berdasarkan urutan yang telah mereka tentukan sendiri.Dalam mengerjakan ladang tersebut, bukan hanya si ayah atau yang laki-laki saja yang pergi ke ladang salak, tapi ibu beserta anak perempuannya juga turut serta dibawa ke ladang salak.Keluarga-keluarga tersebut biasanya pergi ke ladang setelah mereka sarapan pagi dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke ladang.Dalam kebiasaan masyarakat Parsalakan, biasanya yang menyiapkan bekal adalah keluarga yang pada minggu tersebut ladangnya hendak dikerjakan. Bekal yang

10


(27)

disediakan tergantung kemampuan keluarga tersebut untuk menyediakannya, jika dirasa mampu maka keluarga tersebut kadang-kadang akan memasak ayam untuk bekal, tetapi kalaupun tidak mampu juga tidak menjadi masalah yang berarti, sebab ladang tersebut juga tetap akan dikerjakan, dan bagi keluarga yang lain juga itu adalah hal yang lumrah karena keluarga tersebut masih satu keluarga/marga dengan mereka. Dalam pengerjaannya di ladang tersebut, pekerjaan yang laki-laki dan perempuan tentunya berbeda. Para pihak ayah dan anak laki-lakinya akan mengerjakan pekerjaan yang berat seperti, membuka lahan salak, menanam biji, memotong pelepah salak, dan memanen salak. Dalam memotong salak yang hendak dipanen, ada suatu parang khusus yang yang biasanya digunakan yaitu parang yang ujungnya makin melebar ke ujungnya. Sedangkan para ibu-ibu dan anak-anaknya yang perempuan, akan membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar pohon salak, selain itu mereka juga yang akan mempersiapkan makanan ke piring untuk disantap bersama-sama dengan keluarga yang lain ketika waktunya untuk makan siang.

Pada waktu panen tiba, keluarga-keluarga tersebut juga menjual hasil panen salak mereka secara bersama-sama juga.Pada waktu itu jalan dari ladang salak ke jalan yang menjadi jalan utama di Desa Parsalakan belum semulus sekarang.Untuk masuk ke ladangsalak, misalnya dari Desa Hutalambung jalan belum dibuka.Oleh karena itu transportasi yang mereka pakai yaitu menggunakan kuda untuk mengangkut hasil salak dari ladang ke jalan utama Parsalakan.Hasil panen salak


(28)

tersebut mereka letakkan diatas kuda.Pada kuda tersebut dipasangi dua kantung yang berada pada dua sisi kuda tersebut.Ketika kuda tersebut telah sampai ke jalan utama yang ada di Parsalakan, maka hasil panen salak tersebut kemudian dipindahkan ke atas gerobak pedati yang ditarik oleh sapi atau kerbau.Hasil panen yang telah dipindahkan tersebut biasanya dijual ke Sibolga.Dalam perjalanannya ke Sibolga, keluarga-keluarga yang Marsialapari tadi juga menjual hasil salak mereka juga bersama-sama. Mereka menjualnya bersama-sama karena takut akan bahaya yang akan mereka dapati di sepanjang perjalanan, misalnya seperti ancaman dari binatang liar seperti harimau ataupun perompak-perompak yang kadang-kadang beraksi di sepanjang jalan Parsalakan-Sibolga. Ketika mereka telah sampai di Sibolga, para petani salak tadi menjual salak mereka dengan pedagang-pedagang yang ada di Sibolga dengan menggunakan sistim barter. Petani salak tadi membarter salaknya dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang mereka butuhkan yaitu dengan beras, ikan, sayuran, dan lainnya tergantung kebutuhan dari petani-petani salak yang menjual tersebut.Selain ke Sibolga, para petani juga ada yang menjual salaknya ke Sidimpuan meskipun dalam jumlah yang kecil.

Tanaman salak tidak hanya tanaman yang berkembang di Parsalakan. Di samping salak, masyarakat juga menanam tanaman lain seperti karet, pisang, durian, jambu dan kelapa. Tanaman karet cukup berkembang di Parsalakan, karena tanaman salak membutuhkan pohon naungan/pelindung yang cukup rimbun pada masa awal pertumbuhannya.Jika hendak menanam salak, maka pertama sekali harus menyiapkan


(29)

pohon naungan tersebut terlebih dahulu. Naungan yang paling baik untuk pertumbuhan awal tanaman salak adalah tanaman pisang. Tanaman pisang hanya digunakan sebagai naungan sementara, sedangkan untuk naungan tetap digunakan tanaman tahunan seperti kelapa, karet, durian, petai, lamtoro, mangga, sirsak, jambu, sawo, dan sebagainya.Sehingga tak jarang dijumpai pohon-pohon seperti pisang, karet, petai dan sebagainya di samping pohon salak. Tanaman salak mutlak memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon pelindung, pertumbuhan tanaman salak akan terhambat. Tanaman salak yang yang daunnya tidak terlindung, sering terdapat bercak-bercak terbakar sinar matahari dan bercak-bercak serangan penyakit bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi kecil-kecil, warnanya kusam dan penampakannya tidak menarik. Pohon pelindung tanaman salak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung permanen, dan tanaman karet tergolong ke kategori pohon pelindung permanen.

Tanaman karet, cukup banyak ditanami oleh penduduk Parsalakan, meskipun bukan menjadi komoditas utama. Memang ada sedikit perhatian dari masyarakat yang

menanam karet dan hal tersebut dilihat dari aktivitas manderes( bacamenderes) yaitu

dilakukan dengan cara menyayat kulit batang karet dari kiri ke kanan bawah dengan pisau sadap. Selain itu yang menjadi penghambat bagi penduduk Parsalakan untuk memproduksi karet dalam jumlah yang lebih banyak lagi adalah karena faktor geografis di Parsalakan sendiri.Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter diatas permukaan laut.Makin tinggi letak


(30)

tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya secara kualitas lebih rendah.Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet, sementara daerah Parsalakan berada di daerah dataran tinggi dan topografinya juga berbukit-bukit. Selain itu curah hujan juga menjadi faktor penghambat lainnya, karena Parsalakan termasuk memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu kira-kira antara 2000-4000 mm/tahun, sedangkan curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm/tahun. Faktor pendistribusian juga menjadi masalah yang pelik yang dihadapi jika hendak menanam karet, dikarenakan daerah pendistribusiannya cukup jauh yaitu di daerah Panompuan ada sebuah perusahaan karet yang berada di Kabupaten Padang Lawas dan PT. Sihitang Raya yang berada di pinggiran Kota Padangsidimpuan. Jika menghitung biaya yang dihabiskan untuk memproduksi dan mendistribusikannya maka tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan, apalagi lahan untuk menanam karet tidak sebanyak lahan untuk menanam salak.Jika dibandingkan dengan tanaman salak yang tidak membutuhkan perhatian yang lebih dari tanaman karet, membuat masyarakat lambat laun hanya menganggap karet sebagai pohon penaung saja.Dari segi hasil produksi juga, salak lebih menjanjikan karena tanaman salak dapat berbuah sepanjang tahun sedangkan karet membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk dapat memproduksi getah. Selain itu dalam menderes juga diperlukan waktu yang tepat yaitu sepagi mungkin agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena turgor pembuluh lateks masih tinggi sehingga keluarnya lateks dari pembuluh lateks yang terpotong


(31)

berlangsung dengan aliran yang kuat, dan apabila hujan jatuh sejak dini hari penyadapan harus dimulai agak siang, karena penyadapan setelah hujan akan menghasilkan lateks yang encer dan mudah keluar dari alur sadapan serta mudah mengalami prakolugasi. Peralatan yang dibutuhkan guna melakukan penyadapan juga cukup banyak, yaitu pisau sadap, talang lateks atau spout, mangkok, cinicin mangkok, tali cincin, quadri/signat, ember dan spatel.Peralatan dan perlengkapan tersebut harus ada jika menginginkan kualitas yang baik.Berbanding terbalik dengan salak yang hanya membutuhkan parang dan sarung tangan ketika hendak memanen hasil salak tersebut.Hal tersebut menjadi pembanding bagi masyarakat yang ada di Parsalakan untuk menggantungkan kehidupannya dari usaha bertanam salak, sehingga masyarakat banyak yang menjadi petani salak. Selain itu,masyarakat hanya menganggap tanaman karet tersebut sebagai tanaman tumpangsari.

Pada awalnya sebelum tahun 1970 hingga akhir 1980an masyarakat

Parsalakan tidak menganggap penting pendidikan bagi anak-anaknya

kelak.Anggapan-anggapan tersebut berkembang dikarenakan mereka menganggap dengan hasil bertanam salak saja mereka sudah makmur bahkan pendapatan yang dihasilkan dari bertanam salak lebih besar dari pendapatan seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang tamatan SMA ataupun S-1. Dari bertanam salak dirasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras dan lauk pauk, bahkan hasil dari menjual salak ketika hasil penjualannya berlebih, maka uang tersebut akan disimpan dalam bentuk emas ataupun digunakan untuk membeli tanah. Masyarakat


(32)

Parsalakan memang tidak punya latar belakang pendidikan yang baik, tetapi pemikiran mereka tentang masa depan, bagaimana memenuhi kebutuhan ke depannya sudah cukup terlihat ketika mereka berani menginvestasikan uangnya. Hal sebaliknya akan mereka dapati jika bekerja sebagai pegawai negeri sipil, mereka merasa tidak ada jaminan akan bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan. Selain itu masyarakat juga belum merasakan dampaknya jika menyekolahkan anaknya, karena ketika si anak telah selesai bersekolah, pada akhirnya mereka juga akan menjadi petani salak. Hal tersebut membuat masyarakat Parsalakan tidak tertarik untuk menyekolahkan anak mereka, dan lebih memilih untuk membawa serta anaknya ikut bersama mereka ke ladang salak. Membawa serta anaknya ke ladang tidak hanya sekedar untuk membantu pekerjaan sang ayah dalam merawat ataupun memanen salak tersebut, melainkan juga untuk mengajarkan si anak bagaimana caranya menanam, merawat hingga memanen salak, karena kelak lahan-lahan salak tersebut akan diwariskan kepada anak-anaknya.


(33)

BAB III

Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun

1970-2000

3.1 Latar Belakang Petani Salak di Desa Parsalakan

Menurut masyarakat Parsalakan ada beragam cerita yang berkembang di dalam masyarakat mengenai asal-muasal datangnya salak ke daerah Angkola Barat. Misalnya, ada yang mengklaim bahwa salak ini dulunya berasal dari Marancar. Berdasarkan pihak yang mengklaim tersebut ketika ada sanak famili yang datang berkunjung ke Parsalakan, buah tangan yang biasanya mereka berikan adalah buah salak, begitu juga sebaliknya ketika orang-orang Parsalakan berkunjung ke daerah Marancar, buah tangan yang mereka terima adalah buah salak.Buah salak yang mereka terima ini biasanya bijinya langsung dibuang ke belakang halaman rumah mereka, dan tanpa mereka sadari biji salak yang dibuang tersebut tumbuh subur di

belakang halaman rumah mereka.11Melihat hasil tanaman salak yang baik dan

tumbuh subur di daerah tersebut, sehingga membuat masyarakat Parsalakan berlomba-lomba untuk menanam salak.Selain itu ada juga yang mengatakan bahwasanya yang membawa salak ini dulunya adalah seekor anjing.Anjing tersebut membawa biji salak dari Desa Marancar dan kemudian menyimpan bijinya di suatu lahan di Desa Parsalakan. Lama-kelamaan karena terlalu seringnya anjing tersebut

11


(34)

membawa biji salak, maka biji salak yang disimpan dalam tanah itu kemudian tumbuh dan menjadi pohon salak.Ada juga pihak yang mengatakan kalau bibit buah salak ini dulunya diberikan oleh pihak kolonial Belanda,pada saat mereka berada di daerah Parsalakan. Belanda kemudian meminta kepada penduduk setempat untuk menanam biji salak yang mereka bawa untuk ditanam di lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan Belanda juga meminta warga Parsalakan sebagai pekerjanya kemudian hasil produksinya dibagi 2. Untuk memuluskan rencana mereka tersebut, pihak kolonial Belanda mendekati para ketua-ketua adat dan kepala desa untuk berunding dengan warganya agar mau menanam biji salak di lahan mereka.Setelah mendapat persetujuan dari warga beserta kepala desanya, maka mulailah biji salak yang dibawa oleh Belanda untuk ditanam.

Terlepas dari berbagai cerita masyarakat tentang asal-muasalnya salak di Desa Parsalakan, ternyata pada mulanya masyarakat Parsalakan belum mengetahui kalau salak merupakan buah yang memiliki nilai jual. Hal tersebut bisa dilihat sebelum tahun 1970-an dimana masyarakat menanam salak di lahannya secara tidak terurus. Tanaman salak tersebut dibiarkan tumbuh begitu saja, dan ketika berbuah dan sudah bisa dipetik, langsung diambil dan dimakan tempat. Jika salak yang mereka petik berlebih maka sisanya yang tidak habis dimakan akan dibawa pulang ke rumah. Orang-orang Parsalakan sangat gemar memakan salak bahkan ketika mereka memakan satu buah salak, maka akan timbul keinginan untuk memakannya lagi, seolah-olah menjadi kecanduan karena dirasa tidak cukup untuk memakan satu salak


(35)

saja, melainkan ingin makan salak tersebut. Sehingga ada istilah yang berkembang di

Angkola Barat, „Salak Sibangkua, dipangan sada mangido dua’ yang artinya salak

Sibangkua kalau dimakan satu ingin tambah menjadi dua.

Pada mulanya salak hanya untuk konsumsi rumah tangga saja, maka banyak tanaman salak yang tidak terurus dan tidak terawat dengan baik.Lahan salak dibiarkan tumbuh begitu saja, karena masyarakat belum mengetahui nilai jual salak tersebut. Masyarakat baru mulai mengetahui kalau salak memiliki nilai jual ,ketika mereka mencoba membarter salak mereka dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang ada di Sibolga. Ketika para pedagang yang ada di Sibolga mencoba buah salak tersebut, mereka ternyata ketagihan karena timbul keinginan untuk memakan buah salak tersebut secara terus menerus sehingga membuat pedagang tersebut bersedia membarter produk-produk miliknya seperti beras, sayur-sayuran dan ikan laut. Selain Sibolga, Padangsidimpuan juga menjadi pilihan yang realistis bagi pemasaran buah salak, sebab kota tersebut letaknya dekat dengan daerah Parsalakan dan bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Dari segi tenaga dan waktu tidak memerlukan tenaga ekstra seperti membawa salak ke Sibolga. Posisi Padangsidimpuan semakin kukuh sebagai destinasi pemasaran salak karena kota tersebut menjadi persinggahan bagi pengunjung yang lewat dari Padangsidimpuan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung tersebut untuk membeli salak. Setelah mengetahui bahwasanya salak memiliki nilai jual yang bisa dibarter maka hal tersebut mempengaruhi pola pikir masyarakat Parsalakan yang tadinya menganggap tanaman


(36)

salak hanya untuk konsumsi pribadi kemudian beralih untuk diperdagangkan ke Sibolga dan Padangsidimpuan. Masyarakat pun mulai satu persatu menjual hasil

tanaman salak mereka ke Sibolga dan Padangsidimpuan meskipun

menggunakankendaraan sado/pedati dengan memakan waktu 3 hari baru sampai ke Sibolga karena medan yang dilalui tidak sebaik sekarang dan belum menggunakan alat transportasi modern seperti mobil dan sepeda motor, namun hal ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk menjual salaknya ke Sibolga. Setelah dirasa mendapatkan untung dari menjual salak dengan menukarnya/barter dengan kebutuhan pokok sehari-hari mereka, maka masyarakat pun mulai membuka lahan salak yang baru agar hasil produksi salaknya bertambah.Dalam membuka lahan baru tersebut masyarakat memiliki tantangan tersendiri yaitu, tekstur tanah yang ada di Desa Parsalakan yang berbukit-bukit dan bahkan terlihat seperti membentuk suatu lembah sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra dan perlu kehati-hatian dalam membuka lahan baru tersebut.

Oleh karena merasa mendapat untung yang baik dari bertanam salak, maka masyarakat Parsalakan pun mulai memperhatikan pohon-pohon salak mereka.Pohon-pohon salak tersebut diurus dan dirawat dengan baik, seperti membersihkan rumput-rumput yang tumbuh disekitar pohon salak dengan menggunakan peralatan tradisional seperti sabit. Tidak hanya itu saja, masyarakat Parsalakan juga menanam tanaman seperti karet di areal pohon salak tersebut sebagai pohon pelindung salak dari sinar matahari langsung, dikarenakan daun-daun pohon salak tersebut


(37)

mudahsekali gosong danselain itu pohon pelindung tersebut juga berperan dalam menjaga kelembapan kebun agar tanahnya tidak menjadi kering dan juga berperan dalam melindungi pohon salak tersebut dari terpaan angin kencang sebab pelepah daun salak sangat mudah putus jika terkena angin. Ada juga yang memagari pohon salaknya agar tidak diganggu oleh hewan liar seperti babi dan anjing yang suka membongkar buah salak yang sudah matang.

3.2 Modal

Masyarakat Parsalakan tidak membutuhkan dana yang besar sebagai modal mereka dalam membuka lahan untuk tanaman salak dan memelihara salak. Masyarakat hanya menggunakan modal tenaga dan motivasi yang besar untuk merubah kondisi hidupnya kearah yang lebih baik sebagai modal utama mereka.Mereka hanya membutuhkan parang dan sabit yang digunakan untuk membersihkan tanaman-tanaman liar seperti rumput.Selain itu peralatan tersebut juga digunakan untuk memanen salak terutama dalam memotong tandan salak dari pohon salak. Dalam pengerjaan lahan salak tersebut petani salak mengerjakan ladangnya secara bergotong royong sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat tersebut

sehari-hari yaitu dengan caramarsialapari. Seperti telah disinggung di

babsebelumnya, pengerjaan dengan sistem marsialapari ini yaitu ketika 2-3 keluarga

mengerjakan ladangnya secara bergantian dan bersama-sama. Tentu saja sistem tersebut tidak membutuhkan modal yang besar, karena dikerjakan secara sukarela dan tanpa paksaan sebab hal tersebut menguntungkan keluarga-keluarga yang empunya


(38)

ladang tersebut.Dalam sistem ini ditentukan waktu secara bersama-sama dari keluarga tersebut mengenai ladang siapa yang hendak dikelola untuk jangka waktu minggu ini. Setelah disepakati waktunya, maka merekaakan mulai mengerjakan ladang keluarga yang telah disepakati tersebut. Ketika ladang suatu keluarga tersebut akan dikerjakan, maka keluarga yang ladangnya dikerjakan akan menyiapkan makan siang untuk keluarga-keluarga yang mengerjakan lahan salaknya. Biasanya lauk yang hendak disediakan tergantung kemampuan dana dari keluarga yang lahannya sedang dikerjakan tersebut. Tidak ada unsur paksaan apakah lauknya harus ayam atau ikan yang penting tidak membebani si keluarga yang lahannya hendak dikerjakan tersebut.

Dalam pengerjaan Marsialapari ini baik yang laki-laki maupaun yang perempuan

juga turut ambil bagiannya masing-masing. Misalnya, yang laki-laki biasanya akan melakukan pengerjaan pembibitan, menggali tanah sebagai tempat bibit salak tersebut hingga proses pemanenan, sedangkan kaum perempuan disamping membantu menyediakan makanan sebagai makan siang keluarga-keluarga juga melakukan pekerjaan seperti mencabut rumput-rumput yang tumbuh di sekitar pohon salak atau membersihkan pelepah-pelepah dan daun-daun salak yang jatuh berserakan di sekitar areal pohon salak tersebut. Begitu juga halnya dalam penjualan salak, petani salak hanya membutuhkan modal yaitu pedati yang ditarik oleh kerbau.dan dalam sistim

penjualan ini seperti telah diuraikan di bab sebelumnya keluarga yang marsialapari

tadi juga ikut secara bersama-sama menjual hasil salak mereka ke Sibolga. Hal tersebut dilakukan karena akan mendatangkan rasa keamanan tersendiri selama dalam


(39)

perjalanan menuju ke Sibolga. Seiring berkembangnya waktu kearah yang lebih baik dan ditambah dengan penghasilan daribuah salak mereka yang baik mengundang para tauke untuk datang ke Parsalakan sebagai distributor untuk memasarkan hasil salak mereka.Hal tersebut tentu saja memudahkan petani salak untuk menjual hasil salak mereka tanpa menggunakan tenaga pedati.Semakin mudahnya akses untuk menjual salak yang dibarengi dengan bertambahnya penghasilan membuat para petani salak tersebut mulai bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan seperti membeli kendaraan roda dua atau sepeda motor. Sepeda motor tersebut digunakan untuk mengangkut hasil salak mereka dari kebun ke Parsalakan. Mereka menggunakan sepeda motor karena sudah dibukanya jalan dari ladang mereka ke daerah Parsalakan. Dari sini dapatdilihat bahwa usaha salak para petani salak telah berubah ke arah yang lebih baik dan tentunya memberikan pendapatan yang menguntungkan mereka.

Dalam membudidayakan tanaman salak yang ada di lahan mereka, sistem yang digunakan masih sederhana, tidak membutuhkan modal dalam mengusahakan lahan mereka.Menurut salah seorang informan dalam satu hektar (Ha) lahan mereka tersebut membutuhkan waktu kira-kira 4-5 tahun agar tanaman salak dapat tumbuh besar menjadi pohon dan siap untuk dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman salak tersebut mulai dari pembibitan hingga memanen, tidak membutuhkan modal yang banyak bahkan hampir tidak ada. Sebab bibit salak pun diperoleh dari biji salak yang buahnya telah dimakan kemudian biji salak tersebut direndam dalam air selama 2-3 hari, dan selama proses pembibitan tersebut juga membutuhkan sumber air untuk


(40)

penyiraman. Dalam mencari sumber air para petani salak tidak kesulitan, sebab daerah Parsalakan itu sendiri juga memiliki curah hujan yang tinggi sehingga mereka memanfaatkan curah hujan tersebut sebagai keuntungan tanpa harus menjinjing air dari rumah hingga ke ladang mereka. Selain itu para petani salak yang ada di Parsalakan tidak memakai pupuk buatan dalam proses penanaman salak mereka.

Sebab menurut salah seorang petani salak12, hasil dari pohon salak memang baik jika

diberi pupuk buatan pada lima tahun pertama, akan tetapi ketika pemberian pupuk pada pohon salak dihentika maka hasil yang didapatkan pasti tidak akan baik, karena pohon salak tersebut sudah menjadi kecanduan terhadap pupuk tersebut, sehingga kalau tidak diberi maka hasilnya pun tidak baik. Oleh karena itu, para petani di Parsalakan biasanya hanya memberi pupuk kandang saja bagi pohon salak mereka, selain lebih murah, cara mendapatkannya juga mudah yakni dari kotoran sapi.Selain itu, kualitas yang dihasilkan juga baik.

Para petani salak yang di Parsalakan hanya menghabiskan uangnya selama proses penanaman salak yaitu untuk membeli parang dan sabit. Selain itu mereka juga membeli karung sebagai tempat penampungan salak atau untuk tempat kemasan salak sebelum dijual ke tauke. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seiring bertambahnya penghasilan dari salak tersebut, terjadi perubahan dalam proses

pemanenan salak, yaitu dimana mulai berkurangnya proses marsialapari dalam

masyarakat Parsalakan. Sebab pendapatan mereka yang baik dan mendatangkan

12


(41)

keuntungan, maka para petani salak mulai mempekerjakan pekerja-pekerja yang membantu mereka dalam memanen salak.Para pekerja tersebut digaji untuk menjaga kebun salak, memelihara kebun salak tersebut meskipun si petani salak juga datang memperhatikan pohon salaknya hingga memanen salak mereka.

3.3 Pembibitan

Pembibitan merupakan tahap awal dalam melakukan pengembangan tanaman. Bibit yang ditanam akan sangat mempengaruhi keadaan pertumbuhan tanaman dan produksi serta mutu buah yang akan dipanen. Tanaman salak dapat dikembangbiakkan melalui dua cara, yang pertama menggunakan biji dan yang kedua menggunakan tunas akar atau anakan. Umumnya perkembangbiakan tanaman salak di Parsalakan dilakukan dengan menggunakan biji meskipun ada juga yang dari tunas akar atau anakan. Untuk tujuan pengembangan yang lebih komersil, penggunaan bibit dari tunas akar akan lebih menguntungkan. Sedangkan penanaman salak untuk tujuan konservasi, pengawetan alam, pembuatan hutan lindung akan lebih baik jika menggunakan bibit yang berasal dari biji. Kedua cara pengembangbiakan salak tersebut diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelemahan dari penanaman menggunakan biji ini adalah sulitnya menentukan jumlah pohon salak betina maupun salak jantan yang ditanam.Jenis pohon salak jantan dan betina tidak dapat diketahui atau ditentukan dengan melihat bentuk tanaman atau bentuk bijinya. Disamping itu salak yang ditanam dari biji ini mutu


(42)

buah yang dipanen nantinya belum tentu sama dengan mutu buah pohon induknya, bisa lebih baik juga bisa lebih buruk.

Mengenai penentuan jenis salak betina dan jantan ini, menurut salah seorang petani salak, biji salak yang betina lebih banyak dari yang jantan.Selisihnya berkisar antara 30-40 yang jantan dan 60-70 yang betina dari 100 pohon.Pehitungan tersebut dapat dijelaskan melalui analisis biji salak.Buah salak ada yang berbiji 1, ada yang berbiji 2, ada yang berbiji 3, dan sangat jarang yang berbiji 4. Jumlah buah yang berbiji 1 dan 2 relatif sama tetapi jumlahnya lebih sedikit dari salak yang berbiji 3. Biasanya dalam satu tumpukan salak akan didapat peluang salak berbiji 1,2 dan 3 dari 10 buah adalah 2,3 dan 5. Jika biji buah yang berbiji 1 peluangnya menjadi betina dan jantan sama, dan buah yang berbiji 2 peluangnya menjadi jantan dan betina juga sama, serta buah yang berbiji 3, peluangnya menjadi jantan 1 dan betina 2, maka total akhir dari 10 buah yang menghasilkan 23 biji itu akan didapat 9 pohon salak yang jantan dan 14 pohon salak yang betina.

Kelebihan lain dari penanaman salak dengan menggunakan biji ini adalah lebih mudah dan murah. Penanamannya dapat dilakukan langsung ke lapangan tanpa persemaian terutama untuk biji-biji yang perkecambahannya seragam.Jika ingin melakukan penyemaian untuk mendapatkan bibit dengan pertumbuhan yang seragam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu persiapan tempat penyemaian, pemilihan biji, perkecambahan biji dan pengantongan bibit. Pemilihan tempat dan media untuk melakukan penyemaian akan sangat mempengaruhi keberhasilan


(43)

perkecambahan biji. Siapkan tanah yang baik, gembur dan subur dan tidak mengandung bibit penyakit. Jangan menggunakan tanah bekas persemaian yang telah lalu atau bekas persemaian tanaman lain sejenis salak.

Buah yang akan diambil bijinya untuk dijadikan bibit hendaknya yang cukup tua,biasanya ditandai dengan warna bijinya yang cokelat sampai coklat tua. Pilih biji yang bentuk bijinya ukuran normal.Biji-biji yang terpilih selanjutnya direndam dengan air selama 2-3 hari dan setiap hari airnya harus diganti.Kemudian biji-biji ini dicuci sampai bersih, jika tidak bersih, sisa asam dari daging buah dapat menghambat perkecambahan.Di samping itu dapat menjadi media tumbuh bagi jamur atau bakteri penyakit.Jamur dan bakteri ini dapat menyerang biji dan menyebabkan biji busuk dan menyebar ke biji-biji lain yang ada di sekitarnya.

Perkecambahan biji dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama biji dikecambahkan di media tanah dan yang kedua dikecambahkan di tempat yang lembap. Pengecambahan biji pada media tanah pengerjaannya seperti yang umum dilakukan, yaitu menyiapkan tempat persemaian, kemudian biji disusun secara teratur, berbaris-baris pada tanah yang telah disiapkan, lalu ditutup dengan tanah

yang gembur dan mulsa diatasnya.Mulsa13 yang digunakan bisa daun kelapa, atau

tebasan alang-alang atau merang padi. Dengan cara ini biji akan berkecambah sekitar 4 minggu. Perkecambahan dengan cara ini dianjurkan untuk bibit yang tumbuh tidak

13

Mulsa adalah bahan yang disebar di atas permukaan tanah pada suatu pertanaman berupa sisa-sisa tanaman, jerami,daun dan bahan organik serbuk gergaji, sekam dan plastic. Permukaan tanah yang ditutupi tersebut bertujuan untuk mengurangi air melalui penguapan atau menekan pertumbuhan rumput.


(44)

segera akan dimasukkan ke dalam kantong plastik, polibag atau ditanam langsung ke kebun. Perkecambahan di tempat yang lembap dan gelap, caranya adalah dengan memasukkan biji ke dalam keranjang dari bamboo,rotan atau plastik, kemudian ditutup atasnya agar tercipta suasana yang gelap.

Menurut masyarakat setempat cara pembibitan yang mereka kerjakan adalah dengan perkecambahan melalui media tanah, tetapi mereka juga memiliki keuntungan yang kedua yaitu, tanah yang ada juga lembap tidak kering. Hal tersebut dikarenakan curah hujan yang merata bahkan hampir-hampir lebih mengakibatkan kondisi tanah menjadi lembap.Selain karena lebih mudah dan tanpa mengeluarkan biaya yang banyak, perkecambahan melalui metode tersebut juga diselingi pepohonan yang menjadi penaung bagi buah salak tersebut, sehingga menciptakan kondisi yang gelap dan baik bagi pertumbuhan biji salak. Dengan keuntungan yang dimiliki tersebut, membuat perkecambahan biji dengan cara yang pertama tersebut akan lebih cepat dari yang seharusnya yaitu 4 minggu menjadi 3 minggu saja sudah berkecambah sepanjang 1-4 cm. Biji-biji yang sudah berkecambah ini sudah dapat langsung dipindahkan atau ditanam langsung ke lapangan atau ke dalam polibag. Untuk bibit yang masih lama ditanam ke lapangan sebaiknya dimasukkan ke polibag yang berukuran agak besar.Namun pengantongan bibit tidak menjadi suatu syarat utama dalam pembibitan.Yang paling penting adalah menyiapkan tempat untuk menanamkan bibit itu di kebun seperti penyiapan lahan, pupuk kandang, kompos, lubang tanam, dan kesuburan tanah tempat penanamannya.


(45)

Selain penanaman salak dengan melalui biji, petani salak yang ada di Parsalakan juga biasanya melakukan pembibitan melalui tunas akar. Jika sebelumnya pembibitan melalui biji biasanya dilakukan seorang petani salak yang baru mempunyai lahan dan membukanya, sehingga membutuhkan biji-biji salak.Biji-biji tersebut biasanya diperoleh dari petani salak yang lainnya. Sedangkan penanaman salak melalui bibit tunas akar ini dilakukan oleh petani salak yang sebelumnya sudah mempunyai lahan yang dipenuhi oleh pohon salak, sehingga untuk mempermudah mereka dalam memperbanyak tanaman salaknya tidak perlu lagi menggunakan metode melalui perkecambahan biji, karena pastinya akan membutuhkan waktu yang lama dalm proses penanamannya. Selain itu, pembibitan melalui tunas akar ini sebaiknya diambil dari pohon induk yang unggul baik pertumbuhannya maupun buahnya. Pembibitan salak dengan tunas akar ini banyak memberikan keuntungan, karena bibit yang didapat sudah dapat ditentukan jenis jantan atau betinanya. Mutu bibit dari tunas akar ini sangat ditentukan oleh pohon induknya. Jika pohon induknya baik, maka dapat dipastikan anak yang diambil akan baik seperti induknya. Sebab prinsip dari perkembangbiakan secara vegetatif ini akan mewariskan sifat-sifat baik atau unggul dari induknya seratus persen. Namun kenyataan selanjutnya di lapangan sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana tanaman itu ditanam.

Pencangkokan ataupun pemisahan tunas akar ini dapat dilakukan pada berbagai umur pohon induk. Cara kerjanya adalah dengan mengerdilkan tunas akar. Tunas akar yang akan dijadikan bibit, daunnya dipangkas, sisakan sekitar 15 cm dari


(46)

pangkal tunas. Kemudian dilakukan pemotongan hubungan antara pohon induk dengan anakan sebesar 75 persen, sisakan sedikit saja. Kemudian pada pangkal tunas akar ini diletakkan kaleng yang telah diisi tanah atau dilakukan penimbunan saja ke pangkal tunas akar. Jika sudah ada tampak tanda-tanda tunas akar telah membentuk akar yang biasanya ditandai dengan kelihatan tumbuh dan segar kembali, maka dilakukan pemutusan hubungan antara pohon induk dengan anaknya. Kemudian anaknya diangkat dan bibit tersebut dapat langsung ditanam di lahan yang telah disiapkan.

Tunas akar hasil pemisahan ini selanjutnya di letakkan di tempat persemaian. Tempatnya juga diusahakan harus yang teduh, terhindar dari penyinaran matahari langsung, karena anakan yang baru pindah sangat peka terhadap sinar matahari.

Pada dasarnya salak dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis tanah yang baik ditanami salak adalh dengan melihat atau memperhatikan pertumbuhan tanaman keluarga palem seperti pinang, rotan, enau/aren, dan kelapa. Jika tanaman tersebut tumbuh baik maka tanaman salak pun dapat tumbuh dengan baik.Tindakan selanjutnya tinggal usaha si petani salak untuk memelihara dan merwatnya sehingga dapat berbuah. Pekerjaan yang perlu diperhatikan dalam melakukan penanaman salak adalah pohon pelindung, jarak tanam, pola tanam, lubang tanam, dan waktu serta cara tanam.


(47)

Tanaman salak mutlak memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon pelindung, pertumbuhan tanaman salak akan terhambat. Tanaman salak yang daunnya tidak terlindung, sering terdapat bercak sinar matahari dan bercak-bercak serangan penyakit bercak-bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi kecil-kecil, warnanya kusam dan terkihat tidak menarik. Pohon pelindung tanaman salak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung permanen.Pohon pelindung sementara adalah pohon pelindung yang sifatnya sementara, sewaktu-waktu bisa dimatikan, dan untuk selanjutnya pohon pelindung permanen yang berperan untuk melindungi pohon slak.Penggunaan pohon pelindung sementara ini ditujukan untuk mengejar waktu penanaman agar tidak terlambat.Pohon pelindung sementara ini juga dapat menambah pendapatan melalui hasil yang diberikannya sebelum tanaman salak menghasilkan. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai pohon pelindung sementara antara lain tanaman pisang, ubi karet, kayu res dan jenis tanaman lainnya yang pertumbuhannya cepat. Sedangkan pohon pelindung permanen adalah pohon pelindung yang berumur panjang dan diharapkan dapat menaungi tanaman salak selama pertumbuhannya.Sebaliknya pohon pelindung ini adalah pohon yang tumbuhnya tinggi, kuat, tidak mudah patah atau roboh dan berumur panjang. Tanaman tahunan yang akan dijadikan pohon pelindung permanen sebaiknya dipilih yang daunnya besar-besar atau dalam bentuk pelepah seperti kelapa, atau tanaman yang daunnya kecil-kecil sekali seperti petai. Hal ini penting diperhatikan, karena daun yang jatuh dapat memberikan pekerjaan tambahan


(48)

bagi petani salak, terutama pekerjaan membersihkan daun-daun yang jatuh di atas bunga atau pelepah. Daun-daun tersebut dapat mengganggu pandangan untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan akan diserbuki. Walaupun demikian jika terpaksa atau ingin juga menanam salak pada lahan yang sudah ada tanaman hortikulturanya dan daunnya berukuran sedang. Penanaman salak ini masih akan menguntungkan, karena pekerjaan pembersihan daun ini tidak sulit.

Jarak tanam salak hendaknya diatur dengan baik, karena jarak tanam akan mempengaruhi gerakan dan pekerjaan kita dalam melakukan pemeliharaan, penyerbukan bunga dan pemanenan. Penentuan jarak tanam salak dibagi dua, yaitu untuk tanaman yang ditanam di kebun yang baru dibuka dan penanaman salak pada lahan yang sudah ada tanaman tahunannya.Dalam hal ini tanaman salak berperan sebagai tanaman sela.Untuk salak yang ditanam di antara tanaman tahunan yang sudah ada, sebagai tanaman sela, jarak tanamnya dibuat mengikuti pola tanaman tahunan yang sudah ada.Pada kondisi ini tidak dapat ditentukan jarak tanamnya yang pasti. Yang perlu diperhatikan adalah menyiapkan dan memperhitungkan jalan yang akan digunakan dalam melakukan pemeliharaannya nanti.Salak yang akan ditanam khusus, jarak tanamnya dapat ditentukan dengan berbagai pilihan, mulai dari 2,5 x 2,5m; 3 x 3 m; 4 x 1 m, atau 4 x 2 m dengan jumlah pohon dua per dua meter. Menurut petani salak yang ada di Parsalakan, system tersebut dinamakan menanam salak dalam bentuk larikan atau lorong. Ada beberapa kelebihan yang diberikan dari


(49)

melakukan penanaman dengan menggunakan lorong ini, antara lain memudahkan dalam :

- melakukan penyerbukan bunga

- pemeliharaan tanaman dan penyiangan rumput-rumputan - melakukan pemanenan

- mengurangi kerebahan tanaman sewaktu ada angin kencang, dan

- penanamannya dapat menggunakan sistem teras, untuk di lahan yang miring

Pemilihan jarak tanam akan menentukan jumlah tanaman yang dapat ditanam dalam satu satuan luas. Jarak tanam dapat mempengaruhi pekerjaan petani salak dalam melakukan pemeliharaan tanaman seperti, melakukan penyerbukan, penyiangan, dan panen. Salak yang ditanam terlalu rapat akan menyebabkan pertumbuhannya kecil, pelepah daunnya mengarah ke atas, dan tanaman akan cepat tinggi serta cepat tua karena persaingan dalam ruang dan unsure hara dalam tanah. Sedangkan jarak tanaman yang terlalu jarang akan menambah pekerjaan penyiangan dan kemungkinan mudah roboh bila diterpa angin kencang.Setelah itu dibuat pula pembuatan lubang tanam yang bertujuan untuk memberikan kesempatan akar tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna. Pembuatan lubang untuk menanam salak dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama adalah dengan menggunakan tugal dan yang kedua adalah membuat lubang tanaman seperti yang lazim dilakukan.Dalam melakukan pembuatan lubang tanam ini para petani salak yang ada di Parsalakan mengerjakannya sesuai kondisi lahan yang dimilikinya.Jika lahannya berada dalam kondisi yang miring dan banyak gangguan


(50)

hama babi maka pola pembuatan lubang tanam dengan tugal adalah cara yang tepat dikerjakan. Akan tetapi yang biasanya dikerjakan oleh petani salak adalah pembuatan lubang tanam dengan cangkul karena lebih mudah dan lebih efisien.Pembuatan lubang tanam dengan tugal dapat dilakukan untuk lahan yang memiliki kesuburan tinggi.Pelaksanaannya terdiri dari persiapan dan pembersihan lahan, kemudian menetapkan jarak tanam.Setelah ditentukan jarak tanamnya maka dapat dilakukan pembuatan lubang dengan tugal.Penanaman dengan tugal biasanya dilakukan untuk menanam bibit yang berasal dari biji, atau bibit yang baru berumur 2-6 bulan.Penanaman dengan pola ini, maka pupuk kandang diberikan setelah bibit tumbuh, biasanya 2-4 minggu setelah tanam. Sedangkan pembuatan lubang tanam dengan cangkul, caranya sama dengan lubang tanam yang umum dilakukan. Besar dan dalamnya lubang berkisar antara 30 x 30 x 30 cm sampai 40 x 40 x 40 cm. Ke dalam lubang tanam ini dimasukkan pupuk kandang atau kompos dengan perbandingan 1: 1 antara tanah dan pupuk. Pemilihan pembuatan lubang ini lebih ditujukan untuk penanaman bibit yang berasal dari anakan atau tunas akar, namun dapat juga ditujukan untuk bibit yang berasal dari biji.

Pola penanaman salak dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama secara tumpang sari, yaitu menanam salak sebagai tanaman utama bersama dengan tanaman lainnya sebagai tanaman kedua yang sekaligus berfungsi sebagai pohon pelindung.Cara yang kedua adalah menanam salak di antara tanaman tahunan yang sudah ada, dan disini tanaman salak berperan sebagai tanaman sela.Tetapi fungsinya


(51)

bisa menjadi tanaman utama jika pengusahaannya ditujukan ke tanaman salak.Dalam hal ini tanaman yang ada sebelumnya diharapkan perannya hanya sebagai pelindung, dan hasil yang diberikannya bukan merupakan prioritas utama.

Pola penanaman salak yang lazim dilakukan oleh petani salak yang ada di Parsalakan adalah dengan pola penanaman secara tumpang sari, sebab penanaman dengan pola itu memberikan banyak keuntungan, karena hasil yang didapat dari luasan tanah yang diusahakan menjadi ganda. Pada pola tanam tumpang sari, biasanya penanaman salak dilakukan dengan serentak dengan penanaman pohon pelindung permanen.Pada pola ini diperlukan juga penanaman pohon pelindung sementara untuk melindungi tanaman salak sebelum pohon pelindung permanen berperan.Sedangkan pola penanaman salak sebagai tanaman sela dilakukan pada lahan yang sudah ada tanaman tahunannya.Pada pola penanaman ini pohon pelindung tidak menjadi masalah, karena sudah ada. Tanaman tahunan yang akan dijadikan pohon pelindung ini yang penting adalah pohonnya lebih tinggi dari tanaman salak dan dapat berfungsi sebagai pelindung. Untuk penanaman salaknya, masalah jarak tanamnya cukup dengan memperkirakan jarak tanamnya yang menurut perhitungan tidak menyulitkan gerak petani salak pada waktu melakukan pemeliharaan, penyerbukan bunga, panen salaknya serta pekerjaan pemanen terhadap hasil yang diberikan oleh pohon pelindung.

Waktu melakukan penanaman salak sebaiknya dilakukan pada saat awal musim hujan, demikian juga halnya dengan penanaman pohon pelindung permanen


(52)

dan pohon pelindung sementara.Pohon pelindung sebagai peneduhnya harus sudah siap sebelum tanaman salak ditanam, dengan harapan tanaman pelindung tersebut dapat menaungi tanaman salak yang baru ditanam.Bila pohon pelindung sementaranya cepat tumbuh, maka penanamannya dapat dilakukan serentak dengan tanaman salak.

3.4 Pemeliharaan Tanaman Salak

Pemeliharaan pada tanaman salak merupakan suatu tahapan kerja yang sangat penting untuk mendapatkan panen buah salak. Proses penyerbukan bunga tanaman salak memerlukan bantuan manusia. Pemeliharaan tanaman salak meliputi penyiangan, pemupukan, pemotongan pelepah dan tunas akar, penyerbukan bunga, perawatan buah, pembumbunan, peremajaan dan pengendalian hama dan penyakit.

Untuk salak yang ditanam sebagai tanaman sela, dimana pohon pelindungnya sudah rindang, penyiangan tidak terlalu menjadi masalah.Tetapi untuk tanaman salak yang ditanam pada pola tumpang sari di lahan baru, penyiangan merupakan hal yang harus diperhatikan karena lahan yang baru masih terbuka dan dapat ditumbuhi berbagai jenis rumput liar dan dapat menjadi pesaing bagi tanaman salak. Pada kondisi tertentu, penyiangan bisa tidak perlu dilakukan di lahan yang baru ditanami salak, bahkan mungkin dianjurkan untuk tidak menyiangi rumputnya, terutama pada daerah yang sering mendapat gangguan hama babi seperti Parsalakan. Pada kondisi


(53)

demikian yang penting adalah memberikan pupuk ke tanaman salak dengan intensif sehingga pertumbuhannya tetap baik. Berdasarkan pengalaman para petani salak yang ada di Parsalakan, jika dilakukan penyiangan di sekitar tanaman salak yang baru di tanam ini, maka tanaman salak akan terbongkar atau tercabutoleh babi. Dalam melakukan penyiangan harus hati-hati, sebab penggunaan alat penyiang seperti cangkul dan sabit dapat merusak akar tanaman salak, karena perakaran salak dangkal.

Langkah kedua dalam pemeliharaan tanaman salak adalah pemupukan. Pada tanah yang subur sekalipun , pemupukan dalam jumlah yang sedikit saja tetap memberikan hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan yang tidak dipupuk. Pupuk kandang atau kompos serta pupuk buatan pabrik dapat digunakan untuk tanaman salak.Pupuk kandang dianjurkan digunakan pada tanah-tanah yang kurang subur atau teksturnya keras, karena pupuk yang diberikan selain dapat menambah kesuburan tanaman juga dapat memperbaiki tekstur tanah.

Petani salak yang ada di Parsalakan pada umumnya memberikan pupuk kandang pada tanaman salaknya.Sebab pemberian pupuk dengan pupuk kandang lebih mudah dan lebih efisien, karena hanya berasal dari kotoran kerbau atau sapi.Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar dilakukan pada saat awal sebelum penanaman salak.Caranya dengan membuat lubang tanaman, kemudian lubang diisi dengan pupuk kandang sebanyak 1 kaleng mentega 2 kg.lubang kemudian ditutup kembali dengan tanah, dan biarkan 1-2 bulan. Untuk penanaman yang dilakukan dengan tugal, maka tinggal dibuatkan saja lubang dengan tugal di


(54)

tempat lubang yang tertutup ini.Bila penanamannya dengan membuat lubang seperti yang lazim dilakukan, maka lubang ini digali kembali kemudian ditanamkan langsung ke salaknya.Pemberian pupuk kandang ke tanaman yang telah berumur 1-3 tahun adalah dengan menumpukkan pupuk dekat pangkal batang.Peletakkan pupuk dipindah-pindah antara sebelah kiri dan kanan pada setiap kali memupuk.Untuk tanaman yang telah berumur 4 tahun atau lebih, pupuk kandang yang diberikan diletakkan di tengah-tengah barisan salak atau gang.Tempat ini merupakan tempat penumpukan sisa-sisa potongan pelepah dan rumput. Peletakan pupuk ini mempunyai dua maksud, selain sebagai pupuk juga untuk merangsang sang mikroorganisme yang berperan sebagai perurai, sehingga dapat mempercepat proses pelapukan tumpukan pelepah daun atau sampah tersebut.

Pada saat-saat musim kemarau di Parsalakan, untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman salak, selain pemberian pupuk kandang juga mereka membuat tanah bakaran hasil api unggun yang dibakar di tengah-tengah kebun salak. Abunya tersebut kemudian di buat ke bagian batang pangkal salak.Pemberian bahan ini dapat menambah kesuburan tanah dan dapat menahan air pada saat musim kemarau.Penambahan abu tersebut dapat dapat menghemat tenaga untuk menyiram tanaman.

Setelah itu, penyerbukan bunga salak merupakan hal yang sangat menentukan panen salak.Umumnya tanaman salak penyerbukan bunganya dibantu oleh manusia.Jika tidak maka salak itu tidak akan pernah berbuah. Meskipun ada jenis


(55)

salak tertentu yang dapat berbuah dengan baik tanpa dibantu penyerbukannya oleh manusia. Tetapi akan lebih baik dan sempurna hasilnya bila penyerbukan bunganya dibantu. Penyerbukan bunga salak caranya mudah, potong bunga salak jantan kemudian diambil dan ditempelkan atau diletakkan di atas bunga salak betina. Syarat melakukan penyerbukan ini, bunga jantan dan betina harus berada pada keadaan mekar sempurna dan segar. Jika bunga belum mekar benar atau telah lewat mekar maka penyerbukan tidak akan berhasil. Lamanya bunga salak jantan mekar lebih singkat daripada bunga betina. Waktu mekarnya bunga betina sampai 2 hari, sedang bunga jantan hanya sehari.Tanda-tanda bunga jantan yang mekar yang siap untuk menyerbuki bunga betina adalah : bunga telah mekar semua dalam satu tongkol, segar dan pada bunga terdapat serbuk sari berwarna kuning-kuning kemerahan. Serbuk sari yang ada berfungsi sebagai penyerbuk.Jika bunga jantan sudah tidak menunjukkan kesegaran, serbuk sarinya kering dan tampak layu, maka bunga tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk menyerbuki bunga betina.Tanda-tanda bunga betina mekar dan siap untuk diserbuki bunga jantan adalah : berwarna merah, cerah dan segar. Untuk bunga-bunga yang berada di tempat terlindung kadang-kadang berwarna sedikit keputih-putihan. Jika warna bunga sudah merah tua mengarah kehitam-hitaman berarti bunga tersebut sudah terlambat diserbuki, dan kalaupun diserbuki biasanya tidak akan menghasilkan putik atau buah.Setelah melakukan penyerbukan yang harus diperhatikan adalah memperhatikan keadaan lingkungan.Bunga betina


(56)

harus tetap terlindung dan aman dari curah hujan maupun penyinaran sinar matahari sampai berbentuk putik.Biasanya putik terbentuk sebulan setelah penyerbukan.

Bunga yang hasil penyerbukannya berhasil dapat dilihat 2 minggu setelah penyerbukan. Keberhasilan ini ditandai dengan tandan bunga yang segar, bernas dan

berwarna hitam cerah. Putik buah baru kelihatan setelah sebulan

penyerbukan.Perlakuan yang diberikan pada pemeliharaan buah adalah mengurangi jumlah buah dalam tandan untuk mendapatkan hasil panen yang baik, yaitu buah-buah yang ukurannya besar dan baik bentuknya.Pengurangan jumlah buah-buah dapat dilakukan sebanyak 3 kali.Pertama dilakukan pada saat buah berumur bulan, yang kedua dilakukan pada saat buah berumur 4 bulan lebih, dan yang ketiga dilakukan pada saat buah berumur 5 bulan. Pengurangan buah tahap ketiga ini akan memacu buah untuk membesar dengan cepat terutama pada musim hujan. Pekerjaan ini sangat menguntungkan dari sudut hasil panen, karena buah yang besar di samping harga jualnya tinggi juga mudah memasarkannya.Cara mengurangi buah pada tahap ketiga ini ada dua. Pertama, mengambil buah yang kecil-kecil agar buah yang besar bertambah besar lagi dan kedua, mengambil buah yang besar-besar agar buah yang kecil akan bertambah besar, pemilihan ini tergantung pada tujuan pengurangan buah.

Setalah pemeliharaan buah, langkah selanjutnya yaitu,

pembumbunan.Pekerjaan pembumbunan dilakukan untuk menutupi akar yang tumbuh di bagian pangkal batang yang berada di atas tanah.Pada pohon yang berumur 10 tahun lebih dapat terlihat akar-akar ini.Untuk menjaga pertumbuhan


(57)

tanaman agar tetap tumbuh baik, maka akar-akar yang muncul ini sebaiknya ditimbun dengan tanah.Tanah yang digunakan untuk membumbun sebaiknya mengandung humus.Dari dalam kebun biasanya tanah diambilkan dari tengah barisan tempat penumpukan pelepah dan peletakan pupuk kandang.

Tahap selanjutnya, yaitu peremajaan.Tanaman salak umur produksinya panjang, bisa mencapai 50 tahun lebih.Tetapi sebaiknya sebelum umur tersebut tanaman sudah selayaknya dilakukan peremajaan.Peremajaan tanaman salak dapat dilakukan dengan menanam tanaman salak yang baru atau memanfaatkan tanaman lama yang diremajakan kembali. Untuk peremajaan dengan tanaman baru, pekerjaannya sama seperti membuka kebun baru. Yang perlu diperhatikan adalah persiapan bibit, jarak tanam dan pembuatan lubang tanam.Untuk pohon pelindung bisa menggunakan pohon pelindung yang sudah ada.

Dan yang terakhir adalah pengendalian hama. Hama yang sering mengganggu tanaman salak yang ada di Parsalakan yaitu babi.Tanaman babi sering membongkar bibit salak yang baru ditanam. Hal tersebut biasa dilakukan babi karena babi tersebut melihat tempat yang agak bersih, gembur di sekitar tanaman salak, dikiranya disitu banyak cacing, maka babi tersebut akan mengorek-ngorek cacing di situ, dan akan menyebabkan tanaman salak terbongkar. Umumnya kebun salak yang berumur 1-2 tahun dan banyak rumputnya lebih aman dari gangguan babi, dibandingkan dengan kebun yang bersih. Satu-satunya cara untuk menangkal hama babi ini adalah dengan membuat pagar disekitar tanaman yang baru tersebut.


(58)

3.5 Panen dan Pemasaran.

Tanaman salak umumnya berbunga pada umur 3-4 tahun.Lamanya waktu dari setelah penyerbukan bunga sampai menjadi buah yang siap dipanen 6 bulan. Berdasarkan perhitungan ini, tanaman salak baru dapat dipanen pada umur 3-3,5 tahun setelah tanam untuk bibit yanag berasal dari dari biji atau 2 tahun untuk bibit yang berasal dari tunas akar. Cara panen dan umur buah saat dipanen akan mempengaruhi kualitas buah dan lamanya ketahanan buah disimpan.

Kriteria buah yang siap dipanen dapat ditentukan melalui umur buah atau dengan memperhatikan penampakan buah. Untuk cara kedua yang memperhatikan penampakan buah hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah berpengalaman di kebun salak. Menurut petani salak yang ada di Parsalakan, buah salak yang baik dan siap dipanen itu mempunyai kriteria yaitu jika buahnya mudah dicabut dari tandan salak maka buah tersebut sudah matang.Sedangkan kriteria panen berdasarkan umur buah dapat dilakukan oleh siapa saja, asal umurnya jelas. Untuk mendapatkan buah yang pasti baik dan memuaskan, sebaiknya buah yang akan dipanen dicicipi dahulu rasanya, bila rasa satu buah manis, maka bisa dipastikan buah satu tandan itu akan manis.

Kriteria panen buah yang didasarkan pada penampakan kulit buah seperti kulit buah yang bersinar, mengilap, dan sisik-sisik kulit buah melebar serta duri-duri pada kulit buah tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan buah matang.Karena


(59)

beragamnya jenis salak dengan dengan warna kulit yang beragam pula.Sehingga kriteria warna kulit tersebut di atas dan warna yang ada pada masing-masing buah seperti merah, coklat tua, kuning kehijauan, coklat kehitaman dan sebagainya tidak dapat dijadikan tanda yang baik untuk menentukan buah matang dan siap dipanen. Untuk buah yang akan dibawa ke tempat lain yang jauh dan membutuhkan waktu

yang lama dalam perjalanan, sebaiknya buah dipanen pada umur 51/2 bulan sudah

enak cuma masih terasa masamnya, sedang buah yang berumur 6 bulan sudah matang

betul. Buah yang dipanen pada umur 51/2 bulan dapat disimpan sampai 10 hari, dan

buah yang dipanen pada umur 6 bulan hanya tahan disimpan 3-4 hari.

Pemanenan buah salak dapat dilakukan dengan memotong tandan buah atau bertahap diambil satu persatu. Pemotongan tandan lebih dianjurkan untuk buah yang akan dibawa jauh, sebab buah yang bertandan akan lebih tahan disimpan. Buah yang akan dipasarkan untuk pemenuhan kebutuhan lokal sebaiknya permanenan dilakukan secara bertahap. Pada panen bertahap buah dipetik satu persatu, dan dilakukan sampai 3 kali pemetikan. Melalui panen bertahap ini akan didapat buah berkualitas baik, karena ukurannya lebih besar maka nilai atau harga jualnya meningkat. Pada keadaan tertentu kulit buah salak sering pecah-pecah. Secara umum buah pecah ini menandakan ia sudah tua dan siap dipanen. Kriteria pecah tidak dapat dijadikan tanda bahwa buah itu matang dan siap dipanen, karena kulit buah dapat dipecah oleh pengaruh lingkungan, yaitu pada keadaan cuaca panas dan lembap.Biasanya buah banyak yang pecah-pecah setelah terjadi hujan panas, buah pecah ini juga bisa terjadi


(60)

karena ketidakseimbangan pupuk.Oleh karena itu, petani salak harus mampu membedakan buah pecah yang sudah matang dengan buah pecah karena lingkungan.Secara umum dapat dibedakan dengan memperhatikan ukuran buah dan warna buah serta letak buah pada pohon.

Cara panen buah salak dapat dilakukan dalam tiga tahap.Tahap pertama

dilakukan pada saat buah berumur 4 bulan lebih, buah yang diambil sebanyak ¼

bagian dari keseluruhan buah dalam tandan.Buah panen tahap ini biasanya dijadikan asinan berkulit.Panen tahap kedua dilakukan pada buah berumur 5 bulan atau lebih,

buah diambil ¼ sampai ½ nya dari jumlah buah yang ada dalam tandan.Buah panen

kedua bisa juga dibuat asinan atau untuk dibawa ke tempat yang jauh.Panen tahap ketiga dilakukan pada buah berumur 6 bulan.Saat panen ini buah sudah benar-benar matang dan tidak tahan lama.Buah salak yang sudah dipanen, dipisah-pisahkan menurut umur panen, ukuran buah, serta rupa buah. Buah salak yang paling baik mutunya adalah buah salak yang ukurannya relatif besar, umur panennya 6 bulan dan rasanya manis. Buah yang demikian biasanya diekspor ke luar negeri.

Pemasaran merupakan suatu tindakan yang paling menentukan suatu usaha yang akan didapat. Makin terbuka luas pasar, maka akan semakin banyak jumlah produk yang dapat dipasarkan. Dalam pemasaran salak ini, para petani salak sangat terbantu dengan kehadiran tauke salak yang hadir di Parsalakan.Para petani salak harus menjalin hubungan yang baik dengan tauke, begitu juga sebaliknya tauke juga perlu membangun relasi yang baik juga dengan petani salak, sebab keduanya


(61)

sama-sama saling membutuhkan.Masyarakat membutuhkan tauke untuk pemasaran hasil pertanian mereka dan tauke membutuhkan hasil pertanian dari masyarakat untuk melancarkan usaha mereka. Selain itu, dengan adanya tauke ini maka akan semakin mempermudah pendistribusian salak ke daerah yang ada di Sumatera Utara, seperti Pematang Siantar, Balige, Brastagi,Medan, Kabanjahe hingga ke daerah-daerah luar provinsi Sumatera Utara seperti Padang, Pekanbaru, Jambi, Aceh dan kota lainnya.

Para petani salak biasanya setiap hari memeriksa pohon salaknya.Pemetikan buah dilakukan setelah embun di pagi hari hilang, sekitar pukul 09.00 pagi.Buah yang telah dipetik dihamparkan di tempat yang udaranya kering dan dialasi tikar.Buah ini dibiarkan sekitar lebih kurang 24 jam, setelah itu baru buah salak dimasukkan ke dalam pembungkus atau karung.Pembungkus atau karung tersebut biasanya isinya kira-kira mencapai 24-26 kg.setelah itu mereka membawanya ke rumah.

Pemasaran salak ini sebenarnya cukup mudah, karena si petani salak mempunyai banyak opsi untuk menjual salaknya.Cara yang mudah salak tersebut biasanya dijual ke tauke melalui agen-agen yang dikirimnya ke Parsalakan untuk membeli salak.Misalnya ada satu tauke yang ada di Parsalakan bernama tauke MSH. Setiap sore hari tauke tersebut mengirim truknya ke Parsalakan, ketika telah sampai di Parsalakan biasanya para petani salak sudah mempersiapkan karungnya di depan rumahnya untuk segera diangkut oleh pekerja tauke tersebut ke dalam truk mereka. Banyaknya karung salak yang hendak dijual tergantung kemampuan si petani salak tersebut.Biasanya ada yang 1 karung bahkan ada yang hingga 10 karung. Selain


(1)

Lampiran 10


(2)

Lampiran 11


(3)

Lampiran 12


(4)

Lampiran 13


(5)

Lampiran 14


(6)

Lampiran 15

BADAN PUSAT STATISTIK