BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Dasar - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Sanitasi Dasar

  Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Upaya sanitasi dasar meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran (jamban), saluran pembuangan air limbah, dan sarana tempat pembuangan sampah (Azwar,1995).

  Menurut Ehler dan Steele (1958) sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut.

  2.2. Kesehatan Masyarakat

  Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan masyarakat adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan.

  Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

  Kesehatan masyarakat adalah kesatuan unit praktek kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pengembangan dan peningkatan kemampuan hidup sehat bagi pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) menggunakan konsep dan keterampilan dan praktek kesehatan masyarakat (Freeman) (Syafrudi, 2009). berjalan sampai pada awal abad ke-20, Winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni: mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui usaha-usaha pengorganisasi masyarakat untuk (Notoatmodjo, 2007):

  1. Perbaikan sanitasi lingkungan 2.

  Pemberantasan penyakit-penyakit menular 3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan.

  4. Pengorganisasi pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.

  5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.

2.3. Pengertian Jamban Keluarga

  Jamban merupakan salah satu fasilitas sanitasi dasar yang dibutuhkan dalam setiap rumah untuk mendukung kesehatan penghuninya sebagai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkanya (Pruverawati, 2012).

  Selain itu menurut Madjid (2009), jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus.

  Sedangkan menurut Kusnoputranto (2005), Jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran penyakit serta tidak mengotori permukaan.

  Menurut Chandra (2007), Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia karena jamban dapat mencegah berkembangbiaknya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja tidak baik sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah atau menjadi sumber infeksi dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan karena penyakit yang tergolong water born disease seperti diare, kolera dan kulit akan mudah berjangkit.

2.3.1. Jenis-jenis Jamban Keluarga

  Jamban yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau dan memiliki kebutuhan air yang tercukupi. Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya, yaitu:

1. Jamban Cemplung

  Bentuk jamban ini adalah paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gagguan karena baunya.

  2. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh saluran miring ketempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis diatas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin (A)

  (B) (C)

Gambar 2.1 : Jenis-jenis jamban seperti Leher Angsa, Cemplung dan Plengsengan.

  3. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

  4. Angsatrine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.

  Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran.

Gambar 2.2 : Jenis Jamban diatas Balong (Empang)

  Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

  a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong tersebut tidak boleh kering.

  c. Balong hendaknya cukup luas

  d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air

  e. Ikan dari balong tersebut jangan di konsumsi

  f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter

  g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

Gambar 2.3 : Jenis jamban Leher angsa yang mempunyai 2 septic tank

  6. Jamban Septic Tank

Gambar 2.4 : Jamban yang memiliki septic tank dengan sumur resapan air Septic tank berasal dari kata septic yang berarti pembusukan secara anaerobic.

  Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang) sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu: b. Lapisan ciar

  c. Lapisan endapan Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

  1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu : a. Jamban cubluk, bila kotoranya dibuang ketanah

  b. Jamban empang, bila kotorannya dilairkan ke empang

  2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:

  a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas galian penampungan kotoran.

  b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan kotoran.

  Menurut Pruverawati (2012), cara memilih jenis jamban yang baik adalah:

  1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air

  2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk

  a. Daerah yang cukup air

  b. Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan “multiplelatrine” yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban (suatu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban.) kurang lebih 60 cm permukaan air pasang.

2.3.2. Syarat Jamban Sehat

  Menurut Depkes RI (2004), jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

  2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

  3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.

  4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

  5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.

  6. Cukup penerangan 7.

  Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik 9. Tersedia air dan alat pembersih.

  Sedangkan menurut Menurut Depkes RI (2007), jamban yang memenuhi syarat adalah:

  1. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air permukaan 2.

  Cukup terang 3. Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, lipan, dan kecoa) 4. Selalu dibersihkan agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap 5. Cukup lobang angin.

  Tidak menimbulkan kecelakaan.

  Menurut Arifin dan abdullah (2010) ada tujuh syarat

  • –syarat jamban sehat yaitu:

  1. Tidak mencemari air

  a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester

  b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

  c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada permukaan sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

  2. Tidak mencemari tanah permukaan Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotoranya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

  3. Bebas dari serangga a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.

  Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.

  b. Ruang jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainya d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

  e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung

  4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan digunakan

  b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik

  5. Aman digunakan oleh pemakainya. Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lainnya.

  6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan pada pemakainya

  a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran

  b. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lainya kesaluran kotoran karena dapat menyumbat saluran c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

  7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

  a. Jamban harus berdinding dan berpintu

  b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehinggga pemakainya terhindar dari hujan dan panas. (Abdullah,2010).

  Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

  2. Tidak mengotori air permukaaan di sekitarnya

  3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

  4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan binatang- binatang lainya

  5. Tidak menimbulkan bau

  6. Mudah digunakan dan dipelihara

  7. Sederhana desainnya

  8. Murah Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki: a. Rumah jamban Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.

  Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.

  b. Lantai jamban Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban.

  c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

  d. closet (lubang tempat feces masuk)

  e. Pit (sumur penampung feces) mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja f. Bidang resapan Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

2.3.3. Prinsip Pembuangan Kotoran

  Pembuangan kotoran, polusi tanah dan sifat-sifat tanah adalah merupakan subjek yang memiliki hubungan erat. Oleh karena itu,penelitian terhadap tanah dan prosesbiologi dan kimia yang berlangsung di dalamnya adalah merupakan hal sangat perlu untuk dapat memahami pembuangan limbah dan kotoran yang dapat saja menjadi pencemaran tanah yang dapat menimbulkan bahaya, berbagai jenis filter dimana limbah kadangkala diolah agar tetap berada dalam kondisi yang stabil dan tidak mengalami pembusukan bukan sesuatu yang lebih dari usaha untuk menduplikasikan kondisi tanah dalam suatu cara dimana proses reduksinya dapat terkontrol Hampir semua bakteri di tanah adalah saprofit yaitu hidup pada bahan organik yang sudah mati. Kondisi tanah ini tidak mendukung untuk perbanyakan organisme patogen dan bahkan eksistensinya didalam tanah untuk lama waktu tertentu. Ini tentu berkaitan dengan suhu dan kondisi kelembaban dan juga sejumlah saprofit. Jumlah bakteri mengalami penurunan yang cukup besar seiring dengan kedalaman tanah,kedalaman hingga 4-6 kaki dengan sedikit atau tanpa aktifitas bakteri,dan tanah yang steril adalah pada kedalaman 10-12 kaki bila tidak ada celah dan lubang.

  Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit 2.

  Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman 3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit 4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

2.3.5. Pemeliharaan Jamban Keluarga

  Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI (2004) adalah sebagai berikut:

  1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering 2.

  Di sekeliling jamban tidak ada genangan air 3. Tidak ada sampah berserakanan 4. Rumah jamban dalam keadaan baik 5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada 7. Tersedia alat pembersih 8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki

  Menurut Depkes RI (2007), dalam menjaga jamban tetap sehat dan bersih kegiatan keluarga yang dapat dilakukan adalah:

  1. Bersihkan dinding, lantai dan pintu ruang jamban secara teratur 2.

  Bersihkan jamban secara rutin

  Cuci dan bersihkan tempat duduk (jika ada) dengan menggunakan sabun dan air bersih

4. Perbaiki setiap celah, retak pada dinding, lantai dan pintu 5.

  Jangan membuang sampah di lantai 6. Selalu sediakan sabun untuk mencuci tangan 7. Yakinkan bahwa ruangan jamban ada ventilasinya 8. Tutup lubang ventilasi jamban dengan kasa anti lalat 9. Beritahukan pada anak-anak cara menggunakan jamban yang benar 10.

  Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir setelah menggunakan jamban

2.3.6. Transmisi Penyakit dari Tinja

  Menurut Depkes RI (2004), jalur penularan penyakit dari tinja atau kotoran manusia sebagai sumber penyakit melalui mulut sehingga menjadi sakit dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat mencemari tangan, air, tanah, atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya yang menghinggapinya.

  2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum oleh manusia.

  3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan, demikian juga yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut. dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga kuman penyakit dapat mencemari makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

  5. Melalui lalat atau serangga lainnya kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap dimakanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

  Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana pembuangan tinja atau membuang tinja disembarang tempat di mana tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak langsung dengan mulut manusia.

2.4. Personal Hygiene

2.4.1. Pengertian Personal hygiene

  Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.

  Personal Hygiene adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Direja, 2011).

  Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya

  perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan ( Potter, 2005).

2.4.2. Jenis-jenis Personal hygiene

  Kebersihan perorangan meliputi : a. Kebersihan kulit

  Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya.

  Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan seperti : 1.

  Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri 2. Mandi minimal 2 kali sehari 3. Mandi memakai sabun 4. Menjaga kebersihan pakaian 5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah 6. Menjaga kebersihan lingkungan.

  b.

  Kebersihan rambut Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu.

  Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.

3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

  c.

  Kebersihan gigi Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah : 1.

  Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan 2. Memakai sikat gigi sendiri 3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi 4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi 5. Memeriksa gigi secara teratur d. Kebersihan mata

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah : 1. Membaca di tempat yang terang 2.

  Memakan makanan yang bergizi 3. Istirahat yang cukup dan teratur 4. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan) 5. Memlihara kebersihan lingkungan.

  e.

  Kebersihan telinga Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah : 1. Membersihkan telinga secara teratur 2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.

3. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

  terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

  Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Membersihkan tangan sebelum makan 2.

  Memotong kuku secara teratur 3. Membersihkan lingkungan 4. Mencuci kaki sebelum tidur

  Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah : 1. Kebersihan kulit 2.

  Kebersihan tangan, kaki dan kuku 3. Kebersihan rambut

2.4.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

  Menurut Depkes (2000) Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 1.

  Citra tubuh ( Body Image) Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2. Praktik Sosial

  akan terjadi perubahan pola personal hygiene .

  3. Status Sosial Ekonomi

  Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

  4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

  5. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

  6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain

  • – lain.

  7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

2.5. Teori Perilaku

  Menurut Benyamin Blum perilaku terdiri dari 3 aspek yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan tindakan (psikomotor). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, setelah dilakukan penginderaan pada objek yakni dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. Sikap merupakan respon menjadi perbuatan nyata.

  Realitanya perilaku bisa diartikan sebagai respon seseorang pada rangsangan di luar subjek. Respon ini ada 2 bentuk yaitu:

1. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat orang lain seperti berfikir, memberi tanggapan, dll.

  2. Bentuk aktif adalah bila perilaku itu dapat di observasi secara langsung seperti kebiasaan penduduk membuang sampah sembarangan, tidak mencuci tangan sebulum makan, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).

2.5.1. Komponen Perilaku 1.

  Pengetahuan (Knowledge) Hasil pengetahuan setelah dilakukan penginderaan pada suatu obyek yakni indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Ada 6 tingkat pengetahuan:

  a. Tahu (Know) berarti ingat materi sebelumnya secara benar

  b. Memahami (comprehension) artinya mampu menjelaskan objek yang diketahui dan bisa menginterpretasikan materi dengan benar c. Aplikasi (apliction) berarti mampu memakai materi yang dipelajari dari situasi sebenarnya d. Analisis (Analysis) berarti mampu menjabarkan materi pada komponen, tetapi dalam struktur organisasi yang masih berkaitan e. Sintesis (synthesis) berarti mampu menghubungkan bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru

2. Sikap (attitude)

  Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Berdasarkan penelitian Junaidi (2002) ada hubungan antara sikap dengan kepemilikan jamban keluarga.

2.6. Diare

2.6.1. Pengertian Diare

  Menurut World Health Organization (1999), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.

  Diare ( inggris = diarrhea) atau dalam bahasa sehari-hari disebut menceret adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus menerus dan tinja atau feses nya memiliki kandungan air berlebihan. Diare dapat pula didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak berbentuk atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Zulkoni,2011).

  Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, dan frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Kemudian menurut syafruddin dkk (2011) diare adalah penyakit yang ditandai dengan tinja yang lembek dan cair, seringkali disertai kejang perut. kronis yang ditandai oleh peningkatan frekuensi, keenceran atau volume gerakan usus. Secara umum, diare dapat berkembang akibat infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit, perubahan flora usus atau transit usus, gangguan penyerapan atau malabsorpsi, alergi makanan, makan buah segar berlebihan, keracunan makanan non bakteri, ketidakmampuan mentolerir laktosa dan gula lainya, konsusmsi obat tertentu atau logam berat, dan gangguan pembedahan seperti vagotomi, gastroileostomi.

  Demikian juga diare adalah memperlihatkan keadaan dari beberapa kelainan seperti penyakit Chrons, sindrome usus meradang, penyakit pankreas penyakit atau gangguan metabolisme.

2.6.2. Klasifikasi Diare

  Menurut Suraatmaja (2010), penyakit diare dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu diare akut dan diare kronik

  a. Diare Akut

  Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Biasanya diare ini berlangsung selama kurang dari 14 hari.

  b. Diare Kronik

  Diare kronik adalah diare yang berlanjut selama 2 minggu atau lebih (>14 hari), dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.

  Diare kronik kemudian dibagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain 1. Diare persisten , yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (> 14 hari) dengan tinja cair dan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.

  3. Diare intraktabel, merupakan diare yang dalam waktu singkat (misalnya 1-3 bulan) dapat timbul berulang kali.

  4. Prolonged diare, adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.

  5. Chronic non Spesific diarrhea, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorpsi.

  2.6.3. Patofisiologi

  Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare.

  Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

  Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila persitaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yanng selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

  2.6.4. Etiologi obat-obatan dan juga faktor psikis. Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian diare berdasarkan proses patofisiologis enteric infection, yaitu membagi diare atas mekanisme inflammatory, non inflammatory dan penetrating (Zein, 2011).

  Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan: 1. Akibat bakteri 2.

  Akibat virus 3. Malabsorsi 4. Alergi 5. Keracunan

2.6.5. Gejala dan Tanda Diare

  Menurut Hossain dan Gupta (2002) gambaran klinis pasien mengalami peningkatan frekuensi, keenceran atau volume tinja yang dikeluarkan dibandingkan dengan pola yang biasa. Tinja dapat bersifat terlalu encer atau mengandung darah, lendir, nanah atau kelebihan bahan berlemak. Kondisi ini tentu dapat mengakibatkan dehidrasi, hilangnya elektrolit, shock dan kolaps sebagai komplikasi yang ditimbulkan.

  Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai mual dan muntah. Tetapi gejala lainya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung, dan perut berbunyi (Zulkoni,2011)

  Menurut Widoyono (2008) beberapa gejala dan tanda diare antara lain :

  1. Gejala umum b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

  c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

  d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

  2. Gejala spesifik

  a. Vibrio Cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.

  Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan,

  1. Dehidrasi Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau berat.

  2. gangguan sirkulasi Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah.

  3. Gangguan asam-basa Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.

  4. Hipoglikemia( kadar gula darah rendah) Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.

  5. Gangguan gizi Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makana dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi)

  Menurut Zein (2011), penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi.

  a. Diare akibat infeksi Diare infeksi dapat disebabkan oleh :

  1. Virus Virus merupakan penyebab diare terbanyak pada anak ( 70

  • – 80% ). Beberapa virus penyebab diare adalah

  a) Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia. Serotype 3 dan 4 terdapat pada hewan dan manusia. Dan serotype 5, 6 dan 7 hanya didapati pada hewan.

  b) Norwalk virus ; dapat terdapat pada semua usia, umumnya akibat foodborne atau waterborne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan dari orang ke orang.

  c) Astrovirus, dapat dijumpai pada anak-anak dan dewasa

  d) Adenovirus (tipe 40, 41)

  e) Small bowel structured virus

  f) Cytomegalovirus

  2. Bakteri Beberapa bakteri penyebab diare adalah :

   Enterotoxigenic E.coli (ETEC)

  Bakteri ini mempunyai dua virulensi yang penting, yaitu faktor kolonisasai yang menyebabkan bakteri ini melekat pada eritrosit pada usus halus, dan

  

enterotoksin heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan

  dan eletrolit yang menghailkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan pada brush border atau menginvasi mukosa.

  b) Enterophatogenic E.coli (EPEC)

  Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan bakteri ini belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membran mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbs dan aktifitas disakaridase.

  c) Enteroaggregative E.coli (EAggEC)

  Sifat bakteri ini adalah melekat pada usus halus dan dapat menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Begaimana terjadinya diare oleh bakteri ini belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.

  d) Enteroinvasisve E.coli (EIEC)

  Bakteri ini secara serologi dan biokimia mirip dengan shigella. Seperti shigella, bakteri EIEC dapat melakukan penetrasi dan multifikasi di dalam sel epitel kolon.

  e) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC)

  EHEC mampu memroduksi verocytoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga

Shiga-like toxin yang dapat menimbulkan edema dan pendarahan diffuse di kolon.

  Pada anak sering berlanjut menjadi hemolyticuremic syndrome.

   Shigella spp.

  Bakteri Shigella dapat menginvasi dan melakukan multifikasi di dalam sel epitel kolon, sehingga menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus.

  Kuman Shigella jarang masuk kedalam aliran darah. Faktor virulensi termasuk :

  

smooth lipopolysaccharide sel wall antigen yang mempunyai aktivitas endotoksin

  serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea.

  g) Campylobacter jajuni (helicobacter jejuni)

  Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui kontak makanan yang terkontaminasi seperi daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin dapat menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar. Ada 2 tipe toksin yang dihasilkannya, yiatu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.

  h) Vibrio cholera 01 dan V.cholerae 0139

  Apabila air atau makanan terkontaminasi oleh bakteri ini akan dapat menularkan kolera. Penularan melalui orang ke orang jarang terjadi. V. cholera melekat dan berkembangbiak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enteroktoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat- labile toxin (LT) dari ETEC. Terkahir ditemukan bahwa adanya enterotoksin yang lain yang memunyai karakterik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin cairan kedalam lumen usus.

  i) Salmonella ( non thypoi )

  Bakteri salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotksin yang dihasilkan dapat menyebabkan diare bila terjadi kerusakan pada mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.

  3. Protozoa Ada beberapa jenis protozoa yang dapat menyebabkan diare, yaitu :

  a) Gradia lamblia

  Parasit ini dapat menginfeksi usus halus. Mekanisme patogenasisnya belum jelas, tapi dipercayai memengaruhi absorbs dan metabolisme asam empedu.

  Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host- parasit dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas dan status imun. Di daerah dengan endemisitas yang tinggi, gradiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas yang rendah dapat terjadi wabah dalam 5-8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mula, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan fatty stools, nyeri perut dan gembung.

  b) Entamoeba histolytica

  Prevalensi disentri amoeba ini bervariasi, namun penyebarannya dapat terjadi di seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur ,dan terutama pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90 % infeksi asimtomatik yang disebabkan diare yang ringan dan persisten samapai disentri yang fulminant.

  c) Cryptosporidium

  Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis terjadi 5-15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya simtomatik pada bayi dan pada anakyang lebih besar serta dewasa gejalanya bersifat asimtomatik. Gejala klinis berupa diare akut dengantipe watery diarrhea ringan dan biasanya self-llimited. Pada penderita dengan gangguan system kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis disease merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotic.

  d) Microsporidium spp e) Isospora belli f) Cyclospora cayatanensis

2.7. Pencegahan diare

  Hindari zat yang mengganggu usus, perawatan yang tepat dan penanganan kondisi yang dapat menyebabkan diare, perbaikan kesehatan pribadi dan kesehatan makan harus terkontrol setidaknya membatasi terjadinya diare.

  Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:

  1. Menggunakan air bersih. Tanda- tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa

  2. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk memastikan sebagian besar kuman penyakit. sesudah buang air besar (BAB).

  4. Memberikan ASI pada anak samapai berusia dua tahun

  5. Menggunakan jamban yang sehat 6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.

2.8. Pengobatan Diare

  Untuk penanganan kondisi kasus yang sangat akut membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit sesegera mungkin. Semua jenis makanan melalui mulut dapat ditahan atau dibatasi selama 24 jam. Dalam kasus lain, pemberian larutan air garam rehidrasi oral akan sangat membantu. Bila hidrasi tidak cukup, maka pengganti cairan dan elektrolit melalui infus intravena harus dapat pertimbangan. Pasien diberikan antidiare oral.

  Dasar pengobatan diare adalah : a) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.

  1. Cairan per oral dengan diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa.

  b) Pengobatan dietetik untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan: a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.

  b. Makanan setengah padat ( bubur atau makanan padat nasi tim).

  c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan

  c) Obat-obatan mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lainya.

  2.9. Kerangka Konsep

  • Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan Kepemilikan jamban keluarga
  • Pengetahuan - Sikap

Gambar 2.5 : Kerangka konsep

  2.10. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian ini adalah: 1.

  Ada hubungan antara pendidikan dengan kepemilikan jamban keluarga 2. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kepemilikan jamban keluarga 3. Ada hubungan antara pendapatan dengan kepemilikan jamban keluarga 4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepemilikan jamban keluarga

  Kejadian Diare

  Karakteristik kepala keluarga :

  Personal Hygiene

  Perilaku penggunaan jamban : Ada hubungan antara sikap dengan kepemilikan jamban keluarga 6. Ada hubungan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare 7. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian diare

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

41 399 144

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Pengadaan Jamban Keluarga Di Desa Marjandi Tongah Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

9 157 118

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan dan Keadaan Jamban Keluarga Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2001

2 66 46

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengadaan Jamban Keluarga Di Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah Tahun 1999

1 35 108

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

2 59 124

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003

0 28 108

Hubungan Higiene Ibu Dan Anak Serta Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir Tahun 2015

25 296 138

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Personal Hygiene 2.1.1 Pengertian - Hubungan Personal Hygiene Dengan Keluhan Kulit dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014

1 3 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Definisi Diare - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

0 4 48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1 Jamban Keluarga - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

0 2 21