BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Kelompok Pada Proyek Pembangunan Gedung Pendidikan FAK. MIPA Universitas Negeri Medan (UNIMED)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Tinjauan Umum

  Secara umum, perencanaan pondasi tiang mencakup daya dukung sebagai

end bearing pile (daya dukung ujung ) maupun friction pile (daya dukung gesek).

  Sifat tanah yang variabel yang mengkombinasikan dengan beban-beban yang tak diperhitungkan sebelumnya atau gerakan tanah yang terjadi kemudian (umpamanya oleh gempa) dapat menyebabkan penurunan-penurunan berlebihan.

  Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang digunakan tergantung pada kondisi tanah dan kondisi sekitarnya. Pondasi yang baik harus mampu menopang beban-beban yang bekerja diatasnya.

  2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

  Pekerjaan penyelidikan tanah (soil investigation) mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan. Tanah merupakan pendukung dari suatu bangunan. Dalam perencanaan pondasi konstruksi dalam hal ini diperlukan adanya penyelidikan tanah untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi agar diperoleh perencanaan pondasi yang optimal.

  Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure ) serta berat sendiri pondasi.

  Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter- parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

  Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat

  2

  sondir type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm , sudut

  o

  lancip kerucut 60 untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel

  2

  (sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm , untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (q c ) juga terus diukur.

  Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

  Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

  Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1) : 1.

  Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

  Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut : 1.

  Hambatan Lekat (HL)

  B A PK x JP HL ) (

  .......................................................................................(2.1) 2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL) n i

  JHL JHL ................................................................................... (2.2)

  dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, q

  c

  (kg/cm²) A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

  (a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991) Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (q c ) dengan gesekan selimut (f s ) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

  Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (q ), gesekan selimut (f ) dan ratio gesekan (f ) terhadap kedalaman tanah.

  c s R

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

  Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan

  daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

  Kepadatan relatif SPT lapisan pasir. N : Sangat lepas.

  • – 4 N : 4 Lepas.
  • – 10 N : 10 Sedang.
  • – 30 N : 30 Padat.
  • – 50 N : > 50 Sangat padat. Kepadatan relatif SPT lapisan lempung. N : Sangat lunak.
  • – 2 N : 2 Lunak.
  • – 4 N : 4 Sedang.
  • – 8 N : 8 Keras/ Kaku.
  • – 15 N : 15 - 30 Sangat keras. N : > 30 Padat. Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.

  Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

  split spoon sampler , hammer, dan lain

  • – lain; 2.

  Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;

  3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor; 4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm; 5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

  N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

  Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan; 6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

  7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥150 untuk 4x interval.

  2.3. Pondasi Tiang

  Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya ort hogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang bor yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Nakazawa, 2000).

  Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga (Hardiyatmo, 2003).

  2.4. Klasifikasi Pondasi Tiang

  Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas : 1). Tiang Pancang

  Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang di pancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara hidrolis.

  2). Tiang Bor Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

2.5. Penggolongan Pondasi Tiang

  Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori sebagai berikut: 1.

  Tiang Perpindahan Besar (large displacement pile).

  Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang diBorke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).

  2. Tiang Perpindahan Kecil (small displacement pile)

  Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.

  3. Tiang Tanpa Perpindahan (non displacement pile)

  Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah.

  Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bore pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasilpengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton (Hardiyatmo, 2002).

  Cara peman cangan tiang Tiang pancang pracetak Tiang yang dicor di tempat Cara penumbukan Cara penggetaran Cara penanaman Cara pemboran sebelumnya Cara pemboran inti Penggalian dengan

mesin

Cara pemancangan dengan tekanan Cara pemancaran Dengan menggunakan cara tiang yang di cor di tempat Cara penetrasi-alas Cara penggalian Penggalian dengan Penggolongan tiang berdasarkan teknik pemasangannya tenaga manusia Cara osilasi seluruh tiang (BENOTO) Cara pemboran tanah Cara pemboran dalam arah berlawanan dengan arah jarum jam Cara PIP (pile in place) Dengan MIP (mixed in place) Cara pondasi dalam Tiang pipa baja Tiang dari balok dengan flens lebar Tiang beton prate- gang dengan meng- gunakan gaya sentri- fugal Tiang komposit Tiang beton bertu- lang dengan meng- gunakan gaya sentrifugal

Gambar 2.2 Jenis-jenis Pondasi tiang berdasarkan teknik pemasangannya (Nakazawa, 2000).

2.6. Pondasi Tiang Bor

  Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya dipakai pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang.

  Ada beberapa jenis pondasi tiang bor: 1.

  Tiang bor lurus untuk tanah keras 2. Tiang bor yang ujung nya diperbesar berbentuk bel 3. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium 4. Tiang bor lurus untuk tanah yang berbatu-batuan ( Braja M. Das).

Gambar 2.3 Jenis Pondasi Tiang bor

  Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya dipengaruhi oleh besar atau bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai pendukung konstruksi seperti : 1.

  Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke dalam tanah melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.

  2. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi akibat kombinasi beban struktur yang terjadi.

  3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non cohesive ).

  4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar. . Pondasi tiang bor mempunyai karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan perbedaan perilakunya di bawah pembebanan dibandingkan pondasi tiang pancang. Hal-hal yang mengakibatkan perbedaan tersebut diantaranya adalah : 1.

  Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengan meterial beton, sedangkan pondasi tiang bor dimasukkan ke tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile).

  2. Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing di bawah permukaan tanah.

  3. Kadang-kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang bor dan dapat pulacasing tersebut tidak tercabut karena kesulitan di lapangan.

  4. Kadang-kadang digunakan slurry untuk menjaga stabilitas lubang bor yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian serta mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah.

  5. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah. Keuntungan menggunakan tiang bor, antara lain: 6.

  Tidak ada resiko kenaikan muka air tanah.

  7. Kedalaman tiang dapat divariasikan.

  8. Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium.

  9. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam, dengan diameter besar, dan dapat dilakukan pembesaran ujung bawahnya jika tanah dasar berupa lempung atau batu lunak.

  10. Penulangannya tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan.

  Kerugian: 5.

  Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau mengakibatkan yang berkerikil.

  6. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik.

  7. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang.

  8. Pembesaran ujung bawah tiang dapat dilakukan bila tanah berupa pasir (Hardiyatmo, 2002).

2.7. Metode Pengeboran

  Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variable-variable tempat proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa Metode), yaitu:

1. Dry Method

  Pada metode ini urutan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut: Pertama-tama dibuat lubang dengan cara mengebor tanah dengan alat bor

  • sedalam yang diinginkan.
  • Pengecoran dapat dilakukan dengan cara jatuh bebas dan ketinggian yang dibatasi.

  Dasar dari lubang diisi beton secukupnya untuk dudukan besi penulangan.

  Penulangan besi diturunkan ke dalam lubang.

  • Seluruh lubang diisi dengan beton , sampai dengan elevasi yang
  • ditetapkan.

  Cara ini dilakukan pada kondisi tanah yang cohesive, dan memiliki muka air tanah (MAT) di bawah dasar lubang atau tanah memliki permeabiliti yang rendah, sehingga air tanah tidak menyulitkan pelaksanaan. Oleh karena itu disebut dengan metode kering.

Gambar 2.4 Tiang bor dengan Dry Metod

2. Casing Method

  Metode ini digunakan, bila kondisi tanah mudah terjadi deformasi ke arah lubang galian, sehingga dapat menutup sebagian dari lubang. Cara ini juga digunakan bila menginginkan untuk menahan aliran air tanah ke dalam lubang, tetapi ujung casing harus mencapai tanah yang kedap (impermeable).

  Untuk memelihara kondisi lubang, maka ketika memasukkan casing disertai dengan pengisian lumpur (slurry) ke dalam lubang bor. Setelah casing duduk pada tempatnya, maka slurry dipompa ke luar dari lubang bor. Tergantung kebutuhan proyek, di bawah dasar casing digali lagi dengan diameter lebih kecil dari diameter dalam casing, kurang

  • –lebih antara 25 sampai 50 mm. Ada dua alternatif tentang casing yaitu: casing ditinggal dan casing dicabut kembali selama proses pengecoran beton.

  Bila dipilih alternatif casing ditinggal, maka diperlukan pekerjaan grouting yang dimasukkan dengan tekanan untuk dapat mengganti slurry yang ada di antara casing bagian luar dengan tanah.

  Bila dipilih alternatif casing dimabil lagi (dicabut), maka pada saat menarik casing ke luar, harus dilakukan dengan hati-hati, dimana saat penarikan harus dilakukan harus keadaan beton masih cair, dan beton betul-betul dapat mendesak slurry ke luar.

Gambar 2.5 Tiang Bor dengan Casing Method

  3. Slurry Method Metode ini dapat diaplikasikan pada semua situasi penggunaan casing.

  Slurry di sini juga difungsikan untuk menahan air tanah yang dapat masuk ke dalam lubang. Perlu dicatat dalam metode ini, bahwa kecukupan slurry yang ditandai dengan elevasi slurry (harus ditambah bila kurang), atau dengan menambanh densitinya agar dapat memperoleh kekuatan untuk menahan runtuhnya tanah ke dalam lubang bor. Urutan pelaksanaan metode ini dapat dilihat pada gambar 2.3 Material bentonite umum digunakan dengan cara dicampur dengan air sehingga merupakan cairan lumpur (slurry bentonite). Diperlukan percobaan pencampuran bentonite untuk memperoleh jumlah persentase yan optimum. Biasanya antara 4 sampai dengan 6 persen dari berat sudah mencukupi. Bentonite dan air harus dicampur dengan benar agar tidak terlalu kental.

  Secara umum denganmetode slurry ini dharapkan agar slurry tidak terlalu lama dalam lubang., karena akan dapat membentuk dinding yang tipis yang sulit untuk dihilangkan/diganti dengan beton selama pengecoran beton.

  Selama proses pengecoran, pipa tremi harus terbenam dalam beton, sehingga harus diperhatikan antara kecepatan beton dengan kecepatan menarik pipa tremi.

  Slurry Disposal

  Pada saat pengecoran beton ke dalam lubang bor, maka beton akan mendesak ke luar bentonite slurry. Sehingga bentonite slurry akan meluap ke luar lubang. Oleh karena itu, agar bentonite slurry tidak terbuang percuma dan tidak mengotori lapangan kerja, maka buangan bentonite slurry ini harus dapat disalurkan yang dapat menerima luapan bentonite slurry tersebut dan mengalirkannya ke tempat penampunagan. Sebagai penampung sementara sebelum disposal tersebut diolah kembali dan dapat digunakan lagi

Gambar 2.6 Tiang Bor dengan Slurry Method

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

  a) Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran; b)

  Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan „conditioned‟ yang dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum beton;

  c) Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan sebagian dari sumuran.

  Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan ke dalam sumuran dan corong pipa-cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage) dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipa-cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang terbuka dan yang terkontaminasi oleh adonan (Asiyanto, 2009).

2.8. Metode Pelaksanaan Tiang Bor Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.

  Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai. Prosedur pelaksanaan pekerjaan tiang bor

  1. Pekerjaan Persiapan : Persiapan lahan untuk merakit dan mendirikan mesin bor pada titik yang

  • akan di bor.

  Persiapan titik-titik yang akan di bor

  • Pengadaan material
  • >Perakitan baja tulangan.
Gambar 2.7 Persiapan titik yang akan di bor 3.

  Pengeboran Pengeboran dengan sistem slurry method: tanah dikikis dengan

  • menggunakan mata bor crossbit yang mempunyai kecepatan 375 rpm dan tekanan ± 200 kg. Pengikisan tanah dibantu dengan tiupan air lewat lubang stang bor yang dihasilkan pompa sentrifugal 3‟‟. Hal ini menyebabkan tanah yang terkikis terdorong keluar dari lubang bor.
  • mata bor spiral dan diangkat setiap interval kedalaman 0,5 meter. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai kedalaman yang ditentukan

  Pengeboran dengan sisten dry method : tanah di bor dengan menggunakan

  • mata bor dibiarkan berputar tetapi beban penekanan dihentikan dan air sirkulasi tetap berlangsung sampai cutting atau serpihan tanah betul-betul terangkat seluruhnya.

  Setelah mencapai kedalaman rencana, pengeboran dihentikan, sementara

  • dipersiapkan di dekat lubang bor.

  Selama pembersihan ini berlangsung, baja tulangan dan pipa tremi sudah

  • bersihnya lubang bor diharapkan hasil pengecoran akan baik hasilnya.

  Setelah cukup bersih, stang bor diangkat dari lubang bor. Dengan

Gambar 2.8 Pekerjaan pengeboran tanah

  3. Pemasangan kerangka baja tulangan dan pipa tremi Kerangka baja tulangan yang telah dirakit diangkat dengan bantuan diesel

  • winch dalam posisi tegak lurus terhadap lubang bor dan diturunkan dengan hati-hati agar tidak terjadi banyak singgungan dengan lubang bor.
  • potongan tulangan melintang lubang bor. Apabila kebutuhan baja tulangan lebih dari 12 meter bisa dilakukan penyambungan dengan diikat kawat beton dengan panjang overlap 30 - 40 D atau dengan cara las.

  Baja tulangan yang telah dimasukan dalam lubang bor ditahan dengan

  • dimasukkan kedalam lubang dengan panjang sesuai kedalaman lubang bor

  Setelah rangka baja tulangan terpasang, pipa tremi disambung dan

  • Apabila pada waktu pemasangan baja tulangan terjadi singgungan dan terjadi keruntuhan di dalam lubang bor, maka diperlukan pembersihan ulang dengan memasang head kombinasi diameter 6″ ke diameter 2″. Dengan memompakan air kedalam stang bor dan pipa tremi, maka runtuhan-runtuhan dan tanah yang menempel pada besi tulangan dapat dibersihkan kembali.
  • Pada saat pembersihan dilakukan, pengadukan beton bisa mulai dilakukan .

Gambar 2.9. Pemasangan kerangka besi (tulangan)

  4. Pekerjaan pengecoran; Setelah pembersihan lubang bagian akhir selesai, head kombinasi dibuka dan diganti corong cor yang disambung dengan pipa tremi.

  Pengecoran awal : Pengecoran adalah bagian akhir dari pekerjaan bored pile dimana langkah pengecoran awal adalah bagian terpenting dari pekerjaan ini. Prosedur pengecoran yang biasa dilaksanakan pada pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut

  1. Untuk memisahkan adukan beton dari lumpur bor pada pengecoran awal, digunakan kantong plastik yang telah diisi adukan beton dan diikat dengan kawat beton yang digantung di bagian dalam lubang tremi.

  2. Setelah tenaga cor siap, beton ditampung di dalam corong cor dan ditahan oleh bola-bola beton pada kantong plastik. Setelah cukup penuh, bola kantong plastik dilepas sehingga terdorong beton yang ada di dalam lubang tremi. Selanjutnya penuangan beton dilakukan dengan cepat sehingga cukup untuk mendorong air lumpur bor yang ada di dalam lubang tremi. Slump adukan beton untuk bored pile tidak boleh terlalu rendah (minimal 16 cm) sehingga mudah mengalir dan mendorong lumpur yang ada di dalam lubang bor.

  3. Pengecoran selanjutnya dilakukan secara kontinyu dan tidak terputus lebih dari 10 menit. Dengan sistem tremi ini pengecoran dimulai dari dasar lubang dengan mendorong air / lumpur dari bawah keluar lubang.

  4. Setelah pipa tremi penuh dan ujung pipa tremie tertanam beton biasanya beton tidak dapat mengalir karena ada tekanan dari bawah. Untuk memperlancar adukan beton didalam pipa tremi, dilakukan hentakan hentakan pada pipa tremi. Pipa tremi harus selalu terbenam dalam adukan beton dan pengisian di dalam corong harus dijaga terus menerus agar corong tidak kosong.

5. Pipa tremi dilepas setiap 2 meter dan dilakukan setelah pipa tremi naik ke permukaan lubang lebih dari 2 meter.

  6. Pengecoran dihentikan setelah adukan beton yang naik ke permukaan telah bersih dari lumpur. Bila pengecoran dihentikan di bawah permukaan tanah

  (karena perhitungan adanya galian tanah), maka tinggi pengecoran minimal harus 0,5 meter di atas level rencana bagian atas bored pile (sampai beton pada rencana bagian atas tidak tercampur Lumpur lagi).

7. Pembersihan dan pemasangan kembali.

  Setelah pekerjaan pengecoran selesai, semua peralatan dibersihkan dari sisa beton dan lumpur dan disiapkan kembali untuk dipakai pada titik bor berikutnya.

Gambar 2.10 Proses pengecoran

  Dengan kesimpulan dari metode pelaksanaan tiang bor dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2.11 Metode pelaksanaan tiang bor

2.9 Kapasitas Daya dukung

2.9.1. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir

  Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah- tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang bor (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dan tiang bor sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang bor. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Q u = Q b + Q s = q b A b + f.A s .........

  …………………………………(2.3) Dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang .

  Q b = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Q = Kapasitas tahanan kulit.

  s q b = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

  A = Luas di ujung tiang.

  b f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.

  A s = Luas kulit tiang . Untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Meyerhoff. Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Q = (q x A ) + (JHL x K ) .............

  ult c p 11 ……………………………….(2.4)

  Dimana : Q = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal.

  ult q c = Tahanan ujung sondir.

  A p = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K 11 = Keliling tiang. Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

  q xA JHLxK c c 11 Q ijin = .................................................................(2.5)

  3

  5 dimana : Q ijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi. q c = Tahanan ujung sondir. A = Luas penampang tiang.

  p JHL = Jumlah hambatan lekat.

  K = Keliling tiang.

  11

2.9.2. Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT

  Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

  τ=c + σ tan .......………………………………………..…..…(2.6) dimana : τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)

  = Sudut geser tanah (º) Table II.1 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N

  (Sosrodarsono, 1983) Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan Hal yang perlu dipertimbangkan Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal secara menyeluruh dari hasil-hasil (kedalaman permukaan dan susunannya), survei sebelumnya adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain- lain

  Hal-hal yang perlu diperhatikan Tanah pasir Berat isi, sudut geser langsung (tidak kohesif) dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah

  Tanah lempung Keteguhan, kohesi, daya dukung dan (kohesif) ketahanan terhadap hancur

  38

  (º)

  60

  30

  35

  30

  10

  28

  5

  5

  26

  Sudut Geser Dalam

  Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

  Angka Penetrasi Standart, N Kepadatan Relatif Dr (%)

  Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standart dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel II.2 berikut : Tabel II.2 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1985)

  

0 N .............................................................................................. (2.9)

  27 3 .

  2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :

  12N ............................................................................................. (2.8)

  15

  12N ............................................................................................. (2.7)

  15

  1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

  • – 5 – 5
  • – 30
  • – 10
  • – 30
  • – 35
  • – 30
  • – 60
  • – 42
  • – 50
  • – 65
  • – 46
  • – 16 14 - 18 16 - 20

  Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.3). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Table II.3 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)

  Tanah tidak kohesif Harga N <10 10 - 30 30 - 50 >50 Berat isi γ kN/m3

  12

  18

  • – 23 Tanah kohesif

  Harga N <4

  4

  • – 15 16 - 25 >25
  • – 18
    • 18 16 - 18

  Berat isi γ kN/m3

  14

  16

  >20 Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air..

  1. Daya dukung ujung pondasi bore pile (end bearing), (Reese & Wright,1977).

  Qp = Ap . qp .................................................................................. (2.10) dimana : Ap = Luas penampang bore pile (m²) qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m).

  Qp = Daya dukung ujung tiang (ton)

  Untuk tanah kohesif : Qp = Ap . qp qp = 9 cu ........................................................................................... (2.11) c = (N-SPT x 2/3 x 10) ....................................................................(2.112)

  u

  Untuk tanah non kohesif : Reese & Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qp dan NSPT seperti terlihat pada Gambar 2.12 berikut ini

Gambar 2.12 Daya dukung ujung batas bore pile pada tanah pasiran

  (Reese & Wright, 1977) untuk N 60 maka qp = 7 N (t/m²) < 400 (t/m²)....................................... (2.13) untuk N > 60 maka qp = 400 (t/m²)……….....………........................... (2.14) 2. Daya dukung selimut bore pile (skin friction), (Reese & Wright, 1977).

  Qs = f . Li . p ................................................................................. (2.15) dimana : f = Tahanan satuan skin friction ( ton/m²). Li = Panjang lapisan tanah (m). p = Keliling tiang (m).

  Qs = Daya dukung selimut tiang (ton). Pada tanah kohesif : f =

  α . cu..................................................................................... (2.16) dimana : = Faktor adhesi

  α ( menurut Reese dan Wright koefisien α untuk tiang bor = 0,55) cu = Kohesi tanah (ton/m²).

  Pada tanah non kohesif : Qs = qs . Li . p..................................................................................... (2.17)

  N qs ,

  32 N Untuk N < 53, (ton/ m²)....................................... (2.18)

34 Untuk 53 < N ≤ 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT (Reese & Wright).

Gambar 2.13 Daya dukung selimut bore pile pada tanah pasiran

  (Reese &amp; Wright, 1977)

2.9.3. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA)

  Uji PDA adalah uji beban secara dinamik yang dilakukan untuk mendapatkan daya dukung aksial tiang daya dukung ujung (end bearing) maupun daya dukung friksi (friction bearing). Berdasarkan pengukuran strain dan gaya. Percepatan dapat diperoleh daya dukung

  Jumlah pengujian PDA test biasanya minimal 2atau 2% dari jumlah tiang yang terpasang. Jenis Pondasi tiang yang dapat diuji dengan PDA tidak terbatas pada tiang Borsaja. „ PDA‟ juga dapat digunakan untuk tiang yang dicor di tempat seperti tiang bor tiang franki dan jenis Pondasi tiang lainnya. Tujuan pengujian tiang dengan Pile Driving Analyzer ( PDA ) adalah untuk mendapatkan data tentang : A. Daya Dukung Aksial Tiang

  Penentuan daya dukung aksial tiang didasarkan pada karakteristik dari pantulan gelombang yang diberikan oleh reaksi tanah ( lengketan dan tahanan ujung) . Korelasi yang baik antara daya dukung tiang yang diberikan dari hasil PDA dengan cara statis yang konvensional telah diakui yang membawa pada pengakuan PDA sebagai metode yang sah dalam ASTM D-4945-1996. Meski demikian harus dicatat korelasi yang ditujukan dalam grafik didasarkan pada hasil pengujian jika daya dukung batas ( ultimate) dicapai baik dengan PDA Test maupun dengan pengujian statis yang konvensional.

  B. Keutuhan Tiang Kerusakan pada Pondasi tiang dapat terjadi karena beberapa hal antara lain pada saat pengangkatan tiang atau selama pemancangan tiang. Untuk tiang bor pengecilan penampang dan longsornya tanah adalah kerusakan yang paling umum dijumpai.

  C. Efisiensi Palu Bor Pile Driving Analyzer ( PDA ) mengukur energi pemancangan actual yang ditranfer selama pengujian. Karena berat palu Bordan tinggi jatuh palu Bordapat diketahui maka efisiensi enerji yang ditransfer dapat dihitung. Peralatan untuk pengujian PDA terdiri dari : Pile Driving Analyzer ( PDA ) Dua ( 2) strain transducer Dua ( 2) accelerometer dan Kabel Penghubung. Peralatan dapat dimasukkan dalam kotak perjalanan yang cukup kuat. Setiap set PDA dan perlengkapannya membutuhkan satu atau dua kotak yaitu berukuran sekitar 600 mm x 500 mm x 400 mm: dengan berat sekitar 30 kg. Pengujian dinamis tiang didasarkan pada analisis gelombang satu dimensi yang terjadi ketika tiang dipukul oleh palu. Regangan dan percepatan selama pemancangan diukur menggunakan strain transducer dan accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang pada bagian atas dari tiang yang diuji ( kira-kira 1 5- x diameter dari kepala tiang) . Pemasangan kedua instrument pada setiap pengukuran dimaksudkan untuk menjamin hasil rekaman yang baik dan pengukuran tambahan jika salah satu instrument tidak bekerja dengan baik. Pengukuran direkam oleh PDA dan dianalisis dengan „ Case Method‟ yang sudah umum dikenal berdasarkan teori gelombang satu dimensi.

  Pemasangan Instrumen Pengujian dinamis dilaksanakan untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Karena itu pemasangan instrument dilakukan sedemikian rupa sehingga pengaruh lentur selama pengujian dapat dihilangkan sebanyak mungkin untuk itu harus dilakukan adalah : Strain transducer harus dipasang pada garis netral dan accelerometer pada lokasi berlawanan secara diametral Posisi dari palu Borharus tegak lurus terhadap garis strain transducer.

  Persiapan Pengujian PDA TEST Persiapan pengujian terdiri dari : Penggalian tanah permukaan sekeliling kepala tiang apabila kepala tiang sama rata permukaan tanah. Pengeboran lubang kecil pada tiang untuk pemasangan strain transducer dan accelerometer. Pemasangan instrument.

  Informasi yang diperlukan dalam PDA Test : Gambar yang menunjukan lokasi dan identifikasi tiang Tanggal pemancangan Panjang tiang dan luas penampang tiang dan Panjang tiang tertanam Pedoman Pengujian PDA Test dilaksanakan berdasarkan prosedur yang tercantum dalam ASTMD-4945-1996.

  Dalam melaksanakan pengujian PDA Test maka harus mempersiapkan peralatan sebagai berikut: Peralatan pemancangan dengan energi pemancangan yang mencukupi

  • sesuai dengan besarnya kapasitas aksial tiang yang ingin dicapai.
  • dikalibrasi oleh lembaga yang diakui, hal ini bisa dibuktikan dengan menunjukkan surat kalibrasi.

  Accelerometer dan tranducer yang digunakan PDA Test harus sudah

  Jika tidak menggunakan casing permanen maka bagian atas tiang harus

  • mencapai 2 kali diameter tiang di atas permukaan tanah. Daerah ini disebut dengan “test area”. Sebelum peralatan dipasang dan pengujian dilakukan engineer haru memeriksa “test area”.
  • ruang kerja yang baik untuk melaksanakan pengujian.

  Daerah sekitar tiang yang akan diuji harus dibersihkan sehingga memberi

  • Untuk mendapatkan permukaan tiang bor yang rata, solid maka beton harus di level dengan atau diatas casing.
  • Berat hammer minimal 1-2% dari kapasitas tiang, atau jika ditentukan oleh engineer. Bentuk hammer harus bentuk yang umum dipakai seperti bujur sangkar, hexagonal, dan lingkaran. Luas impak (impccing

    surface )berkisar antar 70% sampai 139% dari luas penampang tiang.

  • Tinggih jatuh hammer antara 1.0-2.0 meter tergantung pada arahan engineer.
  • Pada kepala tiang digunakan pile cushion dari plywood dengan ketebalan 2 sampai 6 inchi (50 mm sampai 150 mm).
  • Alat-alat yang dipersiapkan

   Pile Driving Analyzer (PDA).  Dua calibrated strain transducers.  Dua calibrated accelerometer.

  • Sebelum pengujian dilakukan maka kontraktor harus mempersiapkan data- data seperti hasil boring tanah, mutu beton, data hammer. Engineer harus melakukan analisis persamaan gelombang untuk menentukan peralatan pemancangan yang dibutuhkan. Sehingga berat ram yang digunakan tidak terlalu kecil atau terlalu besar.

  Prosedur pelaksanaan:

  • Pengujian harus dilakukan sesuai dengan prosedur pengujian standard.
  • Jika tidak diperlukan casing maka bagian atas tiang harus 2 kali diameter di atas permukaan tanah. Permukaan penampang tiang harus dibuat level dan halus.

Gambar 2.14 Perataan permukaan tiang bor

  • ukuran 150 mm x 150 mm secara diametral berlawanan satu dengan yang lain. Permukaan beton pada bagian lubang tersebut harus rata sehingga sensor yang akan dipasang dapat dipasang dengan baik. Sensor harus dipasang ke baja jika persentase impedansi baja cukup tinggi dan jika casing permanen cukup panjang di bawah sensor.

  Jika menggunakan casing maka sebelum pengujian di buat lubang dengan

  • diratakan dengan grenda sehingga sensor dapat dipasang dengan baik.

  Jika tidak menggunakan casing maka permukaan pondasi bor harus

  • terpasang dengan baik sehingga tidak terjadi slip ketika pengujian dilakukan.

  Sensor dipasang pada titik yang ditentukan oleh engineer. Sensor harus

Gambar 2.15 Pemasangan kabel transducers dan accelerometer

  • pertama dilakukan dengan tinggi minimal sehingga engineer dapat mengevaluasi peralatan pemancangan. Sistem pemancangan dan tegangan pada pondasi. Pukulan selanjutnya dilakukan dengan tinggih jatuh yang lebih besar dan dihentikan ketika tegangan melebihi atau ketika shaft permanent setelah mencapai 2,5 mm atau 1.0 inchi.

  Minimal 2(dua) pemukulan dilakukan kepada kepala tiang. Pukulan

Gambar 2.16 Pemukulan tiang bor dengan hammer

  • kondisi tiang bor ke kondisi awal.

  Segera setelah pengujian selesai maka harus segera mengembalikan

2.10. Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang

  Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang Boryang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang Bordalam bentuk kelompok (Pile Group)

  Untuk mempersatukan tiang-tiang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga : 1.

Dokumen yang terkait

Analisis Daya Dukung Pondasi dan Penurunan Tiang Pancang Pada Proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan

27 190 133

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Sistem Hidrolis pada Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan

27 210 113

Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok Tiang Tekan Hidrolis Pada Proyek Pembangunan Gedung Laboratorium Akademik Teknik Keselamatan Penerbangan Medan

15 90 135

Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan

10 97 138

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Kelompok Pada Proyek Pembangunan Gedung DPRD Sumatera Utara

12 52 89

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Kelompok Pada Proyek Pembangunan Gedung GRHA 165 Jalan Tb Simatupang Jakarta

7 54 96

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum - Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 4 68

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Tinjauan Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi dan Penurunan Tiang Pancang Pada Proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan

0 0 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Sistem Hidrolis pada Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan

0 0 56

TUGAS AKHIR - Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Sistem Hidrolis pada Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan

2 3 15