BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan (Fluor Albus) - Hubungan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Swasta Santo Thomas 2 Medan Tahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keputihan (Fluor Albus)

  Keputihan atau fluor albus atau leukorea atau vaginal discharge merupakan istilah yang menggambarkan keluarnya cairan dari organ genitalia atau vagina yang berlebihan dan bukan darah (Sibagariang, 2010). Menurut Kusmiran (2011), keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar di luar biasanya dari liang vagina baik berbau atau tidak, serta disertai adanya rasa gatal setempat.

  Menurut Monalisa et al., (2012), keputihan terbagi dua macam, yaitu: a. Keputihan Fisiologis

  Keputihan fisiologis merupakan cairan yang terkadang berupa lendir atau mukus dan mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan keputihan patologis banyak mengandung leukosit. Keputihan fisiologis terjadi pada perubahan hormon saat masa menjelang dan sesudah menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 siklus menstruasi, pada saat terangsang, hamil, kelelahan, stres, dan sedang mengkonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB, serta atrofi vulvovagina (hipoestrogenisme) pada menopause.

  b.

  Keputihan Patologis Merupakan cairan eksudat dan mengandung banyak leukosit.

  Cairan ini terjadi akibat reaksi tubuh terhadap luka (jejas). Luka (jejas) ini dapat diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme seperti jamur (Candida

  albicans ), parasit (Trichomonas), bakteri (E.coli, Staphylococcus, Treponema pallidum ). Keputihan patologis juga dapat terjadi akibat benda

  asing yang tidak sengaja atau sengaja masuk ke dalam vagina, neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma ganas.

2.1.1 Penyebab keputihan

  Keputihan atau fluor albus yang fisiologis dapat ditemukan pada : 1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira sepuluh hari. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.

  2. Saat menarche karena pengaruh estrogen yang meningkat.

  3. Rangsangan saat koitus terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina (Spence et al., 2007).

  4. Saat masa ovulasi adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim.

  5. Kehamilan menyebabkan peningkatan mukus servik yang padat sehingga menutup lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.

  6. Penggunaan kontrasepsi hormonal atau mengubah metode kontrasepsi (Monalisa et al., 2012).

  Keputihan patologis dapat disebabkan beberapa hal berikut ini, yaitu : 1. Infeksi 1.

  Infeksi Jamur Infeksi jamur terjadi jika ada kelainan flora vagina (misalnya penurunan laktobasil) dan 80-95% disebabkan oleh Candida albicans.

  Gejala yang biasanya muncul adalah keputihan kental seperti keju, bewarna putih susu, rasa gatal, dan sebagian melekat pada dinding vagina akibatnya terjadi kemerahan dan pembengkakan pada mulut vagina. Infeksi kandida tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual dan dapat timbul pada wanita yang belum menikah. Kelompok resiko khusus yang rentan mengalami kandidiasis adalah penderita diabetes mellitus, pengguna kontrasepsi oral, pemakai antibiotika dan obat kortikosteroid yang lama, dan wanita hamil. Selain itu, keputihan yang disebabkan kandida bisa disebabkan menurunnya kekebalan tubuh seperti penyakit- penyakit kronis, serta memakai pakaian dalam yang ketat dan terbuat dari bahan yang tidak menyerap keringat.

  2. Bakteri a.

   Gardnerella vaginalis

  Bakteri ini terdapat kira-kira 30% dalam flora vagina wanita normal. Mikroorganisme ini merupakan bakteri batang gram negatif yang biasanya ditemukan bersamaan dengan bakteri anaerob (misalnya Bakteriodes dan Peptokokus). Bakteri ini menyebabkan peradangan vagina tidak spesifik, biasanya membentuk clue cell (bakteri yang mengisi penuh sel-sel epitel vagina). Menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin, berbau amis, dan bewarna keabu-abuan. Gejala yang ditimbulkan ialah fluor albus yang berlebihan dan berbau disertai rasa tidak nyaman di perut bagian bawah.

  b.

  Gonokokus Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoe dan sering terjadi akibat hubungan seksual. Gejala yang ditimbulkan ialah keputihan yang bewarna kekuningan atau nanah dan rasa nyeri saat berkemih.

  c.

  Klamidia trakomatis Disebabkan oleh bakteri intraseluler obligat, Chlamydia

  trachomatis dan sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan

  menjadi penyakit menular seksual. Infeksi biasanya ditandai dengan munculnya keputihan mukopurulen, seringkali berbau dan gatal. Organisme ini paling baik dideteksi dengan asam amino terkait enzim dalam uji antibodi monoklonal terkonjugasi dengan floresen.

  3. Parasit Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trichomonas

  

vaginalis . Trikomonas berbentuk seperti buah pir, terdapat flagela

  uniseluler dapat diamati bergerak di sekitar daerah yang berisi banyak leukosit pada sediaan basah. T. Vaginalis hampir selalu merupakan infeksi yang ditularkan secara seksual. Sumber kuman seringkali berasal dari pria dan terdapat di bawah preputium atau dalam uretra atau uretra bagian prostat. Tetapi penularan trikomonas dapat juga melalui pakaian, handuk, atau karena berenang. Gejala yang ditimbulkan ialah fluor albus yang encer sampai kental, bewarna kuning kehijauan, dan kadang-kadang berbusa disertai bau busuk, serta terasa gatal dan panas.

4. Virus

  Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti kondiloma, herpes, HIV/AIDS. Kondiloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak dan sangat berbau. Sedangkan infeksi virus herpes bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Infeksi virus dapat memicu terjadinya kanker mulut rahim.

  2. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan Seperti pada fistel vesikovaginalis atau rektovaginalis akibat cacat bawaan, cedera persalinan dan radiasi.

  3. Benda asing Misalnya tertinggalnya kondom, pesarium pada penderita hernia atau prolaps uteri dapat merangsang sekret vagina berlebihan.

  4. Neoplasma jinak dan kanker Pada neoplasma jinak maupun ganas dapat ditemukan leukorea atau keputihan bila permukaan sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat genitalia. Gejala yang ditimbulkan ialah cairan yang banyak, berbau busuk disertai darah tak segar.

  5. Menopause Kadar hormon estrogen pada saat menopause menurun sehingga vagina kering dan mengalami penipisan, ini mengakibatkan mudah luka dan disertai infeksi.

  6. Fisik Akibat penggunaan alat kontrasepsi IUD (intra uterine device), trauma pada genitalia, dan pada pemakaian tampon.

7. Iritasi a.

  Sperma, pelicin, kondom b.

  Sabun cuci dan pelembut pakaian c. Deodorant dan sabun d.

  Cairan antiseptik untuk mandi e. Pembersih vagina f. Kertas tisu toilet yang tidak bewarna g.

  Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat

  2.1.2 Patogenesis

  Fluor albus merupakan keadaan yang terjadi secara fisiologis dan dapat

  menjadi fluor albus yang patologis karena terinfeksi kuman penyakit. Sekresi vagina fisiologis terdiri atas lendir serviks (transudat dari epitel skuamos vagina) dan sel skuamos vagina yang terkelupas (Benson,2009). Suasana area vagina normal ditandai dengan adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus

  

acidophilus (flora normal) dengan flora endogen lainnya, estrogen, glikogen, pH

  vagina, dan metabolit lainnya. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang bersifat toksik terhadap bakteri patogen. Adanya pengaruh estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, laktobasilus (Döderlein) dan produksi asam laktat mengatur pH vagina sekitar 3,8-4,5 yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya (Monalisa et al., 2012). Pada kondisi tertentu, pH vagina bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik (lebih basa) mengakibatkan kuman penyakit mudah berkembang dan hidup subur serta menginfeksi vagina (Holloway, 2010).

  2.1.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu: 1. Pemeriksaan spesimen basah yaitu dengan melakukan pemeriksaan swab vagina dan ditetesi dengan NaCl 0,9% dan atau KOH 10% kemudian dilihat di bawah mikroskop (Monalisa et al., 2012).

2. Pemeriksaan sampel urin

3. Sitologi atau kultur sekret vagina 4.

  Kultur urin untuk melihat adanya infeksi bakteri 5. Pewarnaan gram 6. Test Amin/Whiff test 7. Penilaian pH cairan vagina 8. PCR (Polymerase Chain Reaction) dan Ligase Chain Reaction 9.

   Pap Smear

  2.1.4 Penatalaksanaan Penatalaksanaan keputihan sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk menghindari komplikasi sekaligus untuk menyingkirkan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang memiliki gejala keputihan berupa sekret encer, bewarna merah muda, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk (Monalisaet al., 2012).

  Penatalaksanaan keputihan dilakukan tergantung pada penyebabnya. Umumnya obat-obatan untuk mengatasi penyebab dan mengurangi keluhan. Misalnya diberikan obat golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral (berupa pil, tablet, kapsul), sediaan topikal seperti krim yang dioleskan, dan uvula yang dimasukkan ke dalam liang vagina. Pada penderita yang sudah memiliki pasangan, sebaiknya pasangannya juga diberi pengobatan, serta diberi anjuran untuk tidak berhubungan seksual selama dalam pengobatan (Djuanda, 2009).

  2.1.5 Pencegahan Keputihan Menjaga kebersihan organ genitalia dan sekitarnya merupakan salah satu upaya pencegahan keputihan, yaitu dengan:

  1. Pola hidup sehat meliputi diet seimbang, waktu istirahat yang cukup, tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok, mengendalikan stress, dan menjaga berat badan tetap ideal dan seimbang (Handayani,2011) .

2. Jika sudah memiliki pasangan, setialah terhadap satu pasangannya.

  3. Selalu menjaga kebersihan daerah genitalia agar tidak lembab dan tetap kering, misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat dan tidak ketat. Biasakan mengganti pembalut pada waktunya untuk mencegah perkembangbiakan bakteri.

  4. Memperhatikan pakaian diantaranya dengan mengganti celana dalam yang dipakai bila sudah terasa lembab dengan yang kering dan bersih, menggunakan pakaian dalam dari bahan katun karena katun menyerap kelembaban dan menjaga agar sirkulasi udara tetap terjaga.

  5. Membasuh vagina dengan cara yang benar yaitu dari depan ke belakang tiap kali selesai buang air kecil ataupun buang air besar.

  6. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina. Jika perlu, sebelum menggunakan cairan pembersih vagina, sebaiknya dikonsultasikan ke dokter.

  7. Hindari penggunaan bedak talkum, tisu, atau sabun dengan pewangi pada daerah genitalia (vagina) karena dapat mengakibatkan iritasi.

  8. Jangan membiasakan meminjam barang-barang yang mempermudah penularan misalnya peminjaman alat mandi (Djuanda A, 2009). Bila menggunakan kamar mandi umum terutama kloset duduk harus hati-hati, hindari duduk di atas kloset atau dengan mengelapnya terlebih dahulu.

  9. Jangan mengkonsumsi jamu-jamuan untuk mengatasi keputihan, konsultasikan ke dokter terlebih dahulu (Kusmiran, 2011).

2.1.6 Komplikasi

  Keputihan dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti: 1.

  Terjadinya infeksi pada saluran berkemih dan abses kelenjar bartholin .

2. Jika ibu hamil mengalami keputihan akibat infeksi trikomonas dapat mengakibatkan kelahiran prematur (Monalisaet al., 2012).

  3. Infeksi yang menyebar ke atas atau ke organ reproduksi seperti endometrium, tuba fallopi, dan serviks menyebabkan terjadinya penyakit inflamasi pada panggul (PID) yang sering menimbulkan infertilitas dan perlengketan saluran tuba yang memicu terjadinya kehamilan ektopik (Rabiu et al., 2010).

2.2 Remaja (Adolescence)

  Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Menurut WHO, remaja adalah periode usia antara 12 sampai 24 tahun, sedangkan menurut Depkes RI batasan usia remaja ialah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN usia remaja yaitu 10 sampai 19 tahun, suatu periode pematangan organ reproduksi, yang sering disebut masa pubertas. Masa remaja atau adolescence merupakan masa transisi yang ditandai adanya perubahan fisik, psikis, dan emosi. Pada masa ini terjadi perubahan fisik (organobiologik) yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan psikis (kejiwaan), oleh karena itu diperlukan perhatian khusus, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya.

2.2.1 Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya

  Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, kita perlu mengetahui dan mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya (Widyastuti,2009), ada tiga tahap yaitu: 1.

  Masa remaja awal (10-12 tahun) a.

  Remaja lebih cenderung merasa dekat dengan teman sebayanya.

  b.

  Kelihatan dan merasa ingin bebas.

  c.

  Mulai lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan berpikir abstrak (khayal).

  2. Masa remaja muda (13-15 tahun) a.

  Tampak merasa ingin mencari identitas diri.

  b.

  Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

  c.

  Timbul perasaan cinta yang mendalam.

  d.

  Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.

  e.

  Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

  3. Masa remaja akhir (16-19 tahun) a.

  Menunjukkan pengungkapan kebebasan diri b.

  Memilih teman sebaya secara lebih selektif c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya d.

  Dapat mewujudkan perasaan cinta e. Memiliki kemampuan berpikir khayal (abstrak).

2.2.2 Anatomi Organ Genitalia Remaja Putri

  Perempuan memiliki organ reproduksi bagian eksterna dan bagian interna, yang keduanya dihubungkan oleh saluran atau liang vagina (Wiknjosastro, 2005).

1. Organ bagian eksterna

Gambar 2.1 Genitalia Eksterna pada perempuan (Netter,2010) a.

  Mons veneris adalah bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat.

  b.

  Labia mayora merupakan lanjutan dari mons veneris. Bagian ini terdiri atas kanan dan kiri yang berbentuk lonjong. Labia mayora kanan dan labia mayora kiri akan bertemu membentuk perineum.

  c.

  Labia minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora.

  d.

  Himen (selaput dara) merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina.

2. Organ bagian interna

Gambar 2.2 Genitalia Interna pada perempuan (Netter,2010) a.

  Vagina (liang senggama) memiliki ukuran panjang bagian depan 6,5 cm dan dinding belakang 9 cm. Di sebelah depan dinding vagina bagian bawah terdapat uretra, sedangkan bagian atasnya berbatasan dengan kandung kemih. Bagian dalam vagina terdapat lipatan-lipatan yang disebut rugae yang memungkinkan vagina melebar pada saat persalinan.

  b.

  Serviks dikenal juga sebagai mulut rahim. Serviks merupakan bagian terdepan dari rahim yang menonjol ke dalam vagina sehingga berhubungan dengan vagina.

  c.

  Rahim (uterus) memiliki bentuk seperti buah pir yang terletak di dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus. Uterus memiliki tiga lapisan yaitu endometrium, miometrium, dan perimetrium. Pada saat terjadi menstruasi, maka terjadi peluruhan bagian endometrium.

  d.

  Saluran telur (tuba falopii) memiliki panjang sekitar 12 cm dengan diameternya 3-8mm. Bagian tuba penting untuk menyalurkan ovum atau telur dari ovarium.

  e.

  Indung telur (ovarium) pada umumnya terdapat dua indung telur kanan dan kiri. Sel telur beregerak di sepanjang tuba falopii dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot pada dinding tuba. Sejak pubertas, ovarium secara bergantian melepas satu ovum dari folikel de graaf (folikel yang telah matang).

2.2.3 Cara menjaga kebersihan organ genitalia

  Menurut Holloway (2010), daerah genitalia merupakan daerah yang rentan terkena infeksi yang dapat menimbulkan gejala dan bau tidak sedap. Oleh karena itu, perempuan perlu menjaga kebersihan organ genitalia seperti: 1.

  Mengganti pakaian dalam paling tidak dua kali sehari. Menggunakan pakaian dalam yang bersih, kering, dan terbuat dari bahan katun.

  2. Mencuci vagina dengan cara membasuh dari depan (vagina) ke arah belakang (anus) menggunakan air bersih setiap sehabis buang air kecil, air besar, dan mandi.

  3. Biasakan mencuci tangan sebelum menyentuh vagina.

  4. Pada saat menstruasi, gunakan pembalut yang lembut, dapat menyerap dengan baik, tidak mengandung bahan yang membuat alergi (misalnya parfum atau gel) dan merekat dengan baik pada celana dalam. Pembalut sebaiknya diganti sekitar 4-5 kali sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri.

  5. Hindari penggunaan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina.

  6. Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan.

2.3 Teori Perilaku

  Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku terdiri dari persepsi (perseption), respon terpimpin (guided respon), mekanisme (mechanisme), dan adopsi (adoption). Perilaku merupakan respon atau reaksi sesorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2003). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

  Respon terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada individu yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

  Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan, namun respon yang diberikan seseorang sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1.

  Determinan atau faktor internal Merupakan karakteristik orang yang bersangkutan. Mencakup pengetahuan, persepsi, emosi, dan motivasi, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

2. Determinan atau faktor eksternal

  Meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik, seperti manusia dan sosial ekonomi. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang dalam menjaga kebersihan organ genitalia karena seseorang akan cenderung meniru dan menyesuaikan perilaku sesuai dengan kebiasaan yang ada di lingkungannya. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), terdapat tiga faktor utama terbentuknya perilaku menjaga kebersihan organ genitalia, yaitu:

  1. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi, tradisi, demografi, dan struktur sosial. Misalnya, dengan pengetahuan yang dimiliki remaja putri tentang keputihan maka dia akan dapat mengambil sikap mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencegah keputihan.

  2. Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku sehat. Misalnya untuk mencegah terjadinya keputihan, maka diperlukan tenaga kesehatan serta fasilitas untuk pemeriksaan seperti puskesmas.

  3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk dalam faktor ini seperti anjuran dan perilaku petugas, serta pengaruh teman. Misalnya, remaja sudah mengetahui cara mencegah keputihan namun tidak melakukannya dengan alasan bahwa ada teman yang mengalami keputihan namun dibiarkan saja.

  2.3.1 Kerangka Teori Hubungan antara Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung, dan Faktor Pendorong terhadap Perubahan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia

  Faktor Predisposisi 1.

  Pengetahuan 2. Sikap 3. Persepsi 4. Tindakan 5. Demografi

  Faktor Pendukung

  Perilaku Menjaga 1.

  Ketersediaan sarana dan pra

  Kebersihan

  sarana

  Genitalia 2.

  Keterpaparan Informasi Faktor Pendorong 1.

  Keluarga 2. Pengaruh teman 3. Pengaruh media massa