BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah di Kecamatan Medan Selayang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  UKM (Usaha Kecil Menengah) di berbagai negara termasuk di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian rakyat yang tangguh. Hal ini karena kebanyakan para pengusaha kecil dan menengah berangkat dari industri keluarga/ rumahan. Dengan demikian, konsumennya pun berasal dari kalangan menengah ke bawah. Selain itu, peranan UKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

  Keberadaan Usaha Kecil Menengah di Provinsi Sumatera Utara sangat strategis dalam rangka peningkatan perekonomian daerah. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap disektor tersebut. Ketangguhan usaha kecil menengah merupakan salah satu bukti bahwa usaha kecil menengah mampu menjadi jaringan pengaman perekonomian di saat perusahaan besar banyak yang vailid. Untuk itu pengembangnya di Provinsi perlu mendapat perhatian yang lebih serius dalam rangka peningkatan kemampuan pengusaha untuk bersaing pada pasar regional dan internasional. Perkembangan teknologi dan sistem informasi serta perkembangan kota medan yang cukup kondusif tersebut tidak membawa peningkatan produktivitas usaha kecil menengah di Sumatera Utara. Hal ini sejalan dengan fakta yang menunjukan jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangakan pengusaha kecil dan menengah mencapai 99,8%. Ini berarti, jumlah usaha kecil menengah mencapi 500 kali lipat jumlah usaha besar. (Jurnal

  

Tabularasa PPS Unimed 2007 “Strategi Pembinanan dan Kemitraan UKM Di

Povinsi Sumatera Utara oleh Dede Ruslan).

  Usaha Kecil dan menengah adalah sarana kemandirian bagi banyak pengusaha kecil, betapapun kecilnya adalah pengusaha yang mandiri tidak tergantung kepada orang lain melain kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku usaha. (Jurnal Bisnis dan ekonomi (JBE) Pembinaan dan Pengembangan Usaha

  

Kecil sebagai memperkokoh struktur perekonomian nasional oleh Lie Liana,

September 2008, Hal. 98 -106) .

  Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11) Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

  (Dalam Siahaan, Rambe dan Mahidin, 2006:13).

  Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil menengah dalam menjalankan usahanya diantaranya yaitu permodalan.

  Masyarakat banyak mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Pelaku UKM kerap mengalami kesulitan permodalan, karena tidak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang besar bisa mencapai 15-20 persen per bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan. Selain itu urusan administrasi dalam pencairan modal di Kecamatan Medan Selayang juga masih banyak ditemukan kendala seperti deskiriminasi pemberian modal sehingga banyak pelaku usaha kecil sulit berkembang. Tidak hanya itu aparatur pemerintah juga kurang memperhatikan dan memberikan pembinaan (pemberdayaan) kepada masyarakat Medan Selayang terhadap usaha kecil dan menengah.

  Namun kenyataanya banyak masyarakat sebagai pelaku usaha di Kecamatan Medan Selayang minim sumber daya manusia, kurangya kreatifitas terhadap pengembangan ide – ide untuk menciptakan suatu produk yang berdaya saing. Tidak hanya itu perkembangan teknologi juga menghambat perkembangan usaha kecil dan menengah. Pelaku usaha kecil dan menengah di Kecamatan Medan Selayang juga kalah saing dengan pelaku industri besar yang sudah memakai teknologi canggih dalam arus produksinya. Tidak hanya itu daya saing produk impor juga mempengaruhi usaha kecil dan menengah di Kecamatan Medan Selayang.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di

  Kecamatan Medan Selayang.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah“Bagaimanakah Pemberdayaan

  UKM di Kecamatan Medan Selayang?”

I.3 Tujuan penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Bagaimanakah Pemberdayaan UKM di Kecamatan Medan Selayang”

  1. 4 Manfaat Penelitian

  Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1.

  Secara subjektif adalah suatu tahap sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh sutu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.

  2. Secara teoritis, penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun informasi tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM, khususnya pengembangan jaringan pemasaran UKM dan masalah yang dihadapi.

  3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi empirik terhadap studi kebijakan (konsentrasi kebijakan) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai studi evaluasi.

1.5. Kerangka Teori

  Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.

  Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah dari sudut tersebutu disoroti.

  Menurut Masri Singarimbun (1989: 37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sosial.

  Bedasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akann mengemukakan teori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini.

1.5.1. Usaha Kecil dan Menengah

1.5.1.1. Pengertian Usaha Kecil Menengah ( UKM )

  Definisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut adalah: Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44

  Tahun 1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut:

  1. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

  2. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.

  Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa perusahaan dengan: a.

  Jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga.

  b.

  Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil c. Perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau menengah.

  d.

  Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar.

  Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, yang mendefenisikan UKM menurut dua kategori, yaitu: a.

  Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang Rp 1 milyar.

  b.

  Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang. Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank

  Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah: 1.

  Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati.

  2. Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan asset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan definisi UKM adalah kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah dan bangunan) dengan pendapatan 100 juta-200 juta.

1.5.1.2 Karakteristik UKM

  Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun Tentang Usaha Kecil, yang menjadi kriteria usaha kecil adalah:

  1. Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

  2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- 3.

  Milik warga negara Indonesia.

  4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

  5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

1.5.1.3 Jenis-Jenis UKM

  Secara umum UKM bergerak dalam 2 ( dua ) bidang , yaitu bidang perindustrian dan bidang barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001 , adapun bidang/ jenis usaha terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri dan perdagangan adalah:

  1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

  2. Industri penyempurnaan benang dari serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan.

  3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATB , atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb.

  4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan : a.

  Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut.

  b.

  Bahan industri : getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.

  5. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

  6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

  7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir, maupun tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

  8. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.

  9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.

  10. Perdagangan dengan skala kecil dan imformasi.

1.5.1.4 Masalah – masalah yang dihadapi UKM

  Terdapat delapan masalah – masalah utama yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan menengah (ISEI,1998 ) yaitu :

1. Permasalahan Modal a.

  Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit menjai mahal.

  b.

  Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih kurang.

  c.

  Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama. d.

  Perbankan kurang menginformasikan standar proposal untuk pengajuan kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat proposal yang sesuai dengan krteria perbankan.

  e.

  Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

  2. Permasalahan pemasaran a.

  Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha besar selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan sistem.

  b.

  Asosiasi pengusaha atau profesi belum berperan dalam mengkoordinasi persaingan yang tidak sehat antara usaha yang sejenis.

  c.

  Infornasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.

  3. Permasalahan bahan baku a.

  Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan berfluktuasi. Ini disebabkan karena adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku.

  b.

  Harga bahan baku masih terlalu tinggi c. Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku. d.

  Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.

  4. Permasalahan teknologi a.

  Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada kurang dapat menghasilkan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

  b.

  Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata.

  c.

  Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar diperoleh.

  d.

  Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil sehingga teknologi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

  e.

  Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna bagi uasah kecil masih kurang intensif.

  5. Permasalahan manajemen a.

  Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha relatif rendah. b.

  Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami kesulitan dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam membuat perenacaan dan laporan keuangan.

  c.

  Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan karyawan masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas.

  d.

  Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif karena materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.

  e.

  Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit memenuhi ketentuan UMR .

  6. Permasalahan sistem birokrasi a.

  Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit- belit,diskriminatif, lama, b.

  Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih kurang serta cenderung kurang tegas.

  c.

  Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan kebijakan tentang usaha kecil.

  d.

  Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal dari dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi. e.

  Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang memadai.

  7. Ketersediaan infrastruktur a.

  Listri, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami gangguan di samping pelayanan petugas yang kurang baik.

  8. Pola kemitraan a.

  Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku dirasakan belum bermanfaat.

  b.

  Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam transfer teknologi masih kurang.

1.5.1.5 Landasan Hukum UKM

  Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut : 1.

  Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985.

  2. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

  3. Bentuk badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.

  4. Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5. Tata cara perijinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

  591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan.

1.5.2 Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah

1.5.2.1 Pengertian Pemberdayaan

  Istilah pemberdayaan diambil dari bahasa asing yaitu empowerment, yang juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa (Wrihatnolo 2007: 1).

  Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki percaya diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

  Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11) Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

  (Dalam Siahaan, Rambe dan Mahidin, 2006:13). Selajutnya menurut Gunawan sumodiningrat, pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian (1999: 134)

1.5.2.2 Prinsip Pemberdayaan

  Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996 : 249).

  Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community

  Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak

  harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek (pelaksanaan).

1.5.2.3 Proses Pemberdayaan

  Pemberdayaan sebagai suatu prose perlu adanya penmgembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran.

  Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001: 160) menyatakan ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktuf dilakukan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi mereka.

  Sesuai uraian di atas, dapat dukatakan proses pemberdayaan sebaiknya mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-powering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.

1.5.3. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah

  Menurut UU No.20 Tahun 2008 pasal 3 Usaha Mikro dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Dengan itu maka pemberdayaan UMKM sangatlah pening untuk dilaksanakan.

  Dilihat dari pengertian pemberdayaan, maka pemberdayaan UKM adalah upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh UKM itu sendiri. Jadi pendekatan peberdayaan UKM titik beratnya adalah penekanan dari pentingnya UKM yang mandiri dari suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan UKM yang demikian yang diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan UKM secara umum.

  Sebagaimana proses pemberdayaan masyarakat, proses pemberdayaan UKM juga tidak jauh berbeda dari pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan UKM sebagai suatu program harus tetap direncanakan secara serius dan lebih memfokuskan pada upaya-upayayang membuat pelaku-pelaku UKM agar dapat lebih pandai dan mampu mengembangkan komunikasi antar mereka sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi secara konstruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi ketika agen pengubah, baik yang berasal dari lembaga pemerintah atau nonpemerintah telah menyelesaikan program pemberdayaan UKM tersebut, pemberdayaan UKM sebagai suatu proses dapat terus berlangsung.

  Dengan persfektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan UKM dalam lima tahun mendatang adalah (RPJM 2006 – 2010 Pemko Medan Program Kerja Urusan Koperasi dan UKM): 1.

  Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produtivitas nasional.

  2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal.

  3. Meningkatnya nilai ekspor produk UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;

  4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

  5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi UKM. Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan UKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut (RPJM 2006 – 2010 Pemko

  Medan Program Kerja Urusan Koperasi dan UKM): 1.

  Mengembangkan UKM yang dirahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pemberdayaan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

  2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk : a.

  Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan; b.

  Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan; c.

  Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi.

  3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan : a.

  Meningkatkan perpaduan antar tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi; b.

  Mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan UKM sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;

  4. Meningkatkan peran UKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

  5. Membangun UKM yang diarahkan dan difokuskan pada upaya- upaya untuk : a.

  Membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan UKM serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya dan/ atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat; b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada UKM; dan c.

  Meningkatkan kemandirian UKM.

1.5.3.1 Pengembangan Akses Pemasaran UKM, Permodalan, dan Produksi

  Dalam Pasal 14 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dirumuskan bahwa Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran dan distribusi, sumber daya manusia, dan teknologi.

  1. Bidang pemasaran Dirumuskan langkah pembinaan dan pengembangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah tersebut dicapai lewat pelaksanaan penelitian dan pengkajian pemasaran, menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji pasar bagi UKM. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi, serta memasarkan produk usaha kecil.

  Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan menghasilakan produk tetapi tidak disertai kemampuan memsarkan produk tersebut adalah kehancuran“. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada UKM sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya.

  Permasalahan UKM pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal, yaitu (1) permasalalahan persaingan pasar produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi pasar dan (3) permasalahan kelembagaan pendukung UKM. Munculnya permasalahan- permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kekurangmampuan pengusaha kecil untuk membaca dan mengakses peluang-peluang pasar yang potensial dan yang memiliki prospek cerah, yang akibatnya adalah pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi diversifikasi produk, kualitas ,maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah ditambah lagi akses terhadap informasi pasar yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan khususnya dalam hal membantu pemasaran. Lembaga pendukung tersebut misalnya asosiasi atau instansi yang seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk UKM.

  2. Bidang Permodalan Permodalan menjadi masalah klasik UKM bagi sejumlah pelaku UKM, umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Tapi untuk beberapa kasus, tim penulis menemukan contoh ada pelaku usaha yang memulai usahanya dengan modal hanya 2 juta rupiah dan itupun pinjaman dari bank gelap alias rentenir, tapi setelah 5 tahun, kini memiliki omzet penjualan mencapai sekitar 150 juta per-bulan. Pelaku usaha ini bahkan mampu menampung tenaga kerja sekitar 50 orang.

  Contoh di atas menunjukkan pada kita betapa seandainya saja para pelaku UKM bisa mendapatkan akses modal yang lebih baik dari perbankan dan dengan bunga yang sesuai, bisa kita bayangkan tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh UKM dalam mengembangkan usahanya tersebut. Bila tanpa dibantu permodalan saja mereka bisa tumbuh dan berkembang, apalagi bila mereka mendapat dukungan permodalan.

  Ini menggambarkan betapa akses UKM terhadap permodalan sangat kecil. Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih berorientasi pada kredit konsumtif (kredit perumahan, kredit mobil, dll). Alokasi kredit yang dikucurkan oleh perbankan untuk konsumtif jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi. Alasannya, dengan bunga mencapai 40 persen per tahun, kredit komsumtif lebih menguntungkan. Sedangkan kredit pembiayaan dan investasi hanya sekitar 20 persen.

  Kecilnya jatah kredit untuk sektor pembiayaan rupanya menjadi perhatian pemerintah. Bank Indonesia menetapkan pada tahun 2003 kucuran kredit untuk UKM sebesar 42,3 trilyun rupiah. Dana kredit tersebut berasal dari perbankan nasional, termasuk Bank Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

  Selanjutnya pada tahun 2004 meningkat secara signifikan menjadi 72,1 trilyun rupiah. Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) menargetkan dan menyalurkan kredit kepada sektor UKM sebesar 60,4 trilyun rupiah. Peningkatan ini juga menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar di sector masih luas.

  Namun sebuah fakta lain menyebutkan, restrukturisasi (pembangunan kembali) kredit UKM bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan di lapangan, apalagi melibatkan dana yang sangat besar. Dikhawatirkan, UKM skala kecil tidak mendapatkan kredit ini. Dan ini terungkap dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan DPRD Sumut. Data dari pihak perbankan menyebutkan kalau usaha menengah-lah yang lebih banyak memperoleh fasilitas kredit perbankan.

  . Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk lebih intensif melakukan upaya-upaya guna meningkatkan akses usaha kecil menengah pada lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun keuangan nonbank (seperti modal ventura, koperasi, dan lembaga keuangan mikro lainnya) (Wahyuni, dkk, 2005:2-6).

  3. Bidang Produksi Dalam usaha kecil menengah yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat tidak terlepas dari produksi. Yang sering menjadi permasalahan produksi UKM kita saat ini adalah ketersediaan bahan baku. Dimana suplai bahan baku untuk usaha kecil menengah ini kurang memadai dan berfluktuasi.

  Hal ini disebabkan oleh : a.

  Adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku b. Harga bahan baku masih terlalu tinggi c.

  Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.

  d.

  Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.

1.6. Defenisi Konsep

  Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. (Singarimbun , 1989).

  Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel- variabel yang akan diteliti maka defenisi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.

  Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

2. Usaha kecil menengah dapat dilihat dalam dua kategori, yaitu: a.

  Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang Rp 1 milyar.

  b.

  Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang.

  3. Pemberdayaan usaha kecil menengah adalah upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh usaha kecil menengah itu sendiri. Jadi pendekatan peberdayaan usaha kecil menengah titik beratnya adalah penekanan dari pentingnya usaha kecil menengah yang mandiri dari suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan usaha kecil menengah yang demikian yang diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan usaha kecil menegah secara umum.

Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah di Kecamatan Medan Selayang

8 136 73

Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Masyarakat Desa Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

2 85 78

Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)Masyarakat Desa Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Mandiri (Studi kasus di Desa Jorlang Huluan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

7 132 78

Peran Disperindag Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Medan Denai

13 177 85

Implementasi Perencanaan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Melalui Klinik Usaha Mikro Kecil dan Menengah Jawa Timur

0 1 7

Oleh : Putriana Abstract - Strategi Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Praktik Tanggung Jawab Sosial Dan Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Studi Pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Adolina, Kabupaten Deli Serdang

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di Wilayah Puskesmas Polonia Kecamatan Medan Polonia Tahun 2014

0 3 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Kreativitas Dan Inovasi Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Usaha Tauko Medan

1 2 9