Peran Disperindag Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Medan Denai

(1)

PERAN DISPERINDAG DALAM

MEMBERDAYAKAN USAHA KECIL dan

MENENGAH di KECAMATAN MEDAN

DENAI

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

PARLIN S SIAGIAN ( 0 5 0 9 0 3 0 5 1 )

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HAL PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Parlin Sotarlalo Siagian

NIM : 050903051

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan

Medan Denai

Medan, Mei 2009

Pembimbing Ketua Departemen

(Drs Robinson Sembiring, M.Si) (Prof Dr. Marlon Sihombing, MA.) NIP: 131763360 NIP: 131568391

Dekan FISIP

(Prof Dr. M. Arif Nasution, MA)


(3)

ABSTRAK

Nama : Parlin Sotarlalo Siagian NIM : 050903051

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul : Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Medan Denai

Pembimbing : Drs Robinson Sembiring, M.Si

Secara garis besar penelitian ini menggambarkan pelaksanaan pemberdayaan UKM oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Penelitian ini sangat penting mengingat pentingnya pemberdayaan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian daerah khususnya kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui kuisoner dan wawancara dengan informan yang ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberdayakan UKM, baik dari segi perkembangan modal usaha, perkembangan produksi usaha industri, serta perkembangan pemasaran barang produksi dapat dikatakan kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan-tanggapan responden yang telah diterima dilapangan. Pelaku UKM merasa Disperindag membantu mereka setengah hati, karena walaupun Disperindag memberikan bimbingan tentang cara meningkatkan pemasaran barang, Pemko Medan sama sekali tidak membantu.

Oleh karena itu, saran yang ditawarkan penulis hendaknya: Disperindag seharusnya lebih memperhatikan perkembangan industri kecil, perlu adanya pameran sebagai kegiatan yang paling memberikan manfaat bagi pengembangan pemasaran UKM, pelatihan keterampilan dalam memproduksi barang yang berkualitas baik serta suntikan dana dari pemerintah yang terkontrol dengan baik.

Kata kunci: Pemberdayaan UKM, peranan Disperindag, perkembangan modal usaha, produksi industri, dan jaringan pemasaran.


(4)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI………. i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1

B. Perumusan Masalah………. 3

C. Tujuan Penelitian………. 3

D. Manfaat Penelitian……….. 4

E. Kerangka Teori……… 5

E.1. Pemberdayaan………. 5

E.1.1. Pengertian Pemberdayaan………. 5

E.1.2. Tujuan Pemerdayaan………. 8

E.1.3. Proses Pemberdayaan……… 11

E.2. Industri Kecil Menengah……… 13

E.2.1. Pengertian Industri Kecil Menengah……… 13

E.2.2. Pentingnya Industri Kecil Menengah…………... 14

E.2.3. Masalah-Masalah Industri Kecil Menengah……. 15

F. Defenisi Konsep……… 18

G. Defenisi Operasional……….. 19

H. Sistematika Penulisan……… 20

BAB IV METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian……….. 22

B. Lokasi Penelitian………... 22

C. Populasi dan Sampel………. 22

D. Teknik Pengumpulan Data……… 23

E. Teknik Analisa Data……….. 24


(5)

ABSTRAK

Nama : Parlin Sotarlalo Siagian NIM : 050903051

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul : Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Medan Denai

Pembimbing : Drs Robinson Sembiring, M.Si

Secara garis besar penelitian ini menggambarkan pelaksanaan pemberdayaan UKM oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Penelitian ini sangat penting mengingat pentingnya pemberdayaan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian daerah khususnya kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui kuisoner dan wawancara dengan informan yang ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberdayakan UKM, baik dari segi perkembangan modal usaha, perkembangan produksi usaha industri, serta perkembangan pemasaran barang produksi dapat dikatakan kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan-tanggapan responden yang telah diterima dilapangan. Pelaku UKM merasa Disperindag membantu mereka setengah hati, karena walaupun Disperindag memberikan bimbingan tentang cara meningkatkan pemasaran barang, Pemko Medan sama sekali tidak membantu.

Oleh karena itu, saran yang ditawarkan penulis hendaknya: Disperindag seharusnya lebih memperhatikan perkembangan industri kecil, perlu adanya pameran sebagai kegiatan yang paling memberikan manfaat bagi pengembangan pemasaran UKM, pelatihan keterampilan dalam memproduksi barang yang berkualitas baik serta suntikan dana dari pemerintah yang terkontrol dengan baik.

Kata kunci: Pemberdayaan UKM, peranan Disperindag, perkembangan modal usaha, produksi industri, dan jaringan pemasaran.


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha mikro, kecil & menengah (UMKM) merupakan basis usaha rakyat, yang secara mengejutkan mampu bertahan di masa kritis 1997/1998. Saat itu banyak usaha besar bergelimpangan, mengalami pailit didera pahitnya krisis. Pada saat bersamaan, perbankan tidak mampu lagi membantu usaha besar karena mereka sendiri memiliki masalah pula sehingga menambah parah penderitaan usaha besar.

Tidak demikian halnya dengan UMKM, yang dapat bertahan pada badai krisis karena struktur keuangan mereka yang tidak banyak bergantung pada perbankan, meski mereka tetap memanfaatkan jasa perbankan, baik untuk transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku UMKM ini mengandalkan seluruh permodalannya sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, kerabat atau tetangga bahkan tak jarang yang perolehannya melalui pinjaman ke lembaga keuangan bukan bank. Misalnya koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM). (Darmawan, 2004).

Di sisi lain, UMKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Umkm, pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau 87,5 persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Kenyataan ini telah membuka mata


(7)

sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional terhadap sektor ini.

UKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop & UKM), pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau 87,5 persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Kenyataan ini telah membuka mata sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional terhadap sektor ini (Wahyudi, dkk, 2005:2)

Di tingkat daerah, khususnya kota Medan, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian kota Medan tidak terlepas dari kontribusi UKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang ada di Kota Medan, yaitu terdapat 12.997 unit usaha baik di sektor perdagangan (Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Medan, 2003). Selain itu, keberadaan UKM juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 102.241 orang. Namun walaupun UKM mempunyai jumlah yang besar UKM hanya memberikan kontribusi sebesar 60,2 %.

Ketidakmaksimalan kontribusi yang diberikan UKM adalah tidak lain dari kendala atau masalah-masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya. Hal inidapat kita lihat dari lilitan masalah UKM yang diteliti oleh Wahyuni, dkk. Lilitan masalah yang dihadapi UKM itu sendiri, terdiri dari beberapa bidang yaitu:


(8)

Permodalan menjadi masalah klasik UKM kita, umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Di lain pihak kebijakan perbankan juga masih lebih berorientasi.

Pada kredit komsumtif (Kredit Perumahan, Kredit Mobil, dll) sehingga para pelaku UKM masih saja mengeluh, sebagai akibat rumitnya mengakses kredit perbankan. Bank selalu saja mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha. Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UKM telah memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UKM yang kerap mengalami kesulitan permodalan, karena tidak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan.

Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya masih dari modal sendiri dan sumber non formal (seperti tengkulak dan rentenir) yang membebankan bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga non bank (koperasi) maupun perbankan..

2. Akses pasar

Sentra Pusat Industri Kecil (PIK) yang dilokalisasi Pemko Medan, berlokasi jauh dari pusat kota, tepatnya di Jl. Menteng VII Medan, menyebabkan lokasi ini kurang strategis untuk akses pasar. Upaya pemerintah untuk memberdayakan UKM melalui lokalisasi ini juga tidak berhasil. Pemerintah hanya menyediakan lokasi tapi


(9)

tidak memberikan solusi berkaitan solusi berkaitan dengan jaringan usaha dan akses pasir. Hal ini menjadi kendala besar bagi perkembangan UKM Medan.

Melihat kendala-kendala di atas, pemerintah Kota Medan khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, merasa perlu memberdayakan UKM dengan memberikan kebijakan atau program terhadap masalah yang dihadapi UKM.

Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kelurahan

Menteng, Kecamatan Medan Denai”. 1.2 Perumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan supaya penulis dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah adalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatn penelitian (Arikunto, 1993: 47).

Beranjak dari pengertian di atas serta berpedoman kepada latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pemberdayaan UKM di Kecamatan

Medan Denai?”

I.3 Tujuan penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai suatu sasaran yang hendak dicapai, atau apa yang menjadi tujuan dari penelitian tentunya harus jelas diketahui


(10)

sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, 2001: 13). Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran pemerintah pada pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permasalahannya yang timbul di dalamnya.

2. Untuk mengetahui kondisi objektif UKM yang telah terlibat dalam program pemberdayaan kelembagaan UKM.

3. Untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam hal bantuan modal. 4. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah Kota

Medan dalam pemberdayan UKM di Kecamatan Medan Denai.

1. 4 Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Secara subjektif adalah suatu tahap sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh sutu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.


(11)

2. Secara teoritis, penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun informasi tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM, khususnya pengembangan jaringan pemasaran UKM dan masalah yang dihadapi.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi empirik terhadap studi kebijakan (konsentrasi kebijakan) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai studi evaluasi.

1.5. Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah dari sudut tersebutu disoroti.

Menurut Masri Singarimbun (1989: 37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sosial.

Bedasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akann mengemukakan teori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini.

1.5.1. Usaha Kecil dan Menengah

1.5.1.1. Pengertian Usaha Kecil Menengah ( UKM )

Definisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut adalah:


(12)

Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut:

1) Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

2) Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.

Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa perusahaan dengan:

a) Jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga.

b) Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil

c) Perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau menengah.

d) Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, yang mendefenisikan UKM menurut dua kategori, yaitu:

a) Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang Rp 1 milyar


(13)

b) Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang.

Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004:365).

Longenecker, Justin, Carlos dan William Petty (2001: 15) mengatakan UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta samapi dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang.

Sedangkan Ball, Culloch dan Wendell (2001: 494), berpendapat bahwa UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah yang memiliki omset lebih dari 300 juta dengan karyawan lebih dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta (di luar tanah dan bangunan)

Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005:48), UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200 juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri sendiri.

Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah:


(14)

1) Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati.

2) Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan definisi UKM adalah kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah dan bangunan) dengan pendapatan 100 juta-200 juta.

Karakteristik UKM

Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun Tentang Usaha Kecil, yang menjadi kriteria usaha kecil adalah:

1) Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- 3) Milik warga negara Indonesia.

4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.


(15)

Ciriciri usaha kecil menurut Mintzerg dkk, (dalam Situmorang dkk., 2003: 5) adalah:

1) Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis 2) Struktur organisasinya bersifat sederhana

3) Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar

4) Kebanyakan tidak memiliki pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan 5) Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki 6) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya

7) Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas 8) Marjin keuntungan sangat tipis

9) Keterbatasan modal sehingga tidak mampu memperkerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

Batasan/ Karakteristik UKM menurut beberapa organisasi

Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria

Badan Pusat Statistik (BPS)

Usaha Mikro

Pekerja <5 orang termasuk keluarga yang tidak dibayar.

Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang Usaha Menengah Pekerja 20-99 orang

Menneg Koperasi & UKM

Usaha Kecil (UU No. 9/1995)

Aset < Rp. 200 Juta di luar tanah dan bangunan. Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar

Usaha Menengah (Inpres 10/1999)

Aset Rp. 200 juta Rp. 10 Milyar


(16)

Bank Indonesia

Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR Tgl 5

Mei 1998)

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.

• Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana

• Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry

Usaha Kecil (UU No. 9/1995)

Aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan: Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar

Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK Tgl 5

Januari 1997)

Aset < Rp. 5 Milyar untuk sektor industri

• Aset < Rp. 600 Juta di luar tanah dan bangunan untuk manufakturing

• Omzet tahunan < Rp. 3 Milyar

Bank Dunia Usaha Mikro Kecil

Menengah

Pekerja < 20 orang

• Pekerja 20-150 orang

• Aset < US$. 500 ribu di luar tanah dan bangunan

Sumber:

Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001: 7), mengemukakan bahwa ciri-ciri usaha kecil di Indonesia adalah:

1) Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan

2) Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha

3) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank.


(17)

4) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional

5) Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60%

6) Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial

7) Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen 8) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar.

Menurut Haryadi dan Isono (2001: 14), ada beberapa karakteristik yang menjadi ciri usaha kecil, antara lain adalah:

1) Mempunyai skala usaha kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun orintasi pasar

2) Banyak berlokasi di wilayah pedesaan dan kota-kota atau daerah pinggiran kota besar

3) Status usaha milik pribadi atau keluarga

4) Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial budaya (etnis geografis) 5) Pola bekerja sering kali part time atau sebagai usaha sampingan dari kegiatan

ekonomi lainnya

6) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi, pengelolaan usaha dan administrasinya sendiri masih sederhana

7) Struktur permodalannya sangat tergantung pada fiskal aset, berarti kekurangan modal kerja dan sangat tergantung terhadap sumber modal sendiri serta lingkungan pribadinya


(18)

8) Izin usaha sering kali tidak memiliki dan persyaratan resensi berubah-ubah secara cepat.

Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Dinas perindustrian dan Pendapatan kota mean, jenis usaha digolongkan berdasarkan modal menjadi empat golongan. (Lihat tabel)

Tabel 2.2. Penggolongan Jenis Usaha

Modal Golongan

≤ 5 juta Usaha Mikro 5-200 juta Usaha Kecil

201-500 juta Usaha Menengah

≥ 501 juta Usaha Besar

Sumber Dirperindag Kota Medan

Keterangan: *Tidak termasuk tanah dan bangunan

1.5.1.3 Jenis-Jenis UKM

Secara umum UKM bergerak dalam 2 ( dua ) bidang , yaitu bidang perindustrian dan bidang barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001 , adapun bidang/ jenis usaha terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri dan perdagangan adalah


(19)

1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

2. Industri penyempurnaan benang dari serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan. 3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran

yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATB , atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb.

4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan :

a. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut. b. Bahan industri : getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.

5. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir, maupun tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

8. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.

9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.


(20)

10.Perdagangan dengan skala kecil dan imformasi.

1.5.1.4. Masalah – masalah yang dihadapi UKM

Terdapat delapan masalah – masalah utama yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan menengah ( ISEI, 1998 ) yaitu :

1. Permasalahan Modal

a) Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit menjai mahal.

b) Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih kurang.

c) Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama.

d) Perbankan kurang menginformasikan standar proposal untuk pengajuan kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat proposal yang sesuai dengan krteria perbankan.

e) Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

2. Permasalahan pemasaran

a) Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha besar selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan sistem.


(21)

b) Asosiasi pengusaha atau profesi belum berperan dalam mengkoordinasi persaingan yang tidak sehat antara usaha yang sejenis.

c) Infornasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.

3. Permasalahan bahan baku

a) Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan berfluktuasi. Ini disebabkan karena adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku.

b) Harga bahan baku masih terlalu tinggi

c) Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.

d) Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai. 4. Permasalahan teknologi

a) Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada kurang dapat menghasilkan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

b) Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata. c) Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar


(22)

d) Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil sehingga teknologi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

e) Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna bagi uasah kecil masih kurang intensif.

5. Permasalahan manajemen

a) Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha relatif rendah.

b) Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami kesulitan dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam membuat perenacaan dan laporan keuangan.

c) Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan karyawan masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas.

d) Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif karena materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.

e) Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit memenuhi ketentuan UMR


(23)

6. Permasalahan sistem birokrasi

a) Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama, dan tidak pasti serta terjadi tumpang tindih dalam mengurus perizinan.

b) Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih kurang serta cenderung kurang tegas.

c) Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan kebijakan tentang usaha kecil.

d) Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal dari dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi.

e) Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang memadai.

7. Ketersediaan infrastruktur

a) Listri, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami gangguan di samping pelayanan petugas yang kurang baik.

8. Pola kemitraan

a) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku dirasakan belum bermanfaat.

b) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam transfer teknologi masih kurang.


(24)

1.5.1.5. Landasan Hukum UKM

Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985.

2) Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

3) Bentuk badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.

4) Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5) Tata cara perijinan usaha perdagangan ( SIUP ) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan ( SIUP ).

1.5.2. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah 1.5.2.1. Pengertian Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan diambil dari bahasa asing yaitu empowerment, yang juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa (Wrihatnolo dan Riant 2007: 1)

Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjuk


(25)

pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki percaya diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11) Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. (Dalam Siahaan, Rambe dan Mahidin, 2006:13). Selajutnya menurut Gunawan sumodiningrat, pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian (1999: 134)

Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan & rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.


(26)

1.5.2.2. Prinsip Pemberdayaan

Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996 : 249).

Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community

Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak

harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek (pelaksanaan).

1.5.2.3. Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai suatu prose perlu adanya penmgembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran.

Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001: 32-33) mengatakan perlu adanya inetervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi


(27)

yakni intervensi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan organisasi sedangkan intervensi mikro adalah sutu intervensi yang dilakukan pada level individu, keluarga, dan kelompok.

Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001: 160) menyatakan ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktuf dilakukan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi mereka.

Sesuai uraian di atas, dapat dukatakan proses pemberdayaan sebaiknya mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.

Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-powering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain


(28)

dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.

1.5.2.4. Pemberdayaan UKM

Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh kelompok masyarakat tersebut. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.

Dalam kaitannya dengan UKM sebagai objek yang diberdayakan, pemberdayaan adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Dalam hal ini, UKM berada dalam posisi yang tidak berdaya, ( powerless ). Posisi yang demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekeuasaan yang berimplikasi keterpurukan UKM. Dengan demikian, UKM harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of the

powerless). Pada intinya, pemberdayaan bukan membuat objek pemberdayaan makin


(29)

adalah memandirikan mereka, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

Pemberdayaan masyarakat demikian juga terhadap UKM, bertitik tolak untuk memandirikan UKM agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pemberdayaan masyarakat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan.

Untuk memudahkan penulis memahami konsep pemberdayaan UKM penulis menyimpulkan bahwa: dari segi defenisi, penulis mengartikan pemberdayaan UKM sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh UKM. Jadi, pendekatan pemberdayaan UKM bertitik berat pada pentingnya UKM yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar pihak, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum. Dalam kaitannya dengan pelaku di bidang UKM sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi/ dorongan kepada pelaku di bidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Dari segi prinsip, didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pelaku UKM yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan UKM, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak


(30)

dan mengenali serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowerment) UKM dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.

Dari segi proses, pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas UKM agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesehatan.

Penulis juga menambahkan tujuan dari pemberdayaan UKM dimana Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil secara tegas menyatakan tujuan pemberdayaan usaha kecil adalah : (1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah, dan (2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.

1.5.3. Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode Tahun 2004 – 2009, UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, UKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap


(31)

pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

Dengan persfektif peran seperti itu ,sasaran umum pemberdayaan UKM dalam lima tahun mendatang adalah :

1. Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produtivitas nasional;

2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;

3. Meningkatnya nilai ekspor produk UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;

4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi UKM.

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan UKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Mengembangkan UKM yang dirahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pemberdayaan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk :


(32)

a) Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan;

b) Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;

c) Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi.

3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan :

a) Meningkatkan perpaduan antar tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi;

b) Mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan UKM sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;

4. Meningkatkan peran UKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

5. Membangun UKM yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk :


(33)

a. Membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan UKM serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya dan/ atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada UKM; dan

c. Meningkatkan kemandirian UKM.

1.5.3.1. Pengembangan Akses Pemasaran UKM, Permodalan, dan Produksi

Didalam penelitian ini, yang dijadikan fokus penelitian oleh penulis berkaitan dengan program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah pengembangan akses pemasaran UKM, permodalan, produksi. Dimana ketiga hal tersebut merupakan kegiatan dalam program pemberdayaan UKM.

Dalam Pasal 14 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dirumuskan bahwa “ Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran dan distribusi, sumber daya manusia, dan teknologi.

1. Bidang pemasaran

Dirumuskan langkah pembinaan dan pengembangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah tersebut dicapai lewat pelaksanaan penelitian dan pengkajian pemasaran, menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji pasar bagi UKM.


(34)

Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi, serta memasarkan produk usaha kecil.

Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan menghasilakan produk tetapi tidak disertai kemampuan memsarkan produk tersebut adalah kehancuran“. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada UKM sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya.

Permasalahan UKM pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal, yaitu (1) permasalalahan persaingan pasar produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi pasar dan (3) permasalahan kelembagaan pendukung UKM. Munculnya permasalahan- permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kekurangmampuan pengusaha kecil untuk membaca dan mengakses peluang-peluang pasar yang potensial dan yang memiliki prospek cerah, yang akibatnya adalah pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi diversifikasi produk, kualitas ,maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah ditambah lagi akses terhadap informasi pasar yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan khususnya dalam hal membantu pemasaran. Lembaga pendukung tersebut misalnya asosiasi atau instansi yang seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk UKM.

2. Bidang Permodalan

Permodalan menjadi masalah klasik UMKM bagi sejumlah pelaku UMKM, umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Tapi untuk


(35)

beberapa kasus, tim penulis menemukan contoh ada pelaku usaha yang memulai usahanya dengan modal hanya 2 juta rupiah dan itupun pinjaman dari bank gelap alias rentenir, tapi setelah 5 tahun, kini memiliki omzet penjualan mencapai sekitar 150 juta per-bulan. Pelaku usaha ini bahkan mampu menampung tenaga kerja sekitar 50 orang.

Contoh di atas menunjukkan pada kita betapa seandainya saja para pelaku UMKM bisa mendapatkan akses modal yang lebih baik dari perbankan dan dengan bunga yang sesuai, bisa kita bayangkan tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh UMKM dalam mengembangkan usahanya tersebut. Bila tanpa dibantu permodalan saja mereka bisa tumbuh dan berkembang, apalagi bila mereka mendapat dukungan permodalan.

Ini menggambarkan betapa akses UMKM terhadap permodalan sangat kecil. Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih berorientasi pada kredit konsumtif (kredit perumahan, kredit mobil, dll). Alokasi kredit yang dikucurkan oleh perbankan untuk konsumtif jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi. Alasannya, dengan bunga mencapai 40 persen per tahun, kredit komsumtif lebih menguntungkan. Sedangkan kredit pembiayaan dan investasi hanya sekitar 20 persen.

Kecilnya jatah kredit untuk sektor pembiayaan rupanya menjadi perhatian pemerintah. Bank Indonesia menetapkan pada tahun 2003 kucuran kredit untuk UMKM sebesar 42,3 trilyun rupiah. Dana kredit tersebut berasal dari perbankan nasional, termasuk Bank Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Selanjutnya pada tahun 2004 meningkat secara signifikan menjadi 72,1 trilyun rupiah. Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) menargetkan dan menyalurkan kredit kepada sektor


(36)

UMKM sebesar 60,4 trilyun rupiah. Peningkatan ini juga menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar di sektor UMKM masih luas.

Tapi kenyataannya, para pelaku UMKM masih saja mengeluh, sebagai akibat rumitnya mengakses kredit di perbankan. Bank selalu saja memberlakukan persyaratan standar bagi kreditur, termasuk berlaku juga bagi kalangan UMKM. Misalnya mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha. Padahal kenyataannya, masih cukup banyak UMKM yang bentuk usahanya belum memiliki izin formal (informal), tapi sangat produktif dan menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Ada beberapa bank yang cukup berani mengucurkan kredit bagi UMK hanya dengan syarat-syarat yang sederhana dan mudah, seperti Bank Danamon DSP (Danamon Simpan Pinjam).

Permodalan bagi UMK ini rupanya menjadi program yang menarik bagi Bank Danamon. Melalui DSP, Bank Danamon ini telah membuat simpul-simpul di kecamatan untuk menghimpun dana sekaligus penyalurannya kepada UMKM. Program ini menyalurkan kredit tanpa agunan dengan kriteria telah menjadi nasabah setidaknya lima bulan. Sedangkan jumlah kredit dibatasi maksimal 4 kali lipat dari saldo rata-rata tiap tahunnya. Program ini mudah-mudahan menjadi jawaban dari sejumlah persoalan permodalan UMKM Sumut dan diakui oleh lembaga keuangan lainnya.

Dalam sebuah perbincangan, Pemimpin Kantor Bank Indonesia Medan, Hadi Hasyim menyebutkan pihaknya telah melakukan sosialisasi di tiga daerah seperti Sibolga, Deli serdang dan Tanah karo berkenaan dengan peluang kredit bagi UMKM.


(37)

Semakin besar alokasi dana untuk kredit UMKM diharapkan akan berdampak pada kemudahan dalam memperoleh kredit.

Namun sebuah fakta lain menyebutkan, restrukturisasi (pembangunan kembali) kredit UMKM bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan di lapangan, apalagi melibatkan dana yang sangat besar. Dikhawatirkan, UMKM skala kecil tidak mendapatkan kredit ini. Dan ini terungkap dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan DPRD Sumut. Data dari pihak perbankan menyebutkan kalau usaha menengah-lah yang lebih banyak memperoleh fasilitas kredit perbankan.

Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UMKM ini telah memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UMKM yang kerap mengalami kesulitan permodalan, karena tak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan.

Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya masih dari modal sendiri dan sumber nonformal (seperti tengkulak dan rentenir) yang membebankan tingkat bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga nonbank (seperti koperasi) maupun perbankan.

Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk lebih intensif melakukan upaya-upaya guna meningkatkan akses UMKM pada lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun keuangan nonbank (seperti modal ventura, koperasi, dan lembaga keuangan mikro lainnya) (Wahyuni, dkk, 2005: 2-6).


(38)

3. Bidang Produksi

Dalam usaha kecil menengah yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat tidak terlepas dari produksi. Yang sering menjadi permasalahan produksi UKM kita saat ini adalah ketersediaan bahan baku. Dimana suplai bahan baku untuk usaha kecil menengah ini kurang memadai dan berfluktuasi.

Hal ini disebabkan oleh :

a. Adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku

b. Harga bahan baku masih terlalu tinggi

c. Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.

d. Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.

1.5.3.2. Program yang telah dilakukan DISPERINDAG.

1. Tahun anggaran 2008 yaitu :

a) Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah bagi pemanfaatan sumber daya yaitu :

− Pelatihan keterampilan sulaman bordir di Pusat industri Kecil (PIK) Kec, Medan Denai.


(39)

− Pelatihan keterampilan IK/RT hasil musrembang Kecamatan untuk empat angkatan.

b) Perluasan pemasaran produk UKM

c) Terlaksananya pembinaan Gugus Kendali Mutu bagi UKM. d) Terlaksananya pameran UKM di dalam dan di luar negeri.

e) Meningkatnya jumlah konsumen potensial terhadap produk UKM.

2. Tahun anggaran 2009 ( sedang berjalan ) yaitu :

a) Program peningkatan dan pemberdayaan ekspor yaitu :

− Sosialisasi kebijakan dan penyederhanaan prosedur dokumen ekspor dan impor.

b) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu

− Pelatihan keterampilan di Kelurahan hasil musrenbang kecamatan untuk lima angkatan.

− Pelatihan keterampilan industri kecil dan menengah. c) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu :

− Pemberian fasilitas kemudajan akses perbankan bagi industri kecil dan menengah dalam bentuk perkuatan permodalan UKM ( dana pendampingan UKM )

d) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu :

− Pelaksanaan promosi industri kecil dan menengah dalam dan luar negeri.


(40)

1.6. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. ( Singarimbun , 1989 ).

Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti maka defenisi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Peranan pemerintah adalah perbuatan pemerintah atas sesuatu pekerjaan yang harus dilaksanakan dan dikaitkan dengan kehidupan seseorang.

2. Pemberdayaan UKM adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada pelaku dibidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat dan swasta sebagai pilar utama pembangunan untuk memperoleh suatu perubahan kualitas hidup yang lebih baik yang berisfat kontinu/ berkelanjutan.

3. Program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah sebuah upaya pemerintah Kota Medan (DISPERINDAG) memberdayakan UKM di kota Medan agar dapat mengatasi kendala-kendala manajerial, permodalan, dan kewirausahaan kelompok UKM.


(41)

1.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahuakn bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja pendukung yang dialisa dari variabel tersebut (Singarimbun 1995 : 46). Suatu defenisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel. Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk

melaksanakan pemberdayaan meliputi : a. Sumber daya manusia

b. Penyampaian / sosialisasi informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pelaksanaan program dan strategi yang dilakukan dalam pengembangan jaringan pemasaran , yang dapat dilihat dari :

a. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pasar dan pemasaran bagi UKM.

b. Tersedianya akses terhadap informasi pasar untuk memasarkan produk, misalnya tentang produk yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.

c. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran produk. d. Kemitraan antara UKM dan usaha besar dalam pemasaran


(42)

e. Terciptanya saran promosi dan uji pasar bagi produk-produk UKM.

f. Mengembangkan seluruh UKM di Kota Medan.

3. Pelakasanaan program dan strategi yang dilakukan dalam bentuk modal :

a. Sosialisasi tentang pentingnya UKM.

b. Memperlancar sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank.

c. Pemberian bantuan modal dengan suku bunga yang relatif rendah.

4. Hasil yang dapat dilihat dari :

a. Respon dan keterlibatan UKM terhadap program

b. Manfaat pemberdayaan UKM terhadap UKM, khususnya terhadap pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permodalan


(43)

I.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.


(44)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Bentuk Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui nilai variabel mandiri baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2005:11)

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai, Jl. Menteng VII, Medan.

2.3. Populasi dan Sampel 2.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha UKM di Kelurahan Menteng, Kecamatan Medan Denai.


(45)

2.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan Purposive Sampling, yaitu banyaknya sampel dan yang menjadi sampel ditentukan dimana sampel itu harus yang mengerti permasalahan penelitian untuk ketepatan tujuan penelitian. Menurut Sugiyono (2005: 96), sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah responden yang mengetahui permasalahan penelitian, adalah 22 orang pengusaha UKM.dan Kepala Bagian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan sebagai informan kunci.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data primer tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Metode Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.


(46)

Yaitu teknik pengumpulan data melalui pemberian daftar pertanyaan secara tertutup kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban.

c. Kuisoner

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak terkait.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui : a. Penelitian Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b. Studi Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik analisa data kualitatif, yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satuan-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap


(47)

berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moloeng, 2006:247).


(48)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Singkat Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari 2

da

di selatan, dan

Pada tahun

Luasnya adalah 9,05 km² dan kepadatan penduduknya adalah 13.867,96 jiwa/km². Daerah ini adalah bekas kawasan perkebunan

Kecamatan Medan Denai mempunyai 6 kelurahan. Mereka adalah:

• Tegalsari Mandala I

• Tegalsari Mandala II

• Tegalsari Mandala III

• Denai

• Binjai

• Medan Tenggara

3.2. Perkampungan Industri Kecil ( PIK )

Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp. 2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi


(49)

Rp.2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat. Guna mendukung perkembangan perekonomian Kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu.

Kebijakan pengembangan sektor industri juga mencakup kebijakan pengembangan sub sektor industri kecil menengah (UKM). Salah satu strategi yang ditempuh adalah membangun lokasi khusus industri kecil menengah (UKM) yang diberi nama Perkampungan Industri Kecil (PIK), di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Kawasan ini memiliki luas 14.496 meter persegi.

PIK adalah satu kawasan perajin industri kecil yang dibangun Pemerintah Kota Medan tahun 1996. Ada 99 rumah toko (ruko) bertingkat dua berukuran 4 x 7 meter disediakan di sana untuk perajin kecil, seperti, penjahit pakaian, tukang sepatu, dan bordir. Dari 99 ruko itu, di antaranya 25 ruko perajin sepatu. Ruko tersebut ditempati perajin usaha kecil dengan membayar uang muka Rp 2,6 juta dan cicilan Rp 203.000 per bulan.

Manajeman PIK juga menyediakan lahan dengan harga yang relatif murah dengan

berbagai fasilitas produksi yang diperlukan seperti halnya KIM, termasuk bantuan mendapatkan mitra usaha, permodalan dan pelatihan kewirausahawan, manajemen produksi dan pemasaran untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga memiliki daya saing baik di pasar lokal, domestik maupun kebutuhan pasar ekspornya. Sampai saat ini sejumlah pengusaha kecil menengah (UKM) telah mengambil lokasi di kawasan PIK, dengan berbagai jenis produk industri kecil


(50)

menengah yang dihasilkan. Untuk mengantisipasi kebutuhan lokasi berusaha yang lebih besar pada masa datang sesuai dengan perkembangan industri yang ada khususnya memasuki era perdagangan bebas (AFTA/APEC, dan lain-lain). Guna mengembangkan bisnisnya, kalangan pengusaha kecil menengah, selain memerlukan bantuan modal, juga pembinaan untuk memasarkan produknya dari badan usaha milik negara (BUMN).

3.3. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

3.3.1. Sejarah Singkat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan merupakan salah satu Instansi Pemerintah Kota Medan yang melaksanakan tugas pelayanan publik dalam bidang perindustrian dan perdagangan. Seiring dengan bergulirnya reformasi maka terjadi perubahan diberbagai bidang kehidupan, tak terkecuali dalam bidang pemerintahan yakni diberlakukannya otonomi daerah. Diberlakukannya otonomi daerah ini berimbas kepada terjadinya perubahan lembaga pelayanan.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah salah satu unit kerja pemerintah kota Medan yang terdiri dari gabungan eks Departemen Perdagangan Kodya Medan dengan Kantor Departemen Perindustrian Kodya Medan (Gabungan dari eks kantor Departemen Perdagangan dan eks kantor Departemen Perdagangan dan eks kantor Departemen Perindustrian pada tahun 1996).


(51)

3.3.2. Stuktur Organisasi Disperindag Kota Medan

Dalam menjalankan suatu perusahaan baik Instansi Pemerintah maupun swasta membutuhkan adanya suatu stuktur organisasi untuk uraian tugas yang jelas. Dengan demikian setiap pegawai akan dapat memahami secara jelas apa tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang diberikan kepadanya, sejauh mana wewenang seorang pegawai sehingga dalam melaksanakan tugasnya dapat lebih efisien dan akan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap tujuan perusahaan dan kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh perusahaan tersebut.

3.3.3 Bidang-bidang Kerja

Tugas dan fungsi dari setiap bagian dalam struktur organisasi dinas perindustrian dan perdagangan kota Medan adalah sebagai berikut :

1. Kelapa Dinas

Kepala Dinas bertugas untuk :

a) Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang perindustrian dan perdagangan.

b) Melaksanakan pemberian bimbingan, pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan industri dan perdagangan.

c) Menyelenggarakan perlindungan konsumen.

d) Menetapkan tera dan tera ulang, alat ukur, tukar, timbang dan perlengkapan (UTTP).


(52)

f) Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang dan tugasnya.

g) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah 2. Bagian Tata Usaha

Pada bagian tata usaha mencakup beberapa sub, yaitu : a) Sub bagian Kepegawaian

b) Sub bagian Keuangan c) Sub bagian Umum d) Sub bagian perlengkapan

Tugas bagian Tata Usaha :

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan sebagian tugas pokok Disperindag di bidang Ketatausahaan yang meliputi pengolahan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan kerumah tanggan dan urusan umum lainnya.

Fungsi bagian Tata Usaha : a) Menyusun rencana kegiatan kerja.

b) Mengelola urusan perlengkapan, kerumah tanggan dan pengadaan barang. c) Mengelola urusan administrasi kepegawaian.

d) Mengelola urusan keuangan dan perbendaharaan serta penyusunan laporan keuangan.

e) Melaksanakan pengelolaan urusan surat menyurat dan urusan umum lainnya. f) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai


(53)

3. Sub Dinas Perencanaan

Pada Sub Dinas Perencanaan mencakup beberapa sub, yaitu : a) Seksi Penyusunan Program Perindustrian.

b) Seksi Penyusunan Program Perdagangan. c) Seksi Data dan Informasi.

d) Seksi Evaluasi dan Pelaporan.

Tugas Sub Dinas Perencanaan adalah melaksanakan tugas-tugas dibidang perencanaan perusahaan

Fungsi Sub Dinas Perencanaan Adalah: a. Menyusun rencana kegiatan kerja.

b. Mempersiapkan dan merumuskan rencana produksi dan mengkoordinasikan dengan unit terkait.

c. Mengumpulkan, merumuskan kebijakan, dan mrncata hasil perindustrian dan perdagangan.

d. Mempersiapkan, merumuskan dan menyusun laporan kegiatan pelaksanaan program kerja dinas.

e. Mengevaluasi, menganalisa dan menyusun laporan kegiatan pelaksanaan program kerja dinas.

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang dan tugasnya.

4. Sub Dinas Perindustrian


(54)

a. Seksi Agro dan Hasil Hutan

b. Seksi Industri Tekstil, Kimia dan Tambang c. Seksi Logam, Elektronik dan Perekayasaan d. Seksi Pengembangan dan Pembinaan Tugas Sub Dinas Perindustrian:

Melaksanakan tugas di bidang perindustrian yang meliputi pembinaan dan pengembangan sarana usaha serta peningkatan mutu hasil produksi.

Fungsi Sub Dinas Perindustrian adalah: a. Menyusun kegiatan kerja

b. Memberikan bimbingan teknis untuk peningkatan usaha, produksi dan melaksanakan penerapan standard dan penerapan teknologi serta melaksanakan pengawasan diversifikasi dan mutu bidang agro dan hasil hutan, industri kimia, tekstil dan tambang, logam elektronika, mesin dan perekayasaan.

c. Membina dan mengembangkan usaha dan produksi serta melaksanakan hubungan kerjasama dengan mitra usaha industri.

d. Memberikan pelayanan penerbitan izin bidang industri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

e. Memantau, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan bidang perindustrian. f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan bidang tugasnya. 5. Sub Dinas Industri dan Menengah


(55)

a) Seksi Industri Kecil dan Menengah b) Seksi Dagang Kecil dan Menengah c) Seksi Iklim Usaha

d) Seksi Industri dan Dagang Informal

Tugas Sub Dinas Industri Kecil dan Menengah :

Melaksanakan sebagian tugas sub Dinas di bidang Industri dan Dagang Kecil dan Menengah.

Fungsi Sub Dinas Industri Kecil dan Menengah : a) Menyusun rencana kegiatan kerja

b) Menyusun petunjuk teknis pembinaasn kegiatan dibidang usaha Industri Kecil dan Menengah, dagang kecil dan menengah serta industri dagang formal. c) Mempersiapkan pembinaan bidang iklim usaha.

d) Melaksanakan bimbingan dalam mengembangkan sarana usaha, produksi di bidang usaha Industri Kecil dan Menengah, Dagang Kecil dan Menengah serta Industri dan Dagang Formal.

e) Melaksanakan pemantauan dibidang Industri Dagang Kecil dan Menengah. f) Menciptakan kerjasama dengan dunia usaha dibidang Industri Dagang Kecil

dan Menengah. 6. Sub Dinas Perdagangan

Pada Sub Dinas Perdagangan mencakup beberapa sub, yaitu : a) Seksi Usaha Perdagangan.


(56)

c) Seksi Metrologi

d) Seksi Pembinaan dan Pengembangan. Tugas Sub Dinas Perdagangan :

Melaksanakan tugas dibidang perdagangan yang meliputi pembinaan dan pengembangan kegiatan perusahaan baik ekspor maupun impor.

Fungsi Sub Dinas Perdagangan adalah : a) Menyusun kegiatan rencana kerja.

b) Mempersiapkan pembinaan petunjuk teknis bidang kegiatan usaha perdagangan.

c) Memberikan pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.

d) Menerbitkan Tanda Daftar Perusahaan dan penyajian data dan informasi serta melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran tindak pidana Wajib Daftar Perusahaan.

e) Melaksanakan pemantauan, penyaluran barang dan jasa serta fasilitas distribusi bahan-bahan pokok.

f) Melaksanakan penolakan standard alat ukur, takar, timbang dan perlengkapan dan melaksanakan pengawasan barang dalam keadaan terbungkus.

g) Menerbitkan Angka Pengenal Import dan Surat Keterangan Asal serta Tanda Daftar Gudang.

h) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan.

i) Memberikan laporan kegiatan yang dilaksanakan kepada Kepala Dinas.

j) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.


(57)

7. Sub Dinas Pengawasan

Pada Sub Dinas Pengawasan mencakup beberapa sub, yaitu : a) Seksi Perlindungan Konsumen

b) Seksi Pengawasan Perindustrian. c) Seksi Pengawasan Perdagangan. d) Seksi Penyuluhan dan Promosi.

Tugas Sub Dinas Pengawasa :

Melaksanakan sebagian tugas dinas dibidang pengawasan meliputi pengawasan dan perlindungan terhadap konsumen serta memberikan penyuluhan. Fungsi Sub Dinas Pengawasan adalah :

a) Menyusun rencana kegiatan kerja.

b) Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan perindustrian dan perdagangan. c) Melaksanakan pengawasan pencemaran usaha perindustrian dan perdagangan. d) Melaksanakan kegiatan pameran dan promosi hasil-hasil perindustrian dan

perdagangan di dalam negeri dan diluar negeri.

e) Melaksanakan sosialisasi, penyuluhan peraturan perundang-undangan perindustrian dan perdagangan serta penerbitan Izin Gangguan.

f) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan yang telah direncakan.

g) Memberikan laporan kegiatan yang dilaksanakan kepada Kepala Dinas.

h) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas yang sesuai dengan bidang tugasnya.


(58)

3.3.4. Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

3.3.4.1. Visi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan adalah unsur pelaksanaan Pemerintah Kota Medan dalam bidang perindustrian dan perdagangan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

Dalam rencana strategi ini ditetapkan visi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, adalah “Terwujudnya Kota Medan sebagai Pusat Industri, Perdagangan dan Jasa yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan”.

Dengan pembinaan UKM yang berkesinambungan terutama peningkatan SDM para pegusaha menjadi sangat penting dimana pada era globalisasi dengan sistem teknologi informasi yang mau tidak mau harus dihadapi dan daya saing akan semakin tajam dimana AFTA 2003 merupakan tantangan bagi perekonomian global yang telah diambang pintu. Dalam pengembangan Perdagangan Industri Internasional terutama IMT-GT sangat mendukung perekonomian kota Medan sebagai pusat perindustrian dan perdagangan Indonesia Wilayah Barat.

Kerjasama antara sister City Medan-Penang, Medan –Ichikawa (Jepang), Medan-Kwangju (Konsel), dan Medan-Chingdu (Cina) telah menunjukkan adanya bentuk bisnis dan adanya investor yang menanamkan modal di Medan.

Dampak dari semua kegiatan bisnis ini akan dapat merangsang dan memotivasi serta mobilitas para pengusaha UKM di kota Medan dalam Meningkatkan mutu, daya saing, desain dan produktivitas industri kecil dan menengah sebagai penggerak pembangunan serta pemberdayaan ekonomi rakyat


(59)

yang menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi Kota Medan menuju kota Metropolitan.

3.3.4.2. Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Dalam penjabaran visi Disperindag Kota Medan tersebut diatas maka ditetapkan pula misi sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas SDM Aparatur Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan sebagai upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan di sektor industri dan perdagangan.

b. Peningkatan peran pasar dalam negeri dengan pola perdagangan yang makin meluas dan mantap.

c. Terciptanya iklim usaha industri dan perdagangan yang kondusif dalam upaya mempercepat proses pembangunan ekonomi di Kota Medan.

d. Pengembangan pasar luar negeri melalui peningkatan ekspor non migas.

Dalam upaya mencapai visi dan misi Kota Medan disamping pembinaan UKM yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan wawasan dan kemampuan aparat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

Sasaran pembangunan sektor industri adalah peningkatan dan pengembangan industri yang mempunyai daya saing kuat dengan mengelola sumber daya alam daerah Sumatera Utara terutama hasil pertanian/agro industri peningkatan dan kemajuan rancangan pembangunan melalui inovasi teknologi dan kegiatan penelitian terapan.

Sasaran pembangunan sektor perdagangan adalah menerbitkan usaha niaga agar tercipta iklim usaha dan kepastian berusaha yang semakin mantap serta


(60)

melindungi kepentingan konsumen dan memenuhi kebutuhan barang-barang baik bagi produsen maupun konsumen dengan harga yang layak, meningkatkan produksi dan menciptakan sistem pemasaran yang efisien, memperluas penggunaan hasil industri dalam negeri serta perluasan pasar Luar Negeri terutama ekspor non migas.


(61)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Data-data primer tersebut didapat dengan melalaui penyebaran kuisioner maupun dengan wawancara mendalam, dan yang menjadi respondennya adalah para pelaku industri kecil dan pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

4.1. Hasil Angket Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden

Penyajian data karakteristik responden bertujuan untuk mengidentifikasi cirri-ciri khusus yang dimiliki responden, sehingga memudahkan penulis dalam mengadakan analisis penelitian nantinya. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1

Distribusi Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN FREKUENSI PERSENTASE

Laki-laki 14 63,64

Perempuan 8 36,36

Jumlah 22 100

Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 1 ) dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah laki-laki yakni berjumlah 14 orang ( 63,64 % ) dan selebihnya adalah perempuan yakni 8 orang (36,36 %).


(62)

Tabel 2

Distribusi Usia Responden

USIA FREKUENSI PERSENTASE

Kurang dari 35 Tahun 7 31,82

35-45 Tahun 10 45,45

46-56 Tahun 3 13,64

Diatas 56 Tahun 2 9,09

Jumlah 22 100

Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 2 ) dapat dilihat bahwa para pelaku industri kecil mayoritas berusia 35-45 tahun sebesar 10 orang ( 45,45 % ) , kurang dari 35 tahun 7 orang ( 31,82 % ), dan berumur 46-56 tahun 3 orang ( 13,64 % ), sedangkan sisanya berusia diatas 56 tahun sebanyak 2 orang ( 9,09 % ).

Tabel 3

Distribusi Jenjang Pendidikan Responden

JENJANG PENDIDIKAN FREKUENSI PERSENTASE SD 3 13,64

SMP 8 36,36

SMA 9 40,91 S1 2 9,09 Jumlah 22 100 Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 3 ) dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki jenjang pendidikan SMA sebesar 9 orang (40,91 %), pendidikan SMP sebanyak 8 orang


(63)

(36,36 %), SD sebanyak 3 orang ( 13,64 % ) dan sarjana sebanyak 2 orang ( 9,09 % ).

Tabel 4

Distribusi TANGAPAN Responden Tentang Besarnya Penghasilan Responden Setiap Bulan

PENGHASILAN / Bulan FREKUENSI PERSENTASE Kurang dari Rp 1.500.000,00 - -

Rp1.500.000,00-Rp 3.000.000,00 4 18,18

Rp3.000.000,00-Rp 5.000.000,00 12 54,55 Lebih dari Rp 5.000.000,00 6 27,27 Jumlah 22 100 Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 4 ) dapat dilihat bahwa jumlah penghasilan para pelaku industri kecil setiap bulannya mayoritas berjumlah Rp3.000.000,00-Rp 5.000.000,00 yakni 12 orang ( 54,55 % ), dan berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000,00 sebanyak 6 orang ( 27,27 % ) dan jumlah penghasilan responden Rp1.500.000,00-Rp 3.000.000,00 sebanyak 4 orang ( 18,18 % ).

Tabel 5

Jenis Industri Responden

JENIS INDUSTRI FREKUENSI PERSENTASE

Sepatu 7 31,82 Konveksi 9 40,90 Tas 3 13,64 Lain-lain 3 13,64


(64)

Jumlah 22 100

Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 5 ) dapat dilihat bahwa mayoitas responden bergerak di industri konveksi sebanyak 9 orang ( 40,90 % ), industri sepatu 7 orang ( 31,82 % ), dan insdutri tas 3 orang ( 13,64 % ), dan industri lain-lain 3 orang( 13,64 % ).

4.1.2. Variabel Penelitian

Data variabel penelitian berisikan tentang peranan Pemko Medan dalam pemberdayaan industri kecil di Kelurahan Menteng yang terdiri dari adanya bimbingan dan arahan, perizinan, melakukan evaluasi, dan perkembangan produksi industri.

4.1.2.1. Bimbingan dan Pengarahan

Peranan Pemko Medan dalam bimbingan dan pengarahan terdiri dari aspek bimbingan dan arahan mengenai pengadaan modal, peningkatan pemasaran, dan peningkatan produksi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :

Tabel 6

Tanggapan Responden Tentang Keikutsertaan Responden Mengikuti

Bimbingan Dan Pengarahan Pengadaan Modal yang dilakukan Pemko Medan

TANGGAPAN FREKUENSI PERSENTASE Aktif 9 41,91

Kurang Aktif 8 36,36 Tidak Aktif 5 22,73 Jumlah 22 100 Sumber : Kuisioner 2009


(65)

Dari tabel ( 6 ) dapat diketahui bahwa mayoritas responden mengatakan Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan aktif memberikan bimbingan dan pengarahan pengadaan modal kepada pelaku industri yakni sebanyak 9 orang ( 41,91 % ), dilanjutkan dengan tangapan responden yang mengatakan kurang aktif 8 orang ( 36,36 % ), dan tidak aktif sebanyak 5 orang ( 22,73 % ).

Secara aktif berarti Pemko Medan memberikan bimbingan dan pengarahan sebanyak tiga sampai empat kali dalam enam bulan ; kurang aktif berarti satu sampai dua kali dalam enam bulan ; tidak aktif berarti tidak pernah dilakukan.

Tabel 7

Tanggapan Responen Tentang Peranan Pemko Medan Dalam Memberikan Jalan Keluar Bagi Pelaku Industri Untuk Mendapatkan Modal Usaha

TANGGAPAN FREKUENSI PERSENTASE

Memberi Jalan Keluar 2 9,09 Kurang Memberi Jalan Keluar 8 36,36 Tidak Memberi Jalan Keluar 12 54,55 Jumlah 22 100 Sumber : Kuisioner 2009

Dari tabel ( 7 ) dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan Pemko Medan tidak memberi jalan keluar bagi pelaku industri untuk mendapatkan modal usaha yaitu sebanyak 12 orang ( 54,55 % ), kurang memberi jalan keluar sebanyak 8 orang ( 36,36 % ), dan memberi jalan keluar sebanyak 2 orang ( 9,09 % ).


(1)

bidang industri (Tabel 12). Pemko Medan juga membantu menerbitkan izin usaha yang dimiliki pelaku industri (Tabel 13) dengan proses perizinan yang mudah (Tabel 14).

5.3. Evaluasi

Evaluasi tentang perkembangan pelaku industri baik dari segi perkembangan modal usaha (Tabel 15), perkembangan produksi usaha industri (Tabel 16), serta perkembangan pemasaran barang produksi (Tabel 17) tidak pernah dilakukan oleh pemerintah.

5.4. Perkembangan Industri

Menurut persentase responden, maka sebagian besar pelaku industri mengalami penurunan modal yang dimiliki (Tabel 18). Selain itu, baik produksi yang dihasilkan (Tabel 19), pemasaran barang produksi (Tabel 20) maupun penjualan hasil produksi (Tabel 21) sama-sama menurun.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pemko Medan mempunyai peranan yang kurang baik terhadap pemberdayaan Industri Kecil di Kelurahan Medan Tenggara.

Dalam hal diatas penulis melihat bahwa penyebab kurang berperannya Pemko Medan yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap perkembangan inustri kecil di PIK baik dilihat dari peran dalam bimbingan dan pengarahan, dan evaluasi adalah :


(2)

Anggaran yang dimiliki oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk dana operasional dalam pembinaan para pelaku industri adalah sangat terbatas. Oleh karena itu dana sering menjadi hambatan dalam menjalankan program-program pembinaan industri kecil khususya di PIK.

2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sangat terkait erat dengan kualitas dan kuantitas pegawainya. Secara kualitas pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga masih menjadi kendala utama. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya kemampuan pegawai untuk melaksanakan pembinaan. Para pegawai juga menganggap bahwa perkembangan industri kecil adalah tanggung jawab masing-masing pelaku industri. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa masih rendahnya jiwa pengabdian yang dimiliki para pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Secara kuantitas jumlah pegawai masih relatif sedikit karena hanya terdapat 24 orang pegawai yang menangani masalah perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Untuk melaksanakan pekerjaan yang luas dan besar sedangkan jumlah pegawai relatif sedikit.

3. Produktivitas Kerja

Kelemahan lainnya adalah rendahnya produktivitas kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Lemahnya produktivitas ini ditandai dengan rendahnya frekuensi yang dilakukan aparat untuk memonitoring pelaksanaan pembinaan khususnya dalam memonitoring perkembangan modal hingga pemasaran barang.


(3)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, maka pada bagian ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan sedikit saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini.

6.1. Kesimpulan

a. Peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberikan bimbingan dan pengarahan baik dalam pengadaan modal, peningkatan produksi barang, invasi teknologi, peningkatan pemasaran dapat dikatakan kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari tangapan-tangapan responden yang telah diterima dari lapangan. Pelaku industri juga merasa Pemko Medan membantu mereka dengan setengah hati karena walaupun Pemko Medan memberikan bimbingan tentang bagaimana cara meningkatkan pemasaran barang tetapi dalam hal pemasaran barang, Pemko Medan sama sekali tidak membantu.

b. Peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberikan bantuan dalam inovasi teknologi tidak diperoleh oleh pelku industri sehingga mengakibatkan produksi barang sulit ditingkatkan.

c. Dalam hal perizinan Pemko Medan memberikan penerangan tentang syarat usaha bidang industri. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden yang lebih dari 50 % dinyatakan bahwa Pemko Medan memberikan penerangan


(4)

tentang syarat usaha bidang industri. Pemko Medan juga membantu menerbitkan izin usaha yang dimiliki pelaku industri dengan proses perizinan yang mudah.

d. Evaluasi tentang perkembangan pelaku industri baik dari segi perkembangan modal usaha, perkembangan produksi usaha industri, serta perkembangan pemasaran barang produksi tidak pernah dilakukan oleh pemerintah.

6.2. Saran

1. Mengingat industri kecil merupakan salah satu pilar perekonomian yang penting, jadi hendaknya pemerintah dalam hal ini, Pemko Medan seharusnya lebih memperhatikan perkembangan industri kecil.

2. Para pelaku industri diharapkan tanggap terhadap arahan dan bimbingan yang telah diberikan Pemko Medan sehingga dengan mudah dapat mengimplementasikan usaha UKM dengan maksimal.

3. Perlu adanya pameran sebagai kegiatan yang paling memberikan manfaat bagi pengembangan pemasaran UKM, pelatihan keterampilan dalam memproduksi barang yang berkualitas baik serta suntikan dana pemerintah yang terkontrol dengan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi , Isbandi Rukminto . 2001. Pemberdayaan , Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas ( Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis ), Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prodesur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek ( Edisi Revisi II ). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Medan Dalam Angka 2005, Medan, 2005. Drajat, Bambang . 2006. Membangun Kelembagaan Prima Tani: Sinar Tani

Dunn, William. 1994. Analisa Kebijakan Publik. Jakarta: Gajah Mada University Press

Hubeis, Musa. 1997 . Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Bogor.

Herwidayatmo. 2002. Mendorong Pemanfaatan Pasar Modal sebagai alternatif Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta.

KADIN. 2007. Perkembangan Indikator MAKRO Usaha Kecil Menengah di Indonesia.

Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pemberdayaan Msyarakat : Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas

Moloeng, lexi, 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Siahaan, dkk, 2006. Manajemen Pengawas Pendidikan, Jakarta: Quantum teaching Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi . 1999 . Metode Penelitian Survei. Jakarta:

PT Pustaka LP3ES

Sugiono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Suharto, edi, 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika Aditama,.

Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Citra Utama


(6)

Sumodiningrat, gunawan, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Suryanto, Bagong dan Sutina . 2005 . Metode Penelitian Sosial . Jakarta: PT Kencana Wahyuni, Eti dkk. 2005 . Lilitan Masalah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

dan Kontroversi Kebijakan. Medan: Bitra Indonesia.

Wijaya, Krisna. 2002 .Analisa Pemberdayaan Usaha kecil ( Kumpulan Pemikiran ). Bogor: Pustaka Wirausaha Muda

Wrihatnolo, dkk, 2007, Manajemen Pemberdayaan, Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Gramedia