Pengelolaan dan Perlindungan Air Baku da

PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN AIR BAKU DALAM UPAYA
PENYEDIAAN AIR MINUM YANG BERKELANJUTAN
Yung Savitri, Mochamad Azwar, dan I Made Wahyu Wijaya
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK
Kelangkaan air bersih merupakan salah satu permasalahan utama di beberapa wilayah di
Indonesia. Salah satu penyebab kelangkaan air bersih adalah ketersediaan sumber air baku yang
kurang memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan air baku dengan kualitas, kuantitas,
kontinuitas dan keterjangkauan sangat dibutuhkan seiring pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat. Pada beberapa daerah yang mengalami krisis air, masalah kekurangan air ini terjadi
hampir setiap tahun. Dengan demikian, ketersediaan sumber air baku sangat penting dalam
penyediaan air bersih bagi masyarakat. Pemilihan sumber air baku untuk air minum harus
memenuhi syarat dari segi kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan (aksesibilitas).
Pengelolaan air baku disesuaikan dengan jenis air baku yang digunakan. Pengambilan air baku
dilakukan dengan menggunakan bangunan unit air baku, yakni intake, bround captering ,
sumur, dan penampung air hujan. Perlindungan sumber air baku dapat dilakukan dengan
pembagian zona perlindungan air yang didasarkan dengan faktor kesehatan dan biologis.
Penyusunan Master Plan Air baku juga menjadi salah satu solusi dalam upaya perlindungan air
baku dan pemetaan potensi sumber air baku.

Keyword: air baku, kriteria air baku, perlindungan air baku

1. LATAR BELAKANG
Kelangkaan air bersih merupakan salah satu permasalahan utama di beberapa wilayah di
Indonesia. Salah satu penyebab kelangkaan air bersih adalah ketersediaan sumber air baku yang
kurang memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan air baku dengan kualitas, kuantitas dan
kuantitas sangat dibutuhkan seiring pertumbuhan penduduk. Kebutuhan akan air bersih
semakin meningkat, sedangkan pasokan air baku untuk air bersih semakin menurun baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Perkembangan teknologi juga turut berperan dalam
peningkatan kebutuhan air pada beberapa sektor, seperti kebutuhan domestik, industri,
pertanian, pembangkit listrik tenaga air, perkebunan, dan sebagainya (Alobaidy, dkk., 2010).
Perubahan tata guna lahan juga turut mempengaruhi kuantitas sumber air baku.
Perubahan tata guna lahan di daerah hulu sampai hilir mengakibatkan fluktuasi debit air baku
pada musim hujan dan musim kemarau sangat besar. Perubahan tata guna lahan menjadi lahan
permukiman atau industri menyebabkan berkurangnya lahan resapan air, akibatnya terjadi
penurunan air tanah. Jika hal ini terjadi di wilayah tepi pantai, maka akan menyebabkan intrusi
air lait ke dalam air tanah. Selain itu, penurunan kuantitas air juga menyebabkan konsentrasi
polutan dalam badan air semakin pekat, sehingga kualitas air menurun.

Pada beberapa daerah yang mengalami krisis air, masalah kekurangan air ini terjadi

hampir setiap tahun. Untuk memperoleh air, masyarakat harus membeli air bersih dari para
pedagang air dengan harga yang cukup tinggi, sedangkan bagi masyarakat yang tidak mampu
beralih menggunakan air yang kualitasnya tidak layak untuk memenuhi kebutuhan air.
Fenomena tersebut dapat menyebabkan penurunan kondisi sosial ekonomi dan kesehatan
masyarakat. Masalah ketersediaan air bersih ini juga terjadi di wilayah pedesaan. Meskipun
wilayah pedesaan tersebut memiliki sumber air (air permukaan, air bawah tanah, dan mata air),
namun sarana dan prasarana air minum belum memadai, sehingga masyarakat masih sulit
memperoleh air bersih.
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, sumber air harus dilindungi,
serta diamankan, dipertahankan, dan dijaga kelestariannya, agar dapat memenuhi fungsinya.
Perlindungan sumber air dilakukan dengan melakukan usaha penyelamatan air, pengamanan
dan pengendalian daya rusak air, pencegahan terjadinya pencemaran air, serta pengamanan
terhadap bangunan pengairan. Intensitas pengelolaan lahan baik di wilayah hulu atu hilir sungai
untuk pemenuhan kebutuhan memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis sumber
air. Penanganan masalah lahan kritis atau konservasi air secara parsial telah dilakukan selama
ini, namun belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Dengan demikian, penanganan
harus dilakukan dengan strategi pelaksanaan kegiatan pengembangan konservasi sumber daya
air melalu pendekatan holistik dengan fokus pada sumber daya. Program konservasi lahan dan
sumber daya air secara menyeluruh dan inovatif diperlukan dalam merencanakan pemanfaatan
sumber daya tersebut.

Dalam UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan
bahwa konservasi sumber daya alam dilakukan untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan
sumber daya. Konservasi air melalui pengelolaan yang efektif dan penggunaan yang efisien
merupakan kegiatan sangat dibutuhkan dan mendesak. Pengelolaan air berdasarkan
keberadaannya sebagai sumber daya alam adalah merupakan bagian dari program konservasi
air yang secara utuh memelihara, merehabilitasi, menjaga dan memanfaatkan sumber-sumber
air yang ada secara efektif dan efisien terhadap kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini
diperlukan untuk mengurangi volusi dan pencemaran sumber daya air akibat perlakuan
eksploitasi berlebihan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat.
Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan kajian yang membahas tentang
pengelolaan berbagai jenis sumber air baku. Ketersediaan air baku sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Guna menjaga kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas air baku, maka perlu dilakukan perlindungan atau konservasi air baku.
2. LANDASAN TEORI
2.1

Sumber Air Baku


Air baku adalah air yang diambil dari sumber air permukaan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan (Permen PU No. 6 Thn 2011). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air baku air minum
adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan mengolah secara
sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan.
Sumber air baku untuk air bersih secara garis besar dapat digolongkan menjadi empat
bagian yaitu air laut, air atmosfir atau air hujan, air permukaan dan air tanah masing-masing
menpunyai karakteristik yang berbeda-beda ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya (Totok
Sutrisno,dkk,2004)
1. Air Tanah
Pada umumnya air tanah mempunyai kualitas cukup baik dan apabila dilakukan
pengambilan yang baik dan bebas dari pengotoran dapat dipergunakan langsung. Untuk
melindungi pemakaian air dari bahaya terkontaminasi melalui air diperlukan proses
klorinasi. Menurut Totok Sutrisno, air tanah terbagi atas tiga bagian besar, yaitu air tanah
dangkal, air tanah dalam, dan mata air.
2. Air permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan
ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya lumpur, batang-batang kayu,
daun-daun, kotoran industri kota, limbah domestik rumah tangga dan sebagainya. Jenis
pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan biologi. Air permukaan

merupakan sumber air yang relatif cukup besar,akan tetapi karena kualitasnya kurang baik
maka perlu pengolahan, Air permukaan ada 2 macam yaitu :
a. Air sungai
Dalam penggunaan air sungai sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan
yang sesuai mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pengotoran
yang tinggi. Sedangkan debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum
pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air rawa atau danau
Kebanyakan air rawa berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang telah
membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning
coklat. Dengan adanya pembusukan,kadar zat organik tinggi maka kadar Fe dan Mn kan
larut,jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah-tengah
agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa.
3. Air atmosfer atau air hujan
Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih, adanya pengotoran udara disebabkan oleh
kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Air hujan mempunyai sifat agresif
terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir karena pada umumnya air hujan
mempunyai pH rendah, sehingga dapat mempercepat terjadinya korosi. Air hujan juga
mempunyai sifat lunak (soft water ) karena kurang mengandung larutan garam dan zat

mineral,sehingga akan boros dalam pemakaian sabun dan terasa kurang segar.
4. Air Laut
Mempunyai sifat asin,karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut
3%. Dengan keadaan ini maka air laut jarang digunakan sebagai air baku untuk keperluan
air minum karena tidak memenuhi syarat untuk air minum

2.2

Kriteria Air Baku

Tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah ketentuan sebagai standar
kualitas air baku yang bisa diolah. Berdasarkan SNI 6773:2008, persyaratan teknis kualitas air
baku yang bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) adalah :
1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l SiO2
2. Kandungan warna asli (appearent colour ) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna
sementara mengikuti kekeruhan air baku.
3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
4. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan atau bahan
organic melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah (