MODUL I BAMBU PENGETAHUAN DASAR TENTANG

MODUL I – BAMBU
„PENGETAHUAN DASAR TENTANG BAMBU“

A. STANDAR KOMPETENSI
Melaksanakan pekerjaan konstruksi bambu untuk bangunan sederhana.
B. KOMPETENSI DASAR
1. Memahami dasar-dasar tentang bambu.
C. INDIKATOR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Berbagai proses pertumbuhan bambu dijelaskan.
Potensi fisik kayu dengan bambu dibedakan.
Berbagai kegunaan bambu dijelaskan.
4 jenis bambu dibedakan.

Karakteristik penggunaan masing-masing jenis bambu dijelaskan.
Umur dan musim penebangan setiap jenis bambu ditentukan.
3 cara pengawetan dijelaskan dengan gambar.
Cara pengeringan alami dan buatan dijelaskan.

D. ALOKASI WAKTU
8 x 45 menit
E. SUMBER PEMBELAJARAN
1. Dunkelberg, K., (1978), Bamboo as Building Material, Disertasi, TU
Muenchen, di dalam: Gass, S et. Al, IL 32., Bambus – Bamboo, Stuttgart 1985
2. Farrelly, D., (1996), The Book of Bamboo, London: Thames & Hudson, 1996
3. Frick, H., Palunsu, J.E, Suryana, Trijoko, S., Pamungkas, Y., (1995),
Konstruksi bangunan gedung (Draft), Malang: PKLH / Subdivision
Environment PPPGT / VEDC, Malang.
4. Frick, H., (1999), Ilmu bahan bangunan, Yogyakarta: Kanisius.
5. Frick, H., (2004), Ilmu konstruksi bangunan kayu, Yogyakarta: Kanisius.
6. Frick, H., (2004), Ilmu konstruksi bangunan bambu, Yogyakarta: Kanisius.
7. Gut, P., (1993), Roof Structure Guide, St. Gallen and Geneva: SKAT and ILO.
8. Widjaja, W.S., (1998), Bambu merupakan elemen struktur yang sangat
potensial dan murah pada saat krisis ekonomi, Semarang: Jurnal Pranata

edisi khusus, Tahun VIII No. 8, Unika.
9. McClure, F.A., (2003), Bamboo as a building material, Semarang: LMB.

MODUL I - BAMBU

1/6

F. INFORMASI LATAR BELAKANG
Bambu merupakan bahan bangunan yang murah dan mudah diperoleh di
Indonesia, namun kurang dimanfaatkan dalam pekerjaan konstruksi.
Dibandingkan bahan bangunan lainnya seperti beton, alumunium dan baja,
bambu merupakan bahan yang berkelanjutan karena memenuhi kriteria ekonomis
(dapat dibeli dengan harga terjangkau), ekologis (bersifat ramah lingkungan) dan
efesiensi teknis (cepat dan relatif mudah dalam pengerjaannya).

Bogor, 2007

Rantepao, 2007

Gambar 1. Berbagai jenis tanaman bambu di berbagai tempat di Indonesia

1. Potensi fisik kayu dan bambu
Tidak seperti kayu yang setiap tahun mengalami pertumbuhan dalam panjang
dan diameternya, bambu tidak mengenal perkembangan pada bagian
gemang-nya. Hal ini disebabkan oleh tiadanya kambium dan orientasi serat
secara radial pada jaringan bambu. Jika kayu dapat digunakan sebagai
batang konstruksi utuh berbentuk
dan
dalam berbagai ukuran, bambu
yang mengalami pertumbuhan secara vertikal hanya dapat digunakan sebagai
batang pipa dengan variasi diameter sesuai jenisnya. Bentuk batang seperti
pipa tersebut membedakan bambu dari kayu dalam konstruksi
sambungannya, yaitu lebih tepat jika menggunakan pengikatan dengan
bermacam tali. Berdasarkan karakter fisik-nya tersebut, maka bambu seperti
halnya kayu akan lebih mudah digunakan dalam sistem konstruksi rangka.
Namun penggabungan bambu dengan bahan bangunan lainnya (disebut
sebagai bahan komposit) memungkinkan penggunaan bambu dalam sistem
konstruksi dinding sejajar atau dinding masif.

MODUL I - BAMBU


2/6

Sistem rangka menggunakan
tiang-tiang bambu yang
membentuk kerangka bangunan
penerima beban. (Rantepao, 2007)

Sistem dinding masif menggunakan
bambu plesteran komposit.
(sumber: www.bamboocentral.org)

Gambar 2. Rumah bambu dengan penerapan sistem struktur yang berbeda
2. Kegunaan bambu sebagai bahan bangunan
Ditinjau dari beberapa prinsip bangunan tahan gempa yaitu berstruktur ringan,
dibuat dari satu jenis bahan bangunan (monolit), dan memiliki kejelasan jalur
gaya vertikal dan horisontal maka penggunaan bahan bangunan bambu dapat
memenuhi syarat tersebut. Sifat elastis dan berat bahan cukup ringan dapat
menjamin kestabilan struktur bambu pada saat terjadi gempa.
Modulus elastisitas terhadap tekanan N/mm2
Ø 100

Ø 80
diameter (mm)
151.900
189.000
min

diameter (mm)
min
maks

Modulus elastisitas terhadap tarikan N/mm2
90
80
170.000
179.000
140.000
220.000
241.000
316.000


Modulus elastisitas terhadap lendutan N/mm2
Mulai Ø 100
Ø 80
diameter (mm)
169.000
227.000
136.000
189.000
170.000 – 220.000
batang bambu

Ø 70
165.000

170.000
180.000

Ø 70
325.000
-


Tabel 1. Hubungan antara diameter bambu dan kelenturannya terhadap berbagai
macam pembebanan 1

1

Dunkelberg, K., Bamboo as Building Material, Disertasi, TU Muenchen 1978. di dalam: Gass, S et.
Al, IL 32., Bambus – Bamboo, Stuttgart 1985, hal 86

MODUL I - BAMBU

3/6

Kecuali untuk pondasi, bahan bambu dapat digunakan sebagai elemen
bangunan lainnya seperti rangka dinding, rangka atap, plafond, plat lantai,
jendela dan pintu.
3. Jenis-jenis bambu
Dari 189 jenis bambu di dunia yang pernah diidentifikasikan 2 , ada 4 jenis
bambu yang dikenal oleh masyarakat yaitu bambu tali/apus, bambu
wulung/hitam, bambu petung, dan bambu duri/ori. Oleh sebab itu dalam

pembuatan konstruksi bangunan bambu perlu diperhatikan perbedaan sifat
dan kegunaaannya.
a. Bambu apus memiliki sifat yang sangat liat karena berdiameter kecil 40-80
mm dengan jarak ruas sampai 65 cm sehingga paling banyak dipilih untuk
bahan konstruksi secara umum.
b. Bambu petung memiliki diameter 80-130 mm dengan panjang batang 1020 meter. Bambu ini cukup tebal dindingnya namun tidak begitu liat
sehingga lebih cocok untuk tiang dan palang bangunan.
c. Bambu wulung/hitam memiliki diameter 40-100 mm dengan panjang ruas
sampai 65 cm. Karena sifatnya yang tidak liat, bambu ini juga lebih cocok
untuk tiang dan palang bangunan. Warnanya yang hitam dengan garis
kuning menjadikannya sebagai pilihan yang menarik secara estitika.
d. Bambu duri/ori memiliki diameter 75-100 mm dengan panjang 9-18 m.
Bambu ini kuat dan besar.
4. Pemanenan, pengawetan dan perawatan
Agar bambu dapat digunakan secara maksimal berdasarkan sifat-sifat
mekanisnya, maka perlu diperhatikan umur penebangan bambu yaitu 3-6
tahun. Hal ini dilakukan karena pada saat tersebut, mutu dan kekuatan bambu
mencapai tingkat paling tinggi dan tahan terhadap hama serta jamur jika
dikeringkan secara baik. Untuk mengetahui secara pasti kapan waktu
pemanennya, maka munculnya tunas baru sebaiknya ditandai dengan spidol.

Pemanenan yang paling baik dilakukan pada musim kemarau sebab pada
saat itu hampir semua batang bambu dari satu rumpun dapat ditebang.
Pemotongannya gharus dilakukan tepat pada bagian buku batang bambu
yang jaraknya kurang lebih 20 cm dari permukaan tanah. Sedangkan bambu
yang tua sebaiknya tetap dibiarkan tumbuh untuk menjaga kelestariannya.
Pada musim tunas, tunas-tunas baru yang muncul perlu disingkirkan sebab
dapat menyebabkan rumpun bambu terlalu rapat. Sedangkan tunas-tunas
berdiameter besar yang berpotensi menjadi batng bambu yang lurus dan kuat
harus dibiarkan tumbuh.
Pengawetan bambu juga harus diperhatikan, sebab tanpa melakukan langkah
ini bahan bangunan ini hanya akan bertahan selama 2-3 tahun. Sebaliknya
dengan teknik pengawetan yang benar serta pemeliharaan yang baik,
konstruksi bambu bisa bertahan > 15 tahun. Ada beberapa hal yang harus
2

Berdasarkan data dari The Journal of the American Bamboo Society, Volume 1, No 1, Feb. 1980, 211 di dalam Farrelly (1984)

MODUL I - BAMBU

4/6


diperhatikan dan dilakukan untuk meningkatkan keawetan bambu secara
tradisional:
a. Waktu pemanenan, sebaiknya dilakukan pada musim kemarau karena
pada saat itu aktifitas hama dan kandungan kanji sangat rendah. (Frick,
2004; hal 11)
Jenis bambu dan kandungan patinya
Bulan

Ampel
(%)

Petung
(%)

Ulung
(%)

Apus
(%)


Januari

0,5

0,48

0,33

0,26

Pebruari

1,55

1,24

0,31

0,31

Maret

3,96

2,08

0,36

0,38

April

1,99

0,32

0,38

0,42

Mei

4,08

0,90

0,53

0,37

Juni

3,70

0,56

0,42

0,30

Juli

1,90

0,40

0,30

0,39

Agustus

2,67

0,46

0,54

0,29

September

3,58

2,07

0,27

0,28

Oktober

4,73

0,49

0,32

0,26

Nopember

6,22

0,46

0,32

0,50

Desember

2,82

0,48

0,37

0,31

Rata-rata

3,41

0,83

0,37

0,33

Tabel 2. Prosentase Kandungan pati 4 jenis bambu dalam 1 tahun 3
b. Perawatan 4 , setelah dipotong bambu yang masih utuh dengan daunnya
harus diletakkan dalam posisi tegak di tempat yang teduh tanpa
menyentuh tanah. Hal ini dilakukan agar sisa kanji dalam batang bambu
tetap mengalir ke daun sehingga batang tidak lagi mengandung kanji yang
merupakan makanan dari hama.

3

Berdasarkan Sulthoni, A., Petunjuk ilmiah pengawetan bambu tradisional dengan perendaman
dalam air, 2003 dikutip oleh Widjaja, W.S, Bambu merupakan elemen struktur yang sangat potensial
dan murah pada saat krisis ekonomi, 1998 hal 102
4
Bdk. Frick, H., Ilmu konstruksi bangunan bambu, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal 12

MODUL I - BAMBU

5/6

c. Pengasapan 5, batang bambu diasapi dengan api untuk membasmi hama
yang masih ada dalam batang. Selain itu hal ini juga dapat digunakan
untuk meluruskan batang yang bengkok atau sebaliknya.

d. Perendaman 6 , batang bambu direndam dalam air yang mengalir seperti di
sungai untuk melarutkan kandungan kanji, gula dan substansi lainnya
sehingga batang ini tidak lagi menarik untuk dimakan oleh hama.

Selain itu juga terdapat cara pengawetan kimiawi yaitu dengan pengecatan
dengan zat penolak serangga dan perendaman dalam zat pembunuh hama.
Namun demikian hal ini harus tetap mempertimbangkan manfaat dan biaya
yang dikeluarkan.

5
6

Frick, Heinz, op.cit., hal 12
Frick, Heinz, op-cit., hal 12

MODUL I - BAMBU

6/6