Evaluasi Program makalah id. pdf

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ i
A.

Pendahuluan ............................................................................................................... 1

B.

Definisi Evaluasi ........................................................................................................... 2

C.

Beberapa Model Evaluasi Program ........................................................................... 4
a. Model Evaluasi CIPP ................................................................................................. 4
b. Model Evaluasi UCLA ............................................................................................... 5
c.

Model Evaluasi Brinkerhoff ...................................................................................... 6

d. Model Stake atau Model Countenance ..................................................................... 6

e.

Model Evaluasi Metfessel dan Michael .................................................................... 9
Beberapa Pendekatan dalam Evaluasi ....................................................................... 9

D.

a. Pendekatan Experimental.......................................................................................... 9
b. Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach) ............. 10
c.

Pendekatan yang Terfokus pada Keputusan (The DecisionFocused Approach) 11

d. Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach) .... 13

E.

e.

Pendekatan yang Responsif (The Responsive Approach) ...................................... 14


f.

Goal Free Avaluation ............................................................................................... 15
Beberapa Konsep dalam Evaluasi ............................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 19

i

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN IPA
Oleh : ERWIN (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA UPI)
NIM : 1602921
A.

Pendahuluan
Pendidikan dipandang sebagai salah satu sarana utama untuk memecahkan masalah-

masalah sosial. Kritik-kritik di masyarakat sering muncul tentang sistem pendidikan yang
berubah-ubah dan tidak seimbang, kurikulum yang kurang tepat dengan mata pelajaran

yang terlalu banyak dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan, dan lain
sebagainya. Namun masalah yang paling parah pada setiap sistem pendidikan yaitu
kurangnya evaluasi yang efektif. Sering terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan tidak
didasarkan atas evaluasi yang mendalam, sehingga dasar-dasar perubahan bisa diterima oleh
masyarakat (awam dan ahli). Kemungkinan penyebab timbulnya kondisi tersebut adalah
kurangnya informasi yang dapat diandalkan tentang hasil pendidikan, tentang praktek, dan
programnya dan belum adanya penggunaan satu sistem yang standar untuk memperoleh
informasi tentang hasil pendidikan dan praktek.
Kesadaran akan hal tersebut merupakan salah satu langkah ke arah perbaikan, evaluasi dapat memberikan pendekatan yang lebih banyak lagi dalam memberikan informasi
kepada pendidikan untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan. Oleh
sebab itu orang-orang yang berpengaruh dalam pendidikan, pakar-pakar pendidikan, dan
para pemimpin menyokong dan menyetujui bahwa program pendidikan harus dievaluasi.
Para orang tua yang mengerti menginginkan informasi tentang kurikulum dan metode
pengajaran yang digunakan untuk mengajar anaknya. Kelompok warga lainnya ingin
mengetahui hasil yang dicapai dengan biaya yang telah mereka bayar. Karena evaluasi
dapat membantu mengadakan informasi tersebut, maka para pembuat aturan pendidikan
dapat memakai hasil evaluasi untuk alasan dalam proses perbaikan pendidikan. Pakar
maupun pemimpin sekolah dan perguruan tinggi menerima evaluasi sebagai persyaratan
untuk memperoleh dana guna bermacam-macam program pendidikan. Pengajar dan karyawan melihat evaluasi untuk mengetahui apa yang telah mereka kerjakan. Singkatnya
evaluasi telah diterima secara luas dalam pendidikan dan bidang-bidang lainnya yang

relevan.

1

B.

Definisi Evaluasi
Biasanya evaluasi pendidikan selalu dihubungkan dengan hasil belajar, namun saat ini

konsep evaluasi mempunyai arti yang lebih luas daripada itu. Setiap orang tampaknya
mempunyai maksud yang berbeda apabila sampai kepada kata evaluasi.
a. Apa Arti Evaluasi?
Banyak definisi evaluasi dapat diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh ahlinya,
antara lain definisi yang ditulis oleh ralph Tyler, yaitu evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Tyler, 1950). Evaluasi dilakukan
untuk melihat perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada
selisih.
b. Untuk Apa Evaluasi?
Scriven (1967) orang pertama yang membedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang

berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk
pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu
pengembangan,

implementasi,

kebutuhan

suatu

program,

perbaikan

program,

pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka
yang terlibat.
c. Apa Obyek Evaluasi?
Hampir semua unit training dapat dijadikan objek suatu evaluasi. Siswa atau mahasiswa sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi pendidikan. Yang lain-lainnya

seperti proyek atau program institusi pendidikan yang sekarang menjadi objek evaluasi yang
semakin populer. Penting sekali menentukan dan mengetahui apa yang akan di diveluasi.
Hal ini akan menolong menentukan apa informasi yang dikumpulkan dan bagaimana
menganalisisnya. Hal ini akan membantu memfokuskan evaluasi. Rumusan tujuan yang
jelas juga akan menghindari salah tafsir dan kesalahpahaman.
d. Obyek, Aspek dan langkah Evaluasi
Setelah memilih siapa objek yang akan dievaluasi apakah siswa, mahasiswa, proyek,
atau program suatu insttitusi, maka harus ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek
tersebut yang akan dievaluasi. Masa lalu evaluasi berfokus kebanyakan atas hasil yang
dicapai, jadi untuk mengevaluasi objek pendidikan misalnya lokakarya, berarti
mengevaluasi hasil lokakarya yaitu hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha
2

evaluasi ditunjukkan untuk memperluaskan atau memperbanyak variabel evaluasi dalam
bermacam-macam model evaluasi (Stake, 1967; Stufflebeam, 1959, 1974; Alkim 1969;
Provus, 1971). Model CIPP dari Stufflelebeam mengemukakan evaluasi yang berfokus pada
empat aspek yaitu: 1) Konteks; 2) Input; 3) Proses implementasi; 4) Produk.
Karena pendekatan ini maka evaluasi lengkap terhadap pendidikan aspek dan
dimensinya meliputi: a) manfaat tujuannya, b) mutu rencana, c) sampai sejauh mana tujuan
dijalankan, dan d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan

kebutuhan, desain training, implementasi, transaksi, dan hasil training.
Proses evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada
bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan
dengan fungsi evaluasi yaitu: 1) Memfokuskan evaluasi; 2) Mendesain evaluasi; 3)
Mengumpulkan informasi; 4) Menganalisis informasi; 5) Melaporkan hasil evaluasi; 6)
Mengelola evaluasi; 7) Mengevaluasi evaluasi
e. Evaluator, Standar dan tujuan Evaluasi
Untuk menjadi kelompok profesional evaluator dituntut mempunyai ciri-ciri tertentu
yang memeprlukan latihan yang memadai. Untuk menjadi seorang evaluator yang kompeten
dan dapat diandalkan ia harus mempunyai kombinasi berbagai ciri, antara lain: mengetahui
dan mengerti teknik pengkuruan dan metode penelitian, mengerti tentang kondisi sosial, dan
hakikat obyek evaluasi, mempunyai kemampuan human relation, jujur, serta bertanggung
jawab. Karena sulit mencari orang yang mempunyai begitu banyak kemampuan, maka
sering evaluasi dilakukan oleh suatu tim.
Akhir-akhir ini telah dicoba mengembangkan standar untuk kegiatan evaluasi
pendidikan. Standar yang paling komprehensif dan rinci dikembangkan oleh Committee on
Standard for Educational Evaluation (Joint Committee, 1981) dengan ketuanya Daniel
Stufflebeam, yaitu: 1) Utility (bermanfaat dan praktis); 2) Accuracy (secara teknik tepat); 3)
Feasibility (realistik dan teliti); 4) Propriety (dilakukan dengan legal dan etik).
Evaluasi program pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan antara

lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk: 1) Membuat kebijaksanaan dan
keputusan; 2) Menilai hasil yang dicapai para pelajar; 3) Menilai kurikulum; 4) Memberi
kepercayaan kepada sekolah; 5) Memonitor dana yang telah diberikan; 6) Memperbaiki
materi dan program pendidikan

3

C.

Beberapa Model Evaluasi Program
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-

pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para evaluator untuk mengevaluasi suatu program. Pada tulisan ini hanya akan dibicarakan beberapa model yang populer
dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program.
a. Model Evaluasi CIPP
Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada
pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk menolong
administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai “Suatu proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai
alternatif keputusan” (Stufflebeam, 1973 dalam Farida Yusuf, 2000). Dia membuat

pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat
keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, seperti gambar di bawah
ini :

1. Contect evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan untuk memutuskan tujuan yang akan dicapai, menentukan keutungan,
kebutuhan sumber, masalah, latar belakang dan lingkungan dari program yang akan
dilaksanakan.
4

2. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan,
tentang pemegang kepentingan, strategi yang digunakan, keuangan atu pembiayaan
program, cakupan program dan pelaksanaan penelitian. Alternatif apa yang diambil, apa
rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
3. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu
mengembangkan program, mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana
rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab,
prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
4. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong
keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apakah program yang

dilaksanakan efektif, trnsparan, keberlanjutan program serta kesesuaian program.
Gilbert Sax (1980) memberikan masukan pada evaluator dalam mempelajari tiap-tiap
komponen pada program yang dievaluasi. Model ini sekarang disempurnakan dengan satu
komponen O ( outcome/s ), sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti
pada mengukur output (product), sedangkan CIPPO sampai ke implementasi dari product.
b. Model Evaluasi UCLA
Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan
model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan,
memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat
melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa
alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni:
a. Sistem assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
b. Program palnning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil
memenuhi kebutuhan program.
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.
d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan,
adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.
Ciri dari CSE-UCLA adalah adanya lima tahapan yang dilakukan dalam evaluasi

program yaitu : perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes

5

(1984) memberikan penjelasan dan menyempurnakan model ini menjadi empat tahap, yaitu
: need assessment , program planning, formatif evaluation, dan summative evaluation
c. Model Evaluasi Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada banyak
cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli atau evaluator mempunyai
konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan enam
langkah evaluasi program pengembangan sumberdaya manusia (HRD Evaluation),
sebagaimana tergambar pada gambar di bawah ini:

d. Model Stake atau Model Countenance
Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang
cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan
konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake
menekankan adanya dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan
membedakan adanya tiga tahapan dalam program pendidikan, yaitu:Antecendents (Context),
Transaction (Process), dan Outcomes (Output).
Matrix Description menunjukkan Intents (Goals) dan Observation (Effects) atau yang
sebenarnya terjadi. Judgements mempunyai dua aspek, yaitu Standard dan Judgement.

6

Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan kita, melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lain, atau perbandingan
yang absolut (satu program dengan standard).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator
yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa
description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini,
antecendents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak
hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya,
tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program.
Stake mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat diandalkan apabila tidak dinilai.

Matrik Model Stake atau Model Countenance
Penerapan model Stake atau Model Countenance dapat dilakukan dalam
pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru, contoh penggunaannya sebagai berikut:

7

8

e. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Model Evaluasi Metfessel dan Michael meliputi delapan unsur dalam pelaksanaannya
yaitu:
a.

Keterlibatan masyarakat (envalvement of the community) yakni : orangtua, ahliahli pendidikan dan peserta didik.

b.

Pengembangan tujuan dan memilih tujuan menurut skala prioritas.

c.

Menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan mengembangkan
pengajaran.

d.

Mengembangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian tujuan.

e.

Menyusun dan mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian tujuan.

f.

Menganalisis hasil pengukuran.

g.

Menginterpretasi dan mengevaluasi data.

h.

Menyusun rekomendasi untuk mengembangkan pengajaran Metode ini dilengkapi
dengan instrumen pengumpulan data, lengkap dengan kriteria-kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi sebuah proyek/kegiatan program.

D.

Beberapa Pendekatan dalam Evaluasi
Pengetahuan seseorang tentang evaluasi akan mempengaruhi jawaban orang tersebut

tentang evaluasi. Kualifikasi ini penting karena tak ada satu definisi pun yang paling tepat
untuk menyatakan evaluasi, juga tak ada prosedur yang paling tepat untuk melakukan evaluasi. Ada beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita namakan
sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan sebagai beberapa
pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana dilakukan, dengan kata lain tujuan dan
prosedur evaluasi. Berikut ini akan dibicarakan beberapa pendekatan evaluasi dan setiap
pendekatan memberikan petunjuk bagaimana memperoleh informasi yang berguna dalam
beberapa kondisi. Semua pendekatan paling tidak mempunyai tujuan yang sama yaitu
bagaimana memperoleh informasi yang berarti atau tepat untuk klien atau pemakai. Namun
masing-masing dalam usahanya berbeda penekanan pada aspek tertentu dalam tahap
pengumpulan data, analisis, dan laporannya.
a. Pendekatan Experimental
Yang dimaksud dengan pendekatan eksperimental yaitu evaluasi yang berorientasi
pada penggunaan experimental science dalam program evaluasi. Pendekatan ini berasal dari
kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuan evaluator
9

yaitu untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program
tertentu yang mengo9ntrol sebanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program.
Evaluator berusaha sekuat tenaga menggunakan metode saintifik sebanyak mungkin.
Evaluator yang menggunakan pendekatan eksperimental melakukan evaluasi seperti
seorang ilmuwan yang melakukan penelitian. Misalnya, termasuk penciptaan situasi yang
dikontrol, di mana beberapa subjek menerima perlakuan sedang yang lainnya tidak, dan
membandingkan kedua kelompok untuk melihat dampak program. Evaluator memakai
teknik dasar desain eksperimental acak, kelompok kontrol, dan analisis longitudinal untuk
menarik kesimpulan tentang dampak perlakuan.
Memang kita tidak dapat melakukan kontrol yang begitu ketat dalam kenyataannya
atau dalam keadaan yang sebenarnya (ini merupakan salah satu kelemahan pendekatan ini),
namun evaluator akan berusaha sekuat mungkin untuk mengontrol misalnya melalui desain
kuasi eksperimen dan memakai teknik statistik yang canggih seperti analisis covariance
untuk mengatasi perbedaan yang tak dapat dikontrol dalam kondisi program.
Keuntungan dari pendekatan eksperimen ini yaitu kemampuannya dalam menarik
kesimpulan yang relatif obyektif, generalisasi jawaban terhadap pertanyaan program yang
bersangkutan. Hal ini membuat pendekatan ini lebih populer, terpercaya, dan disukai
pemakai serta pembuat keputusan.
Pendekatan ini membuat evaluator sebagai orang ketiga yang obyektif dalam program
yang menjalankan prinsip-prinsip desain penelitian dalam situasi yang diberikan untuk
memperoleh informasi yang tidak diragukan kebenarannya atas dampak program. Evaluator
sebagai ahli penelitian jarang ada klien yang mengerti pentingnya acak, perlunya konsistensi, dan lain-lain. Hal ini merupakan keterbatasan yang harus diatasi evaluator dan klien.
Evaluator harus pandai-pandai membawa diri, menjaga hubungan baik dan harmonis dengan klien, kalau tidak hubungan mungkin jadi renggang dan mungkin akan menggagalkan
pekerjaan evaluator.
b. Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach)
Cara yang paling logis untuk merencanakan suatu program yaitu merumuskan tujuan
umum dan tujuan khusus dan membentuk kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut.
Hal yang sama juga diperoleh pada pendekatan orientasi tujuan pada evaluasi. Pendekatan
ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluator
mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai.
Pendekatan evaluasi semacam ini merupakan pendekatan yang amat wajar dan praktis
untuk desain dan pengembangan program. Model ini memberi petunjuk kepada pengem10

bangan program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil
yang akan dicapai. Peserta tidak hanya harus menjelaskan hubungan tersebut di atas, tetapi
juga harus menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan
demikian ada hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil.
Tidak semua program direncanakan seperti tersebut di atas, merumuskan tujuan dengan cukup jelas. Maka evaluator yang menganut pendekatan ini akan membantu klien merumuskan tujuannya dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan. Bila ini sidah
tercapai maka pekerjaan evaluasi akan menjadi lebih sederhana.
Kalau evaluator berbicara tentang tujuan, klien kebanyakan berbicara hasil. Namun
program dapat mempunyai tujuan dan prosedur. Evaluator juga dapat membantu klien menerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan
kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. Begitu tujuan umum dan tujuan
khusus terjelaskan, tugas ecvaluator menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah
dicapai. Bermacam-macam alat ukur akan dipakai untuk melakukan tugas ini, tergantung
pada tujuan yang akan dikukur. Hasil evaluasi akan berisi penjelasan tentang status tujuan
program. Dalam hal ini keberhasilan diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan
kelompok kontrol atau dengan program lain seperti halnya dalam pendekatan eksperimen.
Tentu saja prosedur untuk mengukur pencapaian tujuan diusahakan sekuat tenaga. Mereka
juga memakai analisis statistik bila dianggap lebih baik. Kelebihan pendekatan yang
berorientasi pada tujuan ini ialah terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan dan
penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu pada
elemen khusus bagi mereka. Namun keterbatasan pendekatan ini yaitu kemungkinan evaluasi ini melewati konsekuensi yang tak diharapkan akan terjadi.
Pendekatan ini mempengaruhi hubungan antara evaluator dan klien, karena proses
memperjelas tujuan ini memerlukan interaksi yang sering dengan klien, maka sifat independen evaluator tidak seperti pada pendekatan eksperimen. Evaluator lebih bersifat seperti
“mentor” terhadap klien. Jarang digunakan teknik statistik cangging dalam pendekatan ini.
Hubungan evaluator dan klien menjadi lebih mudah dikukur, maka seluruh proses evaluasi
menjadi lebih mudah dan sederhana.
c. Pendekatan yang Terfokus pada Keputusan (The DecisionFocused Approach)
Pendekatan evaluasi yang berfokus pada keputusan menekankan pada pernan informasi yang sistematik untuk mengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai
dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna apabila dapat membantu para penge-

11

lola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, kegiatan evaluasi harus direncanakan
sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
Pengumpulan data dan laporan dibuat untuk menmbah efektifitas pengelola program.
Selanjutnya karena program sering berubah selama beroperasi dari awal sampai akhir,
kebutuhan pemegang keputusan juga akan berubah, dan evaluasi harus disesuaikan dengan
keadaan tersebut. Pada tingkat perencanaan, pembuat program memerlukan informasi
tentang masalah dan kapasitas organisasi. Selama dalam tingkat implementasi administrasi
memerlukan informasi tentang proses yang sedang berjalan. Bila program sudah selesai,
keputusan-keputusan penting akan dibuat berdasarkan hasil yang dicapai. Sebagai akibatnya, avaluator harus mengetahui dan mengerti perkembangan program dan harus siap
menyediakan bermacam-macam informasi pada bermacam-macam waktu. Idealnya program dan sistem evaluasi dikembangkan bersama, tapi hal ini tidak selalu dapat terjadi.
Malahan sering evaluator diminta mengevaluasi setelah program berjalan.
Biasanya evaluator bekerja mundur, dari berbagai butir keputusan untuk mendesain
kegiatan pengumpulan data yang memberikan data yang relevan untuk mengurangi keraguraguan. Evaluator memerlukan dua macam informasi dari klien. Pertama, ia harus mengetahui butir-butir keputusan penting pada setiuap periode selama program berjalan. Kedua, ia
perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap
keputusan. Tentu ada juga berupa keputusan yang dibuat berdasarkan politik dan pertimbangan lain yang tidak berhubungan dengan informasi yang relevan.
Keunggulan pendekatan ini ialah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan
yang khusus dan pengaruh yang makin besar pada keputusan program yang relevan.
Keterbatasan pendekatan ini yaitu banyak keputusan penting dibuat tidak pada waktu
yang tepat, tapi dibuat pada waktu yang kurang tepat. Seringkali banyak keputusan tidak
dibuat berdasarkan data, tapi tergantung pada impresi perorangan, politik, perasaan, kebutuhan pribadi, dan lain-lain. Dalam hal ini evaluator mungkin dapat memberi pengaruh
positif yang lebih objektif dan rasional.
Pengaruh pendekatan ini terhadap pemfokusan evaluasi, seperti yang diperkirakan
bahwa proses pemfokusan evaluasi berasal dari pembuat keputusan sendiri. Orang tersebut
mungkin direktur program, dewan direksi, kelompok klien, karyawan, dan lain-lain. Evaluator perlu mengetahui dan menentukan siapa di antara orang-orang tersebut yang memegang kunci keputusan dan berkonsultasi dengannya. Evaluator mencoba mempelajari
sebanyak mungkin tentang konteks keputusan. Keputusan apa yang diambil? Siapa yang
membuat keputusan? Apa saja alternatif yang ada? Informasi apa yang kiranya penting dan
12

sebagainya. Misalnya data normatif hasil tes standar tidak relevan dengan keputusan yang
ada, maka data tersebut tak perlu dikumpulkan. Sebagai informasi kita dapat menentu-kan
dan mengumpulkan berbagai informasi yang pilihannya relevan. Evaluasi model ini dianjurkan oleh beberapa penelitian, dua orang yang amat terkenal yaitu, Stufflebeam (1971) dan
Alkin (1969).
d. Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach)
Sejak tahun 1970-an, evaluasi merupakan suatu komponen standar dari hampir semua
program yang dibiayai masyarakt. Para evaluator menjadi sibuk, namun banyak yang
merasa kurang puas atas hasil usahanya. Ketidakpuasan ini disebabkan laporan mereka
hanya berpengaruh sedikit sekali terhadap program yang mereka evaluasi. Walaupun
evaluasi sudah mencoba mengukur sampai sejauh mana tujuan program telah dicapai, tapi
hasilnya tidak seperti yang mereka harapkan.
Sebagai jawaban atas hal tersebut, para peneliti mulai meneliti masalah utilisasi
evaluasi. Mereka mulai mengumpulkan bukti-bukti empiris yang membatasi pemakaian
informasi. Sejumlah faktor-faktor positif berhasil dirumuskan termasuk keterlibatan langsung para pemegang kunci keputusan, ketepatan waktu inforamsi, dan kepakaan terhadap
konteks organisasi. Lebih-lebih lagi keterlibatan personal tampaknya memegang peran
penting dalam mempromosikan pemakaian evaluasi.
Karena banyak faktor-faktor positif dapat dipengaruhi oleh perilaku evaluator, sejumlah peneliti mengembangkan pendekatan baru yang menekankan perluasan pemakaian
informasi. Hal ini disebut pendekatan the user oriented. Seperti apa yang dibayangkan,
pemakai informasi yang potensial adalah yang menjadi tujuan utama.
Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaan evaluasi. Hal ini termasukelemen-elemen seperti cara-cara pendekatan
dengan klien, kepakaan, faktor kondisi, dan situasi seperti kondisi yang telah ada (preexisting condition), keadaan organisasi dan pengaruh masyarakat, dan situasi dimana
evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Elemen yang paling penting mungkin keterlibatan
pemakai yang potensial selama evaluasi berlangsung. Misalnya, evaluator memfokuskan
evaluasi dengan membentuk kelompok pemakai. Kelompok tersebut akan menolong membuat kerangka evaluasi, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang penting, memilih strategi
pengukuran, mereviu hasil awal dan menggiring mereka segera bertindak dan akhirnya
menerima hasil evaluasi. Evaluator dalam hal ini mencoba melibatkan orang-orang penting
ke dalam proses evaluasi, sehingga mereka akan merasa tidak asing lagi terhadap informasi

13

atau hasil evaluasi apabila disodorkan kepada mereka, karena juga merupakan hasil kerja
mereka. Kurang ditekankan padsa laporan akhir dan lebih banyak melibatkan dan berkomunikasi dengan erat dengan para pemegang kunci keputusan.
Kelebihan pendekatan ini ialah perhatiannya terhadap individu yang berurusan dengan
program dan perhatiannya terhadap informasi yang berguna untuk individu tersebut. Hal ini
tidak saja membuat evaluasi menjadi lebih berguna tetapi juga dapat menciptakan rasa telah
berbuat bagi individu tersebut, dan hasil evaluasi akan selalu dipakai.
Keterbatasan pendekatan ini yaitu ketergantungannya terhadap kelompok yang sama
dan kelamahan ini bertambah besar pengaruhnya sehingga hal-hal lain di luar itu kurang
mendapat perhatian. Kelompok itu dapat berganti komposisi berkali-kali dan ini dapat
mengganggu kelangsungan atau kelancaran kegiatan evaluasi. Akhirnya, mereka yang lebih
banyak bicara dan lebih persuasif dapat berpengaruh lebih besar. Lagi pula, sulit untuk
mengatakan atau meyakinkan bahwa semua minat dapat tertampung.
e. Pendekatan yang Responsif (The Responsive Approach)
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling lain dari lima bentuk pendekatan
yang dibicarakan dalam tulisan di atas karena perspektif dalam usulan evaluasi dan metode
pencapaiannya. Evaluasi responsif percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu yang mencari
pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandangan dari semua orang yang terlibat, yang
berminat, dan yang berkepantingan dengan program. Evaluator tak percaya ada satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang dapat ditemukan dengan memakai tes, kusioner, atau
analisis statistik. Tapi setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara
unik, dan evaluator mencoba menolong menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan
melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan
evaluator ialah berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang
berbeda.
Evaluator juga mengadopsi pendekatan yang bermacam-macam dalam penelitiannya
dan dalam masalah mencari tahu dinamika organisasi. Evaluasi responsif ditandai oleh ciriciri penelitian yang kualitatif, naturalistik, bukan kuantitatif. Bukan mengumpulkan data
dengan instrumen tes atau kuesioner, tapi evaluator mengandalkan observasi yang langsung
atau tidak langsung terhadap kejadian atau interpretasi data yang impresionistik. Evaluator
mengobservasi, merekam, menampi data, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta program, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan
berbagai kelompok. Dengan jalan ini evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang

14

yang berkepentingan pada hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian atau
teknikpengukuran. Tapi bukan berarti evaluator menghindari pengukuran dan teknik analisis sama sekali. Elemen yang penting dalam pendekatan responsif ini yaitu pengumpulan
dan menyintesis data. Tes tradisional dan instrumen biasanya merupakan pertimbangan
langsung dan tak langsung, dan bentuk laporan ialah studi kasus atau gambaran yang
deskriptif. Evaluator bertindak sebagai organisator antropologis, pencari pengertian realitas
melalui perspektif orang program, peserta program, dan kelompok lain yang dipengaruhi
oleh program tersebut.
Kelebihan pendekatan responsif ini ialah kepekaannya terhadap berbagai titik
pandangan, dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigis dan tidak fokus.
Pendekatan responsif dapat beroperasi dalam situasi di mana terdapat banyak perbedaan
minat dari kelompok yang berbeda-beda, karena mereka dapat mengatur pendapat tersebut
dengan cara yang tepat. Demikian juga evaluasi responsif dapat mendorong proses
perumusan masalah dengan menyediakan informasi yang dapat menolong orang mengerti
isu lebih baik.
Keterbatasn pendekatan responsif ialah keengganannya membuat prioritas atau
penyederhanaan informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak
mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok.
f. Goal Free Avaluation
Alasan mengemukakan evaluasi goal free evaluation (evaluasi bebas tujuan) dapat
diraikan secara singkat sebagai berikut: Pertama, tujuan pendidikan tak dapat dikatakan
sebagai pemberian, seperti tujuan lain, ia harus dievaluasi. Lebih jauh lagi, tujuan biasanya
atau umumnya hanya formalitas, dan jarang menunjukkan tujuan yang sebenarnya dari
proyek, atau tujuan berubah. Lagi pula, banyak hasil program penting tidak sesuai dengan
tujuan program, misalnya membangun pusat vocational pendidikan baru akan menciptakan
lapangan kerja baru, hasil yang diinginkan, tetapi tak pernah menghasilkan tujuan proyek
yang nyata. Scriven percaya bahwa fungsi evaluasi bebas tujuan ialah untuk mengurangi
bias dan menambah objektivitas. Dalam evaluasi yang berorientasi pada tujuan, seorang
evaluator diberitahu tujuan proyek dan karenanya membatasi dalam persepsinya, tujuan
berlaku sebagai penutup (blinders), yang menyebabkannya melewati hasil penting yang
langsung berhubungan dengan tujuan. Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan :

15

1) Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program.
2) Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus
evaluasi.
3) Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang
direncanakan.
4) Hubungan antara evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal
mungkin.
5) Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tak diramalkan.
E.

Beberapa Konsep dalam Evaluasi
Scriven (1967) yang pertama-tama membedakan evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif, kemudian sejak itu istilah ini menjadi populer dan dapat dikatakan diterima secara
universal dalam bidang ini. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk
memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan program.
Misalnya, selama pengembangan program paket kurikulum, evaluasi formatif akan melibatkan pemeriksaan konten oleh ahli, pilot tes terhadap sejumlah siswa, tes lapangan terhadap
siswa yang lebih banyak dan dengan guru di beberapa sekolah, dan lain sebagainya. Setiap
langkah evaluasi akan menghasilkan umpan balik yang segera kepada pembuat paket, yang
kemudian menggunakan informasi tersebut untuk merevisi bahan apabila diperlukan.
Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada
konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Misalnya, sesudah paket
kurikulum dikembangkan, evaluasi suamtif mungkin dilaksanakan untuk menentukan efektifitas paket tersebut pada tingkat nasional atas sampel sekolah khusus, guru, dan siswa pada
tingkat perkembangan tertentu. Penemuan hasil evaluasi ini akan diberikan kepada konsumen. Perhatikan bahwa audensi dan pemakaian evaluasi tersebut amat berbeda. Pada
evaluasi pormatif, audeensinya personalia program, dalam contoh tersebut , mereka yang
bertanggungjawab atas pengembangan kurikulum. Pada evaluasi sumatif, audensinya termasuk konsumen yang potensial seperti siswa, guru, dan lain-lain yang terlibat dalam
program.Evaluasi formatif harus mengarah kepada keputusan tentang perkembangan program termasuk perbaikan, revisi, dan kegiatan sejenis lainnya. Sedangkan evaluasi sumatif
mengarah ke arah keputusan tentang kelanjutan program, berhenti atau diteruskan, pengadopsian dan selanjutnya.
Kekagagalan melakukan evaluasi formatif merupakan suatu kerugian karena data
evaluasi formatif diperoleh lebih dulu, hal ini dapat menolong penyusunan jadwal kembali,
16

pengaturan uang, dan semua hal seperti moril dan materiil, dapat diarahkan ke arah yang
lebih produktif. Evaluasi yang dilaksanakan pada saat proyek akan berakhir, mungkin akan
terlambat dan tidak dapat menolong.

Evaluasi Formatif
Tekanan
Relatif

Evaluasi Sumatif
Kehidupan Program
(Worthen, B.R & Sanders, G.R. 1987, dalam Farida, 2000: 38)
Pemakaian evaluasi formatif dan sumatif berubah menurut penggunaan dan
penekanannya selama program pendidikan berjalan, seperti yang digambarkan dalam kurva
di bawah. Kurva menunjukkan hubungan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
selama program berjalan, walaupun generalisasi ini tidak selalu cocok pada setiap inovasi
program. Kurva diambil dari Blaine R. Worthem and James R. Sanders, 1987 (dalam
Farida, 2000: 38).
Baker (1978) mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi kegunaan evaluasi
formatif, yaitu kontrol dan waktu. Bila saran perbaikan akan dijalankan, maka evaluasi formatif diperlukan sebagai kontrol. Informasi yang diberikan terlambat kepada administrator
akan sia-sia. Perbandingan Evaluasi Formatif dan Sumatif seperti terdapat pada tabel
dibawah ini:

17

Contoh penerapan Evaluasi Formatif dan Sumatif dalam pembelajaran.
Tahapan
Evaluasi

Parameter yang
Dievaluasi

Evaluasi
Formatif

Perangkat
Kurikulum

Dosen

Silabus dan SAP

Dosen

Bahan Ajar dan
Media
Pembelajaran

Pakar (ahli
materi)

Kinerja dosen
dalam
melaksanakan
perkuliahan
berbahasa Inggris
Pelaksanaan
perkuliahan
berbahasa Inggris
Aktivitas belajar
mahasiswa
Evaluasi
Sumatif

Sumber
Data

Alat Pengumpul Data
Kuesioner perangkat
kurikulum
Format penilaian
perangkat kurikulum
Pendidikan Fisika
Kuesioner silabus dan isi
program

Teknik
Analisis Data
Statistik
deskriptif

Statistik
deskriptif

Penilaian substansi bahan Statistik
ajar
deskriptif
(triangulasi
Lembar substansi bahan data)
ajar
Dosen
Penilaian substansi bahan
ajar
Mahasiswa Penilaian substansi bahan
ajar
Dosen
Format penilaian
Statistik
kemampuan berbicara &
deskriptif
strategi penyampaian
materi
Dosen dan Instrumen penilaian
Mahasiswa pelaksanaan pembelajaran

Statistik
deskriptif

Mahasiswa Pedoman
observasi
aktivitas
belajar
mahasiswa
Penilaian/evaluasi Dosen dan Instrumen evaluasi
keseluruhan
Mahasiswa sumatif penyelenggaraan
program
program Pendidikan
Fisika
Hasil belajar
Mahasiswa Tes hasil belajar
mahasiswa
mahasiswa (UAS)

Statistik
deskriptif

18

Statistik
deskriptif

Statistik
deskriptif

DAFTAR PUSTAKA
Alkin, M.C, daillan R. & Whate P. 1979. (dalam Farida, 2000). Using Evaluation. Does
Evaluation Make a Different? Beverly Hills, CA: Sage.
American Psychological Association. 1966. Standards for Educational Psychological Tests
and Manuals. Washington DC: APA.
Anderson, S.B. & Ball, S. 1978. (dalam Farida, 2000) The Proffession and Practice of
Program Evaluation. San Francisco: Jossy Bass.
Backer, E.L. 1978. Evaluation Dimension for Program Development and Improvement. In.
S.B. Anderson & C.D. Coles (Eds). Exploring Purposes and Dimensions. New
Directions for Program Evaluation. No. 1, san Francisco: Jossy Bass.
Brinkerhoff, Robert O, Brethower, D.M., Hluchyj. T., & Nowakoswki, J.R., 1983. (dalam
Farida, 2000) Program Evaluation A Practitioner’s Guide for Trainers and
Educators. Source Book & Casebook. Boston.
Campbell, D.T. & Stanley, J.C. 1963. Experimental and Quosi Experimental Design for
Research. Chicago: rand, McNally.
Cartono, Toto S.G.U. 2005. Evaluasi Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma
Press.
Cronbach, L.J. 1973. Course Improvement Through Evaluation. In. B.R. Worthen & J.R.
Sanders. Educational Evaluation: Theory and Practice. Belmont, C.A.: Wadsorth.
Farida Yusuf Y. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Patton, Michael Quin. 1988. How to Use Qualitative Methods in Evaluation. Center for the
Study of Evaluation, University of California, Los Angeles, beverly Hills: Sage.
Stake, R.E. 1975. Program Evaluation. Particular Responsive Evaluation. (Occational
Paper, No. 5), Kalmazoo, MI: Western Michigan University Evaluation Center.
Stufflebeam, D.L. 1969. Evaluation and Enlightment for Decision Making. Columbus, OH:
Ohio state University, Evaluation Center.
---------------------------------

19