PEMIMPIN DILIHAT DARI SAMPEL GENDER

PEMIMPIN DILIHAT DARI SAMPEL GENDER
PADA MASYARAKAT NGADIREJO, GUNUNG BROMO

Disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah
Psikologi Lintas Budaya yang dibimbing oleh
Bu Tutut Chusniah

Oleh:
Tri Yuni Susanti
306112402664

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
MEI 2013

1

ABSTRAK
Susanti, Tri Yuni. 2013. Pemimpin Dilihat Dari Gender Pada Masyarakat Ngadirejo, Gunung
Bromo. Tugas, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang.
Pembimbing Bu Tutut Chusniah.

Kata Kunci: Pemimpin, Gender Pemimpin Perempuan, Gender Pemimpin Laki-laki
Isu gender semakin ramai dibicarakan, dimana terdapat perbedaan proporsi antara
perempuan dan laki-laki dalam meniti karir di desa Ngadirejo. Dalam hal ini aspek yang
paling berpengaruh adalah adat dan budaya yang masih kental di desa tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan gender dilihat dari segi kepemimpinan
pada masyarakat Ngadirejo, Gunung Bromo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif, populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Ngadirejo, Gunung Bromo yang berjumlah sekitar 200
Kepala Keluarga. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik proporsional random
sampling sebanyak 5 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan
wawancara terhadap ke-lima orang tersebut.
Hasil penelitian adalah (1) secara umum hukum adat masih berlaku kental pada
masyarakat Ngadirejo yang menyebabkan kaum perempuan tidak pernah menempati posisi
penting dalam masyarakat (2) kondisi lingkungan yang cukup ekstrem membuat perempuan
dirasa tidak memungkinkan untuk menjadi salah satu pemangku adat (3) pendidikan yang
kurang menyebabkan perempuan di desa Ngadirejo tidak berani melakukan emansipasi.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada masyarakat, (1) hendaknya mulai
membuka pikiran terhadap kemajuan jaman terhadap emansipasi wanita, (2) hendaknya
menjalankan wajib belajar 9 tahun, (3) hendaknya menjalankan dan berusaha meningkatkan
kinerja tanpa memandang kemampuan pemimpin berdasarkan gender.


2

DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................6
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................12
BAB IV HASIL.........................................................................................................14
BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................15
BAB VI PENUTUP..................................................................................................16
LAPORAN VERBATIM.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Isu gender akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan, gender sendiri berasal dari
bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin” dimana diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Secara
biologis perempuan berbeda dengan laki-laki, tetapi dari segi hak dan kewajiban sebagai
manusia adalah sama. Keberadaan perempuan bukan sekedar pelengkap bagi laki-laki,
melainkan mitra sejajar dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat domestik
seperti rumah tangga maupun publik. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah
perempuan merupakan bagian integral dari masyarakat namun demikian, kenyataan yang
terjadi di masyarakat seringkali tidak sesuai dengan pernyataan tersebut, dimana masih
terjadi diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian para ahli yang menelusuri kemajuan kaum perempuan melalui lembagalembaga Skandinavia yang telah mencermati keterwakilan perempuan. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa, sementara kaum perempuan tetap kelompok minoritas,
terdapat dua bentuk umum bagi posisi mereka sebagai wakil. Pertama, terdapat pola yang
tetap, yaitu semakin ke atas seseorang melihat hierarki pengambilan keputusan, semakin
berkurang jumlah wakil perempuannya. Kedua, pembagian pekerjaan secara fungsional
antara wakil-wakil perempuan dan wakil-wakil laki-laki ada dalam banyak sistem (dalam
Maftuchah, 2008).
Kaum perempuan cenderung menspesialisasikan diri dalam bidang-bidang
kebijakan yang “lembek” dan kurang prestisius seperti kesehatan, masalah-masalah
budaya, pendidikan dan kesejahteraan sosial, sementara laki-laki mendominasi bidangbidang manajemen ekonomi, masalah luar negeri yang secara tradisional lebih prestisius

(Karnoven & Selle 1995, Beregqvist dkk, 1999). Selain itu terdapat wacana dan
pandangan bahwa posisi perempuan kerap dipandang di bawah laki-laki, sebagaimana
dikutip oleh (Muhammad, 2001) bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan meliputi
keunggulan ilmu dan kekuatan fisik, akal dan pengetahuan, perempuan menurutnya lebih
rendah daripada akal dan pengetahuan laki-laki, dan untuk pekerjaan-pekerjaan keras
laki-laki lebih sesuai. Sementara itu, menurut AL-Thabathabai bahwa keunggulan lakilaki atas perempuan adalah karena laki-laki memiliki kemampuan berfikir yang
memunculkan keberanian, kekuatan, dan kemampuan mengatasi berbagai kesulitan,
4

sedangkan perepuan lebih sensitif dan emosional, karena tugas pemimpin itu demikian
beratnya dan karena akal atau pengetahuan perempuan rendah serta fisik yang lemah
sehingga dimungkinkan perempuan tidak akan mampu memikul tanggung jawab baik
sebagai pejabat eksekutif (kepala negara, khalifah), pejabat legislatif (parlemen,
menteri), maupun pejabat yudikatif (hakim, qodhi dan lain-lain). Perempuan hanya dapat
berperan dalam tugas-tugas domestik, sedangkan tugas sosial dan politik hanya
merupakan bagian dari tanggung jawab kaum laki-laki (dalam Maftuchah, 2008).
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti memutuskan untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pemimpin dilihat dari Sampel Gender pada
Masyarakat Ngadirejo, Gunung Bromo”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah
yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana pemimpin dengan sampel gender perempuan?
2. Bagaimana pemimpin dengan sampel gender laki-laki?
3. Bagimana kepemimpinan dilihat dari gender?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran pemimpin dengan sampel gender perempuan
2. Untuk mengetahui gambaran pemimpin dengan sampel gender laki-laki
3. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan dilihat dari sampel gender

5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pemimpin
Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti
bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalam terdapat dua pihak yaitu yang dipimpi
(rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambahkan awalan “pe” menjadi

“pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses
kewibaan kemonikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu. Dan setelah ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang
yang mengepalai. Apabila dilengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan”
(leadership) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta
membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga
dengan demikian yang bersangkutan menjadi awak struktur dan pusat proses kelompok.
Modern Dictionary Of Sociology (1996) pemimpin (leader) adalah seseorang
yang menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam kelompok (a
person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group)
C.N. Cooley dalam The Man Nature and the Social Order pemimpin itu selalu
merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan sebaliknya, semua gerakan sosial,
kalau diamat-amati secara cermat, akan ditemukan didalamnya kecenderungankecenderungan yang mempunyai titik pusat.
Menurut J.I Brown dalam Psychology and the Social Order. Pemimpin tidak
dapat dipisahkan dari kealompok, tetapi dapat dipandang sebagai suatu posisi yang
memiliki potensi yang tinggi di bidangnya.
Dan menurut Fairchild (1960) dalam Dictionary of Sociology and Related
Sciences. Pemimpin dapat dibedakan dalam 2 arti:
a. Pemimpin dalam arti luas, seorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif
tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usahausaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan.

b. Pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang meyakinkan,
sehingga para pengikut menerimanya dengan suka rela.
Sedangkan menurut Spriegel Lansburgh seorang pemimpin adalah seseorang
yang menjalankan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (dalam
Winardi, 2000)
6

Dari beberapa pandangan di atasaa dalam memaknai konsep pemimpin, maka
dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi individu dan/atau sekelompok orang lain untuk bekerja sama
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
B. Gender
Kata gender (dibaca jender) berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin baik
perempuan maupun laki-laki (Echols dan Shadily, 1983). Gender adalah perbedaan yang
tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam
Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.
Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural
expectation for women anda men). Misalnya perempuan dikenal dengan lemah lembut,

cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan
perkasa (Fakih, 2003). Makna kata ini sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Sifat ini bukan sifat bawaan
akan tetapi sifat yang terbentuk karena pengaruh proses sosial dan kultural. Lanjut Fakih
(2003), perbedaan gender yang telah lama ada berlangsung terus menerus, turun temurun
dari generasi ke generasi seolah telah menjadi sifat dan ketentuan Allah SWT. Karena
perempuan cenderung menganggap bahwa perbedaan tersebut adalah hal yang kodrati,
maka mereka sering merasa kalah dari laki-laki. Di dunia kepemimpinan, meskipun
perempuan memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan laki-laki, akan tetapi mereka
enggan tampil di depan, belum bisa menerima kelompoknya sendiri menjadi
pemimpinnya, lebih suka rutinitas dan cenderung menghindari tantangan dan tanggung
jawab yang lebih besar. Di mata kaum laki-laki, mereka masih sering dipertanyakan dan
diragukan kepemimpinannya.
Gender menurut Handayani dan Sugiarti (2002: 6) adalah sifat yang melekat pada
kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan
perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau
perempuan dikenal sebagai makhluk yang lembut, cantik, emosional, dan keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat di atas dapat
dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu.


7

Heddy (dalam Handayani dan Sugiarti, 2002) menegaskan bahwa istilah gender
dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini:
a. Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu
Gender berasal dari istilah asing gender yang maknanya tidak diketahui orang secara
baik, maka sangat wajar jika istilah gender menimbulkan kecurigaan tertentu pada
sebagian orang yang pernah mendengar istilah tersebut. Sering, orang berpandangan
bahwa gender disamakan dengan seks sehingga menimbulkan pengertian yang keliru.
Gender ini biasanya dikaitkan dengna pembagian atas dasar jenis kelamin, atau
klasifikasi berdasarkan jenis kelamin.
b. Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya
Perbedaan seks adalah alami dan kodrati dengan ciri-ciri fisik yang jelas, tidak dapat
dipertukarkan. Penghapusan diskriminasi gender tanpa mengindahkan perbedaan seks
yang ada sama halnya dengan mengingkari suatu kenyataan yang jelas. Sebagai
fenomena sosial, gender bersifat relatif dan kontekstual. Hal ini diakibatkan
konstruksi sosial budaya yang membedakan peran atas dasar jenis kelamin.
c. Gender sebagai suatu kesadaran sosial
Pemahaman gender dalam wacana akademik perlu diperhatikan pemaknaannya

sebagai suatu kesadaran sosial. Pembedaan seksual di masyarakat merupakan
konstruk sosial. Dari sini, masyarakat mulai menyadari bahwa pembedaan tersebut
adalah produk sejarah dan kontak masyarakat dengan komunitasnya. Manusia
kemudian menyadari bahwa ada banyak hal yang perlu diubah agar hidup ini menjadi
lebih baik, harmonis, dan berkeadilan.
d. Gender sebagai persoalan sosial budaya
Fenomena pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya bukan menjadi masalah
bagi mayoritas orang. Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan
ketidakadilan, di mata jenis kelamin tertentu memperoleh kedudukan yang lebih
unggul dari jenis kelamin lainnya. Untuk menghapus ketidakadilan gender tersebut,
tidak akan berarti tanpa membongkar akar permasalahan yang ada, yaitu perbedaan
atas dasar seks.
e. Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis
Dalam ilmu sosial, definisi gender tidak lepas dari asumsi-asumsi dasar yang ada pada
sebuah paradigma, di mana konsep analisis merupakan salah satu komponennya.
Asumsi-asumsi dasar itu umumnya merupakan pandangan-pandangan filosofis dan

8

juga ideologis. Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis merupakan gender yang

digunakan oleh seorang ilmuan dalam mempelajari gender sebuah fenomena budaya.
f. Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang suatu kenyataan
Penelitian yang dilakukan dengan perspektif gender akan menonjolkan aspek
kesetaraan dan kadang-kadang menjadi bias perempuan, karena kenyataan menuntut
demikian.
C. Gender Pemimpin
Gender terdiri dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan jadi gender
pemimpin adalah seorang laki-laki atau perempuan yang memiliki wewenang dan hak
untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan di suatu lembaga atau
organisasi.
Hasil penelitian-penelitian sebelumnya tentang pemimpin perempuan dan lakilaki dari berbagai peneliti di dalam dan di luar negeri yang dijadikan acuan dan dasar
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hasil penelitian dari sekelompok perempuan yang tergabung dalam The Asian Pacific
American Women’s Leadership Institute (APAWLI) menyatakan bahwa cara-cara
penting perempuan dalam memimpin adalah: cara-cara inklusif, kolaborasi,
membangun konsensus, yang didasarkan pada prinsip-prinsip, hubungan dan
pelayanan etis. Dimensi-dimensi dari cara memimpin tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengontrolan diri: pengontrolan diri merupakan dimensi aktual untuk semua
pemimpin dalam berbagai sektor. Terhadap kecenderungan dipolitisir maupun
mempolitisir orang lain, pengontrolan diri adalah rambu yang arif. Melalui
pengontrolan diri terbuka horizon untuk membaca situasi dengan bebas atau tidak
terikat pada kepentingan temporer diri sendiri. Pengontrolan diri akan membuat
pemimpin mempertimbangkan semua misi terhadap hasil yang instan.
2. Visi: daya yang dimiliki karena kompleksitas pengalaman dan perkembangan
budi seseorang. Menciptakan inovasi baru untuk memperlihatkan berperannya
dimensi-dimensi yang dianggap dan dilakukan perempuan sebagai bagian dari
kepemimpinannya.
3. Belas kasih: belas kasih (compassionate) diperlukan dalam setiap kepemimpinan,
khususnya untuk yang takut melakukan tidakan nyata. Hal ini diperlukan
sehingga peluang tidak tertutup namun tanpa batas terbuka dengan sabar bagi
perkembangan yang berbeda dari setiap manusia.

9

4. Empati: empati adalah pengembangan dari sensitifitas, yakni untuk mengambil
beban orang yang dipimpin dan dalam suasana itu memikirkan jalan keluar
dengan tidak menjadikan kesulitan orang yang dipimpin sebagai alasan
menjadikannya obyek atau orang yang terikat dalam ketergantungan dengan
pemimpin.
5. Kemampuan komunikasi: kemampuan ini dipelajari dari pengalaman dan
pengetahuan. Pengalaman berkomunikasi dari kebanyakan orang yang bukan
memimpin tidak berarti lebih rendah kualitasnya dengan kelompok dominan ini.
Variasi bentuk komunikasi dapat bermanfaat untuk dipilih dalam konteks yang
khusus.
6. Fondasi spiritual: spiritualitas adalah daya yang untuk memaknai berbagai proses
dalam kehidupan dengan sudut pandang etis dan kreatif bahkan etiologis sehingga
muncul berbagai kemampuan termasuk kemampuan bertahan (survive) maupun
menjadi agen perubahan.
7. Keterbukaan menerima resiko: keterbukaan menerima resiko ini bagian
komitmen untuk menerima diri sebagaimana adanya (termasuk yang dapat
melakukan kekeliruan maupun kesalahan) dan menerima kecenderungan
tantangan yang berubah menjadi ancaman. Pemimpin yang terbuka menerima
resiko adalah yang konsisten terhadap komitmen maupun integritas dirinya.
b. Hasil penelitian Judi Rosener “Ways Women Lead”, yang dikutip Matusak (1998),
terungkap bahwa:
“Laki-laki pada umumnya menguraikan diri mereka dalam cara-cara yang
berkarakter kepemimpinan transaksional. Mereka melihat pekerjaan mereka
sebagai rangkaian transaksi dengan para bawahan dimana penghargaan ditukar
untuk jasa. Mereka lebih mungkin dibanding perempuan-perempuan untuk
mengunakan tenaga yang datang dari posisi organisasi dan kewenangan formal.
Perempuan pada umumnya berkarakter kepemimpinan transformasional. Mereka
menggunakan tenaga dan informasi, mendorong berpartisipasi, sebagian orang
menganggap dirinya berharga dan dapat menarik tentang kerja mereka. Setiap
orang bekerja dengan mendorong mereka untuk berkonstribusi dalam pekerjaan
dengan mementingkan perasaan yang kuat” (dalam Kreitner, 2005)
c. Menurut Schermerhorn (1999), pemimpin perempuan selalu lebih cenderung untuk
bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih
menghormati dan prihatin terhadap bawahannya dan berbagi kekuasaan serta perasaan
dengan orang lain. Cara ini dikenal sebagai pemimpin alternatif yang menekankan
aspek keseluruhan dan hubungan baik melalui komunikasi dan persepsi yang sama.
10

Sedangkan pemimpin laki-laki lebih cenderung ke arah kepemimpinan
tendency. Dengan cara ini mereka lebih terarah untuk tetap terjaga dan berkelakuan
secara asertif. Jika keadaan ini terjadi, maka mereka lebih banyak menggunakan
otoritas dari segi tradisional dengan kecenderungan memberi arahan dan nasehat yang
lebih banyak. Kajian yang dijalankan oleh Sharpe (2000) mendapati bahwa
perempuan selalu lebih mementingkan hubungan interpersonal, komunikasi, motivasi
pekerja, berorientasi tugas, dan bersikap lebih demokratis dibandingkan dengan lakilaki yang lebih mementingkan aspek perancangan strategik dan analisa.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Krotz (dalam Rozy, 2009), dalam penelitian ini
memperoleh hasil bahwa kepemimpinan perempuan diyakini lebih efektif dibanding
kepemimpinan laki-laki. Karena perempuan memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengna laki-laki, keunggulan tersebut diantaranya adalah:
1. Perempuan lebih cepat memotivasi kelompok dan bawahannya.
2. Perempuan lebih terbuka dan lebih dapat menerima masukan
3. Perempuan lebih cepat tanggap terhadap bawahannya.
4. Perempuan lebih memiliki toleransi, sehingga lebih mudah mengantisipasi adanya
perbedaan.
5. Perempuan lebih cepat mengidentifikasi masalah dan akurat dalam
penyelesaiannya.
6. Perempuan lebih cepat mendefinisikan harapan kerja dan dalam menghasilkan
umpan balik.

11

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam usaha meneliti
pemimpin dilihat dari gender pada masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan rancangan penelitian deskriptif dan komparatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan mengenai situasisituasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2002). Sedangkan penelitian komparatif
adalah penelitian yang akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik, kelompok. Dapat juga
membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang,
grup, atau negara, terhadap kasus, orang, peristiwa ataupun ide-ide (Arikunto, 2006)
Rancangan penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan bentuk
kepemimpinan masyarakat. Penelitian komparatif digunakan untuk mengatahui ada
tidaknya perbedaan terhadap pemimpin laki-laki dan pemimpin perempuan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Pada suatu penelitian perlu ditetapkan sejumlah populasi sebagai objek
penelitian yang akan menjadi sumber data. (Sugiyono, 2007) menyatakan bahwa
populasi yaitu keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, bendabenda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala nilai test/peristiwa-peristiwa sebagai
sumber daya yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
komunitas individu yang dijadikan sebagai objek atau sasaran penelitian guna
memperoleh keterangan mengenai karakteristik tertentu sebagaimana tujuan
penelitiannya. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
desa Ngadirejo yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Masyarakat Ngadirejo
b. Laki-laki dan perempuan di atas 21 tahun
2. Sampel Penelitian

12

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2006). Penelitian ini tidak dikenakan kepada seluruh populasi tetapi hanya sejumlah
anggota populasi.
Pengambilan sampel dalam penelitian harus representatif yaitu dapat
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya (Arikunto, 2006). Sampel terdiri
lima orang, yaitu laki-laki sebanyak 3 orang dan perempuan sebanyak 2 orang.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dan relevan serta akan memberikan gambaran dari aspek yang diteliti
(Arikunto, 2006). Adapun pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mencari informasi dan melakukan survey lapangan di desa Ngadirejo
2. Membuat surat permohonan ijin penelitian di Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang
3. Menyerahkan surat penelitian kepadan pemimpin dan bagian kesekretariatan desa
Ngadirejo
4. Penentuan tanggal dan hari pengambilan data untuk menentukan tanggal dan hari
pengambilan data, peneliti bekerja sama dengan Kepala Desa Ngadirejo
5. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara

13

BAB IV
HASIL
A. Analisis Deskriptif
Penelitian ini dilakukan di desa Ngadirejo, Gunung Bromo, penelitian
dilaksanakan pada tanggal 18-19 Mei 2013. Berikut hasil yang dapat diuraikan
berdasarkan dari penelitian yang telah dilaksanakan dengan pengumpulan data
menggunakan wawancara.
1. Deskripsi Pemimpin dengan Sampel Gender Perempuan
Dalam penelitian ini subjek yang digunakan untuk sampel adalah masyarakat
Ngadirejo dengan gender perempuan berjumlah 2 orang. Dari hasil wawancara
menyebutkan bahwa perempuan di desa tersebut tidak pernah ada yang mencalonkan
diri sebagai Kepala Desa. Mereka menyebutkan bahwa perempuan tugasnya hanya
berladang, memasak, dan merawat anak. Mereka menganggap bahwa posisi Kepala
Desa tanggung jawabnya besar sehingga mereka tidak berani mencalonkan diri.
Ditambah lagi lingkunganb yang cukup ekstrim membuat perempuan berpendapat
mereka tidak bisa menjadi kawur adat karena jarak antara rumah yang cukup
berjauhan dan medan yang menanjak. Bagi mereka pekerjaan itu hanya cocok untuk
laki-laki karena kondisi fisik laki-laki yang lebih kuat daripada perempuan.
2. Deskripsi Pemimpin dengan Sampel Gender Laki-laki
Dalam penelitian ini subjek yang digunakan untuk sampel adalah masyarakat
Ngadirejo dengan gender laki-laki berjumlah 3 orang. Dari hasil wawancara
menyebutkan bahwa kebanyakan dari mereka masih memegang adat istiadat yang
cukup kental. Mereka menganggap bahwa perempuan harusnya berada di rumah
memasak dan merawat anak, terkadang membantu di ladang. Untuk urusan
lingkungan mereka berpendapat kaum mereka yang lebih cocok karena kondisi
lingkungan yang ekstrim dan tanggung jawab yang besar. Ditambah lagi pendidikan
dari kaum perempuan lebih rendah daripada kaum laki-laki sehingga kaum laki-laki
lebih merasa mempunyai kemampuan daripada kaum perempuan.

14

BAB V
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pemimpin dengan Sampel Gender Perempuan
Dari hasil penelitian terhadap masyarakat Ngadirejo dengan sampel gender
perempuan sebanyak 2 orang memiliki pendapat bahwa mereka tidak pantas
menempati kedudukan yang penting di desa. Bagi mereka tugas mereka hanya berada
di rumah memasak dan merawat anak. Mereka tidak pernah keluar jauh dari desa
tanpa adanya pihak laki-laki dari keluarga. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri
untuk menempati kedudukan yang penting di desa karena adanya hukum adat,
pendidikan mereka yang kurang dan lingkungan yang ekstrim.
B. Deskripsi Pemimpin dengan Sampel Gender Laki-laki
Dari hasil penelitian terhadap masyarakat Ngadirejo dengan sampel gender
laki-laki sebanyak 3 orang memiliki pendapat bahwa kaum merekalah yang pantas
menduduki posisi penting di desa. Mereka merasa mempunyai kekuatan fisik yang
bisa menaklukkan lingkungan ekstrim dan mempunyai pengetahuan yang lebih
daripada kaum perempuan. Tetapi ada salah satu subjek yang berpendapat bahwa jika
perempuan mau menempuh pendidikan yang tinggi mungkin perempuan di desa
tersebut bisa mendapatkan kedudukan yang penting di desa. Sayangnya mayoritas
perempuan di desa tersebut lulusan SD yang menyebabkan pemikiran mereka sempit
dan karena adanya benturan dari hukum adat membuat mereka tidak bisa berkutik
lagi.

15

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Secara umum kedudukan yang penting di desa Ngadirejo dipegang oleh gender lakilaki.
2. Secara umum gender perempuan tidak berani membantah hukum adat dan memiliki
persepsi yang salah terhadap diri mereka sendiri.
B. Saran
1. Hendaknya masyarakat mulai membuka pikiran terhadap kemajuan jaman terhadap
emansipasi wanita,
2. Hendaknya masyarakat menjalankan wajib belajar 9 tahun,
3. Hendaknya masyarakat menjalankan dan berusaha meningkatkan kinerja tanpa
memandang kemampuan pemimpin berdasarkan gender.

16

LAPORAN VERBATIM
Nama iter
Nama itee
Tanggal

:Tri Yuni Susanti
: KB
: 18 Mei 2013

Informasi mengenai itee : KB laki-laki berusia 40 tahun, anak kedua dari tiga bersaudara.
Kakak dan adiknya sudah berkeluarga semua. KB memiliki dua orang anak perempuan. Istri
KB tidak bekerja hanya membantu di rumah dan di ladang. KB merupakan lulusan salah satu
universitas swasta di Malang.
Hasil wawancara : KB berpendapat bahwa perempuan mungkin bisa memiliki kedudukan
yang penting di desa apabila perempuan mampu dan mau menempuh pendidikan yang tinggi.
Sebenarnya perempuan di desa memiliki kemampuan tetapi sayang dari orang tua mereka
kaum perempuan diharuskan untuk membantu di dapur dan di ladang karena kodrat mereka
memang akan seperti itu.
Nama iter
Nama itee
Tanggal

:Tri Yuni Susanti
: UT
: 18-19 Mei 2013

informasi mengenai itee: UT perempuan berusia 21 tahun belum menikah, memiliki satu
saudara laki-laki.
Hasil wawancara: UT berpendapat bahwa kedudukan yang penting di desa mempunyai
tanggung jawab yang besar sehingga dia tidak berani untuk mengajukan diri menempati
kedudukan tersebut. Baginya kodratnya adalah berada di dapur dan membantu mengurus
anak. Terkadang kalau perlu membantu suami mencari nafkah.
Nama iter
Nama itee
Tanggal

:Tri Yuni Susanti
: MN
: 18-19 Mei 2013

Informasi mengenai itee: MN perempuan berusia 32 tahun, sudah menikah dan memiliki satu
anak laki-laki berusia 21 tahun.
Hasil wawancara: MN berpendapat bahwa menjadi seorang kepala desa tanggung jawabnya
besar sekali sehingga tidak ada perempuan yang berani mencalonkan diri sampai saat ini.
Hukum adat mengharuskan dia untuk tetap berada di rumah memasak dan mengurus anak.

17

Nama iter
Nama itee
Tanggal

:Tri Yuni Susanti
: SY
: 19 Mei 2013

Informasi mengenai itee: SY laki-laki berusia 35 tahun memiliki 2 orang anak perempuan dan
laki-laki yang masih sekolah di bangku SD.
Hasil wawancara: SY berpendapat bahwa kaum saya lebih pantas menduduki kedudukan
penting di masyarakat karena mereka mempunyai pengetahuan yang lebih baik daripada
perempuan. Mereka juga mempunyai kekuatan fisik yang bisa menaklukkan kekuatan alam.
Nama iter
Nama itee
Tanggal

:Tri Yuni Susanti
: TP
: 18 Mei 2013

Informasi mengenai itee: TP laki-laki berusia 34 tahun memiliki satu orang anak laki-laki.
Hasil wawancara: TP berpendapat bahwa tugas perempuan itu di dapur dan mengurus anak.
Jadi tidak perlu mereka repot-repot menempati kedudukan penting di desa. Biar saja
kedudukan penting dipegang oleh kaum laki-laki.

18

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Satu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fakih, Mansour, dkk. 2003. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan. Yogyakarta: Insist
Press.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:
UMM Press.
Karnoven, L & Selle, P. (eds) 1995. Women In Nordic Politics: Closing the Gap. Hants:
Dartmouth.
Maftuchah, Farichatul. 2008. Reposisi Perempuan Dalam Kepemimpinan. Jurnal Studi
Gender Dan Anak, (online) vol. 3, no. 2, Jul-Des 2008, 227-238
http://yiyangstain.files.wordpress.com/2009/01/05-farichatul-posisi-perempuandalam-kepemimpinan.pdf, diakses 20 Mei 2013
Muhammad, Husein. 2004. Islam Agama Rumah Perempuan: Pembelaan Kyai Pesantren.
Yogyakarta: LKIS.
Schermerhorn, John R., Jr. 1999. Management. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.
Jakarta: CV Rajawali.

19