Pendapat Para Ulama Tentang Memperingati

Pendapat Para Ulama Tentang Memperingati dan
Merayakan Maulid Nabi Muhammad saw
bapakeqya.blogspot.co.id /2015/12/pendapat-para-ulama-tentang.html
Pendapat Para Ulama Tentang Memperingati dan
Merayakan Maulid Nabi Muhammad saw Ada perbedaan pendapat di kalangan
Ulama dalam menghukumi pelaksanaan perayaan
dan peringatan Maulid nabi saw, diantaranya :
A. Pendapat ulama yang membolehkan Perayaan
Maulid Nabi Saw

Pendapat Ibnu Taimiyah

Spirit of Maulid Nabi saw

Sebagaimana pendapat yang di kemukakan oleh
al-Imam Ibn Taimiyah dalam kitabnya, Iqtidha' alShirat al-Mustaqiem, halaman 297 , sebagai
berikut :
"Mengagungkan Maulid dan menjadikannya
sebagai hari raya setiap muslim di lakukan oleh
sebagian orang, dan ia akan memperoleh pahala
yang sangat besar karena niatnya yang baik dan

karena mengagungkan Rosululloh saw
sebagaimana telah aku sampaikan padamu ( Ibn
Taimiyah,

Dimana Letak Bid'ah Maulid Nabi saw?

Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqiem, halaman 297 ).
Pendapat Syekh al-Imam al-Hafidz Hasan al-Bashri
Hasan Al-Bashri adalah seorang tabi'in yang agung, lahir di kota madinah al-Munawaroh pada dua tahun
menjelang berakhirnya pemerintahan kholifah Umar Bin al-Khattab ra. Beliau menjumpai lebih dari 100
shahabat nabi dan wafat pada bulan Rajab,116 H dalam usia 89 tahun.
Khalifah Umar bin al-Khattab ra pernah berdo'a untuk Syeikh al-Hasan al-Bashri sebagai berikut :
"Ya Allah, jadikanlah ia seseorang yang ahli memahami ilmu agama dan di cintai oleh manusia".
Kecerdasan dan kesalehan Syeikh al-Hasan al-Bashri ra membuat kagum para sahabat Rosul termasuk
sahabat Anas bin Malik ra yang menilainya sebagai orang yang faqih dengan mengatakan :
"Bertanyalah kamu sekalian kepada Hasan al-Bashri sebab dia masih ingat, sedang kami telah lupa". ( di
ceritakan kembali oleh syeikh al-Imam al-Dzahabi dalam kitab, Siar a'lam Nubala, juz 3, halaman 410)
Jadi tidak salah kalau kita mengikuti anjuran Sahabat Anas bin Malik yang bertanya kepada al-Imam al-

Hasan al-Bashri tentang perayaan maulid Nabi saw sebagai berikut :

"Hasan Bashri berkata : andai saja aku memiliki emas sebesar gunung uhud, maka sungguh aku akan
dermakan itu semua untuk penyelenggaraan perayaan peringtan Maulid Nabi".
Pernyataan tersebut di tulis oleh Syeikh Abu Bakr bin Muhammad Syatha al-Dimyati dalam Kitab Syarah
I'anah al-Tholibin, Juz 3, halaman 255.
Ucapan Syeikh Hasan al-Bashri ra di atas membuktikan betapa para tabi'in sangat menaruh perhatian
besar terhadap hari kelahiran Rosululloh saw. Bagaimana tidak, beliau siap dan rela mendermakan
hartanya untuk penyelenggraan dan perayaan peringtan maulid Nabi saw.
Pendapat Syeikh al-Junaedi al-Baghdady
Ada baiknya kita mengetahui pendapat Syeikh al-Junaedi al-Baghdadi. Beliau adalah seorang faqih dan
pimpinan para sufi. Karena ketekunan dalam beribadah kepada Allah SWT, beliau mendapat
kepercayaanmenjadi mufti pada usia 20 tahun. Keterangan ini termaktub dalam Kitab al-Risalah alQusyaitiyah karangan Abu Qosim bin Abdul Karim Hawazim, halaman 430.
Beberapa riwayat mengatakan, beliau selalu mengerjakan shalat sunah dalam setiap harinya sebanyak
400 rokaat. Sebagaimana para guru-gurunya beliau sangat memulyakan hari kelahiran nnabi saw. Dalam
pembahasan mengenai peringatan dan perayaan Maulid Nabi saw.
Beliau berpendapat sebagai berikut :
"Barang siapa menghadiri Maulid Rosululloh dan mengagungkannya (memulyakan ) kedudukannya, maka
dia telah sukses dalam keimanannya."
Perhatkan dengan seksama, beliau menjadikan semangat untuk memulyakan Maulid Nabi saw sebagai
tolak ukur keimanan. Dengan kay
ta lain belum sempurna iman seseorang sebelum menghadiri memulyakan dan mengagungkan

peringatan maulid Nabi saw.
Pendapat dari Syeikh al-Imam al-hafizh Abdurrahman bin Abu Bakr al-Suyuthi
Beliau merupakan ulama yang lahir pada bulan Rajab tahun849 H dan wafat tahun 911 H. Beliau di kenal
sebagai seorang yang sangat luas pemahamannya terhadap ilmu. Hal ini terbukti dengan hasil karyanya
yang mendunia. Lebih dari 400 kitab telah di tulisnya. Bahkan beliau di juluki sebagai pembaharu agama
(mujaddid) abad ke-9 H. Tak heran, di samping hapal Al-Qur'an dengan sempurna, beliau juga hafal
beberapa kitab besar seperti al-Minhaj karya Imam al-Nawawi dan kitab al-Umdah.
Al-Hafidz al-Suyuthi telah menulis kitab khusus yang menerangkan dan menjelaskan keutamaan
peringatan maulid Nabi saw. Di bawah inisedikit fatwa beliau mengenai peringatan Maulid Nabi saw yang
dapat di jadikan sandaran bagi kita untuk melaksanakan peringatan dan perayaan Maulid Nabi saw.
Beliau berkata :
"Menurutku, inti dari peringatan Maulid Nabi saw adalah berkumpulnya manusia (di suatu tempat) lalu di
bacakan padanya sebagian ayat-ayat al-Qur'an yang mudah dan di bacakan riwayat perjuangan Nabi dari
hadits-hadits yang ada dan di ceritakan berbagai macam peristiwa besar yang terjadi pada saat beliau di
lahirkan. Di sediakn pula bagi mereka hidangan berupa makanan dan minuman untuk mereka makan
bersama-sama. Kemudian mereka pergi tidak lebih dari itu. Kegiatan semacam itu merupakan bid'ah
hasanah, di mana pelakunya akan mendapatkan pahala karena peringatan Maulid Nabi saw tersebut
pada intinya merupakan upaya untuk memulyakan dan mengagungkan baginda Nabi serta merupakan

perwujudan dari rasa cinta dan bahagia kita atas kelahiran beliau yang mulia" ( Keteterangan Ini di

tulisnya oleh beliau dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi,juz 1, halaman 221)

Pendapat Syeikh Muhammad Hafidz Sulaiman
Beliau adalah mantan Dirjen Univ. Al-Azhar, Kairo, Mesir. Beliau mengatakan :

"Perayaan peringatan hari lahir hamba Allah yang paling mulia di muka bumi wajib di selenggarakan
dengan penuh khidmat, penuh penghormatan yang sesempurna sempurnanya".

Keterangan ini di adaptasi dari buku berjudul 'Tanggapan mengenai Bid'ah, tawassul dan tabarruk', karya
A. Shihabuddin.

Pendapat Prof. Dr. Al-Syeikh Mahmud Syaltut
Beliau adalah mantan Rektor Univ. Al-Azhar, Kairo, Mesir. Beliau mengatakan :
"Setelah abad pertama hijriah, di kalangankaum
muslimin mulai berlangsung kebiasaan
mengadakan perayaan memperingati hari
Maulid Nabi saw pada bulan Rabi'ul awwal tiap
tahun. Cara mereka memperingati Maulid Nabi
saw berbeda-beda menurut keadaan,
lingkungan dan negara masing-masing.

Ada yang merayakan hari kelahiran Nabi saw
Acara Muludan
dengan menyiapkan makanan-makanan khusus
yang pada umumnya tidak biasa di makan
sehari-hari. Makanan itu kemudian di santap bersama keluarga pada malam 12 Robi'ul awwal dalam
suasana penuh kegembiraan.

Ada yang merayaikan dengan menyediakan kue-kue manis yang khusus di buat dalam aneka ragam
bentuk oleh para pedagang. Kue-kue ini di letakan secara tertur dan serasi serta di pajang di depan toko
untuk menarik para pembeli.

Ada juga yang mkerayakan denganmenyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang sebelumnya di buka

dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an. Kebanyakan dari pembacanya, membacakan ayat-ayat yang
berhubungan dengan peringatan Maulid Nabi saw tersebut. Kemudian di bacakan kisah biografi Nabi
Muhammad saw lengkap dari sifat-sifat dan akhlaq beliau . Selain itu, juga di terangkan tentang
masyarakat Jahiliyah pada masa kelahiran beliau.

Pada generasi berikutnya, orang mulai menulis berbagai buku biografi (manaqib) Nabi saw dan
menghimpun ucapan para perawi hadits. Kemudian buku itu di sebarkan kepada kaum muslimin untuk

mengingatkan mereka tentang kebesaran dan kemuliaan aklaq Nabi saw.

Buku-buku tersebut menceritakan perjalanan hidup Nabi sejak lahir. Mulai dari ketika beliau masih menjadi
anak pengembala kambing, masih remaja, muda, hingga turut bersama pamannya dalam perang Fijar
(peperangan yang terjadi setelah tahun Gajah antara orang Quraisy beserta para sekutunya melawan
bani Hawazin ).

Konon, saat rosul masih remaja berusia 14 tahun. Ada riwayat yang menyatakan 20 tahun. Begitulah kisah
dalam berbagai peringatan maulid Nabi saw yang lazim di lakukan oleh kaum Muslimin sebagai sunnah
setelah sekitar abad pertama tahun hijriyah".

Keterangan ini di nukil dari buku berjudul Tanggapan mengenai Bid'ah, Tawassul dan Tabarruk, karya A.
Shihabuddin.

Pendapat Prof. Dr. al-Syeikh Muhammad Sayyid Ahmad al-Musir
Beliau adalah guru besar Ilmu Aqidah dan Filsafat pada Fakultas Ushuluddin di Univ. Al-Azhar, Kairo,
Mesir. Ketika di wawancara oleh wartawan majalah al-Liwa' al-Islamy, mengenai persoalan Maulid Nabi
saw, beliau menjelaskan sebagai berikut :
"Perayaan peringatan Maulid Nabi saw itu dengan jamuan atau pesta makan dan minum sama sekali tak
ada kaitannya dengan teladan mulia yang di berikan oleh Nabi saw. akan tetapi perlu di mengerti, bahwa

kami tidak melarang atau mengharamkan jenis-jenis tertentu dari makanan dan minuman yang di
suguhkan dalam peringatan tersebut, akan tetapi yang kami sesali adalah ada yang beranggapan bahwa
bentuk-bentuk peringatan yang bersifat kebendaan itu merupakan bagian dari pada peringatan maulid
Nabi saw.
Pendapat sementara yang memandang peringatan maulid nabi saw atau peringatan keagamaan lainnya
sebagai bid'ah, perbedaan kami dengan mereka (yang membid'ahkan peringatan peringatan keagamaan)
ialah mengenai pengertian atau ta'rif tentang bid'ah dan sunnah.
Mereka yang mengatakan bahwa setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka,
sebagaimana yang terdapat di dalam kitab hadits shahih. Akan tetapi mereka itu mereka itu melupakan

sesuatu yang amat penting yaitu bid'ah yang di sebut sesat (dhalalah) dan yang tempatnta di neraka
adalah bid'ah yang di sinyalir oleh alQur'an, yakni firman Allah : "Mereka yang mensyariatkan sebagian
dari agama sesuatu yang tidak di izinkan Allah,,," (AL-Syura: 21)
Jadi, bid'ah yang terlarang itu ialah penambahan bentuk peribadatan (yang pokok) di dalam agama. Hal
ini sama sekali tidak terdapat dalam peringatan ke agamaan yang di adakan, seperti peringatan
keagamaannya lainnya".

Pendapat Al-Syeikh al-Imam Sayyid Muhammad bin al-Maliki al-Hasani
Beliau adalah seorang ulama di kerajaan Arab Saudi yang berkedudukan sebagai Mufti Mekkah.
Meskipun secara formal kerajaan Arab Saudi bermadzab Wahabi, tetapi beliau tetap sebagai ulama yang

bermadzab Maliki.
Tulisan beliau tentang Maulid nabi saw dalam makalah "Haul al-Ikhtilaf bi al-Maulid al-Nabawy al-Syarif" (
Sekitar peringatan Maulid Nabi saw yang mulia ). termaktub dalam antologi tulisan beberapa orang ulama
dan penyair Islam kenamaan berjudul Baqoh 'Ithrah, cetakan pertama tahun 1983 yang terbit di Mekkah.
Pendapatnya mengenai peringatan Maulid Nabi saw dalam makalahnya itu antara lain :
"Sebenarnya sudah terlalu banyak orang berbicara tentang perayaan atau peringatan maulid Nabi saw.
Sesungguhnya masih banyak soal lain yang lebih memerlukan pemikiran kita. Pembicaraan masalah ini
seolah-olah menjadi permasalahan rutin setiap tahun, sehingga orang merasa jemu. Selama masih
banyak pemikiran yang secara diam-diam menyalahkan-bahkan mengharamkan-perayaan atau
peringatan maulid Nabi saw, maka tidak akan ada jeleknya jiaka kau berusaha memenuhi harapan kaum
muslimin awwam, yang masih merasa butuh pada penjelasan mengenai Jaiz atau bolehnya
penyelenggaraannya.
lebih baik aku tekankan lebih dahulu bahwa bentuk peringatan maulid nabi saw seperti berkumpul untuk
mendengarkan riwayat hidup beliau, menyatakan pujian-pujian dan shalawat yang memang sudah
menjadii hak beliau saw, kemudian di lanjutkan dengan suguhan-suguhan makanan dan lain sebagainya
guna menyemarakkan dan menggembirakan kaum muslimin...semua boleh-boleh saja atau jaiz, tidak di
larang oleh syara'"....
B. Pendapat Ulama yang mengharamkan Maulid Nabi Saw

Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqi

Beliau mengatakan :

“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari
raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha)
seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul
Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan

No Maulid Nabi saw!!

pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8
Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah
yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka
juga tidak pernah melaksanakannya.”

(Majmu’ Fatawa, 25/298)

Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy
Beliau membawakan pasal “Di bulan Rabi’ul Awwal dan Bid’ah Maulid”. Dalam pasal tersebut, beliau
rahimahullah mengatakan :


“Bulan Rabi’ul Awwal ini tidaklah dikhusukan dengan shalat, dzikr, ‘ibadah, nafkah atau sedekah tertentu.
Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya terdapat hari besar Islam seperti berkumpul-kumpul dan
adanya ‘ied sebagaimana digariskan oleh syari’at. …

Bulan ini memang adalah hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus pula bulan ini
adalah waktu wafatnya beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari kelahiran beliau
sekaligus juga kematiannya Jika hari kelahiran beliau dijadikan perayaan, maka itu termasuk perayaan
yang bid’ah yang mungkar. Tidak ada dalam syari’at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini.

Jika dalam maulid terdapat kebaikan,lalu mengapa perayaan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, ‘Umar, Utsman,
‘Ali, dan sahabat lainnya, juga tabi’in dan yang mengikuti mereka. Tidak disangsikan lagi, perayaan yang
diada-adakan ini adalah kelakuan orang-orang sufi, orang yang serakah pada makanan, orang yang
gemar menyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung bid’ah…”

Lalu beliau melanjutkan dengan perkataan yang menghujam :

“Lantas faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih dari penghamburan harta yang
memberatkan ”
(As Sunan wal Mubtada’at Al Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139)


Syaikh Tajuddin ‘Umar bin ‘Ali –
Seorang ulama Malikiya yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa maulid
adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela). Beliau memiliki kitab tersendiri yang beliau namakan “ Al
Mawrid fil Kalam ‘ala ‘Amalil Mawlid (Pernyataan mengenai amalan Maulid)”. Beliau rahimahullah

mengatakan :

“Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada
juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid
berasal dari pendapat para ulama terdahulu.
Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang
menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau
mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan
haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para
ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu yang
dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh
sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan kami.
Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang
namanya bid’ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut
mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.”

(Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183)
Sumber Tulisan :
Dari beberapa kitab dan buku diantaranya buku karangan KH. Muhammad Nasir Muhyi (gus Nasir).
"Katanya Bid'ah Ternyata Sunnah".Tahun 2010. rumaysho.com/869-ulama-ahlus-sunnah-menyikapimaulid-nabi
Sumber Gambar :
Google...
Please FOLLOW and JOIN to get update!
Cool Social Media Sharing Touch Me Widget by Blogger Widgets