Kritik Sosial Terhadap sistem Pemerintah

Kritik Sosial Terhadap Pemerintah
Rifqi Faizah

Cerpen Di Bibir Laut Merah adalah salah satu karya dari M. Shoim Anwar. Cerpen ini
menceritakan tentang seorang istri yaitu Sulastri yang ditelantarkan oleh suaminya, Markam
yang suka menyembah berhala, maka Sulastri lebih memilih menjadi tenaga kerja di luar negeri
untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Namun seketika tokoh Fir’aun hadir untuk menindas
Sulastri karena dianggap sebagai budak bagi Fir’aun, tak lama kemudian tokoh Musa hadir untuk
menolong Sulastri dari kejaran Fir’aun.
M. Shoim Anwar adalah seorang penulis yang dapat dibilang cukup produktif dalam
menghasilkan sebuah karya terbukti dalam tiga kali berturut-turut ia menjadi juara pada lomba
menulis cerpen yang diadakan Dewan Kesenian Surabaya (1988, 1989, 1990), dan
beberapa kali menjuarai lomba penulisan cerpen dan esai yang diadakan Depdiknas (2001,
2002, 2003, 2005, 2006, 2007), serta mendapatkan Penghargaan Seni dari Gubernur Jawa Timur
(2008). Di samping pekerjaannya yang mengajar SD, SMP, SMA, dan Perguan Tinggi. Dia juga
pernah mengasuh acara sastra di radio (RKPD Jombang), anggota Dewan Pendidikan Provinsi
Jawa Timur, ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur, dan redaktur majalah
kebudayaan Kali Mas dan Kidung,Shoim juga menulis di berbagai media massa, menjadi
pembicara dan membacakan cerpen-cerpennya di berbagai wilayah tanah air, termasuk di Taman
Ismail Marzuki, Jakarta.


Karya sastra memang tidak pernah terlepas oleh realitas termasuk dalam cerpen Di Bibir
Laut Merah. Dalam cerpen ini M. Shoim Anwar ingin menyampaikan kritikan keras terhadap
bangsa Indonesia yang banyak mengirim tenaga kerja keluar negeri secara ilegal dan banyaknya
kasus korupsi di Indonesia sehingga rakyat pun memilih jalan pintas sebagai tenaga kerja diluar
negeri. Di Bibir Laut Merah merupakan tempat yang di kisahkan oleh Fira’un dan Musa dari
Yaman sampai Yordania, sudut pandang yang dilakukan oleh penulis adalah sudut pandang
ketiga yaitu orang serba tau atau sebagai pengamat karena orang ketiga ini sangat mengetahui
perasaan Sulastri ketika ia bertemu dengan Fir’aun dan Musa, kemudian saat berhadapan dengan
polisi penjaga pantai dan perasaannya ketika ia dan anak-anaknya ditelantarkan oleh suaminya.

Segi menarik pada cerpen Di Bibir Laut Merah yaitu terdapat pada penokohannya karena
Shoim memunculkan tokoh yang bernama Fir’aun dan Musa sebagai pemunculan konflik dan
mempertegas latar tempat Timur Tengah yang memang terdapat pula kisah nyata dari mereka
yang sekarang telah menjadi bagian dari sejarah. Fir’aun digambarkan sebagai seorang
yang mempuyai otot yang tampak kekar, wajahnya kotak, matanya cekung, dan tubuhnya
cenderung pendek, serta dada terbuka dengan pakaian gemerlap yang menutup pusar hingga
lutut, maka Fir’aun digambarkan sebagai penguasa serakah yang hanya mementingkan
kebahagiaan mereka sendiri, menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga dan para
cukongnya, menjadikan warga masyarakatnya sebagai budak yang hanya dibutuhkan saat pemilu
saja. Sedangkan Musa digambarkan sebagai seorang penolong Sulastri dari kejaran Fir’aun dan


yang menyadarkan Sulastri tentang kehidupannya di Indonesia bersama suaminya dan tentang
pemerintahan Indonesia yang serakah dan suka menjarah kekayaan di negerinya sendiri.

Beberapa konflik yang juga merupakan bagian menarik yaitu tentang pemerintahan yang
hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan rakyatnya yang telah memilih para
pemimpin namun seketika itu rakyat pun ditelantarkan setelah pemimpin terpilih,
kemudian sebuah keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi kini hanya dijadikan sebuah slogan.
Serta terjadinya tindak korupsi antara para petinggi negeri, hal ini diungkapkan saat percakapan
antara Musa dengan Sulastri. Dalam cerpen ini M. Shoim Anwar menggambarkan tindak korupsi
terjadi ketika perantara dan polisi setempat bekerjasama untuk menangkap orang-orang seperti
Sulastri dan mendapatkan uang setidaknya seribu real per orang, kemudian menyerahkan mereka
pada kedutaan untuk di deportasi. Hal ini merupakan realitas dari seluruh negara yang makin
memburuk dan tetap menindas rakyat tanpa pandang bulu.

Pesan yang dapat kita ambil dalam cerpen Di Bibir Laut Merah adalah bagaimana cara
kita untuk menjadi seseorang yang mempunyai keperibadian yang baik yaitu dengan tidak hanya
bergantung kepada orang lain tetapi juga berusaha, karena laki-laki dan perempuan dapat
mengubah nasibnya sendiri dengan berusaha semaksimal mungkin maka Allah akan membantu
umatnya yang sudah berusaha, kemudian menegakkan keadilan bagi diri sendiri maupun orang

lain tidak hanya sebagai selogan tetapi harus dilaksanakan dengan keteguhan hati agar dapat
membedakan hak bagi diri sendiri maupun hak bagi orang lain.
Tema yang terdapat pada cerpen Di Bibir Laut Merah adalah sebuah kritikan sosial
terhadap para pemimpin negeri yang yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa
memperhatikan kehidupan sosial dan ekonomi rakyatnya serta banyaknya pengiriman tenaga
kerja ilegal yang dilakukan oleh banyak pihak. Kritikan sosial ini digambarkan ketika
percakapan Musa dengan Sulastri dan Musa yang menolong Sulastri dengan memberikan
tongkatnya untuk terlepas dari jeratan Fir’aun. Tongkat tersebut merupakan simbol dari agama,
jika kita percaya kepada Allah maka akan dilindungi dan selalu mendapat pertolongan dari Allah
dan kita akan diselamatkan dari macam bentuk kejahatan, sehingga kita mendapatkan kehidupan
yang lebih baik, kebahagiaan didunia dan diakhirat serta peduli dengan sesama manusia.