Kajian Hukum dan Keadilan

HUBUNGAN FUNGSIONAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PENANGANAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

THE FUNCTIONAL RELATIONSHIP BETWEEN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (NATIONAL NARCOTICS AGENCY) AND CORRECTIONAL INSTITUTIONS IN DEALING WITH THE ISSUE OF NARCOTICS AT CORRECTIONAL INSTITUTIONS

Muhamad Amin Imran

Kementrian Hukum dan HAM LAPAS Mataram Email : imronlapas88@gamail.com

Naskah diterima : 16/05/2013; direvisi : 02/06/2013; disetujui : 06/07/2013

A bstrAct

Therefore, there should be an effort to prevent and to fight against the drug abuse and illicit trafficking in Penitentiary. But, in handling narcotic in Penitentiary there is conflict of authority between National Narcotic Agency (BNN) which is in charge to carry out the drug abuse and narcotic circulation and the authority in the Penitentiary . BNN which is incharge to make and to implement the policies of preventing, fighting against the drug abuse and narcotic circulation works based on : the Law No. 35 of 2009 concerning on the Narcotic, although prior to that, there are such laws as Instructions of President No. 6 of 1971, Presidential Decree No. 116 of 1999 about National Drug Coordination Body, Presidential Decree No. 17 of 2002 on the National Narcotic Agency (BNN), Presidential Regulation No. 83 of 2007 on the National Narcotic Agency (BNN), Provincial Narcotic Agency and District Narcotic Agency, and Presidential Regulation No. 23 of 2010 on National Narcotic Agency (BNN). Then, the implementation of the functional relation between National Narcotic Agency and Penitentiary in handling narcotic in penitentiary has not been going well due to the duty-related conflict of authority and that should be synchronized by applying the principle of Lex Specialist Derogat Legi Generalist. Thus, it is necessary to make a good functional pattern of relation between National Narcotic Agency and Penitentiary in handling the narcotic in Penitentiary in the future. The pattern should be a coordinated relation that is preventive and repressive based on the MoU between National Narcotic Agency and Penitentiary.

Keywords : Functional Relation, National Narcotic Agency (BNN) and Penitentiary (Lapas)

A bStrAk

Hampir tidak ada tempat yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, termasuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan Lapas, oleh sebab itulah perlu adanya upaya untuk pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Lapas. Namun dalam penanganan narkotika di Lapas terjadi konflik kewenangan antara Badan Narkotika Nasional (BNN) yang melaksanakan penanganan penyalahgunaan dan peredaran narkotika dengan Pihak Lapas terkait dengan tugas dan Kewenangan. BNN yang di bentuk khusus untuk menyususn dan melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika memiliki dasar kewenangan yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, meskipun sebelumnya ada Inpres No. 6 Tahun 1971. Keppres No. 116 Tahun 1999 Tentang Badan Kordinasi Narkotika Nasional, Keppres No. 17 Tahun 2002 Tentang BNN, Perpres No. 83 Tahun 2007 Tentang

IUS 327 Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

BNN, Badan Narkotika Propinsi Dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, dan Perpres No. 23 Tahun 2010 Tentang BNN. Kemudian dalam Pelaksanaan hubungan fungsional antara BNN dengan Lapas dalam penanganan narkotika di Lapas belum berjalan dengan baik karena terjadi konflik kewenangan terkait tugas dan kewenangan, yang kemudian di harmoniskan dengan menerapkan asas Lex Spicialis Derogat Legi Generalis. Dengan demikian diperlukan Pola hubungan fungsional baik antara BNN dengan Lapas dalam penanganan narkotika di Lapas kedepannya adapun pola hubungan tersebut adalah pola hubungan kordinatif, dalam bentuk bentuk penanganan preventif dan represif yang di dasari dengan nota kesepakatan (MoU) antara BNN dengan Lapas.

Kata kunci : Hubungan Fungsi, BNN dan Lapas.

PENDAHULUAN

pembinaan terhadap Narapidana dan Anak k

i mAnusiA Didik Pemasyarakatan berdasarkan sistem ndonesiA sebAgAi salah satu Pemasyarakatan. Lapas ditempatkan semua modal pembangunan nasional perlu dipe-

narapidana termasuk juga narapidana kasus lihara dan ditingkatkan secara terus-me- narkotika baik korban maupun pengedar. nerus, termasuk derajat kesehatannya.

Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan

1995 Tentang Pemasyarakatan telah diatur diperlukan untuk pengobatan, pe laya nan

berbagai ketentuan mengenai bagaimana kesehatan dan pengembangan ilmu pen-

cara memperlakukan narapidana serta tu- getahuan, namun apabila di salah gunakan gas dan wewenang petugas pemasyarakatan atau digunakan tidak se suai dengan standar

dalam melaksanakan tagas dan fungsinya pengobatan dapat meng akibatkan sindro-

sebaga Pembina narapidana. ma ketergantungan apabila penggunaan-

nya tidak di bawah pengawasan dan pe- Penyalahgunaan dan Peredaran nar- tunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai kotika di Lapas merupakan masalah serius keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal dan fakta yang tidak dapat dipungkiri. ini akan menimbulkan akibat yang sangat Oleh karena itu diperlukan upaya untuk merugikan perorangan mau pun masyara- pencegahan dan pemberantasan penya- kat khususnya generasi muda, tetapi juga lahgunaan dan peredaran narkotika di berdampak sosial, eko nomi dan keamanan Lapas. Selain dengan Undang-Undang No-

nasional, bahkan dapat menimbulkan baha- mor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, ya yang lebih besar bagi kehidupan dan ni- aparat penegak hukum di harapkan lai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya dapat bekerjasama untuk mencegah dan akan dapat melemahkan ketahanan nasi- menanggulangi kejahatan tersebut husus- onal.

nya di Lapas. Di antara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peran penting

Penyalahgunaan dan peredaraan gelap terhadap penanganan penyalahgunaan dan narkotika di Indonesia telah merambah ke peredaran gelap narkotika adalah Badan

seluruh wilayah tanah air dan telah terse- Narkotika Nasional (BNN).

bar ke berbagai lingkungan kehidupan, baik lingkungan pendidikan, lingkungan ker-

Namun dalam rangka penanganan nar- ja, dan lingkungan pemukiman, dan ling- kotika di Lapas yang dilakukan BNN se- kungan penegak hukum. Salah satu insti- ringkali tidak berjalan dengan mulus, Hal tusi penegak hukum yang juga tidak bebas tersebut di sebabkan oleh adanya perten- dari penyalahgunaan dan peredaran gelap tangan atau konflik kewenangan antara ke narkotika adalah Lembaga Pemasyarakatan dua lembaga tersebut dan perlawanan dari (Lapas). Lapas adalah tempat melaksanakan para narapidana. Oleh sebab itu di perlu-

328 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ kan suatu pola hubungan fungsional antara keadilan bagi pergaulan hidup antar warga

BNN dengan Lapas dalam penanganan nar- negaranya. 2 kotika di Lapas Ber dasarkan uraian latar be-

Di zaman modern, konsep Negara Hu- lakang di atas, maka ada bebarapa hal yang

kum di Eropah Kontinental dikembang- diangkat sebagai masalah dan akan dicari kan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul penyelesaiannya secara ilmiah yaitu me-

Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain ngenai dasar Kewe nangan Badan Narkoti-

dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu ka Nasional Dalam Penanganan Narkotika;

“rechtsstaat’ . Sedangkan dalam tradisi An- bentuk Pe lak sa naan Hubungan fungsional

glo Amerika, konsep Negara hukum dikem- Badan Nar kotika Nasional Dengan Lem- bangkan atas kepeloporan A.V. Dicey den- baga Pe masyarakatan Dalam Penanganan

gan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Nar kotika Di Lembaga Pemasyarakatan

Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang dan Pola Hubungan Badan Narkotika Na-

disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu sional Dengan Lembaga Pemasyarakatan

mencakup empat elemen penting, yaitu: Dalam Penanganan Narkotika Di Lembaga

Pe masyarakatan Kedepan.

1. Perlindungan hak asasi manusia.

2. Pembagian kekuasaan.

PEMBAHASAN

3. Pemerintahan berdasarkan undang-un- Dari beberapa permasalahan tersebut,

dang.

maka terdapat beberapa konsep teoritik ten-

4. Peradilan tata usaha Negara. tang type-type negara hukum:

Sedangkan A.V. Dicey menguraikan ad-

1. Konsep Negara Hukum anya tiga ciri penting dalam setiap Negara

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Hukum yang disebutnya dengan istilah Negara Kesatuan Republik Indonesia Ta- “The Rule of Law”, yaitu: hun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara

1. Supremacy of Law.

Indonesia negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakan

2. Equality before the law.

supermasi hukum untuk menegakan ke-

3. Due Process of Law.

benaran dan keadilan dan tidak ada kekua- Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang

saan yang tidak dipertanggung jawabkan. 1 dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di

Berdasarkan uraian di atas yang dimak- atas pada pokoknya dapat digabungkan den- sud dengan Negara Hukum ialah negara gan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikem- yang berdiri di atas hukum yang menjamin bangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai keadilan kepada warga negaranya. Keadilan ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman merupakan syarat bagi terciptanya kebaha- sekarang. Bahkan, oleh “The International giaan hidup untuk warga negaranya, dan Commission of Jurist ”, prinsip-prinsip Nega- sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu ra Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip diajarkan rasa susila kepada setiap manusia peradilan bebas dan tidak memihak (inde- agar ia menjadi warga negara yang baik. Per- pendence and impartiality of judiciary ) yang aturan hukum yang sebenarnya hanya ada di zaman sekarang makin dirasakan mutlak jika peraturan hukum itu mencerminkan diperlukan dalam setiap negara demokrasi.

1 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo- Secara umum, dalam setiap negara yang

nesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar

menganut paham negara hukum, selalu ber-

Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Sekertaris Jendral MPR RI, Jakar-

2 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata ta, 2010, hlm. 46

Negara Indonesia , Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm. 153.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 329

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

lakunya tiga prinsip dasar, yakni supermasi lain dengan dasar peraturan perundang- hukum (supremacy of law), kesetaraan di

undangan.

hadapan hukum (equality before the law),

c. Kewenangan Mandat merupakan ke- dan penegakan hukum dengan cara tidak

wenangan yang bersumber dari proses bertentangan dengan hukum (due process of atau prosedur pelimpahan dari pejabat law). atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat

1. Teori Kewenangan atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam hubungan rutin

Kewenangan atau wewenang adalah atas bawah, kecuali bila dilarang secara suatu istilah yang biasa digunakan dalam

tegas.

lapangan hukum publik. Menurut Pra- judi Atmosudirjo “wewenang adalah ke-

2. Teori Berlakunya Hukum kuasaan untuk melakukan sesuatu tin-

3 dakan hukum publik” a. Teori Berlakunya Hukum secara Filoso- sedangkan Indo- fis adalah kaedah hukum tersebut berlaku

harto men defenisikan “wewenang adalah secara filosofis, artinya, sesuai dengan

kemam puan yang diberikan oleh peraturan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang

perundang-undangan yang menimbulkan akibat-akibat hukum”. 4

tertinggi.

Setiap perbuatan

pemerintah disyaratkan harus bertumpu

b. Teori Berlakunya Hukum secara Sosi- pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya

ologis adalah Kaedah hukum berlaku se- kewenangan yang sah seorang pejabat atau-

cara sosiologis, apabila kaedah tersebut pun badan tata usaha Negara tidak dapat

efektif, artinya, kaedah tersebut dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerin-

dipaksakan berlakunya oleh penguasa tah. Oleh karena itu, kewenangan yang sah

walaupun tidak diterima oleh warga ma- merupakan atribusi bagi seorang pejabat

syarakt (Teori kekuasaan), atau kaedah

tadi berlaku karena diterima dan diakui sah bila ditinjau dari segi sumber darimana

ataupun setiap pejabat. 5 Kewenangan yang

oleh masyarakat (teori pengakuan). Ber- kewenangan itu lahir atau diperoleh, maka

lakunya kaidah hukum secara sosiologis terdapat 3 (tiga) kategori kewenangan yaitu

menurut teori pengakuan adalah apabila : atribusi, delegasi, dan mandat.

kaidah hukum tersebut diterima dan diakui masyrakat. Sedangkan menurut teori pak-

a. Kewenangan Atribusi lazimnya digaris- saan berlakunya kaidah hukum apabila

kan atau berasal dari adanya pembagian kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh

kekuasaan Negara oleh undang-undang

penguasa.

dasar. Istilah lain untuk kewenangan atribusi adalah kewenangan asli atau ke-

c. Teori Berlakunya Hukum secara Yuridis wenangan yang tidak dibagi-bagikan ke-

adalah Kaedah hukum berlaku secara pada siapapun.

yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatannya

b. Kewenangan Delegasi merupakan ke- (Hans Kelsen), atau berbentuk menurut

wenangan yang bersumber dari pelimpa- cara yang telah ditetapkan, atau apabila

han atau organ pemerintah kepada orang menunjukkan hubungan keharusan an-

tara suatu kondisi dan akibat.

3 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Bakti Indonesia , Jakarta, 1998, hlm. 154

3. Konsep Hubungan Kelembagaan

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003, hlm. 177

Penyelenggaraan pemerintahan suatu

5 Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Ne-

negara akan berjalan dengan baik apabila

gara. Bayu Media, Malang, 2003, hlm. 77-78

330 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ didukung oleh lembaga-lembaga negara

pada derajat pengaturannya menurut yang saling berhubungan satu sama lain

peraturan perundang-undangan yang sehingga merupakan satu kesatuan dalam

berlaku. Lembaga negara yang diatur dan mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan

dibentuk oleh UUD merupakan organ perjuangan negara sesuai dengan kedudu-

konstitusi, sedangkan yang dibentuk kan, peran, kewenangan dan tanggung jaw-

berdasarkan UU merupakan organ UU, abnya masing-masing. 6 sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah

a. Pengertian Umum Lembaga lagi tingkatan dan derajat perlakuan

Lembaga negara bukan konsep hukum terhadap pejabat yang duduk di yang secara terminologis memiliki isti-

dalamnya. Demikian pula jika lembaga lah tunggal atau seragam. Di dalam ke-

dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan pustakaan Inggris, untuk menyebut

berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih lembaga negara di gunakan istilah Political

rendah lagi tingkatannya. instruction , se dangkan dalam terminologi

c. Hubungan Antar Lembaga-Lembaga bahasa Belanda terdapat istilah staat

Negara

organen . Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara atau organ

Hubungan antar alat-alat kelengka- negara. Untuk memahami pengertian

pan suatu negara atau yang lazim dise- lembaga atau organ negara secara lebih

but sebagai lembaga negara merupakan dalam, kita dapat mendekatinya dari

hubungan kerjasama antar institusi-in- pandangan Hans Kelsen mengenai the

stitusi yang dibentuk guna melaksanakan concept of the State Organ dalam bukunya

fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori- General Theory of Law and State. Hans

teori klasik mengenai negara setidaknya Kelsen menguraikan bahwa “Whoever

terdapat beberapa fungsi negara yang pent- fulfills a function determined by the legal

ing seperti fungsi membuat kebijakan per- order is an organ ”, artinya siapa saja yang

aturan perundang-undangan (fungsi legis- menjalankan suatu fungsi yang ditentukan

latif ), fungsi melaksanakan peraturan atau oleh suatu tata hukum (legal order) adalah

fungsi penyelenggaraan pemerintahan suatu organ. 7 (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). Kecenderungan praktik

b. Lembaga-Lembaga Negara Berdasarkan ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh

UUD 1945 banyak ahli hukum tata negara dan ahli

Lembaga negara terkadang disebut politik dikatakan menuju sistem pemisa- dengan istilah lembaga pemerintahan,

han kekuasaan antara ketiga fungsi negara lembaga pemerintahan non-departemen,

tersebut (separation power). atau lembaga negara saja. Ada yang di-

Secara konseptual, tujuan diadakannya bentuk berdasarkan atau karena di beri

lembaga-lembaga negara atau alat-alat ke- kekuasaan oleh UUD, ada pula yang

lengkapan negara adalah selain menjalank- dibentuk dan mendapatkan kekua sa- an fungsi negara, juga untuk menjalankan annya dari UU, dan bahkan ada pula

fungsi pemerintahan secara aktual, dengan yang hanya dibentuk berdasarkan

kata lain, lembaga-lembaga itu harus mem- Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking

bentuk suatu kesatuan proses yang satu kedudukannya tentu saja tergantung

sama lain saling berhubungan dalam rangka

penyelenggaraan fungsi negara atau istilah

6 SANKRI, Buku I Prinsip-prinsip Penyelenggaraan

Negara, LAN RI, 2003.

yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah

Dikutip dari artikel Hubungan antar Lembaga, In- doskripsi.com

actual governmental process. Jadi, meskipun Kajian Hukum dan Keadilan IUS 331

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga menanggulangi 6 (enam) permasalahan negara yang diadopsi setiap negara bisa yang dapat menghambat jalannya pelaksa- berbeda-beda, secara konsep lembaga-lem- naan pembangunan nasional. Masalah-ma- baga tersebut harus bekerja dan memiliki salah tersebut antara lain : Pemberantasan relasi sedemikian rupa sehingga memben- uang palsu, Penanggulangan penyalahgu- tuk suatu kesatuan untuk merealisasikan naan Narkotika, Penanggulangan peny- secara praktis fungsi negara dan secara ide- elundupan, Penanggulangan kenakalan ologis mewujudkan tujuan negara jangka remaja, Penanggulangan subversi, Penga- panjang.

wasan orang asing.

A. Dasar Kewenangan Badan Narkotika Na- Inpres nomor 6 tahun 1971 kepada ke- sional Dalam Penanganan Narkotika.

pala BAKIN tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kemantapan di bidang

1. Instruksi Presiden Republik Indonesia sosial, politik dan ekonomi pada umumnya,

(Inpres) Nomor 6 Tahun 1971. serta untuk mengefektifkan usaha-usaha

Walaupun telah ada peraturan tentang mengatasi, mencegah dan memberantas permasalahan Narkotika, namun secara masalah-masalah dan pelanggaran-pelang- kelembagaan belum dibentuk lembaga yang garan yang timbul dalam masyarakat, yang khusus untuk menangani masalah Nar- langsung ataupun tidak langsung dapat me- kotika, baik pada jaman penjajahan, mau- nimbulkan gangguan terhadap keamanan pun juga pada pemerintahan orde lama. dan ketertiban umum yang mengganggu Mengingat Stbl 1927 No. 278, jo. No 536 masyarakat serta menghambat pelaksanaan tentang obat bius tersebut sudah terlampau pembangunan, maka perlu koordinasi yang lama, sehingga tidak bisa di terapkan un- sebaik-baiknya diantara instansi/badan tuk menanggulangi kejahatan penyalahgu- yang bersangkutan. Berdasarkan Inpres naan dan peredaran gelap narkotika dewasa tersebut Kepala BAKIN membentuk Badan ini dan mengingat modus operandi yang Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden dilakukan oleh para pelaku yang makin Tahun 1971 (Bakolak Inpres Tahun 1971)

canggih. yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya Narkotika. Bako-

Menanggapi hal tersebut, guna menang- lak Inpres adalah sebuah badan koordinasi gulangi tindak pidana penyalahgunaan kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari dan peredaran gelap narkotika Pada zaman Departemen Kesehatan, Departemen So- pemerintahan orde baru, di mana efek sial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan dari penyalahgunaan narkotika pada saat Agung, Polri, dan lain-lain, yang berada di itu telah mengarah ke ranah kriminalitas, bawah komando dan bertanggung jawab ke- dan mengganggu stabilitas politik serta ke- pada Kepala BAKIN. amanan, apa lagi saat itu sedang giat-giat- nya pencanangan pembangunan nasional

Badan ini tidak mempunyai wewenang sehingga pada tanggal 8 September 1971 operasional dan tidak mendapat alokasi

Pemerintah mengeluarkan Instruksi Pres- anggaran sendiri dari ABPN melainkan iden Republik Indonesia (Inpres) Nomor disediakan berdasarkan kebijakan internal

6 Tahun 1971 Tentang Koordinasi Tinda- BAKIN. kan Dan Kegiatan Dari Dan Atau Instansi

2. Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun Yang Bersangkutan Dalam Usaha Menga-

1999 Tentang Badan Kordinasi Narkotika tasi, Mencegah dan Memberantas Masalah

Nasional (BKNN)

Pelanggaran, kepada Kepala Badan Koor- dinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk

332 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 333

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ Masalah penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika bukan saja merupakan ma- salah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi du- nia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia internasional terhadap ma- salah narkotika semakin meningkat, salah satu dapat dilihat melalui Single Convention

on Narcotic Drugs pada tahun 1961. 8 .

Masalah penanggulangan narkotika yang dilakukan oleh Badan Koordinasi yang dibentuk berdasarkan Instruksi Pres- iden Nomor 6 Tahun 1971 tentang Koor- dinasi Tindakan dan Kegiatan dari dan/ atau Instansi yang bersangkutan dalam usaha mengatasi, mencegah dan member- antas masalah pelanggaran terutama yang berkenaan dengan masalah penanggulan- gan narkotika, dipandang tidak sesuai lagi dengan tuntutan tugas dan perkembangan keadaan, sehubungan dengan hal tersebut dan dengan di sahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropi- ka dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, maka untuk melaksanakan kedua Undang-Undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurah- man Wahid) membentuk Badan Koordi- nasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 Tentang Badan Koordinasi Narkotika Nasional. Pasal 1 Keputusan Presiden No- mor 116 Tahun 1999, “BKNN adalah suatu lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pasal 2 “BKNN bertugas membantu Presiden melaksanakan koordi- nasi dalam rangka ketersediaan, pencega- han dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika”.

Pembentukan BKNN ini sendiri meru- pakan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada Pasal

54 ayat 1 disebutkan “Pemerintah mem-

8 Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penang- gulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM

Press, Malang, 2009, hlm. 30.

bentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden”. Pada ayat 2 disebutkan “Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas melaku- kan koordinasi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberatasan penyalah- gunaan dan peredaran gelap narkotika”. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Re- publik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio dan beranggotakan 25 Instansi terkait kare- na ada tiga aspek yang ditangani BKNN, yaitu pencegahan (preventif), tindakan hu- kum (represif), dan rehabilitasi (treatment). Tiga aspek ini berjalan bersamaan. Untuk mendukung kerja besar ini keanggotaan BKNN pun terdiri atas berbagai unsur, sep- erti polisi dan dari departemen terkait.

Sampai tahun 2002 BKNN tidak mem- punyai personel dan alokasi anggaran send- iri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialoka- sikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), selain Itu BKNN juga tidak mempunyai wewenang dalam penanganan langsung terhadap pe- nyalahgunaan dan peredaran narkotika se- hingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.

3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional (BNN).

Karena lembaga yang ada hanya bersifat koordinatif dan administratif, maka dinilai kurang, efektif sehingga memerlukan lem- baga yang lebih operasional. Untuk itu ber- dasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Ta- hun 2002 dan Inpres Nomor 3 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 ten- tang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksa- naan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, MA, pada Sidang Tahun MPR RI Ta- hun 2002, Badan Koordinasi Narkotika Na- sional (BKNN) diubah menjdi Badan Nar- kotika Nasional (BNN).

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

BNN yang di bentuk berdasarkan Kepu- tusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 ten- tang Badan Narkotika Nasional, adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BNN memiliki 25 anggota dari Departermen serta lembaga pemer- intah terkait dengan Kapolri Selaku ketua ex-officio yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam menyusun kebijksanaan dan pelaksanaan di bidang ketersediaan, Pence- gahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika (P4GN) ser- ta melaksanakan P4GN dengan memben- tuk satgas-satgas yang bersifat operasional.

4. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasion- al, Badan Narkotika Propinsi Dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota.

Penyalahgunaan dan peredaran narkotika, psikotropika, prekursor danb bahan adiktif lainnya semakin meningkat sehingga membutuhkan penanganan lebih komprehensif menuntut pengembangan organisasi secara proporsional di pusat dan daerah dalam rangka menjamin keterpaduan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan di bidang ketersediaaan, pencegahan dan pemberantasan penyalah- gunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnnya perlu peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pena- nganan narkotika, sehingga perlu diganti. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini Presiden segera menerbitkan Per- aturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui

kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP- BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/ kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.

5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Merespon perkembangan permasalahan Narkotika yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk melakukan perubahan atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Berdasarkan undang- undang tersebut, status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non- Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke propinsi dan kabupaten/kota. Di propinsi dibentuk BNN Propinsi, dan di kabupaten/kota dibentuk BNN Kabupaten/ Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah

dan bertanggungjawab kepada Presiden 9 . BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah

9 ttp://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.ph p?nama=Profil&op=sejara&mn=1&=.

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ dan bertanggung jawab kepada Presiden. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

Kepala BNN dibantu oleh seorang Tentang Narkotika. Seiring dengan per- Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan kembangan kejahatan narkotika, undang-

5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, undang tersebut dianggap sudah tidak lagi Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi memadai, maka kemudian dikeluarkan Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Deputi Hukum dan Kerja Sama.

tentang Narkotika. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

6. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Narkotika menjadi dasar hukum

Tentang Badan Narkotika Nasional dalam penanganan masalah narkotika di

Setahun di undangkannya Undang-Un- Indonesia. dang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Nar-

Kejahatan narkotika dan obat-obatan kotika, Presiden Mengeluarkan Peraturan

terlarang pada masa sekarang telah bersifat Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang

transnasional yang dilakukan dengan modus Badan Narkotika Nasional sebagai pelaksa-

operandi yang tinggi dan teknologi yang naan ketentuan Pasal 67 ayat (3) Undang-

canggih, aparat penegak hukum diharapkan Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

mampu mencegah dan menanggulangi Narkotika. Peraturan Presiden Nomor 23

kejahatan tersebut guna meningkatkan Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika moralitas dan kualitas sumber daya Nasional yang pada intinya hanya men-

manusia di Indonesia, khususnya bagi egaskan tentang kedudukan, tugas, fungsi

generasi penerus bangsa. Oleh karena itu dan wewenang BNN sebagaimana yang

dalam Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Presiden Nomor 23 Tahun 2010 “Badan disebutkan “Dalam rangka pencegahan Narkotika Nasional yang selanjutnya dalam

dan pemberantasan penyalahgunaan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia ini

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor disebut BNN adalah lembaga pemerintah

Narkotika, dengan Undang-Undang ini non kementerian yang berkedudukan di

dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang bawah dan bertanggung jawab kepada Pres- selanjutnya disingkat BNN”. Kemudian iden melalui koordinasi Kepala Kepolisian

Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor Negara Republik Indonesia”.

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, “BNN

B. Pelaksanaan Hubungan Fungsional merupakan lembaga pemerintah non Badan Narkotika Nasional Dengan kementerian yang berkedudukan di bawah Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pen- Presiden dan bertanggung jawab kepada anganan Narkotika Di Lembaga Pema- Presiden”. syarakatan.

Kemudian dalam Undang-Undang No. 35

1. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasi- tahun 2009 Tentang Narkotika, mengatur

tentang tugas BNN sebagaimna tercantum onal

dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor Kejahatan narkotika masih menjadi

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu masalah kronis yang menimpa Indonesia. antara lain Menyusun dan melaksanakan

Berbagai cara telah dilakukan oleh pe- kebijakan nasional mengenai pencegahan merintah untuk memberantas kejahatan dan pemberantasan penyalahgunaan dan yang telah merenggut banyak nyawa anak peredaran gelap Narkotika dan Prekursor bangsa ini. Salah satunya di bidang regulasi Narkotika. Dalam Undang-Undang No. 35 yang ditandai dengan diundangkannya Tahun 2009 Tentang Narkotika, BNN di-

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 335

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

berikan kewenangan untuk melakukan pe- Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan ber- nyelidikan dan penyidikan tindak pidana dasarkan sistem Pemasyarakatan, di mana narkotika dan prekursor narkotika, se - Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 bagaimana tercamtum dalam Pasal 71 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 35 tahun 2009 ten- menegaskan bahwa : tang narkotika “Dalam melaksanakan

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan pre kursor tatanan mengenai arah dan batas serta

narkotika, BNN berwenang me cara pembinaan Warga Binaan Pema- lakukan syarakatan berdasarkan Pancasila yang

penyelidikan dan penyidikan penyalah- gunaan dan peredaran gelap Narkotika dan dilaksanakan secara terpadu antara

pembina, yang dibina, dan masyarakat prekursor narkotika”. untuk meningkatkan kualitas Warga Bi-

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 naan Pemasyarakatan agar menyadari ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

keasalahan, memperbaiki diri, dan tidak 2009 Tentang Narkotika, Pemerintah telah

mengulangi tindak pidana sehingga mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor

dapat diterima kembali oleh lingkungan

23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika masyarakat, dapat aktif berperan dalam Nasional. Peraturan Presiden tersebut yang

pembangunan, dan dapat hidup secara pada intinya menegaskan tentang kedudu-

wajar sebagai warga negara yang baik kan, tugas, fungsi dan wewenang BNN ser-

dan bertanggung jawab.“ ta susunan organisasi BNN.

Seiring dengan perubahan sistem pelak-

2. Tugas Dan Fungsi Lembaga Pemasya- sanaan pidana penjara menjadi sistem rakatan

pemasyarakatan, diikuti pula dengan pe- rubahan nomenklatur institusi pelaksana

Perlulah diingat bahwasannya penja- pidana penjara, yaitu dari Rumah Pen- tuhan pidana bukan semata-mata sebagai jara dan Rumah Negara menjadi Lembaga

pe mbalasan dendam/penjeraan bagi nara Pemasyarakatan. Hal ini dilaksanakan ber-

pidana, yang paling penting adalah pem- dasarkan Surat Instruksi Kepala Direktorat

berian bimbingan dan pengayoman. Pe- Pemasyarakatan Nomor J.H.G 8/506 Tang-

ngayoman sekaligus kepada masyarakat gal 17 Juni 1964”. 11 Kemudia setelah di un- dan kepada terpidana sendiri agar menjadi dangkannya Undang-Undang Nomor 12 Ta-

insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat hun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dalam

yang baik. Demikianlah konsepsi baru ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang

fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyara-

penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya katan, dinyatakan bahwa Lembaga Pema- rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Konsepsi

10 itu di Indonesia disebut Pemasyarakatan. syarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan

Pemasyarakatan merupakan suatu kegiatan anak didik pemasyarakatan.

untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana dan anak

Lembaga Pemasyarakatan adalah salah didik pemasyarakatan) berdasarkan sistem satu catur pilar penegak hukum dalam pros- kelembagaan, dan cara pembinaan yang es pra ajudifikasi dan post ajudifikasi yang merupakan bagian dari sistem pemidanaan merupakan sub sistem pradilan pidana ter- dalam tata peradilan pidana (Pasal 1 ayat 1 padu (Integrated Criminal Justice System). UU No.12 tahun 1995). Pembinaan Warga

11 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Pen- 10 Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan, Sinar

jara Di Indonesia , Cetakan I,PT. Rafika Aditama,Jakarta, Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 3

2006, hlm. 2.

336 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ Lapas mempunyai tugas dan fungsi yang

Dalam Pelaksanaan ketentuan Pasal 75 sama pentingnya dengan institusi-institusi Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Ten- lainnya dalam sistem peradilan pidana, tang Narkotika terhadap narapidana di seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadi- dalam Lapas, memang tidak sama seperti lan. Tugas dan fungsi dari Lembaga Pema- pelaksanaan di tempat lain. BNN yang ma- syarakatan adalah melaksanakan pembi- suk ke dalam Lapas secara mendadak tanpa naan terhadap narapidana dan anak didik berkordinasi dengan pihak Lapas dengan Pemasyarakatan berdasarkan sistem Pema- tujuan supaya segera memeriksa, menggele- syarakatan yang dijadikan sebagai metode dah, menyita, dan menangkap atau mena- pembinaan bagi narapidana dan anak didik han narapidana yang terindikasi melaku- Pemasyarakatan.

kan tindak pidana narkotika mendapatkan perlawanan dari seluruh narapidana. Seb-

Dengan Undang-undang Pemasyaraka- agaimana yang terjadi diLapas Kerobokan

tan diatur pula tugas dan wewenang petu- Denpasar di mana rencana Badan Nar-

gas pemasyarakatan dalam melaksanakan kotika Nasional (BNN) menjemput seorang tugas dan fungsinya sebaga Pembina nara- narapidana bernama Ariadi, yang diduga

pidana, Sebagaimana yang tercantum dalam masih menjadi bandar narkotika selama

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 menjalani masa tahanan berakhir rusuh,

Pasal 7 ayat 1 “Pembinaan dan pembimb- Sabtu (25/06/2011) dini hari. Puluhan nara-

ingan Warga Binaan Pemasyarakatan dise- pidana (napi) berusaha menghalangi upaya

lenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan BNN itu sehingga terjadi aksi baku hantam.

oleh petugas pemasyarakatan. Pasal 8 ayat Akibat perlawanan narapidana, petugasn

1 Petugas Pemasyarakatan sebagaimana di- BNN dipukul mundur oleh mereka.Semen- maksud dalam Pasal 7 ayat (1) merupakan tara dua orang terluka dalam peristiwa ini

Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang yakni seorang petugas humas BNN dan Ka-

melaksanakan tugas di bidang pembinaan, lapas Siswanto. Selain itu Sedikitnya 18 ru-

pengamanan, dan pembimbingan Warga Bi- angan mengalami kerusakan akibat dilem-

naan Pemasyarakatan. par batu oleh narapidana. ”Ruang kalapas

3. Pelaksanaan Penanganan Narkotika Di jendela pecah, aula, ruang pos keamanan

Lembaga Pemasyarakatan hancur,” kata Siswanto yang juga menjadi korban dalam kerusuhan. Tak hanya meng-

Penyalahgunaan dan Peredaran gelap hancurkan ruangan, narapidana juga sem- narkotika oleh narapidana di Lembaga pat membakar sejumlah berkas-berkas yang Pemasyarakatan (Lapas) tentunya sagat di antara lain adalah registrasi narapidana. 12 sayangkan. Tak jarang, distribusinya malah melibatkan oknum petugas yang seharus-

Dampak dari pelaksanaan kewenangan nya menjadi garda terdepan pengawal di BNN dalam penanganan narkotika di dalam

Lembaga Permasyarakatan. Dengan adanya Lapas adalah terjadi instabilitas keamanan narkotika di Lapas, BNN kemudian men- di dalam Lapas yang merupakan faktor datangi Lapas di mana narapidana yang ter- utama dalam melakukan pembinaan terha- indikasi terlibat narkotika tersebut sedang dap narapidana dan rusaknya fasilitas yang menjalani pidananya untuk melaksanakan ada di Lapas selain itu tentunya juga akan kewenangan dalam melakukan penyelidi- berdampak pada penilaian kinerja jajaran kan dan penyidikan terhadap narapidana Lapas. Berdasarkan uraian di atas, apa yang tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 75 dilakukan BNN dalam memberlakuan nor- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

12 http://nasional.kompas.com/read/2011/06/25/

Tentang Narkotika.

14370891/Napi. Mengamuk.18. Ruang Lapas. Hancur? utm_ source=WP&utm_medium= Ktpidx& utm_cam- paign=

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 337

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

ma hukum di dalam Lapas, disatu sisi justru telah melanggar norma-norma hukum yang juga berlaku di Lapas, sebagaimana kita ketahui bahwa Lapas melaksanakan keten- tuan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan di mana menga- tur tugas, dan wewenang Lapas, selain itu kehidupan di dalam Lapas juga memiliki kultur yang berbeda dengan kehidupan di luar Lapas yang juga harus menjadi perha- tian. Adapun norma-norma hukum yang bertentangan dalam pelaksanaan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika yang dilaksanakan oleh BNN dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Lapas adalah :

a. Pasal 17 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan di mana:

b. Ketentuan Pasal 46 Undang-Undang 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

c. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyara- katan No.E.22.PR.08.03 Tahun 2001 Ten- tang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan (Protap).

Bila melihat apa yang terjadi dalam pe- laksanaan fungsional BNN dengan Lapas dalam penanganan narkotika di Lapas, se- bagaimana di uraikan di atas telah terjadi konflik atau disharmonisasi norma dan kewenangan antara BNN dengan Lapas dalam memberlakukan Norma-norma hu- kum yang menjadi dasar pelaksanaan fung- si keduanya. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mengharmoniskan pelak- sanaan ke dua undang-undang tersebut. Adapun solusi yang dimaksud adalah den- gan menerap kan Asas-asas hukum, adapun asas hukum yang paling tepat digunakan untuk menyelesaikan konflik norma atau disharmonisasi antara BNN dengan Lapas adalah Asas Hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis yaitu peraturan perundang- undangan yang khusus mengesamping- kan peraturan perundang-undangan yang

umum. Dalam hal ini untuk menentukan mana peraturan perundang-undangan yang khusus antara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan digunakan inter- pretasi.

Karna obyek atau tempat diberlakukan- nya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 di Lapas maka menurut penulis, Un- dang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Ten- tang Narkotika tentunya harus dapat ber- laku secara sosiologis dan filosofis artinya dapat di terima dan memberikan fanfaat dan rasa keadilan bagi semua pihak. Karna apabila dipaksakan justru akan merugi- kan salah satu pihak meskipun tujuannya adalah demi kebaikan, karena dalam men- egakkan hukum tidak boleh melanggar nor- ma hukum lain (Due Proses of Law).

Dengan demikian Undang-Undang No- mor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyaraka- tan tentunya menjadi Lex Specialis dalam Pelaksanaan hubungan fungsional BNN dengan Lapas dalam penanganan narkoti- ka di Lapas khususnya penerapan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Namun demikian pen- anganan narkotika di Lapas bukan berarti tidak dapat dilaksanakan oleh BNN, karena penanganan narkotika di Lapas tidak akan efektif bila pihak Lapas masih ada yang ter- libat dan berkepentingan di dalamnya. Oleh sebab itu di perlukan suatu pola hubun- gan fungsional antara BNN dengan Lapas dalam penanganan narkotika di Lapas kede- pannya.

C. Pola Hubungan Badan Narkotika Nasional Dengan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Penanganan Narkotika Di Lembaga Pe- masyarakatan Kedepan.

Secara umum pola hubungan kelem- bagaan adalah suatu bentuk interaksi anta- ra dua lembaga atau lebih dalam mengatur dan menangani suatu obyek permasalahan,

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ sehingga dengan adanya suatu pola hubun- Pemasyarakatan, pola hubungan dan me-

gan yang teratur antara keduanya akan kanisme kerja diatur dalam Peraturan Men- dapat melaksanakan tugas dan fungsi dari teri Hukum dan HAM RI Nomor M-01. masing-masing lembaga. Adapun hubungan PR.07.10 Tahun 2005 Tentang Organisasi fungsi BNN dengan Lapas dalam rangka dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departe- penanganan narkotika di Lapas dapat dili- men Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, hat pada pola hubungan berikut :

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organ-

1. Pola Hubungan Hirarkis isasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyaraka- Hubungan hierarki adalah adanya garis tan. wewenang yang tidak terputus yang mem-

Berdasarkan pengertian hubungan bentang dari tingkatan atas organisasi hing- hirarki organiasi tersebut di atas dan dasar

ga tingkatan paling bawah dan menjelaskan struktur organisasi kedua lembaga, maka hubungan si pelapor kepada si penerima dalam rangka penanganan narkotika yang laporan (Robbins dan Coulter, . Sedangkan dilakukan BNN di Lapas pada dasarnya Stoner menyatakan pada hierarki terdapat bukan merupakan pola hubungan secara pendelegasian dalam mengerjakan tugas. hirarki. Karena berdasarkan Peraturan Pendelegasian dapat didefinisikan sebagai Presiden Nomor 23 Thun 2010 Tentang pemberian otoritas atau kekuasaan formal BNN yang menjadi dasar pengaturan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kedudukan dan struktur organisasi BNN kegiatan tertentu atau dengan kata lain dan Peraturan Menteri Hukum dan adalah hubungan antara atasan dengan HAM RI Nomor M-01.PR.07.10 Tahun bawahan.

2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 menyatakan “Badan Narkotika dan Hak Asasi Manusia RI, Ke putusan Nasional yang selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.

PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi Presiden Republik Indonesia ini disebut

BNN adalah lembaga pemerintah non ke- dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, dari kedua dasar peraturan tersebut

menterian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dapat digambarkan bahwa tidak ada garis melalui koordinasi Kepala Kepolisian Neg- wewenang atau pendelegasian tugas otoritas

atau kekuasaan formal dan tanggung jawab ara Republik Indonesia”. BNN merupakan

salah satu lembaga atau organisasi formal untuk melaksanakan kegiatan tertentu dari masing-masing lembaga baik dari BNN

yang mempunyai susunan organisasi se- bagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan kepada Lapas ataupun sebaliknya untuk Pesiden Nomr 23 Tahun 2010 Tentang melaksanakan penanganan narkotika di BNN.

Lapas, karena kedua lembaga ini masing- masing mempunyai garis tanggung jawab

Lembaga Pemasyarakatan adalah Unit dalam susunan struktur organisasi yang pelaksana teknis dari Kementerian Hukum jelas dan berbeda. Dengan demikian dapat dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dikatakan bahwa dalam pelaksanaan tugas di bawah Direktorat Jendral Pemasyaraka- dan fungsi BNN dan Lapas dilaksanakan tan yang bertanggung jawab kepada Kepala sesuai dengan wewenang masing-masing. Kantor Wilayah Kementerian Hukum

2. Pola Hubungan Koordinasi dan Hak Asasi Manusia Republik Indone-

sia. Berkaitan dengan Direktorat Jenderal Koordinasi adalah proses menyatukan Pemasyarakatan dan Unit Pelaksana Teknis aktivitas dari departemen yang terpisah

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 339

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 327~345

untuk mencapai sasaran organisasi secara

a. Penanganan Narkotika Di Lapas Secara efektif. Koordinasi adalah proses pengin-

Preventif

tegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-keg- Preventif (pencegahan), adalah lebih baik

iatan pada satuan-satuan yang terpisah (de- dari pada pemberantasan. Dalam kaitanya partemen atau bidang-bidang fungsional) dengan Pola hubungan koordinasi, antara

suatu organisasi untuk mencapai tujuan or- BNN dengan Lapas ada banyak upaya

ganisasi secara efisien. Menurut Hasibuan preventif yang dapat dilakukan oleh BNN

dengan adanya penyalahgunaan dan pere- dan Lapas untuk penanganan narkotika

daran gelap narkotika di Lapas maka ber- di Lapas diantaranya adalah : dasarkan ketentuan yang mengatur tugas

1) Melakukan penyuluhan kepada para Pemasyarakatan dan Badan Narkotika Na-

dan fungsi masing-masing antara Lembaga

narapidana tentang bahaya dari pe- sional ( BNN ) dapat di lihat bahwa hubun-

nyalahgunaan narkotika dengan mel- gan keduanya lembaga ini hanya bersifat

ibatkan semua aktifis dan LSM yang hubungan koordinasi, suatu hubungan

perduli dengan masalah narkotika. koordinasi dapat terjadi antara dua lembaga

2) Meningkatkan pembinaan kero- atau lebih apabila terdapat dalam masing- hanian kepada narapidana dengan masing fungsi dan tugas kedua lembaga mengundang tokoh-tokoh agama. tersebut adalah objek yang sama. Dalam hal

ini Badan Narkotika Nasional dan Lembaga

3) Melengkapi sarana dan peralatan Pemasyarakatan sama-sama melaksanakan

anti narkotika di setiap Lapas, se- tugas dan fungsi dalam penanganan peny-

hingga dapat mendeteksi masuknya alahgunaan dan peredaran gelap narkotika

narkotika ke dalam Lapas. yang terjadi di Lapas.

Bentuk-bentuk penanganan preventif pe- Dalam pola hubungan kordinasi antara

nyalahgunaan dan peredaran narkotika BNN dengan Lapas dalam penanganan pe-

sebagaimana tersebut di atas sangat di nyalahgunaan dan peredaran narkotika di

mungkinkan untuk di lakukan oleh BNN Lembaga Pemasyarakatan mesti harus ada

dan Lapas, mengingat ada kesamaan koordinasi yang integral dan Komprehensif

fungsi kedua lembaga ini baik secara struk- sebab dalam kenyataannya hubungan kor-

tur maupun secara substansi. dinasi kedua lembaga ini justru mengalami

Secara struktur organisasi BNN mem- permasalahan, selain itu penanganan nar-

punyai Deputi Bidang Pencegahan di mana kotika di Lapas yang dilakukan oleh kedua

dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Ta- lembaga ini khususnya BNN masih bersifat

hun 2010 Pasal 12 menyatakan “Deputi penindakan saja.

Bidang Pencegahan mempunyai tugas Terkait pelaksanaan pola hubungan

melaksanakan P4GN di bidang pencega- koordinasi antara Lembaga Pemasyaraka-

han”. Kemudian Pasal 13 “Dalam melak- tan dan BNN dalam penanganan narkotika

sanakan tugas sebagaimana dimaksud di Lapas, kedepannya harus dilakukan den-

dalam Pasal 12, Deputi Bidang Pencega- gan penanganan prefentif dan penanganan

han menyelenggarakan fungsi antara lain represif, dengan demikian pola hubungan

: Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan kordinasi kedua lembaga ini menjadi lebih

nasional dan kebijakan teknis P4GN di efektif. Adapun pola hubungan fugsional

bidang pencegahan; Pelaksanaan koordi- yang bersifat kordinasi antara BNN den-

nasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan gan Lapas dalam penanganan narkotika di

instansi pemerintah terkait dan komponen Lapas kedepannya adalah :

masyarakat dalam pelaksanaan P4GN di bidang pencegahan.

340 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Muhamad Amin Imran | Hubungan Fungsional Badan Narkotika Nasional dengan ........................ Kemudian secara substansi hubungan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun BNN dengan Lapas memang tidak diatur

2009 Tentang Narkotika. dalam peraturan perundang-undangan

2. Upaya Rehabilitasi

kedua lembaga ini tentang penanganan narkotika di dalam Lapas. Namun demiki-

Dalam Undang-Undang Nomor 35 an bila melihat tugas dan fungsi dari ked-