View of Obituari Hamid Jabbar 132 1 10 20171017

ASEP SAMBODJA

Obituari
Hamid Jabbar
(1949-2004)

Foto: Gatra

M

ajalah sasra Horison edisi Juli 2004 menunkan laporan khusus
"In Memoriam Hamid Jabbar". Kawan dan sahabat dekanya, seperti
Tauiq Ismail, Emha Ainun Nadjib, Cecep Syamsu1 Hari, Rahman Arge,
Berthold Damsbauser, Wilson Nadeak, dan Slamet Sukimanto memberikan
catatan obituari kepada penyair yang lahir di Koto Gadang, Bukittinggi,
Sumatera Barat, 27 Juli 1949 ini. Memang agak aneh juga kalau
kepenyairannya luput dari perhatian Hary Aveling yang menulis Rahasia
Membutuhkan Kata: Puisi Indonesia 1966-1998 (2003) maupun Sapardi
Djoko Damono yang menulis Sihir Rendra: Permainan Makna (1999).
Namun, karya-karyanya dimuat dalam Harison Sastra Indonesia: Kitab
Puisi (2003) dan Ketika Kata Ketika Wama ( 1995) yang dieditorinya

bersama Taufiq Ismail dan kawan-kawan.

117

Saya tidak tahu persis kenapa puisi Hamid Jabbar tidak disinggung
Harry Aveling yang membaca puisi Indonesia di zaman Orde Baru dengan
perspektif politik. Padahal, pada I 998 Hamid Jabbar menerbitkan
kumpulan puisi Super Hilang: Segerobak Sajak, yang mendapat
pcnghargaan dari Yayasan Buku Utama dan Pusat Bahasa. Kritik sosial
yang disampaikannya pun cukup tajam, misalnya dalam puisi
"Proklamasi 2" atau "Indonesiaku". Ada dua kemungkinan lidak
disinggungnya Hamid Jabbar dalam buku Harry Aveling yang mutakhir
itu. Pertama, Harry Aveling ridak tahu atau tidak memiliki data berupa
puisi-puisi Hamid Jabbar. Kedua, puisi-puisi Hamid Jabbar itu tidak
memenuhi selera sastra Hary Aveling.
Apakah Hamid Jabbar bukan penyair besar? Apakah Hamid Jabbar
hanya penyair sekadar? Kalau pertanyaan semacam ini ditujukan kepada
K.H. A. Mustofa Bisri, mungkin sejak awal sudah tidak digubris, karena
ia tidak mempedulikan ha! semacam itu. Tapi, kalau kita lihat intensitas
dan totalitas Hamid Jabbar dalam berpuisi, maka bagi "Si Bola Bekel''

ini, kepenyairan menjadi sebuah pilihan hidup. Sama seperti ketika ia
dan Rendra menikmati wisata kuliner di sebuah rumah makan di tepi
sungai di Palangkaraya, April 2004. Saat penyakit diabetesnya kambuh,
dan sempat mencemaskan kawan-kawan di sekitamya, ia mengatakan,
"Jangan khawatirkan kesehatanku. Cita-citaku, kalau tidak mati di depan
Ka'bah di Mekkah, ya mati di atas panggw1g."
Empat puluh lima hari kemudian ia meninggal di panggung saat baca
puisi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Allah mendengar ucapannya dan mengabulkan doanya. Pada Sabtu
malam, 29 Mei 2004, Hamid Jabbar, Jamal D. Rahman, Franz Magnis­
Suseno, Putu Wijaya, dan Franky Sahilatua tampil bersama melakukan
orasi, baca puisi, baca cerpen, dan menyanyi di UIN. Ketika sampai
giliran Franky untuk membawakan lagu, Hamid Jabbar meminta izin
kepada panitia untuk membacakan puisi. "Saya janji, habis baca puisi
saya benar-benar akan pulang," ujar Hamid Jabbar sebagaimana
diceritakan Agus R. Sa1jono kepada Berthold Damshauser. Dan ketika
membaca puisi itulah Hamid Jab bar bcnar-benar "pulang". Ia neninggal
saat membacakan puisinya, yang antara lain berbunyi, "Walau Indone­
sia menangis, mari kita benyanyi."


118

SUSASTRA

Siapa pun yang mendengar akhir hayat seorang penyair seperti itu,
pasti akan tajub. Sudah pasti sebagai sahabat kita akan merasakan
kehilangan, namun sebagai seniman, kematian semacam itu adalah
kematian yang indah, kematian yang heroik, bahkan dapat dikatakan
mati syahid, karena meninggal di saat sedang menunaikan tugas mulia
sebagai seorang penyair. "Betapa dahsyat! Betapa dramatis! Betapa
puitis! Betapa mulia bagi seorang penyair. Mengalami saat yang mungkin
merupakan saat yang paling bermakna bagi rnanusia-saat meninggalkan
dunia fana menuju dunia yang baru-dalam melakukan sesuatu yang
dicintai: berpuisi! Bukankah itu suatu karunia yang sangat luar biasa?"
tulis Damshauser.
Sementara Sutardji Calzoum Bachri mengatakan kepada Slamet
Sukimanto, "Kir, teman kita ini meninggal dengan indah. Seorang
penyair meninggal ketika sedang tampil di atas panggung dalam
pergelaran membaca puisi. Mungkin dalam sejarah sastra, dalam sejarah
pembacaan puisi, mungkin baru sekarang ini, yang pertama kali seorang

penyair meninggal ketika membaca puisi. Pahlawan puisi!" Julukan
Sutardji kepada Hamid Jabbar itu menunjukkan penghargaan yang
demikian besar kepada seorang sahabat. Seorang sahabat yang pada 30
Maret 1973 telah mengetikkan Kredo Puisinya yang mcnghebohkan
dunia sasra Indonesia itu. Di harian Republika, Sutardji menegaskan,
dalam sejarah pembacaan puisi sejak Empu Tanakung, Ronggowarsito,
Abdul Kadir Munsyi, hingga Chairil Anwar, belum pemah ada penyair
yang meninggal saat membacakan puisinya di panggung.
Ketika saya masih mahasiswa, sekitar 1992, saya sempat satu
panggung di Auditorium Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universi­
tas Indonesia (FIB UI) dengan Hamid Jabbar, Ik:ranagara, Sapardi Djoko
Damono, dan Purwadi Djunaedi. Kami membacakan puisi kami masing­
masing. Yang saya ingat, Hamid Jabbar membacakan puisi "Proklamasi
2" dan mendapat sambutan yang meriah dari mahasiswa UT. Puisi itu
kemudian dimuat di majalah kampus Suara Mahasiswa Ul edisi perdana.
Hingga akhir hayatnya, kalau kita perhatikan dengan seksama, ada
kesadaran dalam diri Hamid Jabbar ketika menciptakan puisi. Bahwa
puisi yang ditulisnya itu nantinya akan dibacakan di depan publik. Puisi
semacam ini, menurut A. Teeuw, merupakan puisi oral, puisi yang


ASEP SAMBODJA

119

memerlukan pengucapan atau kelisanan. Karenanya, saya sependapat
dengan Cecep Syamsul Hari, bahwa puisi-puisi Hamid Jabbar sangat
memperhitungkan bunyi. Ada unsur musikal dalam puisi-puisi Hamid
Jabbar.
Berthold Damshauser keberatan jika Hamid Jabbar hanya dianggap
sebagai penyair parodi. Anggapan seperti itu tidak saja salah, melainkan
juga membatasi kekayaan kepenyairannya. Menurut Damshauser, tema
utama puisi-puisi Hamid Jabbar adalah tentang Tuhan. Selain itu, ciri
yang menonjol dalam puisinya adalab adanya kontras yang tajam. Di
sau sisi ia seorang manusia yang riang, di sisi lain ia menderita.
Menderita karena dunia yang ganas membuat sesamanya menderita.
Namun, dalam segala kesedihan yang disebabkan oleh keadaan di
sekelilingnya, ia tetap merasa perlu meriangkan dunia, meriangkan
sesamanya. Itulah jalan yang dipilihnya. Dan, menurut Damshauser,
pilihan itu sangat bijaksana dan arif.
Ada sebuah puisi Hamid Jabbar yang memperlihatkan keseriusannya

memperhatikan persoalan bangsa, yami puisi berjudul "Astagfirullah".
Mcskipun menggarap tema-tema sosial, Hamid Jabbar senantiasa
mengaitkannya dengan Tuhan sebagai sang Maha Pencipta. Hubungan
antara sesama manusia berikut berbagai persoalan yang menggayutinya
tak pemah lepas dari Sang Maha Melihat itu. Dalam pengucapannya,
Hamid Jabbar sangat mempedulikan irama, yang enak untuk dibacakan
atau dideklamasikan. Meskipun tampaknya ia mempermainkan kata,
namun yang terjadi kemudian adalah permainan makna dari kata-kata
terse but. Ini sekaligus memperlihatkan kepiawaian Hamid Jabbar dalam
berpuisi.
Astairullah

astagfinllah penuh sadar
astagfirullah sepenuh istigfar
maka sudah remuk-redamlah aku
dari debu kembali sezarrah debu

I
SUSASTRA


120

ASEP SAMBODJA

walau debu sudah fitrahnya hanya kelu
tapi tanggungjawab tak bisa hanya bisu
katakan kata-kata yang semestinya mesti
walau biar hanya kepada diri sendiri

mengaku bemama otak di kepala, hati di dada, lidah di
mulut, hingga kaki dan tangan dan lutut terbalut-balut
tersebab bertingkai-pingkai tak terlerai, tabrak-lari tabrak­
lari, baku caci-maki! otakku bilang: diabetes! mulutku
bilang: dialapar! tapi lambung dan duburku koor lain Jagi:
diarakus diarakus! astagfirullah, begitu biankah rakus
menguras segala, rakus akan kebenaran atau memang
benar diarakus atas segala hal, tak pcduli salah atau benar!
astagfirullah!

tapi justru pada diri sendiri aku tak mampu lagi

sebab aku butuh tubuh utuh yang tak saling bunuh
dan kini cerai-berai sudah jungkir-balik salah-kaprah
astagfirullah astagfirullah astagfirullah astagfinllah
astagfirullah hari-hari huru-hara diriku duhai astagfirullah
tak selesai pada sekedar caci-maki ataupun harn-simpati.
astagirullah jungkir-balik salah-kaprah telah berlaku.
astagfinllah, telah berlaku terbeli terjual, namun bukan
sekedar salah-cetak kiranya bila tiba-tiba laba jadi bala.
astagfirullah bila bala jadi bola jadi loba jadi besar jadi sebar
jadi kabar jadi bakar. astagfirullah. memang ragam jadi
garam, tapi astagfirullah betapa perihnya teramat parah
tersebab hati tertukar tahi. maka jika padat mejadi dapat
tentulah alhamdulillah, tapi apa hendak dikata bila sokong
temyata kosong, bila larat tak dapat diralat, jika mahar jadi
hamar, bila ramah dinyatakan marah, atau lebah menjadi
belah, rekat jadi kerat, raba jadi bara, bawah jadi wabah,
sahut jadi hasut, gosok jadi sogok, hingga semua hajat dan
hajat semua tertukar tempat mejadi jahat maha jahat,
segalanya Jagi gila, dan ini semua bukan salah ketik atau
salah ketuk, hingga biar gratis pun temyata sungguh tragis

muaranya, maka tak putus-putus astagfirullah kuketuk­
ketuk ke segala remuk dalam diri nisbi ini, duhai diriku
tangis segala tangis!

121

D

astagfirullah wahai diri, diriku, urat dan nadi, darah dan
gairah tumpah di arus jutaan jaringan anatomi ini, ruh dan
jasad ini, astagfirullah! astagfirullah kanal-kanal salah arus
menjadi anak-anak nakal dalam diri, wahai anak-anak nakal
banyak lagak salah uns jadi anak-anak galak yang tumpang
tindih antara timpang dan rintih, antara sayang dan sedih,
petak-umpet membangun pedih, repet-merepet tak sampai­
sampai tak leth-letih, di sana dan di sini, di kamar-kamar
malam di rumah diri, ekstasi saling sodomi, zalimi duhai
zalim menzalimi, saling makar di kelam kamar tak terperi.
astagfiullah terbunuh sudah daku
di hari-hari huru-hara diriku

di duka satu koma tiga triliyun
ngilu bertimbun-tinbun
duhai tak usai-usai istigfarku
padamu
ya Allah!
astagfirullah
laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyil aziim

astagfirullah, wahai diriku, diriku yang kukenal, wahai kukenal
kujunjung tinggi, tapi tak kunjung kumengerti. wahai entah
salah apa, salah faham atau justru saling iti-dengki bin
dendam antara kalian, wahai kalian dalam diriku yang

Cukup banyak gagasan Hamid Jabbar yang sangat berarti bagi
perkembangan sasra Indonesia. Namun, yang paling penting dicatat adalah

I

122


SUSASTRA

gagasannya mempertemukan sasrawan dengan para pelajar dan mahasiswa,
dalam acara "Siswa Bertanya, Sastrawan Bicara." Bagi pelajar, be1emu
langsung dengan sasrawan adalah pengalaman yang sangat menyenangkan.
Mereka tidak saja bisa bertanya mengenai bagaimana cara menulis karya
sastra, tetapijuga bisa mendapat ilmu secara langsung dari para sasrawan
itu bagaimana menyikapi hidup dan kehidupan, serta berbagi pengalaman
tentang apa saja. Dengan mendekati pelajar, mahasiswa, dan guru-guru di
sckolah-sekolah, diharapkan apresiasi sasra di dunia pendidikan semakin
meningkat. Dan, cukuplah gagasan Hamid Jabbar yang mulia sepe1ti itu
diteruskan oleh sahabat dan generasi di bawahnya.
Ada satu Jagi puisi Hamid Jabbar yang menurut saya sangat indah,
yang temanya sama dengan puisi "Derai-derai Cemara" karya Chairil
Anwar. Ada baiknya saya kutip sajak itu secara utuh untuk melengkapi
salam hormat saya kepada penyair Hamid Jabbar.
Aroma Maut
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali satu denyut Jepas, o satu denyut lepas
tepat di saat tak jelas batas-batas, sayangku:
Segalanya terhempas, o segalanya terhcmpas!
(Laut masih berombak, gelombangnya entah ke mana.
Angin masih berhembus, topannya sampai ke mana.
Bumi masih beredar, getamya sampai ke mana?
Semesta masih belantara, sunyi sendiri ke mana?)
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali hilir-mudik di suatu titik
tumpang-tindih merintih dalam satu nadi, sayangku:
Sampai tetes-embun pun selesai, tak menitik!
(Gelombang lain datang begitu lain.
Topan lain datang begitu lain.

ASEP SAMBODJA

123

Gelap lain datang begitu lain.
Sunyi lain datang sendiri tak bisa lain!)

Pada Sabtu malam, 29 Mei 2004, Hamid Jabbar, suami Lubuk Minturun
ini, meninggal di mimbar puisi. Kematiannya itu "bak panglima perang
yang meninggal di titik pusat medan peperangan" sebagaimana dikatakan
Emha Ainun Nadjib. Hamid Jabbar dakamkan di pemakaman Pondok
Rangon, Jakarta Timur.
Citayam, 19 Juli 2007
Asep Sambodja
Acuan
Aveling, Harry. 2003. Ra1asia Membu1utkan Kata.
Magelang: Indoncsiatera.
Damono, Sapardi Djoko. 1999. Sihir Rendra: Perm
ainan Makna. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Encstc, Pamusuk. 200 I. Buku Pintar Sastra Indon
esia. Jakarta: Kompas.
I/orison. Tahun XXXVffl, No. 7, Juli 2004.
Ismail, Taufiq ct.al. (ed.). 1995. Ketika Kala Ke1ika
Wama. Jakarta: Yayasan
Ananda.
__. 2001. llorison Sastra /11do11esia: Kitab Puisi.
Jakarta: Horison.
Jabbar, Hamid. 1998. Super Hilang. Segerobak
Sajak. Jakarta: Balai Pustaka.
Waluyo, Hennan J. 2003. Apresiasi Puisi. Jakart
a: Gramedia Pustaka Utama.

ASEP SAMBODJA

Hamid Jabbar dan Karyanya

ttinggi, Sumatra Barat, 27
Uamid Jabbar lahir di Koto Gadang, Buki
2004. Bemama lengkap
r uli 1949. Ia meninggal di Jakarta, 29 Mei
r. Pendidikan terakhir
Abdul Hamid bin Zainal Abidin bin Abdul Jabba
mendendangkan pantun­
SMA (tahun 1970). Pada masa kecilnya ia suka
usia remaja ia merantau
pantun nasihat dari ibu kandungnya,Ummi. Pada
Sukabumi, ia menjadi
dan
ung
ke Sukabumi, Bandung, dan Jakarta. Di Band
).
aktivis Kesahian Aksi Pelajar Indonesia (1966-1969
sa aksi demonstrasi
Aktivis KAPl Sukabumi dan Bandung sema
cerita anak, novel, dan
Angkatan '66 ini mulai mcnulis puisi, cerpen,
a massa pada 1973. la
esai pada 1969, namun ban disiarkan di medi
ri. Karya-karyanya
mengaku berguru pada Sutardji Calzoum Bach
ung, dan Padang, serta
tersebar di berbagai koran terbitan Jakarta, Band
son (Jakarta) dan Dewan
beberapa mjalah terbitan Jakarta,tem1asuk Hori
at di Horison, Sarinah,
Sastra (Malaysia). Puisi dan cerpennya dimu
Harapan, dan lainSinar
imak, Hai, Singgalang,
Ulumul Qur 'an, Meny

lain.
i Teater di Padang, di
Bersama Wisran Hadi mendirikan Grup Bum
budaya Minangkabau.
samping aktif melakukan studi ten tang sastra dan
membacakan puisi­
ga
ya,ju
Mengikuti berbagai seminar sastra dan buda
maupun di Malaysia
puisi di berbagai kota dan peristiwa, di Indonesia
dan Singapura.
Pekerjaan

teh di Sukabumi, Kepala
Ia penah bekerja menjadi mandor perkebunan
menjadi Asisten Man­
Gudang beras di Bandung dan Padang, malah juga
swasta di Jakarta. Selain
ager Administrasi Keuangan sebuah perusahaan
res (Bandung) dan Pos
itu juga bekerja sebagai wartawan Indonesia Eksp
(Padang), redaktur Balai
Kota (Malaysia), redaktur harian Singgalang

125

Pustaka (1980-1983),editor majalah Sarinah (Jakarta), Sekretaris Dewan
Kesenian Jakarta (1993-1996), dan terakhir ia menjadi Rcdaktur Senior
majalah sastra Horison hingga akhir hayatnya. Ia pun menekuni penulisan
skenario sinetron.
Hamid Jabbar juga melakukan studi mengenai pantun Minangkabau.
Ia menulis puisi, cerpen, esai di berbagai media massa yang terbit di
Bandung, Jakarta, Padang, dan Malaysia.
Pada Festival Istiqlal II ( I 995), ia menjadi Ketua Panitia
Penyelenggara Istiqlal Intenational Poetry Reading. Di tahun yang sama
ia juga mengikuti Puisi lndonesia-Belanda, yang diikuti para penyair
terkemuka dari lndonesia dan Belanda (September di Jakarta dan
Desembcr di Denhaag, Belanda).
Karya Fiksi:
Prosa
1973
l 974
1976
1981

"Dari Ruang Ini". Horiso11, 11.8, 344-345.
"Suara". Harison, 9.9, 278-280.
"Pada Dctik Kesekian". Harison, 10-1 I .11, 33 I.
l . "Demam". Horison, 6.16, 193.
2. "Kepala Gagasan". Horison, 6.16, 214-215.
3. "Sepanjang Jalan''. Harison, 7.16, 226-228.
4. "Kabar Ular". Harison, 8.16, 273-277,287.
5. ''Bulan dalam Perahu". Harison, 9.16, 309-310.
6. "Loncatan-loncatan". Harison, 9.16, 317-318.
7. "Menembus Malam". Horison, 10.16, 347-348.
8. "Meja". Harison, 11-12.16, 383, 405.
9. "Kita". Harison, 11-12.16, 404-405.
10. "Sep atu yang Terhormat". Zaman, 42.2, 16-17.
11. "Kakek Merdeka''. Zaman, 48.2, 36-3.7.
1982 I. "Cerita Pendek yang Gaga!". Harison, 3-4.17, 78-79.
2. "Mata-mata".Horison, 8.17, 218-222.
1985 "Anjing-anjing Pembuu". Horison, Tahw1 XIX, No. 6, Juni.
1986 "Engku Dahtk Yth. di Jakarta", dalam Hoerip, Satyagraha (ed.).
Antologi Cerita Pendek fndo11esit1 IV.

126

SUSASTRA

Puisi
1973 "Sejuta Panorama Suara". Horison, 10.8, 305.
I 974 1. Paco-Paco. Jakarta: Puisi Indonesia, 42 halaman.
2. "Homo Homini Lupus". Horisan, 12.9, 370.
3. "Sebelum Maut Itu Datang, Ya Allah". Horison, 12.9, 370371.
1975 I. Dua Wana (antologi bersama Upita Agustine).
2. "Lagu Sebuah", "Sangsaiku", dan "Sebuah Mobil". Horisa11,
1.10, 14- 15.
3. "Nyaris Lupa", "Setitik Nur", dan "Seperti Kakeku Dulu".
Horison, 12.10, 369.
1977 "Debu" dan "Doa I". Horison, 8.12,238.
1978 "Beri Aku Satu yang Tetap dalam Diriku" dan "Luka Itu Aneh
Sekali". Horison, 7.13, 210.
1979 I. "lndonesiaku". Horison, 11.14, 368-371.
2. "Tetapi". Zaman, 1.1, 15.
3. "Lapangan Rumput, Masa Kanak-kanak, dan Sisa Embun".
Zaman, 2.1, 39.
4. "Potong BebekAngsa". Zaman, 10.1, 37.
1980 1. "Nyanyian Belum". Zaman, 17.1, 39.
2, "Nyanyian Purba". Zaman, 46.1, 35.
1981 1. Wajah Kita. Jakarta: Balai Pustaka.
2. "Perjamuan". Pandji Ma:,jarakat, 326.22, 35.
3. "Beri Aku Satu yang Tetap dalam Diriku" dan "Temyata".
Pandji Masjarakat, 329.23, 35.
4. "Eksekusi", "Slogan", "UUUUU", dan "Telegram". Aktui/,
15.13, 57.
5. "Jakarta l ". Zaman, 6.3, 26.
6. "Luka ltuAnch Sekali". Zaman, 46.2, 27.
1983 1. "Lapangan Rumput, Masa Kanak-kanak, dan Sisa Embun".
Harison, 4.18, 194.
2. "Banyak Orang Menangis, Kekasih" dan "Di Taman Bunga,
Luka Tercinta". Harison, 4.18, 195.
1992 "Jangan Tangisi" dan "nasrAllahi qariib". Bosnia Kita.

ASEP SAMBO0JA

127

1993 Parade Puisi Indonesia (editor, bersama Slamel Sukimanto).
Jakarta: Global Citra Media Nusantara, 78 halaman (berisi puisi­
puisi 17 penyair Indonesia dan diberi kata pengantar oleh Sutardji
Calzoum Bachri).
1995 Ketika Kata Ketika Warna (editor, bersama Tauiq Ismail, Sutardji
Calzoum Bacbri, Anu·i Yahya, danAgus Dermawan T.). Jakarta:
Yayasan Ananda.
I 998 Super Hilang: Segerobak Sajak. Jakarta: Balai Pustaka, 397
halaman (berisi 143 sajak yang ditulis sejak 1971 hingga 1998).
(t.t.) Zikrullah.
200 l "Assalamu 'Alaikum l ", "Doa Terakhir Musafir', "Homo Homini
Lupus", "Indonesiaku", dan "Proklamasi 2". Horison Sastra In­
donesia: Kitab Puisi. Jakarta: Horison.
2002 "Nyanyian Negeri Jajahan", "Sapi [KJ Emas", dan "Selamat
Tinggal Manusia Budak Indonesia". Harison, Tahw1 XXXV, No.
4, Edisi KhususApril.
2004 Indonesiaku. Jakarta: Horison.
Skcnario
I. "Malin Kundang, Legenda Masa Lalu - Parodi Masa Kini".
2. ""War-Teg-Bes, Warga 'The Best '.
Cerita Anak
1. Raja Berak Menangis.
1978
2. Siapa Mau Jadi Rcu·a.
Karya Non-fiksi:
(t.l.) I. Editor buku biograi I Ierlina, Pending Emas dan
Bangkit dari
Dunia Sakit.
2. Transmigrasi di Indonesia (bersama Ramadhan K.H.).
1997
Panorama Sastra Nusantara (bersama Taufiq Ismail). Jakart
a:
Balai Pustaka, 434 halaman (berisi makalah yang diajuk
an
pada Pertemuan Sastrawan Nusantara IX dan Pertemuan
Sastrawan Indonesia I997 di Sumatra Barat, 6-11 Desember).

128

2003

SUSASTR A

"Pidato Miring". Horison, Tahun XXXVI, No. 8, Agustus.

Pcnghargaan
Segerobak Sjak, buku
1998 1. Yayasan Buku Utama (Super Hilang:
puisi terbaik).
(Super Hilang:
2. Pusat Pcmbinaan dan Pengembangan Bahasa
Segerobak Sajak, buku puisi terbaik).
Artikel lan Tulisan tentang Hamid Jabbar
i. Jakar ta:
Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puis
1991
Erlangga.
"Puisi Bcsar". Kompas, Jumat, 1 Juni.
2001
as Cyber
Sarjono,AgusR. "Laut, Komodo, lan Sastra". Komp
2002
Media, Minggu, 10 November.
Pustaka
Waluyo, He1111an J. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia
2003
Utama.
l Ketika Berpuisi".
2004 1. Benke, Benny. ''Hamid Jabbar, Meningga
Suara Merdeka, Senin, 31 Mei.
31 Mei.
2. "Dimakamkan di Jakarta". Suara Pembaruan,
.co.id, Senin,
blika
3. "Mcnjemput Maut di Pentas Sjak". Repu

31 Mei.
Hamid Jabbar".
4. "Pembukaan FSS Diawali Bening Cipta untuk
Kompas Cyber Media, Scnin, 31 Mei.
Kompas Cyher
5. "Ilamid Jabbar dan Kcpcrihan dari Dalam".
Media, Sclasa I Juni.
. Garra, Edisi
6. "Obituari: Memahami Jarak dan Aroma AJal"
30, 4 Juni.
ar".
7. "Doa dan T ahlil untu k Peny air Ham id Jabb
Tempointeraktifcom, Selasa, 15 Juni.
o ...". Hori.wn,
8. Arge, Rahman. "Hamid Jabbar, Sckali Temp
Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.
Arif'. Harison,
9. Damshauscr, Berthold. "Sang Pcriang yang
Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.
g Disayang".
l 0. Hari, Cecep Syamsul. "Telah Pulang, Aban
-/oriso11, Tahun XXXVlll, No. 7, Juli.

ASEP SAMBODJA

129

11. Ismail, Tauiq. "Memahami Jarak dan AromaAja!". Harison,
Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.
12. Nadeak, Wilson. "Hamid Jabbar, Sebuah Kenangan." Horiso11,
Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.
13. Nadjib, Enha Ainun. "Kalau Hanya Penyair, Ia Hanya Mati".
Horison, Tahun XXXVllI, No. 7, Juli.
14. Sukimanto, Slamet. "Mengenang Penyair Hamid Jabbar".
Horison, Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.
15. Sarjono, A gusR. "Integritas". Kompas Cyber Media, Minggu,
I 1 Juli.
Buku-buku yang Membicarakan Karya Hamid Jabbar
Suryadi Ag., Linus (ed.). Tonggak: Antologi Puisi Indonesia
1987
Moden 4. Jakarta: Gramedia.
1988 I. Eneste, Pamusuk. lkhtisar Kesusastraan Indonesia Modern.
Jakarta: Djambatan.
2. Kratz, Enst Ulrich. Bibliograi Karya Sastra Indonesia da!am
Maja/al,: Drama, Prosa, Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
1990 Eneste, Pamusuk. leksikon Kesusastraan Indonesia Moden.
Jakarta: Djambatan.
1991 Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
2000 Rampan, Kon-ie Layun. leksikon Susastra Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
2001 I. Eneste, Pamusuk. Bibliograi Sastra Indonesia. Magelang:
IndonesiaTera.
2. Eneste, Pamusuk. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta:
Kompas.
3. Ismail, Tauiq dkk. Harison Sastra Indonesia: Kitab Puisi.
Jakarta: Harison.
2003 1. Herfanda, Ahmadun Y. dkk. (ed.). leksikon Sastra Jakarta:
Sastrawan Jakarta dan Sekitanya. Jakarta: Dewan Kesenian
Jakarta dan Bcntang.
2. Waluyo, Hem1an J. Apresiasi Puisi. Jaka1ta: Gamcdia Pustaka
Utama.
2004 floriso11. Tahun XXXVIII, No. 7, Juli.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

An Analysis of illocutionary acts in Sherlock Holmes movie

27 148 96

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

Teaching speaking through the role play (an experiment study at the second grade of MTS al-Sa'adah Pd. Aren)

6 122 55

Enriching students vocabulary by using word cards ( a classroom action research at second grade of marketing program class XI.2 SMK Nusantara, Ciputat South Tangerang

12 142 101

The Effectiveness of Computer-Assisted Language Learning in Teaching Past Tense to the Tenth Grade Students of SMAN 5 Tangerang Selatan

4 116 138

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37