BAB II LANDASAN TEORITIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada Masa Kepemimpinan Vladimir Vladimirovich Putin

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1 Pendekatan Realisme

  Pemikiran realisme terkemuka pada abad ke-20 adalah Hans Morgenthau (1965,1985). Ia melihat bahwa „politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik‟ (Morgenthau, 1965: 195).

  Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik meyakinkan bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik. Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling utama, „politik kekuasaan‟ (power politics) suatu arena persaingan, konflik, dan perang antar negara dimana masalah-masalah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup negara.

  Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara, hal ini merupakan nilai-nilai yang menggerakan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis. Negara dipandang esensial untuk menjamin kehidupan yang baik bagi warga negaranya. Negara yang menjamin alat dan kondisi bagi keamanan dan kehidupan manusia, dalam frasa Thomas Hobbes (1946: 82) yang terkenal ialah

  „kesendirian, kemiskinan adalah hal yang sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan dan terbatas‟. Dengan demikian, negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan kehidupan warga negara terjamin dan bernilai. Kepentingan nasional adalah pertimbangan utama dalam menentukan kebijakan luar negeri.

  Morgenthau berpendapat bahwa „politik adalah perjuangan untuk kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara- cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik aksi politik‟ (Morgenthau,1965:195). Morgenthau berpendapat sama dengan Machiavelli dan Hobbes, jika masyarakat ingin memperoleh wilayah politik yang bebas dari intervensi atau kendali pihak asing, mereka harus mengerahkan kekuatan mereka dan menyebarkan kekuatannya untuk tujuan tersebut. Yaitu, mereka harus mengorganisasikan diri mereka sendiri ke dalam negara yang kuat dan efektif. Dengan cara itu mereka dapat mempertahankan wilayah mereka.

  Kekuasaan (singa) dan penipuan (rubah) adalah dua alat penting dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, menurut ajaran politik Machiavelli (1884 : 66). Tanggung jawab utama penguasa adalah selalu berupaya mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat didalamnya. Pemikiran Machiavelli menggambarkan bahwa negara harus mempunyai kekuatan. Jika negara tidak kuat maka akan mendorong hasrat kuat bagi yang lain untuk menghancurkannya. Sehingga penguasa harus menjadi seekor singa dan juga membutuhkan kecerdikan dan jika perlu “kekejaman” seperti seekor rubah, dalam mengejar kepentingan nasional.

  Selain itu, realisme juga meyakini bahwa tidak ada kewajiban internasional dalam moral antar negara-negara merdeka. Menurut Machiavelli, salah satu tokoh realis, menganggap bahwa nilai politik tertinggi adalah kebebasan nasional yaitu kemerdekaan. Negara harus bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan stabilitas nasionalnya karena tidak akan ada negara lain yang bersedia membantu jika negara tersebut mengalami kesulitan. Jika pun ada, maka sudah dipastikan bahwa ada maksud terselubung dibalik bantuan yang diberikan. Oleh karena itu, setiap negara harus berupaya mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya serta menjamin kelangsungan hidupnya.

  Dalam pandangan ini, Rusia dibawah kepemimpinan Vladimir Putin mencoba untuk menaklukan kembali negara-negara kawasan Eropa Timur dengan mendukung gerakan pemisahan diri Crimea dan bergabung dengan Rusia. Kebijakan luar negeri Putin yang tetap mempertahankan Crimea karena sebanyak 58.3% masyarakat di Crimea beretnis Rusia. Kebijakan Putin ini tentunya dipandang baik ketika dilihat dari pendekatan realis bahwa Putin sebagai orang nomor satu di Rusia mewakili Rusia untuk tetap mempertahankan wilayah Eropa Timur dan dianggap sebagai pemimpin yang baik bagi warga negaranya kerana ikut menyelesaikan konflik Crimea. Selain itu ikut campur Putin dalam konflik Crimea juga didasari oleh Rusia yang telah membangun armada angkatan laut di wilayah Sevastopol yang merupakan wilayah bagian dari Crimea.

  Dalam kebijakan luar negeri Rusia yang ingin mengambil Crimea menjadi bagian Rusia, tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang telah membangun armada laut hitam di Sevastopol sejak tahun 1783. Kepentingan nasional yang ingin dicapai ialah ketika Crimea masuk menjadi wilayah bagian Rusia, Rusia akan menguasai wilayah laut hitam yang terdapat sumber energi yang banyak serta tidak perlu membayar sewa kepada Ukraina

  1 terhadap armada angkatan laut Rusia yang ada di wilayah Crimea.

  Pandangan realis juga menyatakan bahwa pemimpin itu harus kuat seperti singa dan licik seperti rubah. Dalam hal ini Vladimir Putin adalah pemimpin yang dikenal sukses dalam mengembalikan ekonomi Rusia semenjak paska runtuhnya Uni Soviet. Putin berhasil meningkatkan militer Rusia sehingga militer Rusia dikenal sebagai kekuatan Rusia dan sampai sekarang Rusia dikenal sebagai negara yang kuat dalam bidang militer. Dalam kepemimpinan Putin, Putin berani mengeluarkan kebijakan seperti contohnya krisis yang terjadi di Ukraina yang berimbas kepada wilayah-wilayah yang dominan masyarakatnya beretnis Rusia. Putin mengirim pasukan milliter untuk menjaga kemanan dan menjaga masyarakat yang berada di wilayah Ukraina, pengiriman militer ini juga bermaksud untuk mengambil wilayah Crimea menjadi bagian dari Rusia.

2.2 Konsep Rational Actor Model (RAM)

  Graham T Allison dalam bukunya mengenai “how to understand the decisions and

  actions of government

  ”. Inti dari apa yang ingin disampaikan Allison terletak pada tiga pendekatan untuk memahami perilaku pemerintah, tiga pendekatan tersebut terdiri dari model asumsi yang akan penulis gunakan. Yaitu, pertanyaan yang ditanyakan, informasi yang dicari, kosa kata yang digunakan, dan membentuk jawaban yang didapatkan. Tiga konsep tesebut terdiri dari model I (Rational Actor), Model II (Organization Proces Model ), dan Model III (Governmental or Beraucratic Politic Model).

1 Defence Research and Development Canada. Crimea- naval and strategic implication’s of Russia’s annexation.

  Scientific Letter. DRDC-RDDC-2014-L186. 2014-09-22. Diakses 12 April 2017

  Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model I adalah Aktor Rasional (Rational Actor). Negara atau, lebih tepatnya, secara mutlak mengasumsikan bahwa pemerintah seperti individu yang berpikir secara rasional yang memiliki nilai-nilai, tujuan, dan berpikir secara strategi yaitu secara instrumental. Mereka membangun tujuan, mengumpulkan dan menilai informasi, menimbang risiko, kemudian pilih dan melaksanakan rencana. Jika aktor yang berpikir secara rasional gagal atau mendapat masalah, itu karena ia tidak memiliki informasi yang diperlukan, salah perhitungan, atau kurang dalam rasionalitas.

  Model I (Rational Actor) seperti pemikiran Schelling dan Realisme Strategi. Dimana realisme strategi secara sentral memfokuskan pada pembuatan keputusan kebijakan luar negeri, ketika para pemimpin negara menghadapi isu-isu diplomatik dan militer, mereka diwajibkan untuk berpikir strategi, yaitu secara instrumental jika berharap untuk berhasil. Schelling (1980,1986).

  Dapat dilihat bahwa Rusia dibawah kepemimpinan Valdimir Putin telah berhasil merebut Crimea melalui referendum pada tahun 2014, kebijakan Rusia merebut Crimea dengan alasan untuk mempertahankan wilayah Eropa Timur dimana NATO yang telah memperluas jaringannya sampai ke wilayah Eropa Timur terutama ikut campur dalam konflik di Crimea. Kebijakan dari Rusia dibawah kepemimpinan Putin secara rasional Putin ingin mengambil Crimea karena faktor keamanan dan dimana Rusia telah membangun armada angkatan laut di wilayah Crimea. Sampai pada tahun 2016, walaupun Crimea telah referendum dan telah bergabung di Rusia, Ukraina tetap tidak menyetujui karena referendum Crimea ini tidak diakui secara hukum internasional sehingga Putin terus mengirim militer ke Crimea dan terus mempertahankan Crimea. Selain keamanan Putin secara tidak langsung ingin menjadikan Eropa bagian Timur sebagai

  “New Russia.

2.3 Responsibility to Protect (R2P)

  Prinsip Responsibility to Protect (R2P) diciptakan sebagai akibat dari sejumlah kegagalan komunitas internasional untuk menghentikan pembunuhan massal Bosnia dan Rwanda. Prinsip Responsibility to Protect adalah sebuah prinsip hubungan internasional yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan setiap negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis

  2 kejahatan tersebut.

  Ide mengenai Responsibility to Protect pada awalnya berkembang dari pemikiran Francis Deng (seorang mantan Diplomat asal Sudan yang menjadi perwakilan khusus PBB untuk masalah pengungsi internal (Internally Displaced Persons/ IDPs) selama dekade 1990-an) bersama dengan ahli lainnya yang bekerja dibidang yang sama. Deng dan para ahli lainnya berpendapat bahwa ide mengenai „kedaulatan negara‟ harus didasarkan bukan pada hak dari setiap negara untuk melakukan apa yang dikehendakinya tanpa ada campur tangan internasional, tetapi bahwa kedaulatan negara harus diasaskan pada perlindungan terhadap rakyatnya yang tinggal di wilayah tersebut. Secara sederhana, kedaulatan negara harus dibangun diatas konsep “kedaulatan sebagai tanggung jawab (soverignity as

  responsibility).

  Ide Deng mengenai „kedaulatan sebagai tanggung jawab‟ kemudian digunakan untuk menciptakan prinsip “Responsibility to Protect” oleh Komisi Internasional atas Intervensi dan Kedaulatan Negara (International Commission on Intervention and

3 State Sovereignity/

  ICISS). Komisi ini dibentuk atas hasil pemikiran Deng yang berpendapat negara seharusnya menerima tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya yang tinggal di dalam batas-batas wilayahnya.

  Dalam KTT Dunia 2005 atas “Responsibilty to Protect/R2P”, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon menjelaskan tentang tiga pilar dalam menerapkan prinsip R2P: 1.

  Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic cleaning) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala 2 macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut.

  

Outreach Programe Rwanda Genocide and the United Nations. Bacground Note . “ The Responsibility to Protect.

3 Diakses pada 4 April 2017 Report of The International Commission on Intervention and State Sovereignity “The Responsibility To Protect” diakses pada 4 April 2017

2. Komitmen komunitas internasional untuk membantu negara-negara dalam menjalankan tanggung jawab itu.

  3. Tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk merespon secara kolektif, tepat waktu dan tegas ketika suatu negara gagal memberikan perlindungan yang dimaksud. Dalam kasus mengenai Intervensi Rusia di Crimea, Rusia menekankan bahwa tindakan intervensi militer tersebut didasari dengan prinsip Responsibility to Protect. Intervensi tersebut merupakan bentuk dari tanggung jawab Rusia terhadap perlindungan warga negara yang beretnis Rusia di Crimea. Pengiriman pasukan militer Rusia juga berdasarkan pilar ke 1 R2P yang menyatakan bahwa “Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic

  cleaning ) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala

  macam tindakan yang mengarah pada jenis- jenis kejahatan tersebut.”. Melalui konsep R2P, Rusia melihat konflik tersebut tidak dapat diselesaikan oleh negara yang sedang terjadi konflik (Ukraina) dikarenakan presiden telah digulingkan oleh pihak oposisi dan mengakibatkan kondisi dalam negeri tidak stabil sehingga Rusia merespon melalui kebijakan yang dikeluarkan Vladimir Putin yang mengirimkan pasukan militer untuk melindungi masyarakat Crimea yang bertenis Rusia dalam mengalami konflik sampai pada tindakan diskriminasi oleh pihak oposisi di wilayah Ukraina.

2.4 Politik Identitas

  Politik identitas merupakan tindakan atau sikap politis yang mengedepankan pada kelompok sosial yang dapat diiedentifikasi berdasarkan gender, ras, etnisitas, agama, yang memeiliki kesamaan identitas. (Vasiliki Neofotistos: 2010). Politik identitas merupakan alat untuk mengklaim kelompok tertentu dalam memetakan atau menentukan hak mereka ketika mendapat sikap ketidakadilan atau ketidaksetaraan. Sebagai contohnya pada abad ke 20 ini banyak gerakan-gerakan sosial yang muncul seperti gerakan perempuan, gerakan hak-hak sipil masyarakat, gerakan etnis (ras/suku), gerakan gay dan lesbian, serta gerakan nasionalis dan postkolonial.

4 Dalam menentukan politik identitas, menurut Castells harus lebih dahulu dilakukan

  identifikasi suatu konstruksi yang timbul yang menurutnya bisa dilihat dengan 3 model identitas, yaitu: a.

  Legitimizing identity (legitimasi identitas), yaitu identitas yang dibangun oleh institusi yang dominan ada dalam kehidupan sosial. Lembaga ini menunjukkan dominasinya dengan melekatkan sebuah identitas tertentu pada seseorang atau kelompok.

  b.

  Resistance identity (resistensi identitas), yaitu identitas yang dilekatkan oleh aktor- aktor sosial tertentu dimana pemberian identitas tersebut dilakukan dalam kondisi tertekan karena adanya dominasi hingga memunculkan satu perlawanan dan terbentuknya identitas baru yang berbeda dari yang sedang dibangun oleh masyarakat.

  c.

  Project identity (proyek identitas), konstruksi identitas pada model ini dilakukan oleh aktor sosial dari kelompok tertentu dengan tujuan terbentuk identitas baru untuk bisa mencapai posisi tertentu dalam masyarakat, hal ini bisa terjadi sebagai implikasi dari gerakan sosial yang bisa merubah struktur sosial secara global.

  5 Dalam penelitian ini mengenai kebijakan luar negeri Putin di Crimea berhasil

  membuat Crimea melakukan referendum dan menjadi bagian dari Rusia juga memiliki faktor pendukung. Faktor pendukung tersebut ialah Etnis, dimana dapat dikaitkan dengan konsep identitas politik “tindakan sosial kelompok tertentu untuk menetukan hak mereka dalam mancapai kesetaraan atau keadilan”. Di Crimea terdapat etnis dominan Rusia dengan jumlah 58,3%, Crimea yang dominan etnis Rusia ini sebelum melakukan referendum, terlebih dahulu melakukan aksi demonstrasi yang mengibarkan bendera Rusia dan mengatakan mereka sebagai orang Rusia. Survei juga dilakukan oleh lembaga non pemerintah Ukraina (Razumkov center) yang meneliti tentang dominan bahasa di 4 Richard Thompson Ford “Political Identity as Identity Politics” Unbound. Harvard Journal Vol. 1: 53, 2005.

  egalleft.org/wp-content/uploads/2015/09/1UNB053-Ford.pdf 5 Manuel Castells, The Power Of Identity: The Information Age, Economy, Society and Cultural, Vol II, Australia: Blacwell Publishing, 2003 p.7

  Crimea serta dukungan masyarakat di Crimea dengan keinginan mereka mendukung untuk menggantikan bahasa resmi di wilayah tersebut menjadi bahasa Rusia. Bentuk dukungan internal berupa aksi demonstrasi dan keinginan kuat mesyrakat Crimea sendiri merupakan politik identitas yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Putin dapat berhasil.

  Dalam permasalahan yang terjadi di Crimea juga dapat dikaitkan dengan Resistance

  identity

  yang menyatakan bahwa “pemeberian identitas oleh aktor-aktor sosial tertentu dalam kondisi tertekan karena adanya dominasi hingga memunculkan satu perlawanan dan terbentuknya identitas baru. Masyarakat Crimea sebelum melakukan referendum awalnya bagian dari wilayah Ukraina, sehingga bahasa resmi yang harus dipakai yaitu bahasa Ukraina. Pemerintah Ukraina menekeankan kepada masyarakat di Crimea agar dapat memakai bahasa resmi Ukraina sebagai bahasa keseharian. Kebijkaan Ukraina tersebut dilakukan karena Ukraina sebagai negara (merupakan penguasa) untuk wilayah Crimea. Tetapi kebijakan tersebut tidak dipatuhi oleh masyarakat Crimea, masyarakat Crimea tetap menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa ibu mereka (bahasa keseharian). Dari kasus tersebut merupakan resisten identitas atau bentuk penolakan Crimea dalam membulatkan tekad melakukan referendum dan lebih menerima Rusia sebagai negara mereka.

2.5 Penelitian Terdahulu

  No. P Hasil Penelitian enelitian

  1. Sri Rahayuni,  Penelitian ini meneliti mengenai: Kebijakan 1.

  Dampak Kebijakan pertahanan Rusia terhadap pertahanan Rusia Perimbangan Kekuatan Konvesional dengan NATO. dan dampaknya 2.

  Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia terhadap terhadap NATO: Perimbangan Kekuatan Non-Konvesional dengan

  Konsep tentang NATO

  Pertahanan  Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : Keamanan,

  Kebijakan pertahanan Rusia telah mampu memberikan Perimbangan kondisi perimbangan relatif dalam bidang pertahanan Kepentingan, keamanannya dengan pihak NATO, khususnya dalam hal Dampak (Aksi kualitas kemampuan militer. Hal ini dapat terlihat, ketika Reaksi). Skripsi pemerintah Rusia menempuh kebijakan modernisasi dan Universitas reformasi militernya sejak tahun 2000, serta dikeluarkannya Hasanuddin doktrin untuk menaikan kemampuan militer Rusia, baik di Makasar 2012. bidang persenjataan militer konvensional maupun non- konvensional seperti nuklir.

  2. Ananta Kaisar  Penelitian ini meneliti mengenai : Rawung, kebijakan

  Bagaiman kebijakan offensive Rusia dalam Ofensif Rusia melakukan aneksasi wilayah Crimea selatan, Ukraina terhadap Ukraina

  (2014) dalam melakukan Apa dampak aneksasi Rusia terhadap kondisi politik aneksasi di Krimea dan keamanan kawasan (2014)

  (2014). Skripsi  Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : Universitas Pola yang tercipta, baik Ofensif maupun Difensif,

  Paramadina Jakarta merupakan hasil sebuah perhitungan secara rasional maupun 2015 sebagai konsekuensi dari sistem internasional. Semenjak suatu negara diasumsikan tidak memiliki informasi yang pasti dari negara lain maka ofensif menjadi pilihan dari para pengambil keputusan untuk bertindak merespon potensi ancaman yang ada.

  Asumsi tersebut menjadi semakin menarik ketika feno mena mengenai ekspansi keanggotaan Uni Eropa dan NATO dilihat sebagai potensi ancaman bagi Rusia sehingga campur tangan dari aliansi Barat untuk mepengaruhi kondisi domestik Ukraina dianggap sebagai ancaman bagi kepentingan dan keamanan nasional Rusia. Sulit untuk membedakan bahwa ekspansi keanggotaan yang dilakukan oleh aliansi Barat dapat diposisikan sebagai postur ofensif atau defensif, namun konsekuensi dari perilaku tersebut menyebabkan Rusia harus memilih untuk bersikap secara ofensif.

  3. Frans Yosua  Penelitian ini meneliti mengenai: Sinuhaji, Intervensi Mengapa Rusia melakukan intervensi di Crimea,

  Rusia dalam bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai Perspektif Hukum intervensi, dan bagaimana perspektif hukum internasional Internasional. terhadap intervensi Rusia di Crimea. Skripsi Universitas

   Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : Sumatra Utara 2015 Tindakan intervensi yang dilakukan Rusia telah melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional, namun pada faktanya hingga kini Crimea telah menjadi bagian wilayah Rusia dan Rusia tidak menerima sanksi apapun atas pelanggaran yang dilakukannya. Hukum internasional seperti kehilangan taring dihadapan negara-negara besar, sehingga tindakan negara tersebut yang melanggar hukum internasional tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat internasional untuk mengadakan perubahan dan/atau mengkaji kembali norma-norma dalam hukum internasional untuk membentuk suatu hukum internasional yang mengikat bagi semua negara tanpa terkecuali.

  4. Mega Chintia  Penelitian ini meneliti mengenai: Gunadi, Upaya Apa bentuk upaya yang dilakukuan Ukraina paska

  Ukraina menghadapi aneksasi yang dilakukan Rusia pada Semenanjung Crimea. Rusia atas aneksasi

   Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : semenanjung Penelitian ini menjelaskan bagaimana suatu negara Crimea tahun 2014. sebagai aktor rasional dalam perpolitikan hubungan

  Skripsi Universitas internasional sangat memperhitungkan setiap tindakan yang Riau. diambil dan memperhatikan fenomena yang terjadi di dunia internasional baik itu yang berpengaruh atau berdampak langsung atau tidak langsung. Setiap keputusan atau kebijakan yang diambil oleh sebuah aktor hubungan internasional selalu dikaitkan dengan kepentingan yang ingin dicapai, setiap keputusan negara harus menguntungkan negaranya atau sesuai dengan kepentingan yang dimilikinya atau negara dapat juga bertindak tidak sesuai dengan apa yang aktor lainnya inginkan karena kebijakan yang dimilikinya memberi pengaruh negatif kepada negara. Hal ini kemudian juga dapat berakhir dengan konflik internasional.

  Krisis yang terjadi di Ukraina belum berakhir, permasalahan Ukraina Timur masih berlanjut sampai saat ini. Akan tetapi penulis membatasi pembahasan sampai dengan hanya masalah dua negara Ukraina dan Rusia. Krisis ini merupakan masalah perebutan wilayah dan penunjukan kekuasaan antara dua negara super power yakni, Amerika Serikat dan Rusia.

  Ukraina yang merupakan bagian dari Uni Soviet yang memiliki geokultur campuran, wilayah timur pro-Ukraina dan wilayah Barat pro Uni Eropa, ditekan oleh Rusia paska turunnya Presiden Yanukovych (pro Rusia) sehingga Rusia menganeksasi Semenanjung Crimea. Sebagai respon atas aneksasi yang dilakukan Rusia, Ukraina memilih untuk merubah orientasi politik luar negerinya dengan cara mendekatkan diri ke Uni Eropa dan NATO yang diprakaisai oleh Amerika Serikat sebagai strategi keamanan bagi Ukraina dalam menghadapi Rusia yang kuat Ukraina jelas sedang untuk menyelamatkan negaranya dari tekanan Rusia. Walau hingga kini Ukraina belum berhasil mendapatkan Semenanjung Crimea kembali, tetapi pengakuan atas tidak sahnya referendum Semenanjung Crimea diakui dunia internasional dan tampaknya Ukraina memfokuskan diri untuk menjaga Ukraina bagian Timur agar tidak lepas ke Rusia.

  Pada penelitian terdahulu memiliki perbedaan dengan penelitian saya, dimana penelitian terdahulu mengkaji mengenai kebijakan pertahanan Rusia dan dampaknya terhadap NATO (hanya melihat kebijakan NATO yang mulai mempengaruhi dan masuk di kawasan Eropa Timur), kebijakan ofesif Rusia terhadap Ukrainadalam melakukan aneksasi di Crimea, intervensi Rusia dalam perspektif Hukum Internasional di Crimea, dan Upaya Ukraina menghadapi Rusia atas aneksasi semenanjung Crimea. Sedangkan penelitian saya lebih m elihat kebijakan luar negeri Vladimir Putin dalam mengambil Crimea dilihat dari pengaruh kebijakan dan faktor-faktor pendukung kebijakan Putin sehinggah Crimea dapat melakukan referendum masuk menjadi wilayah federal Rusia.

2.6 Kerangka Berpikir

  Russia Vladimir Putin Crimea

  Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada masa pemerintahan Vladimir Vladimirovich Putin Landasan Teori dan Konsep untuk melihat kebijakan luar nageri Rusia di Crimea pada masa pemerintahan Vladimir Putin:

  Realisme, Rational Actor Model (RAM), dan Responsibility to Protect (R2P)

Dokumen yang terkait

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementation of Problem-Based Instruction Learning Model Using Media Kotak dan Kartu Misteri to Improve Student Learning Outcomes

0 0 23

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Effects of Giving 2,4 Dichlorophenoxyacetate and Benziladenin on Explant Growth of Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni)

0 0 7

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Make a Match dalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa

0 0 17

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Probing Prompting terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Self Efficacy

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan bagi Siswa Kelas 4 Melalui Project Based Learning di SDN Salatiga 12 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 16

BAB II LANDASAN TEORITIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada Masa Kepemimpinan Vladimir Vladimirovich Putin

0 0 13