BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning - Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self- Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Menurut Wolters (1998), self-regulated learning adalah kemampuan

  seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal. Schunk & Zimmerman (1998) juga menambahkan bahwa self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Dengan demikian berdasarkan perspektif sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai self-regulated learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka (dalam Zimmerman, 1989). Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain.

  Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) selanjutnya mendefinisikan self-

  

regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan

  dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviour) dan perasaannya

(affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. diri yang membuat mereka lebih mudah dalam belajar dan motivasinya selalu terpelihara.

  Pintrich (dalam Boekaerts et al., 2000) kemudian mendefinisikan self-

  

regulated learning sebagai proses konstruktif dimana siswa menetapkan

  tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.

  Ormord (2003) menambahkan bahwa self-regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self-regulated learning, akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal ini diperkuat ketika siswa memiliki self-regulated learning, mereka menetapkan tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di kelas.

  Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah proses belajar dimana peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya.

2. Strategi-Strategi Self-Regulated Learning

  Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) melakukan sebuah penelitian dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 14 strategi self-regulated a.

  Evaluasi terhadap kemajuan tugas (Self evaluating) Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas tugas dan kemajuan pekerjaannya. Siswa memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini siswa membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.

  Contohnya siswa meneliti ulang tugas-tugas untuk memastikan sudah dikerjakan dengan baik atau belum, siswa mengevaluasi hasil ujian agar dapatmenilai kemampuan belajarnya.

  b.

  Mengatur materi pelajaran (Organizing & transforming) Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari siswa untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. Contohnya seperti membuat outline sebelum mempelajari suatu materi.

  c.

  Membuat rencana dan tujuan belajar (Goal setting & planning) Strategi ini merupakan pengaturan siswa terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan memungkinkan siswa untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin. Contohnya belajar dua minggu sebelum ujian dimulai, dan mengulangnya kembali pada saat ujian tiba.

  d.

  Mencari informasi (Seeking information) Siswa memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. Contohnya siswa berusaha melengkapi materi pelajaran dari sumber lain atau literatur perpustakaan.

  e.

  Mencatat hal penting (Keeping record & monitoring) Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan. Contohnya siswa mencatat hal-hal penting untuk dipelajari, siswa mencatat hal- hal yang tidak dipahami untuk dipelajari ulang.

  f.

  Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring) Siswa berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan baik. Contohnya siswa mematikan televisi saat belajar untuk membantu konsentrasi.

  g.

  Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (Self consequences) Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas. Contohnya siswa merasa malu apabila mendapatkan hasil ujian buruk, siswa menganggap keberhasilan sebagai motivasi untuk dapat mempertahankan keberhasilannya.

  h.

  Mengulang dan mengingat (Rehearsing & memorizing) Siswa berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert. Contohnya sebelum ujian matematika, siswa mencoba menghafal rumus-rumus matematika. i.

  Mencari bantuan teman (Seeking peer assistance) Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya, jika menghadapi masalah dengan tugas. j.

  Meminta bantuan guru (Seeking teacher assistance) Bertanya kepada pengajar di kelas maupun di luar kelas dengan tujuan agar dapat membantu dalam menyelesaikan tugas. k.

  Meminta bantuan orang dewasa (Seeking adult assistance) Meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di l.

  Mengulang test atau tugas sebelumnya (Reviewing test) Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar. m.

  Mengulang catatan (Reviewing notes) Sebelum mengikuti ujian, siswa meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saya yang akan diuji. n.

  Meninjau buku pelajaran (Reviewing textbook) Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukug catatan sebagai sarana belajar.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning

  Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (dalam Zimmerman, 1989) bahwa self-regulated learning ditentukan oleh 3 faktor yakni : a.

  Faktor personal Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Persepsi self

  efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi.

  Siswa dengan self-regulated learning harus memiliki kualitas pengetahuan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Siswa dengan self-regulated learning tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi.

  Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan.

  Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting

  

(keeping record and monitoring) , serta mengulang dan mengingat materi

pelajaran (rehearsing and memorizing).

  b.

  Faktor perilaku Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi

  

self-evaluation sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan

  

observation) , penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction).

  Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self-regulated

  

learning . Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi

  terhadap diri (self-evaluation) dan konsekuensi terhadap diri (self- consequences).

  c.

  Faktor lingkungan Faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor personal dan perilaku. Mengacu kepada sikap proaktif siswa untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan pencarian sumber belajar yang relevan. Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Individu yang menerapkan self-regulated learning biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).

4. Karakteristik Siswa yang Menggunakan Strategi Self-Regulated

  Learning

  Beberapa penelitian mengemukakan karakteristik siswa dengan penggunaan strategi self-regulated learning tinggi adalah sebagai berikut (Montalvo, 2004) : a.

  Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu mereka untuk memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi serta menguasai informasi.

  b.

  Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan proses mental untuk mencapai tujuan personal c. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari guru dan teman jika menemui kesulitan.

  d.

  Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas. Sedangkan karakteristik siswa dengan penggunaan strategi self- yang kurang sehingga mereka cenderung memiliki perilaku belajar yang tidak memiliki perencanaan dan tujuan yang jelas.

B. Persepsi Iklim Kelas 1. Persepsi a.

  Pengertian Persepsi Persepsi menurut Irwanto dkk. (1996) adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Pengertian terhadap lingkungan dapat diperoleh melalui interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima.

  Kemudian Chaplin (1999) menambahkan persepsi merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Robbins (1996) menyatakan persepsi merupakan suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera untuk memberi makna kepada lingkungan.

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses memahami ransang seperti objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa yang diperoleh dimana terdapat proses penafsiran untuk memberikan makna.

2. Iklim Kelas a.

  Pengertian Iklim Kelas Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang Khine & Chiew, 2001) menyatakan iklim kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar.

  Bloom (dalam Hadiyanto dan Subiyanto, 2003) kemudian menambahkan bahwa iklim kelas adalah kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi siswa.

  Berdasarkan beberapa pengertian iklim kelas di atas, maka dapat disimpulkan iklim kelas sebagai keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

  b.

  Dimensi Iklim Kelas Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001) mengemukakan tujuh dimensi dalam mengukur iklim kelas, yaitu :

  1) Kekompakan siswa (Student cohesiveness), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan mendukung satu sama lainnya.

  2) Dukungan guru (Teacher support), dimensi ini mengukur sejauh mana guru mau membantu siswa, memperlakukan siswa sebagai teman, percaya kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa.

  3) Keterlibatan dalam pembelajaran (Involvement), dimensi ini mengukur kelas, berpartisipasi di dalam diskusi, mengerjakan tugas tambahan, serta merasa nyaman berada di kelas.

  4) Investigasi (Investigation), dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa melakukan investigasi dan proses mencari tahu

  (inquiry) digunakan dalam mengatasi masalah serta dikembangkan di dalam kegiatan belajar di kelas.

  5) Orientasi tugas (Task orientation), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru serta tetap berfokus kepada tugas.

  6) Kerjasama (Cooperation), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar.

  7) Kesetaraan (Equity), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.

  c.

  Faktor-Faktor Iklim Kelas Freiberg (1999) mengemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi iklim kelas yaitu :

  1) Lingkungan fisik kelas

  Lingkungan fisik kelas yaitu ukuran kelas dan lokasi kelas. Dua aspek dari lingkungan fisik kelas, yaitu aspek material kelas dan ukuran kelas. Aspek material kelas meliputi bentuk dan luas kelas, pewarnaan kelas, dan perlengkapan kelas. Ukuran kelas meliputi jumlah individu

  2) Sistem sosial

  Sistem sosial terdiri dari hubungan dan interaksi antar siswa dan hubungan interaksi antara siswa dan guru. Relasi guru dengan siswa biasanya ditunjukkan melalui perhatian yang diberikan kepada siswa sehingga siswa merasa bahwa gurunya ramah dan bersahabat.

  3) Kerapian lingkungan kelas

  Kerapian lingkungan kelas yaitu susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian yang ada di kelas. Kerapian kelas diperlukan untuk pengelolaan kelas yang baik. 4)

  Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa berupa harapan yang positif, self-efficacy, dan sikap profesional. Dalam proses pembelajaran di kelas, cara guru memandu transaksi pembelajaran bertumpu pada faktor yang memicu tumbuhnya rasa keberhasilan dalam belajar (success experience). Pengalaman keberhasilan yang berulang- ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri (self efficacy).

  d.

  Karakteristik Iklim Kelas yang Positif Menurut Hyman (1980), karakteristik iklim kelas yang positif yaitu adanya interaksi antar siswa yang sangat bermanfaat, tingginya semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas berlangsung dengan baik, dan tingginya dukungan antara guru dan siswa di dalam kelas Selain itu, mereka dengan baik, guru dan siswa saling menghargai satu sama lain, dan adanya kerjasama serta kolaborasi kelompok yang tinggi.

3. Persepsi Iklim Kelas

  Pesepsi menurut Chaplin (1999) adalah upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Sedangkan iklim kelas menurut Rawnsley & Fisher, (1998) merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Persepsi iklim kelas merupakan sebagai upaya pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

C. SMA Negeri 3 Medan 1. Sejarah Sekolah

  Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, SMA Negeri 3 Medan didirikan pada tahun 1954 dan dikepalai oleh Bapak Iskandar Simanjuntak dari tahun 1954 s/d 1957. Pada awal berdirinya, lokasi SMA Negeri 3 Medan berada di Jalan Seram, kemudian pindah ke Simpang Limun tahun 1957 s/d 1961, dikepalai oleh Bapak Ardion Sutan Kaliraja Siregar. Pada tahun 1961, lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Pelajar dan dikepalai oleh Bapak Hadian Abdillah dari tahun 1961 s/d 1963. Kemudian dari tahun 1963 Limun dan dikepalai oleh Bapak Putu Mas. Selanjutnya lokasi SMA Negeri 3 Medan kembali lagi ke Jalan Seram mulai dari tahun 1965 s/d 1976 dan Kepala Sekolahnya berturut-turut dipimpin oleh Bapak Lajim Bangun (1965 s/d 1967), Bapak Drs. Kadar Efendy (1967 s/d 1976), Bapak M. Daim Tanjung (1976-1977), Bapak Abdul Rahim Batubara (1977-1984), Bapak Marolop Siahaan (1984-1985), Bapak Drs. Tasrir Ismail (1985-1987), Bapak Drs. H. M. Syarif (1987-1989), Ibu Hj. Khairiyah (1989-1995), Bapak Ruslan Hasan (1995-1997), Bapak Zamardin Abbas (1997-1998), Bapak Drs.

  Burhanuddin Lubis (1998-2005), Ibu Dra. Hj. Rebekka Girsang (2005-2006), dan Bapak Drs. Sahlan Daulay, M.Pd (2006-Sekarang). Pesatnya pembangunan Kota Medan dan pertimbangan terhadap perkembangan SMA Negeri 3 Medan pada masa yang akan datang, menyebabkan lokasi SMA Negeri 3 Medan yang berada di Jalan Seram dirasakan kurang strategis, sehingga pada tahun 1978 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat. Pada awal pindahnya SMA Negeri 3 Medan di Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat dipimpin oleh Bapak Abdul Rahim Batubara sampai dengan tahun 1984. Sampai saat ini SMA Negeri 3 Medan masih tetap eksis berada di Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).

2. Visi Misi Sekolah

  Memiliki Pengetahuan Yang Luas, Berwawasan Lingkungan, Serta Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Yang Tinggi Dengan Dilandasi Iman dan Taqwa.

  Sedangkan misi SMA Negeri 3 Medan adalah : a. Membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

  Maha Esa, serta berakhlak dan berbudi pekerti luhur, b. Meningkatkan prestasi akademik lulusan secara berkelanjutan, c.

  Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya, d.

  Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, e.

  Mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan, f. Meningkatkan prestasi pada bidang ekstra kurikuler, g.

  Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca siswa, h. Meningkatkan kemampuan ber-bahasa Inggris, i. Meningkatkan wawasan pengetahuan, serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).

3. Kelas Unggulan a.

  Pengertian Kelas Unggulan Pengertian kelas unggulan di Indonesia sesuai yang dikeluarkan oleh

  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1996) adalah penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1996) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi pelajaran tertentu (Depdikbud, 1996).

  Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kelas unggulan merupakan suatu kelas yang didalamnya terdapat sejumlah anak didik yang memiliki prestasi menonjol dibandingkan anak didik lainnya yang kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan.

  b.

  Ciri - Ciri Kelas Unggulan Kelas unggulan yang dikembangkan untuk mewadahi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi ini harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Depdikbud, 1996) :

  1) Masukan atau raw input adalah peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan yang mampu membedakan antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki kebakatan yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan normal.

  Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil psikotes. 2)

  Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta

  3) Lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.

  4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam melaksanakan tugas.

  5) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegagang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi.

  6) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan kelas lain pada umumnya.

  7) Proses belajar mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun masyarakat.

  8) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan peserta didik dan melalui praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari.

4. Dinamika Persepsi Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self-

  Regulated Learning

  Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan terdapat empat belas strategi self-regulated learning. Dikarenakan dalam menjalankan proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan keempat belas strategi tersebut, maka dalam penggunaannya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya juga sama.

  Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Pada faktor lingkungan sendiri, Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi self-regulated learning yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Kemudian Dewantoro (dalam Hadi, 2003) menggolongkan lingkungan belajar menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Menurut Moos (dalam Baek & Choi, 2002), lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat proses belajar-mengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah, termasuk suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi metode belajarnya. Suasana yang dialami siswa dalam kelas tersebut lazim

  Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Persepsi siswa akan iklim kelas merupakan penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap kelas (dalam Nair, 2001). Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek serta kejadian.

  Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas yang positif akan membuat siswa menggunakan cara belajar yang inovatif (Adelman & Taylor, dalam Lee, 2003). Dengan kata lain, persepsi iklim kelas diasumsikan berkorelasi dengan penggunaan strategi self-regulated learning siswa. Self-regulated learning dibutuhkan oleh setiap jenis pendidikan, salah satunya adalah siswa kelas unggulan karena kelas unggulan adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi

  Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu guru di SMA Negeri 3 Medan, siswa-siswi kelas unggulan dipilih berdasarkan penyaringan siswa yang ketat. Proses seleksi dimulai dari penyaringan nilai rapor yang dilanjutkan dengan tes kemampuan akademik dengan memberikan soal-soal mata pelajaran wajib seperti matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. SMA Negeri 3 Medan juga telah memenuhi beberapa ciri-ciri dalam mengembangkan kelas unggulan yang dikemukakan oleh Depdikbud (1996) yaitu memiliki sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis serta guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran dan penguasaan metode mengajar.

  Oleh karena ciri-ciri yang harus dipenuhi dalam mengembangkan kelas unggulan, suasana yang terjadi di dalam kelas menuntut para siswanya untuk menerapkan strategi self-regulated learning yang efektif. Berdasarkan hasil wawancara pada siswa kelas unggulan SMA Negeri 3 Medan didapatkan bahwa saat siswa merasa mendapat dukungan yang besar dari guru dengan mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya melalui soal-soal yang diberikan untuk diselesaikan, mereka akan cenderung meninjau ulang sekolah dan guru memberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi kelas, siswa tersebut berusaha mengatur materi pembelajaran dengan membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba. Strategi lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan saat suasana kelas menuntut mereka untuk mencari tahu dalam kegiatan belajar, maka siswa akan cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya dengan mengecek kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa iklim kelasnya menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut akan melakukan strategi dengan cara mencari bantuan teman.

5. Hipotesa Penelitian

  Bedasarkan uraian teoritis, maka peneliti membuat hipotesa bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self- siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3

  regulated learning Medan.