BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL - Determinan Faktor Risiko Dalam Terjadinya Persalinan Dengan Tindakan Di RSUP.H.Adam Malik Medan Dan RSUD.Dr.Pirngadi Medan Selama Tahun 2012
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan persalinan abnormal maka harus dipahami terlebih dulu proses persalinan normal. Persalinan normal adalah peristiwa adanya kontraksi uterus yang disertai dengan kemajuan proses dilatasi dan
5 pendataran serviks.
Persalinan normal adalah peristiwa lahirnya bayi hidup dan plasenta dari dalam uterus dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa mengunakan alat pertolongan pada usia kehamilan aterm dengan berat badan bayi 2500 gram atau lebih, dengan lama persalinan kurang dari 24 jam yang dibantu dengan kekuatan kontraksi
5 uterus dan tenaga mengejan.
Sedangkan menurut WHO, persalinan normal adalah peralinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ), mempunyai resiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu, dan setelah persalinan ibu dan bayi berada dalam
6 kondisi baik.
Persalinan abnormal ( distosia ) adalah persalinan yang berjalan tidak normal. Seringkali pula disebut sebagai partus lama, partus tak maju , disfungsi persalinan atau
7
disproporsi sepalo pelvik (CPD ) Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas.
Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan
1 dengan evaluasi ukuran kepala janin.
Panggul sempit sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan persalinan macet yang insidensinya adalah 1-3% dari
2,3,4 persalinan.
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala
.5,6
janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os parietalis Pada tahun 2007, angka seksio sesaria adalah 31.8% - angka seksio tertinggi yang pernah dilaporkan di Amerika Serikat. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2003), kira-kira 60% seksio sesaria emergensi di Amerika Serikat
7
dihubungkan dengan distosia . Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr.
Pirngadi Medan meningkat dari 20,4% pada tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun
8,9,10 1998.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. Dengan pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Pelvimetri rontgenologik diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya bagi janin. Menurut English James,dkk CT pelvimetri tingkat radiasinya terhadap janin lebih kurang sepertiga dari tingkat radiasi secara X-ray pelvimetri sehingga lebih aman penggunaannya, namun tetap saja membahayakan janin. Oleh sebab itu tidak dapat dipertanggung jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin pada
5,15 masa kehamilan, kecuali atas indikasi yang kuat. Berdasarkan hasil penelitian oleh Friedman, persalinan dibagi menjadi 3 stadium:
1. Persalinan kala I , berawal sejak adanya kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi servik lengkap. Terbagi menjadi 2 fase : fase laten ( dilatasi sampai dengan 3 – 4 cm ) dan fase aktif ( dilatasi servik 4 cm sampai lengkap ). Fase aktif dibagi lagi menjadi 3 subfase yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal dan fase deselerasi.
2. Persalinan kala II, sejak dilatasi serviks lengkap sampai bayi lahir
3. Persalinan kala III, kala persalinan plasenta
2.2. INDIKASI PERSALINAN DENGAN TINDAKAN AKIBAT DISTOSIA
INDIKASI NULIPARA MULTIPARA
Fase Laten Memanjang > 20 jam > 14 jam Kala II rata-rata 50 menit 20 menit Kala II memanjang tanpa > 2 jam (>3 jam) >1 jam (>2 jam) (dengan) anestesi epidural Protracted dilation <1.2cm / jam <1.5cm/jam> Protracted descent <1> <2> Arrest of dilation* <2> <2> Arrest of descent* <2> <1> Kala II memanjang > 30 menit >30 menit * Kontraksi uterus adekuat = 200 Montevideo Unit per 10 menit selama 2 jam.
- Secara klinis kriteria kontraksi uterus yang adekuat :
1. Fundal dominan
2. Berlangsung 3 – 4 kali dalam waktu 10 menit
3. Masing-masing his berlangsung sekitar 40 detik
4. Terdapat fase relaksasi yang memadai\
5. Intensitas kontraksi normal ( ~ 200 MVU ) Diagnosis persalinan abnormal ditegakkan bila terdapat penyimpangan dari kurva
7
persalinan yang normal. Perlu diingat bahwa :
1. Diagnosis persalinan abnormal yang terjadi pada fase laten sering disebabkan oleh kesalahan dalam menentukan saat inpartu.
2. Dewasa ini terdapat kontroversi mengenai aplikasi kurva persalinan Friedman.
Secara umum, persalinan abnormal adalah merupakan akibat dari beberapa
7,8
faktor berikut :
1. Power ( kontraksi uterus ) ; pada kala I dan II, selain gangguan kontraksi uterus juga dapat disebabkan oleh gangguan kemampuan meneran.
2. Passage ( jalan lahir ) , jalan lahir keras ( tulang panggul ) atau jalan lahir lunak ( organ sekitar jalan lahir )
3. Passanger ( janin ) , besar janin, letak, posisi dan presentasi janin.
2.3. PATOFISIOLOGI
Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat over sedasi atau menegakkan diagnosis inpartu terlampau dini dimana masih belum terdapat dilatasi dan pendataran serviks. Diagnosis adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan pada fase aktif lebih mudah diotegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor 3 P sebagai berikut: Power , komponen power, frekuensi kontraksi uterus mungkin memadai namun intensitas nya tidak memadai. Adanya gangguan hantaran saraf untuk terjadinya kontraksi uterus misalnya adanya jaringan parut pada bekas sectio caesar, miomektomi atau gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan kontraksi uterus berlangsung secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan ini akan menyebabkan kelainan kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga keadaan ini seringkali disebut sebagai
distosia fungsionalis. , Passage ( atau kapasitas panggul ) , kelainan pada kapasitas
panggul (kelainan bentuk, luas pelvik ) dapat menyebabkan persalinan abnormal. Baik janin maupun kapasitas panggul dapat menyebabkan persalinan abnormal akibat adanya obstruksi mekanis sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis. Harus pula diingat bahwa selain tulang panggul , organ sekitar jalan lahir dapat pula menyebabkan hambatan persalinan ( soft tissue dystocia akibat vesica urinaria atau rektum yang penuh). Passanger (janin) , kelainan besar dan bentuk janin serta kelainan letak, presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan hambatan kemajuan persalinan.
10
2.4. ANGKA KEJADIAN
Dari semua persalinan presentasi kepala, 8 – 11% akan mengalami gangguan pada persalinan kala I. Persalinan seksio sesarea atas indikasi distosia adalah sekitar
7,8,9 60%.
Morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada kasus persalinan abnormal. Hal ini lebih merupakan akibat dari hubungan akibat-akibat dibandingkan hubungan sebab-akibat. Meskipun demikian, identifikasi persalinan abnormal dan
9 pengambilan keputusan yang cepat dan tepat akan menurunkan resiko tersebut.
2.6. ABNORMALITAS PERSALINAN KALA I FASE LATEN
Pemanjangan persalinan fase laten jarang sekali terjadi dan umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam menegakkan diagnosis inpartu.Diagnosis pemanjangan fase laten ditegakkan bila pada nulipara batas 20 jam atau pada multipara batas 14 jam dilampaui.
Etiologi :
1. Kontraksi uterus hipertonik
2. Pemberian sedatif yang terlampau dini dan berlebihan
3. Kontraksi uterus hipotonik Identifikasi keadaan etiologi pemanjangan fase laten umumnya tidak sulit dan dapat dilakukan dengan melakukan palpasi untuk menentukan kualitas kontraksi uterus.
Luaran persalinan untuk ibu dan anak umumnya baik. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan sebagai berikut:
- Tergantung pada etiologi
- Pemanjangan fase laten akibat pemberian sedasi atau analgesik yang berlebihan dan terlampau dini akan berakhir setelah efek obat mereda
- Kontraksi uterus hipertonik diatasi dengan istirahat dan diberikan terapi sedatif dan analgetik
- Kontraksi uterus hipotonik diatasi dengan akselerasi persalinan dengan infus oksitosin.
2.7. JENIS-JENIS PERSALINAN
- Persalinan Normal Persalinan spontan : Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir (pervaginam).
- Persalinan Abnormal Persalinan buatan : Persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar
(misalnya ekstraksi vakum dan ekstraksi forsep )
8,9,10 Persalinan per-abdominal dengan seksio sesarea .
2.8. PERSALINAN DENGAN TINDAKAN
Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya penyulit. Sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak daripada tindakannya.
Persalinan tindakan terdiri dari :
1.Persalinan tindakan pervaginam
Apabila persyaratan pervaginam tidak termenuhi. Persalinan tindakan pervaginam meliputi : ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.
2.Persalinan tindakan perabdominam
Apabila persyaratan persalinan pervaginam tidak memenuhi. Persalinan tindakan ini berupa seksio sesaria.
PERSALINAN DENGAN EKSTRAKSI VAKUM.
Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang dibuat dari baja atau sebuah plastik yang fleksibel lentur.
Persalinan vaginal operatif mengacu pada penerapan baik forceps atau alat vakum untuk membantu ibu dalam mempengaruhi persalinan pervaginam janin. Insiden persalinan pervaginam operatif di Amerika Serikat saat ini diperkirakan sekitar 5%, atau sekitar 1 dari 20 kelahiran,meskipun ada perbedaan geografis yang luas di tingkat persalinan pervaginam operatif di country. Tingkat terendah dari persalinan pervaginam instrumental (? 5%) adalah
15 terlihat di timur laut dan tingkat tertinggi (20% -25%) berada di South.
SEJARAH EKSTRAKSI VAKUM
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum,mula- mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetri di negara – Negara Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum yang bermacam-macam ini ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1956 Tage Malmstrom dari Gothenburg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang setelah mengalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak
16 BENTUK DAN BAGIAN-BAGIAN EKSTRAKTOR VAKUM
1.Mangkuk(cup) Bagian yang dipakai untuk membuat kaput subsedeneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk: 3,4,5,6 cm. Pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator/
2.Botol Tempat membuat tenaga negative(vakum). Pada tutup botol terdapat manometer, saluran menuju kepompa penghisap, dan saluran menuju ke mangkok yang dilengkapi dengan pentil.
3.Karet penghubung
4.Rantai penghubung antara mangkok dan pemegang
5.Pemegang
16 6.Pompa penghisap.
INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM Ibu
1.Untuk memperpendek kala II :
a. Penyakit jantung kompensata
c. Hipertensi
2.Waktu Kala II memanjang
Janin
Gawat janin
KONTRA INDIKASI Ibu
1.Ruptura uteri membakat
2.Pada penyaki-penyaki di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan misalnya penyakit payah jantung, Pre eklampsia berat.
Janin
1.Letak muka
2.After coming head
16
3.Janin preterm
SYARAT EKSTRAKSI VAKUM
1.Syarat-syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstraksi cunam, hanya disini syarat lebih luas, yaitu :
- Pembukaan lengkap
- Penurunan kepala janin di hodge III +
16 PERSALINAN PRE ABDOMINAL ATAU SEKSIO SESARIA
Seksio sesaria merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus. Risiko penyerta prosedur bedah harus dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif antara 15 dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996 (Doh 1998).
Embolisme paru, perdarahan, sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas yang menonjol. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak adekuat dan komunikasi yang buruk menjadi penyebab perawatan dibawah standard dan
16 memerlukan perbaikan.
INDIKASI SEKSIO SESARIA
Seksio sesaria dapat dibagi ke dalam kategori elektif, darurat terencana, darurat yang tidak terencana dan kategori peri mortem serta post mortem untuk memudahkan audit. Komplikasi dan mortalitas yang jelas prosedur bedah harus
16 Seksio sesaria dilakukan untuk;
1. Mengatasi disproporsi sefalo pelvic dan aktifitas uterud yang abnormal
2. Mempercepat pelahiran untuk keselamatan ibu dan janin
3. Mengurangi trauma janin pada ibu ( misalnya presentasi bokong premature kecil ) dan infeksi janin ( misalnya risiko tertular infeksi herpetic atau HIV )
4. Mengurangi risiko pada ibu ( misalnya gangguan jantung tertentu , lesi intracranial atau keganasan pada serviks ) Memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan.
16 Determinan Hasil
Determinanhasil merupakan determinan dekat yang merupakan proses yang paling dekat dengan kejadian kematian itu sendiri, yaitu kehamilan dan komplikasi dari kehamilan itu sendiri, persalinan dan masa nifas. Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, baik komplikasi kehamilan maupun komplikasi persalinan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut.
19
Determinan Antara Status kesehatan ibu
Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian ibu meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi
30 pada kehamilan dan persalinan sebelumnya.
lenganatas (LILA).Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi apakah ibu hamiltermasuk kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak.Ibu dengan status giziburuk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi pada masa nifas.Keadaan kurang gizisebelumdanselama kehamilan memberikan kontribusi terhadaprendahnya kesehatan maternal,masalah dalam persalinan dan masalah pada bayi yangdilahirkan.Berdasarkandata Susenas tahun 2000 dan sensus penduduk tahun 2000,prevalensi ibu yangmenderita KEK (LILA ibu < 23,5 cm) adalah 25%. Risiko KEK pada ibuhamil lebihbanyak ditemukan di pedesaan (40%) daripada di perkotaan (26%) dan lebih banyakdijumpai pada kelompok usia ibu di bawah 20 tahun (68%).
Anemia merupakan masalah penting yang harus diperhatikan selama kehamilan.Menurut WHO, seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia jika kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 11g/dl.Anemia dapat disebabkan oleh berbagai sebab,yang dapat saling berkaitan, yaitu intake yang kurang adekuat, investasi parasit,malaria, defisiensi zat besi, asam folat dan vitamin A.Menurut WHO, 40%kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.Anemia defisiensi besi merupakan 95% penyebab anemia selama
,27,21,30 kehamilan.
Kurang lebih 50% dari seluruh ibu hamil di seluruh dunia menderita anemia.Wanitayang menderita anemia berat akan lebih rentan terhadap infeksi selama kehamilandan persalinan, akan meningkatkan risiko kematian akibat
27
persalinan denganseksio sesaria. Anemia ibu hamil di Indonesia masih merupakan masalah nasionalkarena anemia mencerminkannilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat danpengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.Dari Studi FollowUp Ibu Hamil, SKRT 2001 ditemukan prevalensi ibu hamil dengan kadar Hb rendah(< 11,0 gram/ dl, WHO 2000) sebesar 40,1% dan diantaranya 0,3% memiliki kadarHb < 7,0 gram/ dl. Anemia lebih banyak ditemukan pada ibu hamil di pedesaan(42%) daripada di perkotaan . (38%) Menurut Soejoenoes, anemia memberikan risiko relatif 15,3 kali untuk terjadinya kematian maternal bila dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak menderita anemia. Pola penyakit yang mengakibatkan kematian secara umum di Indonesia telah mengalami perubahan, akibat adanya transisi epidemiologi.
Riwayat obstetri yang buruk seperti persalinan dengan tindakan, perdarahan, partus lama, bekas seksio sesaria akan mempengaruhi kematian maternal. 15% persalinan yang terjadi di Negara berkembang merupakan persalinan dengan tindakan,dalam hal ini seksio sesaria paling sering dilakukan.Semua persalinan
22,29,21 dengan tindakan memiliki resiko,baik terhadap ibu maupun bayinya. Penyakit jantung merupakan penyebab non obstetrik penting yang menyebabkan kematian maternal, dan terjadi pada 0,4 – 4% kehamilan. Angka kematian maternal bervariasi dari 0,4% pada pasien – pasien dengan klasifikasi
New York HeartAssociation (NYHA) I dan II dan 6,8% atau lebih pada pasien
dengan NYHA III danIV. Keadaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan gejala dan mempercepat terjadinya komplikasi pada wanita yang sebelumnya
26
telah menderita penyakit jantung. Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit jantung tergantung dariberatnya penyakit, usia penderita dan penyulit – penyulit
31 lain yang tidak berasal dari jantung.
Status reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status
20 perkawinan ibu.
a. Terlalu Tua Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada komplikasi medik dan obstetrik. Kejadian perdarahan pada usia kehamilan lanjut meningkat pada wanita yang hamil di usia > 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan plasenta previa.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35–39 tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20–24 tahun.Usia kehamilan
20,23,26 yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun.
b. Terlalu Muda Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko pada usia 14 tahun mengalami resiko kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan pada usia antara 15 sampai 19 tahunmengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi, perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria (Nour,2009).
Kekurangan akses ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan kehamilan dan persalinan merupakan penyebab yang penting bagi terjadinya kematian maternal di usia muda.Keadaan ini diperburuk oleh kemiskinan dan buta huruf, ketidaksetaraan kedudukan antara pria dan wanita, pernikahan usia
20,23,26 muda dan kehamilan yang tidak diinginkan.
c. Terlalu Sering Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematianmaternal. Paritas ≤1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi (Saifudin,1994). Paritas
≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua,
24,20,21 secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan .
d. Terlalu Dekat Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian maternal (Kemenkes RI, 2004).Persalinan dengan perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004). Penelitian yang dilakukandi tiga rumah sakit di Bangkok memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki resikodua setengah kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang
24,20,21
memiliki jarak kehamilan lebih lama
Akses terhadap pelayanan kesehatan
Hal ini meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan kesehatan, tempat pelayanan yang lokasinya sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi.
Akses terhadap tempat pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti lokasi dimana ibu dapat memperoleh pelayanan kontrasepsi, pemeriksaan antenatal, pelayanan kesehatan primer atau pelayanan
24,23 kesehatan rujukan yang tersedia di masyarakat .
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi perilaku penggunaan alat kontrasepsi. Ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengikuti program Keluarga Berencana. Demikian juga perilaku
24 teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya.
Termasuk juga dalam hal ini adalah penolong persalinan, ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dan kesakitan dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan, persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat
25,28 apabila sewaktu-waktu dibutuhkan .
Determinan jauh
Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, keagamaan dan faktor– faktor lain juga perlu dipertimbangkan dan di satukan dalam pelaksanaan
19.21 intervensi penanganan kematian ibu.
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga dan masyarakat,yang meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan ibu dan kemiskinan.
Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawat-daruratan kehamilan dan persalinan. Ibu–ibu terutama di daerah pedesaan dengan pendidikan rendah, tingkat independensinya untuk mengambil keputusanpun rendah dan berdasarkan pada budaya ‘berunding’ yang berakibat pada keterlambatan pada upaya kesehatan.Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri (Kemenkes RI,2004).
20.21 KOMPLIKASI KEHAMILAN
PRE-EKLAMPSIA / EKLAMPSIA Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, yang juga dapat disertai koma. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6- 8% wanita hamil di Indonesia.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre- eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Berikut
32 PERDARAHAN
Sebab–sebab perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda / trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnyaadalah abortus provokatus karena kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan karena kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat perdarahan antepartum.Penyebab perdarahan antepartum pada umumnya adalah plasenta
33 previa dan solusio plasenta.
ANEMIA DALAM KEHAMILAN Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl pada wanita tak hamil dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Penurunan ringan kadar hemoglobin selama kehamilan di sebabkan oleh ekspansi volume plasma yang relatif lebih dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah merah. Disproporsi antara kecepatan penambahan plasma dan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu paling besar selama trimester kedua. Menjelang akhir kehamilan, ekspansi plasma pada hakikatnya berhenti, sementara masa hemoglobin semakin bertambah.
Setelah kelahiran, kadar hemoglobin berfluktuasi dan kemudian meningkat serta biasanya melebihi kadar ibu tak hamil. Kecepatan dan besar ditambahkan selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang sewaktu proses
33 kelahiran yang dimodifikasi oleh penurunan normal volume plasma postpartum.
2.8.Kerangka Teori Determinan jauh Determinan antara Determinan Hasil StatusKesehatan Status wanita Ibu dalam keluarga
Kehamilan 1.status gizi dan masyarakat
2. penyakit ibu 1. pendidikan 3. riwayat 2. pekerjaan komplikasi
Komplikasi Status Reproduksi
1. Kompl. kehamilan 1. usia
2. Kompl. persalinan 2. paritas Status keluarga dalam Akses ke pelayanan masyarakat kesehatan 1. pendidikan 1. lokasi pelayanan 2. pekerjaan kesehatan
2. jangkauan yankes 3. kualitas yankes Jenis Persalinan : - Persalinan normal Perilaku kesehatan - Persalinan dengan
1. penggunaan KB tindakan
2. pemeriksaan antenatal 3. penolong persalinan
Status masyarakat 4. tempat persalinan 1. kesejahteraan 5. pelaksanaan aborsi 2. sumber daya masyarakat yang tidak
Faktor lain yang tidak diketahui
2.9. Kerangka Konsep Faktor Risiko Ibu Hamil:
(1) Determinan Jauh yang meliputi: pendidikan ibu dan
V V pekerjaan suami
A A
(2) Determinan Antara Persalinan normal yang meliputi: usia ibu, paritas, tempat tinggal,
I I status rujukan, jumlah
A A kunjungan antenatal
B Persalinan dengan B care (ANC), jarak
E E kehamilan dan riwayat tindakan L
L penyakit ibu
I D N E D
P E E
(3) Determinan Hasil yang meliputi: jenis persalinan, komplikasi dalam kehamilan dan komplikasi persalinan.