BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KANKER PARU - Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KANKER PARU

  Tumor adalah hasil perkembangbiakan suatu sel tubuh yang tidak terkontrol, yang mana dalam keadaan normal perkembangbiakan sel hanya akan terjadi apabila dibutuhkan tubuh. Ada dua macam tumor yakni jinak dan ganas. Tumor ganas atau disebut juga kanker adalah sel tumor yang berkembangbiak secara tidak terkontrol dan

  21,22,23

  menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus

  24 (bronchogenic carcinoma).

  Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat.

  Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan

  25 linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus.

  Penyebab kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik (asbestosis, radiasi ion uranium, radon, arsen, kromium, nikel, vinil klorida, polisiklik hidrokarbon) merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti merokok, genetik, kekebalan

  25 tubuh, polusi udara, diet, dan lain-lain. Kanker paru pada umumnya ditemui pada penderita yang berumur 55-60 tahun. Hanya sekitar 1% penderita di bawah 40 tahun. Di negara industri, usia terkena kanker paru lebih dari 40 tahun, terbanyak rentang usia 55-75 tahun dengan rata-rata usia 65 tahun. Pada 1 April-31 Juli 2002 di RSUP H Adam Malik Medan ditemukan semua kanker paru berusia lebih dari 40 tahun dan yang terbanyak dalam rentang usia 60-69

  5 tahun dengan proporsi sebesar 44.7%.

  Pada stadium dini, kanker paru umumnya tidak menimbulkan keluhan. Ia baru memberikan keluhan apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada struktur sekitarnya (bronkus). Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru pada stadium dini sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Penderita datang ke dokter apabila sudah ada gejala, ini berarti penyakitnya sudah dalam stadium lanjut sehingga kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi pembedahan.

  Merokok adalah penyebab nomor satu kanker paru. Hubungan antara kanker paru dan merokok telah banyak dilaporkan sebelumnya oleh para ilmuwan sejak 1960- an. Hampir 90 persen orang dengan kanker paru berkembang karena merokok. Jika seseorang merokok maka ia akan beresiko lebih tinggi untuk terjadinya kanker paru dibandingkan orang yang tidak merokok. Resiko kematian akibat kanker paru 23 kali lebih tinggi untuk pria yang merokok dan 13 kali lebih tinggi bagi perempuan yang

  26,27 merokok daripada orang yang tidak pernah merokok.

  Sebagian besar penelitian epidemiologi menyatakan bahwa merokok adalah penyebab utama kanker paru. Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok

  26

  namun hanya sekitar 20% dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru. Asap rokok yang dihirup secara langsung maupun tidak langsung (perokok pasif) mengandung sekitar 4000 zat kimia dan lebih dari 60 zat karsinogen, yang dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis alveolar normal dan sel-sel bronkial.

27 Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan

  Indeks Brinkman (IB) yaitu perkiraan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun.

  26,27

  Ringan antara 0-200, sedang 200-600 dan berat lebih dari 600. Terdapat literatur yang menyatakan bahwa indeks brinkmann lebih besar dari 400 merupakan kelompok resiko tinggi menderita kanker paru.

  27,28

2.1.1. KLASIFIKASI KANKER PARU

  Klasifikasi kanker paru berdasarkan tujuan pengobatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu.

  22-25 1.

  Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) atau Small Cell Lung Cancer (SCLC) Kanker paru karsinoma sel kecil merupakan kanker paru yang cepat berkembang. Secara klinis, dibagi dalam dua stadium. Limited stage yang mana tumor hanya terdapat pada satu paru saja dan extensive stage dengan metastasis pada paru kontralateral atau metastasis ke organ lain. Hampir 20 sampai 25% pasien termasuk pada limited disease dan diberikan terapi kuratif. Namun angka tahan hidup 5 tahun masih sangat rendah (sekitar 15-25% dan < 5% pada extensive

  

disease ) pada pasien ini, multimodal terapi yang direkomendasikan adalah kemo

  dan radioterapi yang diikuti dengan irradiasi prfilaksis dari kranial untuk mencegah metastasis ke otak. Waktu yang optima, dosis dan fraksi dari pengobatan radioterapi belum dapat dijelaskan. Untuk kanker paru karsinoma sel kecil stadium extensive, pengobatan yang dipilih adalah kemoterapi, biasanya digunakan sisplatin atau karboplatin dan etoposide.

  Merupakan tumor paru yang paling ganas di antara semua jenis kanker paru. la juga disebut Oat cell carcinoma. Jenis tumor ini memberikan gejala-gejala klinik yang hampir sama dengan jenis tumor lainnya. Tumor ini mempunyai hubungan erat dengan intensitas beratnya seorang perokok, cepat bermetastasis jauh, dan biasanya terdapat di sentral. Hanya kira-kira 29% terdapat di perifer. Setelah diagnosis ditegakkan, biasanya penderita hidup paling lama 7 minggu. Jenis tumor ini lebih sensitif terhadap kemoterapi.

  Kanker paru karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama bronkus. Kanker paru karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif (metastatis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.

  Gambaran histologis kanker paru karsinoma sel kecil yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel bervariasi ada fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit.

2. Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Non Small Cell Lung

  Cancer (NSCLC) a.

  Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel skuamos Merupakan jenis tumor paru primer yang paling sering frekuensinya, yaitu antara 30 - 60% dari seluruh tumor paru. Tumor ,ini berasal dari epitel bronkus. Janis tumor ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan merokok.

  Frekuensi pada laki-laki lebih sering daripada wanita. Pada tahun-tahun terakhir ini di mana makin banyak wanita perokok berat, frekuensi squamous cell

  

carsinoma pada wanita makin meningkat. Lokasi biasanya di sentral dekat hilus.

  Oleh karena itu, squamous cell carsinoma cepat menimbulkan gejala-gejala akibat penekanan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan, dan gejala- gejala yang timbul biasanya batukbatuk, batuk darah, sesak nafas, atelektasis. Kira-kira 13% dari squamous cell carsinoma pada foto toraks menunjukkan adanya kavitas. Walaupun squamous cell carsinoma pada umumnya terdapat di sentral, kadang-kadang juga terdapat di perifer (kirakira 24%). Apabila lokasinya di apeks disebut Pancoast tumor. Biasanya jenis tumor ini lambat bermetastasis. Pasien yang masih mungkin dioperasi kuratif mempunyai five

  

years survival rate 50%. Akan tetapi apabila sudah in operable, five years

survival rate turun menjadi 0,5%. Jenis tumor ini lebih resisten terhadap radio

  terapi dan kemoterapi.

  Perubahan karsinoma sel skuamos biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstuksi dan infeksi sekunder.

  b.

  Adenokarsinoma Adenokarsinoma 90% terdapat pada umur antara 40 — 69 tahun. Lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada wanita. 50% dari wanita yang menderita kanker paru jenis selnya adalah adenokarsinoma. Squamous cell

  

carsinoma dan oat cell carsinoma relatif jarang terdapat pada wanita. 75% dari

  adenokarsinoma lokasinya di perifer pada parenkim paru. Oleh karena itu, gejala-gejala obstruksi saluran nafas jarang ditemukan. Tumor ini berkembang secara diam-diam tanpa menimbulkan keluhan. Biasanya tumor ditemukan secara kebetulan waktu diadakan check up. Bila tumor sudah cukup besar barulah memberi gejala-gejala batuk, batuk darah, sesak napas, dada sakit dan berat badan berkurang. Secara radiologik, biasanya nampak nodul yang soliter dan terletak di perifer dekat pleura. Sebagian dari adenokarsinoma kadang- kadang terdapat di daerah sentral dan akan memberi gejala-gejala seperti kanker paru lainnya. Adenokarsinoma mempunyai hubungan dengan jaringan sikatriks pada paru. Oleh karena itu, apabila ada, jaringan sikatriks pada paru yang tenang tapi tiba-tiba membesar, kita harus waspada kemungkinan adanya adenokarsinoma. Terapi pembedahan pada adenokarsinoma biasanya berhasil dengan baik, oleh karena bentuk soliter dan letaknya di perifer. Tetapi walaupun demikian, five years survival rate tetap rendah (sekitar10%). Adenokarsinoma termasuk jenis tumor yang cepat bermetastasis, walaupun tidak secepat oat cell

  carsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi tak dapat menaikkan persentase five years survival rate.

  Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan dari jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer.

  Bronchoalveolar carcinoma merupakan subtipe dari adeno-karsinoma,

  mengikuti/meliputi permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru. Karsinoma sel alveolar berasal dari alveoli di dalam paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.

  c.

  Karsinoma Sel Besar Seperti namanya, jenis tumor ini didiagnosis apabila tanda-tanda dari jenis squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma tidak ditemukan, dan apabila selnya lebih besar dai lekosit. Maka disebut large cell anaplastic

  

carsinoma. Banyak penulis melaporkan jenis tumor ini mempunyai frekuensi

  sampai 4% dari seluruh tumor paru primer. Kira-kira 40% dari jenis tumor ini terdapat di sentral. Kalau terdapat di perifer, biasanya lesi yang nampak lebih besar dari lesi yang ditimbulkan oleh adenokarsinoma. Biasanya tumor yang lokalisasinya di perifer lebih lambat memberi gejala-gejala kiinis bila dibandingkan dengan tumor yang letaknya di sentral. Tumor ini termasuk tumor yang sangat ganas, cepat mengadakan invasi ke pembuluh-pembuluh darah dan limfe, dan sebagai akibatnya cepat bermetastasis jauh. Terapi pembedahan dengan reseksi hasilnya lebih jelek bila dibandingkan dengan squamous cell

  

carsinoma, tetapi lebih baik bila dibandingkan dengan small cell carsinoma, dan

  kirakira sama dengan adenokarsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi terhadap jenis tumor ini tidak begitu menggembirakan.

  Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.

  Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

2.1.2. GEJALA KLINIS KANKER PARU Beberapa gejala klinik ada hubungannya dengan jenis histologi kanker paru.

  Karsinoma epidermoid sering tumbuh sentral, memberikan gejala klinik yang sesuai dengan pertumbuhan endobronkial. Meliputi batuk, sesak napas akibat obstruksi, atelektasis, wheezing atau post obstuktif pneumonia. Berbeda dengan adenokarsinoma dan large cell carcinoma, yang sering terletak pada bagian perifer memberikan gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor di perifer seperti nyeri pleuritis, effuse

  23-25 pleura, atau nyeri dari dinding dada.

  Gejala klinik kanker paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi

  23,24 atas.

  1. Gejala Intrapulmonal Gejala intrapulmonal disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang, disamping dapat mengakibatkan obstuksi saluran napas atau atelektasis.

  Gejala dapat berupa batuk lama atau berulang lebih dari 2 minggu yang terjadi pada 70-90% kasus. Batuk darah yang terjadi sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Nyeri dada terjadi pada 42-67% kasus, sesak nafas yang disebabkan oleh tumor atau obstruksi yang ditimbulkan tumor ataupun karena atelektasis. Keluhan sesak napas terdapat pada 58% kasus.

  2. Gejala Intratorakal Ekstrapulmonal Gejala intratorakal ekstrapulmonal terjadi akibat penyebaran kanker paru melalui kelenjar limfe, atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastnum.

  Gejalanya berupa sindroma horner, paralisa diafragma, sesak napas, atelektasis, disfagia, sindrom vena kava superior, effusi pleura dan lain-lain.

  3. Gejala Estratorakal Non Metastatik Gejala estratorakal non metastatik terbagi atas manifestasi neuromuskuler ditemukan pada 4-15% kasus, manifestasi endokrin metabolik terjadi pada 5-12.1% kasus, manifestasi jaringan ikat dan tulang sering terdapat pada jenis karsinoma epidermoid, manifestasi vaskuler dan hematologik jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya berupa migratory thrombophlebitis, purpura dan anemia.

  4. Gejala Ektratorakal Metastatik Penyebaran kanker paru ekstratorakal dapat terjadi pada beberapa tempat baik secara hematogen maupun limfogen. Lebih dari 50% penderita kanker paru mengalami metastasis ekstra torakal, sering pada tempat yang berbeda dan sering ditemui kelainan neurologis fokal, nyeri tulang dan nyeri perut akibat metastasis pada hati atau metastasis pada kelenjar adrenal.

2.1.3. PEMERIKSAAN KANKER PARU

  24 Pemeriksaan kanker paru termasuk antara lain : A.

  Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bukan saja menentukan lokasi tumor, tetapi juga menentukan kelainan lainnya pada tubuh penderita, misal tumor di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara dan dinding dada, intrabdominal atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan teliti dapat memprediksi kegawatan. Tanda-tanda vital lainnya adalah edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada.

  B.

  Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dapat menjadi indikasi yang bermanfaat dalam menilai kemungkinan telah terjadi metastasis (misalnya fungsi hati meningkat, kemungkinan telah terjadi metastasis ke hati, peningkatan alkalin fosfatase kemungkinan menunjukkan telah terjadi metastasis ke tulang). Pemeriksaan laboratorium juga dapat menilai kelainan metabolik dan paraneoplastik. Penurunan laktat dehidrogenase dan albumin merupakan pertanda prognosa yang jelek pada kanker paru.

  C.

  Pemeriksaan Radiologi Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

2.1.4. STADIUM KANKER PARU

  Pasien dengan kanker paru lebih sering tidak memiliki simptom yang spesifik, terutama pada pasien-pasien kanker paru stadium awal. Sesak napas, batuk dan nyeri dada merupakan gejala awal, batuk darah sering mengindikasikan penyakit yang sudah lanjut. Pasien dengan infeksi berulang pada sistem pernapasannya dan memiliki riwayat merokok dapat dicurigai sebagai pasien kanker paru, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lebih jauh untuk menegakkan diagnosis. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisk, tes laboratorium, foto toraks, CT Toraks atau MRI (Magnetic Resonance Imaging), bronkoskopi dan biopsi merupakan pemeriksaan dalam menegakkan diagnosis kanker paru. Untuk melakukan staging kanker paru, pemeriksaan tambahan seperti CT ataupun MRI dari abdomen dan kepala, bone scan dan PET (Positron emission tomography) diperlukan. Pemeriksaan penanda tumor juga mempunyai peran penting pada diagnosis dan staging dari kanker paru.

  23,25

  Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan system TNM menurut

  

International Union Againts Cancer (IUAC) The American Joint on Cancer Comitee

  (AJCC) adalah sebagai berikut : Tabel 1. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan KPKBSK.

  29,30

  Versi 6 Versi 7 TX Tumor primer sulit dinilai, atau terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik

  Tx Tumor primer sulit dinilai, terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tapi tidak tampak secara radiologis dan bronkoskopik

  T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer

  Tis Karsinoma in situ Tis Karsinoma in situ T1 Diameter tumor ukurannya

  ≤3cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopik infiltrasi proximal ke bronkus

  T1 Diameter tumor ukurannya ≤3cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopi infiltrasi proximal ke bronkus lobaris lobaris (belum sampai ke (belum sampai ke bronkus utama). bronkus utama)

  T1a Diameter tumor ≤ 2 cm

  T1b Diameter tumor > 2cm tapi ≤ 3 cm

  T2 Tumor > 3cm diikuti oleh satu T2 Tumor > 3cm tetapi ≤7cm diikuti dari gambaran berikut ini : oleh satu dari gambaran berikut ini :

  • tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih - tumor primer mengenai bronku distal dari karina utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina
  • invasi tumor ke pleura vis
  • invasi tumor ke pleura viseral
  • berhubungan dengan atelektasis atau - berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas kedaerah hilus, tetapi pneumonitis obstruktif yang belum mengenai seluruh paru. meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

  T2a Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm

  T2b Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm

  T3 Tumor dengan berbagai ukuran T3 Diameter tumor > 7cm atau tumor dengan invasi secara langsung berbagai ukuran dengan invasi pada salah satu struktur berikut secara langsung pada salah satu ini: struktur berikut ini:

  • dinding dada (termasuk dinding dada ( termasuk tumor
  • diafragma

  tumor sulkus superior)

  sulkus superior)

  • diafragma
  • nervus frenikus
  • nervus frenikus
  • pleura mediastinum
  • pleura mediastinum
  • perikardium parietal atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai karina; atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
  • perikardium parietal atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai karina; atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru, atau nodul tumor satelit pada lobus yang sama.

  T4 Tumor berbagai ukuran yang menginvasi salah satu struktur berikut:

  • mediastinum
  • mediastinum
  • jantung
  • jantung
  • pembuluh darah besar
  • pembuluh darah besar
  • trakea
  • trakea
  • nervus laryngeal
  • nervus laryngeal reccurent
  • esofagus
  • esofagus
  • vertebra
  • vertebra
  • karina atau penyebaran tumor nodul satelit pada lobus berbeda ipsilateral.
  • karina atau penyebaran nodul tumor pada lobus yang sama atau tumor dengan efusi pleura ganas atau efusi perikardial
N Kelenjar getah bening regional NX Kelenjar getah bening regional X belum dapat di evaluasi belum dapat di evaluasi N0 Tidak ada metastasis kelenjar N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional getah bening regional N1 Metastasis pada kelenjar getah N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau bening peribronkial dan/atau hilus hilus ipsilateral, termasuk ipsilateral, termasuk perluasan perluasan tumor secara langsung. tumor secara langsung.

  reccurent

  T4 Tumor berbagai ukuran yang menginvasi salah satu struktur berikut ini:

  N2 Metastasis pada kelenjar getah N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral bening mediastinum ipsilateral dengan atau tanpa metastasis dangan atau tanpa metastasis pada pada kelenjar getah bening kelenjar getah bening subkarina. subkarina. N3 Metastasis pada kelenjar getah N3 Metastasis pada kelenjar getah bening hilus dan mediastinum bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB kontralateral, atau KGB skalenus / skalenus / supraklavikula supraklavikula ipsilateral atau ipsilateral atau kontralateral. kontralateral. MX Metastasis tidak dapat dinilai MX Metastasis tidak dapat dinilai M0 Tidak ditemukan metastase jauh M0 Tidak ditemukan metastase jauh M1 Metastase jauh temasuk, M1 Metastasis jauh penyebaran nodul tumor ke lobus

  M1a Penyebaran nodul tumor ke dalam paru yang lain lubus kontralateral, nodul pada pleura, efusi pleura ganas atau efusi perikardial

  M1b Metastasis jauh

  22 Tabel 2. Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil.

  Versi 6 Versi 7 T N M T N M

  Occult

  X Carcinoma Is Is

  I IA

  1 IA 1a,b

  IB

  2 IB 2a

  II IIA

  1

  1 IIA 1a,b

  1 2a

  1 2b

  IIB

  2

  1 IIB 2b

  1

  3

  3 III

  IIIA 1-3

  2 IIIA 1,2

  2

  3

  1 3 1,2 4 1,0

  IIIB 4 0-2

  IIIB

  4

  2

  3

  3 Any Any

  IV Any Any

  1 IV Any Any 1a,b Menurut konsep masa kini, kanker adalah penyakit gen. Sebuah gen normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor supressor dalam tubuh dan berkembangnya sebuah sel. Pertumbuhan sel secara tidak terkendali disertai diffrensiasi sel abnormal menghasilkan populasi sel dengan sifat-sifat baru. Sifat-sifat baru populasi sel yang mengalami transformasi itu diantaranya adalah kemampuan berproliferasi tanpa memerlukan rangsangan faktor pertumbuhan dari luar sel dan sifat-sifat lain.

  Sifat-sifat baru tersebut diantaranya adalah sel dapat mengekspresikan antigen dengan densitas berlebihan, mengekspresikan antigen baru (neoantigen) atau fenotip yang tidak lazim untuk jenis dan stadium diffrensiasi sel bersangkutan. Mungkin pula sel-sel tersebut kehilangan molekul-molekul fungsional tertentu, menunjukkan perubahan struktur kromosom dan kandungan DNA abnormal (aneuploidi). Sel-sel memiliki kemampuan proliferasi meningkat, menjadi lebih invasif ke dalam jaringan sekitarnya bahkan mampu bermetastasis jauh, kehilangan kemampuan untuk apoptosis

  29 dan lain-lain.

  Sifat-sifat abnormal tersebut yang kemudian dicoba diidentifikasi dan digunakan sebagai petanda tumor atau petanda ganas untuk menunjang diagnosis atau konfirmasi adanya keganasan, menentukan prognosis dan memantau perjalanan penyakit. Sebagian perubahan dapat diidentifikasi di luar sel, misalnya bagi substansi-substansi yang disekresikan ke dalam cairan tubuh sehingga kadarnya dapat diukur. Pada umumnya kadar substansi itu sesuai dengan progresifitas tumor. Sebagian lagi dapat dideteksi di dalam sel atau permukaan sel dan dapat diidentifikasi baik kualitatif maupun kuantitatif dengan berbagai cara. Sebagian dari perubahan gen dapat diidentifikasi baik struktur maupun sifatnya sehingga adanya perubahan gen ini dapat digunakan sebagai petanda ganas molekuler, untuk deteksi dini, menentukan sisa sel kanker atau sebagai faktor prediksi terjadinya kanker. Pada umumnya petanda molekuler atau petanda genetik ini lebih mampu menggambarkan sifat biologis tumor, sehingga dapat digunakan untuk

  25,30 menentukan prognosis secara lebih tepat.

2.1.5. PENATALAKSANAAN KANKER PARU

  Penatalaksanaan kanker paru, berdasarkan jenis histologis kanker paru, stadium penyakit, tampilan umum dan keuangan. Modalitas terapi lokal adalah dengan pembedahan dan radioterapi. Terapi sistemik dengan kemoterapi secara konvensional dan target terapi. Dapat diberikan radiokemoterapi, dimana radioterapi dan kemoterapi diberikan secara bersamaan. Kemoterapi, radioterapi dan radiokemoterapi dapat diberikan sebelum dilakukan operasi (terapi neoajuvan) atau diberikan setelah pembedahan (terapi ajuvan). Jika histologi tumor gabungan diantara KPKBSK dan

  29 KPKSK maka seharusnya ditangani sebagai KPKSK.

2.2. KEMOTERAPI KANKER PARU

  31-34

  Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru adalah 1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

  2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang tidak dapat dilakukan pembedahan (stadium IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.

3. Kemoterapi adjuvan yakni kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stadium I,II dan III yang telah dibedah.

4. Kemoterapi neoadjuvan yakni kemoterapi pada penderita kanker paru stadium

  IIIA dan beberapa kasus kanker paru stadium IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

  Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Diagnosis histologis telah dipastikan Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan. Untuk kepentingan itu dianjurkan menggunakan klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997. Apabila ahli patologi sulit menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi minimal harus dibedakan antara kanker paru jenis karsinoma sel kecil, jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar.

  2. Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60 - 70 atau skala WHO 2 3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

  Leukosit > 4.000/mm3

  • Trombosit > 100.000/mm3
  • Hemoglobin > 10 g%. Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian
  • obat.

  Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai-nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis.

4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal 5.

  Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang nefrotoksik.

  Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin, creatinine clearance harus lebih besar daripada 70 ml/menit. Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin normal dan penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin. Dalam pemilihan obat kemoterapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yakni mengetahui efikasi dan toksisiti obat yang akan digunakan. Masing-masing obat mempunyai keunggulan yang berbeda. Faktor-faktor untuk menilai efikasi obat antara lain:

  Respons objektif dan subjektif (response rate= RR)

  • Masa bebas penyakit (time to progressive= TTP)
  • Masa tengah tahan hidup (MTTH =median survival rate)
  • Angka tahan hidup 1 tahun (ATH = 1-years survival).
  • Selain tergantung jenis histologis sel kanker, obat yang dipilih sebaiknya obat yang mempunyai efek samping paling rendah. Pengobatan dengan dosis suboptimal tidak memberikan hasil yang memuaskan sedangkan dosis yang berlebihan memberi efek toksik yang lebih berat. Karena itu harus ditentukan dosis optimal. Pada umumnya dosis obat ditentukan berdasarkan luas permukaan badan, yang dapat diperhitungkan dari tinggi dan berat badan penderita. Bila digunakan obat karboplatin, dosis perlu disesuaikan dengan kadar kreatinin atau kreatinin klirens, untuk menentukan area under the curve (AUC) tertentu.

  Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan lebih dari 1 jenis obat dalam paduan obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Penggunaan obat baru (new

  

agent atau second line drugs) dalam satu paduan obat memberikan efikasi yang lebih

baik, dan bahkan beberapa obat itu mulai diuji coba untuk menjadi first line drugs.

  Pengobatan kemoterapi perlu diberikan setidaktidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 – 3 siklus kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4 – 6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 – 28 hari ( 3 – 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan.

  Evaluasi hasil kemoterapi harus dilakukan untuk memutuskan apakah kemoterapi dapat atau tidak dapat diteruskan. Jika dapat diteruskan apakah paduan obat yang digunakan sama atau perlu diganti dengan paduan obat yang lain.

  Evaluasi yang komprehensif meliputi aspek-aspek : 1. Evaluasi respons objektif dan subjektif 2.

  Evaluasi toksisiti 3. Angka tahan hidup (survival) dan masa tengah tahan hidup

  Evaluasi Respons Objektif Ukuran tumor

  • Ukuran tumor perlu dinilai pada foto toraks dan diambil garis tengah yang terbesar. UICC telah menetapkan kriteria respons objektif sbb:
  • ditentukan dengan dua observasi dengan jarak waktu sekurangkurangnya 4 minggu.

  Complete response (CR atau respons komplet), tumor menghilang sama sekali,

  • 50% atau lebih, ditentukan melalui dua observasi dengan jarak waktu sekurang- kurangnya 4 minggu, serta tidak ditemukan lesi baru.

  Partial response (PR atau respons sebagian), pengurangan ukuran tumor sebesar

  • No change (NC) atau stable disease, (SD, tidak berubah) pengurangan ukuran tumor kurang dari 50% atau penambahan ukuran tumor kurang dari 25%.
  • Progressive disease (PD atau perburukan), penambahan ukuran tumor lebih dari

  25% atau timbul lesi baru Evaluasi Respons Subjektif / Semisubjektif 1.

  Keluhan/gejala Dinilai apakah gejala berkurang, menetap atau bertambah 2. Tampilan (Performance Status=PS)

  Setelah pemberian kemoterapi pada umumnya terjadi penurunan nilai tampilan, tetapi nilai tersebut harus kembali ke nilai sebelum pemberian obat. Bila tampilan berkurang sampai skala Karnofsky 50 atau skala WHO, maka pemberian obat yang berikutnya harus ditunda. Dianjurkan menggunakan ukuran tampilan menurut skala Karnofsky atau WHO atau ECOG 3. Berat Badan

  Dinilai apakah berkurang, menetap atau bertambah Evaluasi Efek Samping

  Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti hematologi dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang berbeda sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Semua obat sitostatik mempunyai pengaruh depresi pada sumsum tulang Beberapa obat mempunyai efek samping yang berhubungan dengan dosis. Adriamisin mempunyai efek samping pada miokard berupa miokardiopati, bila telah tercapai dosis maksimal.

  Siklofosfamid dan ifosfamid dapat menimbulkan sistitis, sedangkan sisplatin dan karboplatin mempunyai efek toksik pada ginjal dan saraf. Paklitaksel dan dosetaksel mempunyai efek samping hipersensitiviti serta gangguan susunan saraf pusat. Alopesia amat sering ditemukan. Gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah disertai rasa lemah dan anoreksia hampir selalu dirasakan sesudah pemberian kemoterapi. Gemsitabin termasuk obat sitostatik yang kurang menimbulkan gejala gastrointestinal dan alopesia, walaupun masih menunjukkan depresi sumsum tulang.

  Angka Tahan Hidup dan Masa Tengah Tahan Hidup Pada pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil, terutama pada stadium awal

  (stadium I sampai IIIA), pembedahan merupakan terapi utama. Terapi tambahan radioterapi atau kemoterapi adjuvant setelah dilakukan reseksi dari tumor hanya memiliki sedikit manfaat. Namun, dari data yang diperoleh ada peningkatan dari survival rate pada pasien-pasien kanker paru yang diberi kemoterapi adjuvant. Five year

  

survival rates tergantung dari stadium tumor, five year survival dilaporkan pada pasien

  kanker paru stadium I sebanyak 60-70%, 40-50% kanker paru stadium II dan 15-30% pada kanker paru stadium IIIA. Sekarang ini beberapa pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang tidak dapat dilakukan pembedahan, stadium lanjut (IIIB dan IV) diberikan terapi pengobatan. Median survival untuk pasien kanker paru stadium Ivyang stabil adalah 8 sampai 10 tahun. Walaupun respon dari radioterapi dan kemoterapi rendah, beberapa studi telah menunjukkan adanya peningkatan angka tahan hidup, perjalanan penyakit yang tidak progressif dan kualitas dari hidup penderita kanker

  3 paru.

  Angka tahan hidup (ATH ) menunjukkan persentase penderita yang masih hidup pada waktu tertentu setelah pengobatan. Biasanya dihitung angka tahan hidup 1 tahun, 2 tahun dan 5 tahun. Masa tengah tahan hidup (MTTH) ialah waktu, ketika separuh jumlah penderita masih hidup setelah pengobatan. Kedua parameter ini dapat dilihat dengan membuat kurva ketahanan hidup penderita yang diobati. Apabila secara periodik digambarkan jumlah penderita yang hidup setelah pengobatan, maka akan didapatkan kurva yang menggambarkan perjalanan penyakit penderita setelah kurun waktu tertentu sampai seluruh atau sebagian besar penderita meninggal. Kurva atau grafik yang curam menunjukkan hasil pengobatan yang kurang baik. Sedangkan hasil pengobatan yang baik tergambar dari grafik yang bentuknya landai atau tidak terlalu curam. Pada grafik yang lebih landai, masa tengah tahan hidup biasanya lebih panjang dan angka ketahanan hidup dapat diikuti sampai masa yang lebih lama, masanya 1, 2 atau 5 tahun.

2.3. PETANDA TUMOR

  Setiap jenis sel memiliki tanda molekul yang unik, ini dikenal sebagai petanda tumor, yang mana menggambarkan karakteristik seperti tingkat atau jumlah maupun aktifitas dari gen (kemampuan gen atau protein untuk menjalankan fungsi mereka),

  35 protein atau molekul lainnya.

  Petanda tumor dapat memfasilitasi tentang penjelasan penyakit secara molekuler, memberikan prognosis informasi tentang perjalanan penyakit dan

  32

  memprediksi respon terhadap terapi. Lebih dari 11 juta orang didiagnosis dengan

  36 kanker setiap tahun. Diperkirakan akan ada 16 juta kasus baru setiap tahun oleh 2020.

  Kanker adalah sekelompok penyakit yang melibatkan perubahan dalam status dan ekspresi beberapa gen yang memberikan manfaat kelangsungan hidup dan potensi proliferatif yang berkurang ke somatik atau sel germinal. Perubahan terutama dalam tiga kelas utama yaitu gen. (Proto) onkogen, tumor supressor gen dan DNA, perbaikan secara kolektif berkontribusi pada perkembangan kanker dan fenotipe genotipe yang menghambat mekanisme kematian alami dan melekat/tertanam dalam sel (seperti proses

  35

  apoptosis), ditambah dengan disregulasi peristiwa proliferasi sel (Gambar 1.). Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kanker ini juga didorong oleh perubahan epigenetik seperti metilasi DNA dan pola histon bermodifikasi, yang menyebabkan perubahan dalam status kondensasi kromatin yang mengatur ekspresi gen

  37 spesifik tertentu.

  Biomarker genetik Mutasi gen Diagnosis dan

  Terapi Mengubah ekspresi gen Cancer antigen (biomolekul) didasarkan pada biomarker

  Diagnosis, prognosis, dan Mengubah status protein terapi Metabolite biomarkers

  Mengubah metabolit Diagnosis, prognosis, terapi Mengubah Proliferasi Down Vaskularis metabolisme uncontrol regulated asi ↑ death

  Gambar 1. Proses karsinogenesis, menunjukkan keuntungan dari mengidentifikasi

  35 biomarker.

  Sel-sel kanker menampilkan spektrum yang luas dari perubahan genetik yang mencakup penyusunan ulang gen, mutasi titik, dan amplifikasi gen, menyebabkan gangguan pada jalur molekuler yang mengatur pertumbuhan sel, kelangsungan hidup, dan metastasis. Saat perubahan tersebut terwujud dalam mayoritas pasien dengan jenis tumor tertentu, ini dapat digunakan sebagai petanda tumor untuk deteksi dan target terapi yang sedang berkembang, selain memprediksi respon terhadap berbagai terapi

  35,37 yang diberikan.

  Petanda tumor adalah zat yang biasanya peptida, disekresikan oleh sel-sel tumor. Zat-zat tersebut biasanya tidak ada dalam serum (atau dijumpai dalam konsentrasi yang sangat rendah), karena mereka tidak disekresikan (atau disekresikan dalam jumlah yang

  10 sangat kecil) oleh sel-sel normal.

  Tumor marker diklasifikasikan dalam dua kelompok: cancer specific markers dan tissue specific markers. Contoh cancer specific markers adalah CEA atau antigen Carcinoembryonic. Petanda tumor adalah suatu substansi molekul biokimia yang dihasilkan oleh sel tumor itu sendiri atau sel tubuh sebagai respons terhadap sel tumor berupa protein, hormon dan antigen. Substansi biokimia tersebut akan meningkat kadarnya dan masuk ke dalam darah sejalan dengan makin berkembangnya sel-sel tumor dan kerusakan jaringan yang terjadi akibat invasi tumor. Petanda tumor tidak hanya bisa dideteksi dalam darah tetapi juga dalam urin atau jaringan tertentu bergantung jenis sel tumornya. Pengukuran kadar petanda tumor saja tidak dapat digunakan langsung untuk memastikan diagnosis, harus digunakan parameter lain yang menunjang karena banyak petanda tumor ditemukan meningkat kadarnya pada jenis tumor jinak dan tidak ada petanda tumor yang benar-benar spesifik untuk satu jenis

  38 kanker tertentu.

  Secara umum petanda tumor adalah menggambarkan perubahan yang dapat dideteksi dan mengindikasikan terdapatnya tumor, khususnya tumor ganas atau

  38 kanker.

  Pemeriksaan petanda tumor yang paling sederhana adalah pemeriksaan atau pengukuran konsentrasi serum marker. Kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain berkorelasi dengan pertumbuhan tumor dapat diukur secara kuantitatif. Fragment yang dapat menjadi marker untuk kanker paru adalah Carcinoembryonic antigen (CEA),

  neuron Specific Enolase (NSE), cytokeratin-19 fragments (CYFRA 21-1) dan squamous

39 Cell Carcinoma Antigen (SCCA).

  Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi, dapat menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik, dapat juga menentukan prognosis pasien dan evaluasi

  38 terapi.

2.4. PETANDA TUMOR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA)

  Proteome kanker mungkin berisi informasi tentang setiap proses biologis yang berlangsung dalam sel kanker, mikro jaringan kanker, dan interaksi kanker, sel dan lingkungan. Sel-sel kanker melepaskan banyak protein dan makromolekul lainnya ke dalam cairan ekstra seluler melalui sekresi-yang juga bisa berfungsi sebagai petanda tumor. Beberapa dari produk ini dapat berakhir dalam aliran darah dan karenanya berfungsi sebagai petanda tumor serum yang potensial, salah satunya adalah

  35 carcinoembryonic antigen.

  Carcinoembryonic antigen merupakan kelompok glikoprotein yang heterogen.

  Rantai polipeptida tunggal dari protein muncul untuk menjelaskan hanya sekitar sepertiga dari molekul, sisanya yakni dua pertiganya adalah karbohidrat. Rasio protein dan karbohidrat dapat bervariasi dari 1:1 sampai 1:5 pada CEA yang berasal dari tumor yang berbeda. CEA diproduksi oleh sel-sel sekretori dari saluran pencernaan normal dewasa. Konsentrasi yang tinggi dari CEA dalam darah dan cairan tubuh lainnya adalah karena kombinasi dari faktor peningkatan jumlah sel penghasil CEA, peningkatan tingkat sintetis dalam sel-sel ganas, dan penurunan kemampuan untuk menggunakan jalur normal ekskresi dari tubuh. Pembersihan CEA dicapai terutama dalam hati. Dan konsentrasi tertinggi ditemukan pada pasien dengan metastasis hati dari karsinoma usus

  10 besar.

  Carcinoembryonic antigen ( CEA) pertama kali ditemukan pada tahun 1965 oleh

  Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker adenokarsinoma kolon

  10 manusia.

  Hubungan penanda biologis dengan kanker telah diakui selama beberapa dekade. Interes dari petanda tersebut muncul pada pertengahan 1960-an, dengan penemuan dari alpha-fetoprotein dan carcinoembryonic antigen yang mana merupakan protein onkofetal, CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat molekul 200.000 yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan ke dalam

  10,35 darah.

  Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan antigen karsinofetal yang

  berbentuk glikoprotein diproduksi selama embrional dan perkembangan fetus. Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak mengalami diffrensiasi dalam jumlah sangat

  35 kecil. Sehingga kadar CEA akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker.

  CEA termasuk golongan antigen onkofetal yang normalnya ada selama kehidupan fetus, sampai usia janin 2-6 bulan. Dalam pertumbuhan selanjutnya kadar CEA pada orang dewasa terdapat dalam konsentrasi yang rendah di bawah 2 ng/ml dan

  

7

  tidak pernah meningkat lagi secara berarti. Para ahli sependapat bahwa kadar CEA

  10,35 normal adalah kurang dari 5 ng/ml.

  Penetapan kadar CEA pada kanker paru sering tumpang tindih dengan penyakit bukan kanker serta kanker jenis lain, menyebabkan penetapan kadar CEA mempunyai sensitifiti dan spesifisiti yang baik dalam menyaring keganasan pada populasi tanpa gejala karena banyak memberikan hasil positif dan negatif palsu, oleh karena itu penetapan CEA tidak dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring kanker paru. Meskipun demikian CEA dapat memberi manfaat dalam menegakkan diagnosis bila dikombinasi dengan pemeriksaan diagnostik lainnya. Jika hasil CEA positif, gambaran ini seharusnya meiningkatkan perhatian klinisi bahwa kanker tersebut ada dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Sebaliknya bila

  10,32 negatif, klinis menjadi kurang mempercayainya bahwa kanker tersebut ada.

  Penetapan kadar CEA pada saat menunjang diagnosis, dapat dipakai sebagai petunjuk menentukan prognosis kanker, makin tinggi kadar CEA makin jelek prognosisnya.

  Kadar CEA juga mempunyai korelasi dengan stadium kanker, makin lanjut stadiumnya

  

35

makin tinggi kadar CEA pada saat diagnosis.

  CEA adalah salah satu karsino-fetal antigen yang diproduksi pada masa embrio dan fetus, setelah bayi lahir maka produksinya ditekan dan kadarnya sangat rendah pada masa dewasa. Peningkatan konsentrasi CEA <10 ng/ml ditemukan pada 5-10% perokok dan berbagai kelainan tumor jinak termasuk hati dan ginjal (< 20 ng/Ml).

  

Carcinoembryonic antigen merupakan petanda tumor yang digunakan pada

  adenokarsinoma terutama tumor gastrointestinal. Sensitiviti CEA sebesar 40-70% untuk karsinoma paru kelompok bukan sel kecil (KPKBSK) dan 30-65% karsinoma paru kelompok sel kecil (KPKSK). Nilai sensitiviti CEA dengan konsentrasi tertinggi ditemukan pada adenokarsinoma dan nilai terendah didapatkan pada tumor sel skuamosa. Carcinoembryonic antigen sebagai informasi nilai prognosis KPKBSK terutama adenokarsinoma paru. Pemeriksaan CEA sebagai diagnosis awal kekambuhan

  10,35 dan evaluasi terapi telah diketahui.

  Konsentrasi CEA sering tinggi dijumpai pada adenokarsinoma dan kanker paru sel besar tetapi peningkatan konsentrasi CEA juga ditemukan pada berbagai tumor jinak maupun ganas dan sedikit peningkatan CEA didapatkan pada perokok.

  

Carcinoembryonik antigen berperan dalam mendiagnosis banding KPKBSK jika

  dikombinasikan dengan CYFRA 21-1. Carcinoembryonic antigen dapat digunakan sebagai prognosis KPKBSK terutama untuk adenokarsinoma paru. Kegunaan CEA juga sebagai evaluasi terapi stadium lanjut dan mendeteksi kekambuhan dari

  31-35 adenokarsinoma.

  Pengukuran berkala kadar CEA bermanfaat dalam memantau respons pengobatan dan sebagai prediksi terjadinya kekambuhan. Peningkatan kadar CEA terus menerus secara tajam pada suatu terapi menunjukkan respons terapi yang tidak baik atau resisten atau mengalami relaps. Sebaliknya penurunan kadar serum menunjukkan respons yang baik. CEA merupakan petanda ganas yang lebih sensitif untuk KPBKSK jenis adenokarsinoma dan sensitivitinya lebih meningkat bila dikombinasi dengan Cyfra

  31 21-1.

  Dari beberapa penelitian yang telah ada, pemeriksaan CEA lebih bermanfaat

  31-34 dalam mengevaluasi terapi dibandingkan digunakan sebagai diagnostik.

  Carcinoembryonic antigen juga merupakan salah satu penanda tumor terbaik yang dapat

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 11

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

1 2 10

Dibakar dalam tungku pembakar pada suhu 600 C selama 3 jam Ditimbang berat abu (Barus, 2004)

0 2 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai - Keanekaragaman Burung Pantai dan Potensi Makanan di Kawasan Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang Sumatera Utara

0 4 10

Keanekaragaman Burung Pantai dan Potensi Makanan di Kawasan Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang Sumatera Utara

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pembagian Kerja Dan Wewenang Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt.Telekomunikasi Indonesia, Tbk Divisi Regional I Madya Medan Sumatera Utara

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desinfektan - Efektivitas Desinfektan Pine Oil Terhadap Jumlah Angka Kuman Pada Lantai Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Deli Medan 2013

1 1 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efektivitas Desinfektan Pine Oil Terhadap Jumlah Angka Kuman Pada Lantai Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Deli Medan 2013

0 2 7

Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 7