BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker Payudara - Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Bahu terhadap Peningkatan ROM pada Pasien Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

  2.1.1 Definisi Kanker Payudara

  Kanker payudara adalah entitas patologi yang dimulai dengan perubahan genetik pada sel tunggal dan memerlukan waktu untuk dapat terpalpasi (Smeltzer, 2010). Kanker payudara atau Ca Mamae adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel pada jaringan mamae yang tidak normal yang terbatas yang tumbuh perlahan karena suplai lipatik yang jarang ketempat sekitar jaringan mamae yang mengandung banyak pembuluh limfe dan meluas dengan cepat dan segera bermetastase (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).

  Kanker payudara adalah tumor ganas yang berawal dari sel-sel pada payudara. Tumor ganas adalah kelompok dari sel-sel kanker yang bisa tumbuh (menyerbu) sekitar jaringan atau menyebar (metastase) ke bagian tubuh yang jauh (ACS, 2014).

  2.1.2 Etiologi Kanker Payudara

  Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa secara spesifik tidak diketahui penyebab terjadinya kanker payudara, namun serangkaian faktor genetik, regulasi hormonal dan faktor lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker payudara. Bukti yang ada menunjukkan kalau perubahan genetik berpengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, namun belum diketahui pasti

  8 apa yang menyebabkan perubahan genetik. Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal, dan pengaruh protein baik yang menekan atau yang meningkatkan perkembangan kanker payudara. Hormon esteroid yang dihasilkan ovarium (estradiol dan progesteron) mengalami perubahan dalam lingkungan seluler yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker payudara.

2.1.3 Faktor Risiko

  Faktor risiko penting diketahui untuk membantu mengembangkan program- program pencegahan. Karena kebanyakan wanita yang didiagnosa kanker payudara tidak mempunyai faktor- faktor risiko yang teridentifikasi kecuali hanya lingkungan hormonal mereka.

  Smeltzer (2010) menyatakan faktor risiko kanker payudara mencakup :

  1. Gender (99% pada wanita)

  2. Usia lanjut

  3. Biasanya pada wanita dengan status ekonomi yang lebih tinggi dan pada yang berkulit putih. Wanita berkulit putih sedikit lebih mungkin untuk berkembangnya kanker payudara dari pada wanita Amerika- Afrika, tetapi wanita Amerika- Afrika lebih mungkin untuk meninggal karena kanker ini. Namun, pada wanita dibawah 45 tahun, kanker payudara lebih sering pada wanita Amerika-Afrika. Wanita Asia, Hispanik, dan pendudk asli Amerika memiliki resiko lebih rendah dari perkembangan dan kematian akibat kanker payudara

  4. Kanker payudara sebelumnya. Risiko terjadinya kanker di payudara yang sama atau yang lain meningkat hampir 1% setiap tahun

  5. Riwayat keluarga. Memiliki kerabat derajat satu yang menderita kanker payudara (Ibu, anak perempuan, saudara perempuan) meningkatkan risiko hingga dua kali lipat, memiliki dua kerabat derajat satu yang menderita kanker payudara meningkatkan risiko lima kali lipat

  6. Mutasi genetik (BRCA1 atau BRCA2) menyebabkan sebagian besar kanker payudara yang diturunkan

  7. Faktor hormonal. Menarche dini (sebelum usia 12 tahun), menopause usia lanjut (setelah usia 50 tahun) , dan terapi hormon

  8. Riwayat reproduksi. Nulipara atau terlambat kehamilan pertama yaitu diatas usia 30 tahun

  9. Kontrasepsi oral. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara. Bagaimanapun, risiko tinggi ini menurun dengan cepat setelah penghentian medikasi.

  10. Faktor lain dapat mencakup pajanan terhadap radiasi ionisasi selama masa remaja dan obesitas di masa dewasa awal, asupan alkohol (bir, anggur, atau cairan alkohol).

2.1.4 Pengobatan kanker payudara

  Jenis pengobatan kanker payudara, yaitu (ACS, 2014) :

  1. Pembedahan: breast-conserving surgery dan mastektomi

  2. Terapi radiasi

  3. Kemoterapi

  4. Terapi hormon

  5. Targeted therapy

  6. Bone-directed therapy

2.1.5 Mastektomi Mastektomi adalah pembedahan untuk mengangkat seluruh payudara.

  Seluruh jaringan payudara diangkat, kadang- kadang terus ke jaringan lain yang ada di dekatnya (ACS, 2014). Lowdermilk, et al (2012) mengatakan bahwa mastektomi adalah mengangkat payudara, termasuk mengangkat puting dan juga areola.

  Indikasi dilakukan bedah mastektomi pada penderita kanker payudara menurut Lowdermilk, et al (2012), yaitu: (1) melakukan radiasi pada payudara, (2) beberapa tumor di payudara menduduki beberapa kuadran payudara, (3) DCIS luas yang menempati area yang luas dari jaringan payudara, (4) tumor besar dibandingkan dengan volume payudara. Tipe Mastektomi: 1) Mastektomi sederhana

  Juga dikenal dengan mastektomi total. Ahli bedah mengangkat seluruh payudara termasuk putting susu, tetapi tidak mengangkat nodes axillary atau jaringan otot dari dibawah payudara. Mastektomi sederhana paling banyak digunakan untuk mengobati kanker payudara. Penyembuhan dari pembedahan ini jika tidak dilakukan rekonstruksi pada waktu yang bersamaan yaitu sekitar 1 hingga 2 minggu.

  2) Skin-sparing mastectomy Yaitu mengangkat payudara, puting dan areola, menjaga kulit luar payudara tetap utuh. Ini merupakan metode khusus melakukan mastektomi yang memungkinkan untuk hasil kulit yang baik bila dilakukan rekonstruksi segera.

  3) Modifikasi mastektomi radikal Prosedur ini adalah mastektomi sederhana dan menghilangkan axillary

  limph nodes . Penyembuhan jika tidak dilakukan rekonstruksi disaat yang sama yaitu sekitar 2 hingga 3 minggu.

  4) Radikal mastektomi Pada operasi besar ini, ahli bedah mengangkat seluruh payudara, axillary lymph nodes dan pectoral (dinding dada) muscle dibawah payudara.

  Pembedahan ini dilakukan untuk tumor yang sudah besar yang tumbuh ke pectoral muscle dibawah payudara.

  5) Niple sparing mastectomy Jenis pembedahan ini ialah pembedahan yang direncanakan untuk sejumlah kecil wanita dengan tumor yang tidak dekat daerah dengan areola putting. Ahli bedah membuat insisi pada bagian luar payudara atau disekitar tepi areola atau rongga luar payudara, menghapus areola dan menjaga puting tetap utuh. Kadang- kadang rekonstruksi segera dilakukan disaat yang bersamaan dengan pembedahan.

  6) Niple and areola sparing mastectomy Pada pembedahan ini ahli bedah membuat insisi pada sisi payudara, atau pada sebagian kasus disekitar tepi areola. Payudara dilubangi dan segera dilakukan rekonstruksi disaat bersamaan. 7) Scar sparing mastectomy

  Payudara yang terkena kanker dilubangi lalu tindakan tergantung pada apakah dilakukan skin sparing, nipple sparing, areola sparing ataupun campuran. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk meminimalisasikan terlihatnya bekas sayatan. Ini tidak jarang dilakukan untuk sebuah prosedur mastektomi yang akan dilakukan melalui sebuah lubang yang panjangnya kurang dari 2 inci.

  8) Preventive/ prophylactic mastectomy Pembedahan prophylactic ini didesain untuk mengangkat 1 atau 2 payudara yang bertujuan untuk mengurangi risiko menyebarnya kanker payudara. Wanita yang memiliki genetik ataupun riwayat keturuna kanker payudara dapat memilih jenis pembedahan ini. Pembedahan ini tidak mengangkat nodes limph karena tidak ada bukti yang menunjukkan kehadiran kanker. Diharuskan untuk melakukan mamografi selama 90 hari setelah pembedahan untuk memastikan bahwa jaringan payudara yang sehat dihilangkan untu tujuan pencegahan.

  Setelah pembedahan, banyak komplikasi yang mungkin timbul pada pasien kanker payudara. Sommers & Fannin (2011) menyebutkan bahwa komplikasi dapat berupa : hematoma, infeksi, seroma (penumpukan/ akumulasi cairan pada daerah operasi), keterbatasan ROM, perubahan sensori, dan lymphedema. Seroma biasanya dicegah dengan pemasangan drainase pada lokasi operasi hingga 7 hari setelah operasi. Drainase biasanya dilepas jika terjadi pengurangan cairan sekitar 30 cc per hari. ROM untuk lengan bawah dimulai dalam 24 jam setelah operasi, dan ROM penuh serta latihan bahu lainnya dimulai setelah mendapat izin dari ahli bedah dan setelah drainase dilepas. Perubahan sensori seperti: mati rasa, kelemahan, kulit menjadi sensitive, gatal, berat, dan sensasi phantom dapat berlansung selama setahun.

2.2 Range Of Motion (ROM)

2.2.1 Defenisi ROM

  Range of Motion (ROM) adalah kemampuan maksimal seseorang

  dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau batas- batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secara penuh atau tidak (Lukman dan Ningsih, 2009). Suratun, et al (2006) Range of motion adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.

  Latihan ROM ialah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa dan tonus otot sehingga dapat mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur (Nurhidayah, et al, 2014). Latihan ROM adalah latihan yang menggerakkan persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi (Astrand, et al., 2003).

  2.2.2 Manfaat ROM

  Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah: 1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan 2) Mengkaji tulang, sendi dan otot 3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi 4) Memperlancar sirkulasi darah 5) Memperbaiki tonus otot 6) Meningkatkan mobilisasi sendi 7) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

  2.3.3 Prinsip Latihan ROM

  1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari 2) ROM dilakukan perlahan dan hati- hati sehingga tidak melelahkan pasien 3) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring

  4) Bagian- bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki dan pergelangan kaki 5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian- bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit 6) Melakukan ROM harus pada waktu yang sesuai seperti setelah mandi atau setelah perawatan rutin

2.3.4 Klasifikasi ROM

  Suratun, et al (2006), menyatakan bahwa ada beberapa klasifikasi latihan ROM, yaitu: 1) Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan dari orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien semi koma atau tidak sadar, pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, atau pasien dengan paralisis ekstremitas total. Kekuatan otot 50%. 2) Latihan ROM aktif, yaitu latihan ROM yang dilakukan mandiri oleh pasien tanpa bantuan perawat pada setiap melaukan gerakan. Indikasi : semua pasien yang dirawat dan mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif. Kekuatan otot 75%.

  Gerakan pada ROM: Fleksi : gerakan menekuk persendian Ekstensi : gerakan meluruskan persendian Abduksi : gerakan satu anggota tubuh kearah mendekati aksis tubuh

  Adduksi : gerakan satu anggota tubuh kearah menjauhi aksis tubuh Rotasi : gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian melingkar aksis tubuh Pronasi : gerakan memutar ke bawah Supinasi : gerakan memutar ke atas Inversi : gerakan ke dalam Eversi : gerakan ke luar

2.3.5 Latihan ROM

Tabel 2.1 Latihan ROM pada bahu

  Anggota Rentang Gerakan Otot-otot utama gerak (derajat) Bahu Fleksi 180 Korakobrakialis,

  bisep brakhil, deltoid, pektoralis mayor

  Ekstensi 180 Latissmus dorsi, teres mayor, trisep brakhii

  Hiprekstensi 45-60 Latissmus dorsi, teres mayor, deltoid

  Abduksi 180 Deltoid, supraspinatus Adduksi 320 Pektoralis mayor Internal rotasi

  90 Pektoralis mayor, latissmus dorsi, teres mayor

  Eksternal rotasi

  90 Infraspinatus, teres mayor, deltoid

  Sumber : Perry & Potter, 2005

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Evaluasi Rancangan Alat Pemipih Purun untuk Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal Pengrajin (Kasus : Koperasi Serba Usaha Muara Baimbai)

0 6 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Ta

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

0 0 9

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Sistem Pengendalian Mutu Produk Pintu Berbahan Baku Kayu Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Pt. Sumatera Timberindo Industry

1 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Nyeri Punggung dan Mekanika Tubuh pada Ibu Hamil di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komposisi Limbah Sekam Padi Dan Abu Sekam Padi Sebagai Pengisi Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman

0 0 20

DAFTAR ISI - Pengaruh Komposisi Limbah Sekam Padi Dan Abu Sekam Padi Sebagai Pengisi Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi - Analisis Strategi Pengembangan Koperasi di Kecamatan Siantar Timur)

0 1 23

KATA PENGANTAR - Analisis Strategi Pengembangan Koperasi di Kecamatan Siantar Timur)

0 0 17

Lampiran 2 PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Efektifitas Latihan Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan ROM pada Pasien Post Mastektomi RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 20