BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Optimalisasi Jumlah Tipe Rumah yang Akan Dibangun dengan Metode Simpleks Studi Kasus : Pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City di Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Fungsi Rumah

  Berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia no. 10 tahun 2012 pasal 1 rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuniannya serta asset bagi pemiliknya.

  Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya (Frick dan Widmer, 2006:1).

  Rumah merupakan suatu bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya. Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148).

  Dalam arti umum, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia, maupun hewan, namun tempat tinggal yag khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep

  • – konsep sosail – kemasyarakatan yang tejalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur, beraktivitas, dan lain- lain. (Wikipedia, 2010).

  Rumah juga merupakan tempat berlindung dari pengaruh luar manusia, seperti iklim, musuh, penyakit, dan sebagainya. Untuk dapat berfungsi secara fisiologis, rumah haruslah dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan, seperti listrik, air bersih, endela, ventilasi, tempat pembuangan kotoran dan lain- lain.

  (Koesputranto, 1998 : 45).

  Rumah berfungsi sebagai wadah untuk lembaga terkecil masyarakat manusia, yang sekaligus dapat dipandang sebagai “shelter” bagi tumbuhnya rasa aman atau terlindung. Rumah juga berfungsi sebagai wadah bagi berlangsungnya segala aktivitas manusia yang bersifat intern dan pribadi. Jadi, rumah tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan dan pengaruh fisik belakang melainkan juga merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat berisitirahat setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari (Ridho, 2001 : 18).

  Turner (dalam Jenie, 2001 : 45), mendefinisikan tiga fungsi utama yang terkandung dalam sebuah rumah tempat bermukim, yaitu :

   Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat  Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.

   Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure). Poespowardojo (dalam Budihardjo, 1998 : 138), menyimpulkan bahwa rumah menunjukkan fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia yaitu :

   Fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal. Orang yang bermukim berarti tinggal di suatu tempat. Secara fisis orang dikatakan bertempat tinggal, apabila ia telah menemukan lingkungan alamnya yang cocok baginya serta mempunyai peralatan yang ia butuhkan untuk bertempat tinggal.

   Fungsi kedua ialah bahwa rumah merupakam mediasi antara manusia dan dunia. Dengan mediasi ini terjadilah suatu dialetik antara manusia dan dunianya. Dari keramaian dunia manusia menarik diri ke dalam rumahnya dan tinggal dalam suasana ketenangannya.

   Sebagai fungsi ketiga rumah merupakan arsenal, dimana manusia mendapatkan kekuatannya kembali.

  Secara garis besar, rumah memiliki fungsi (Doxiadis dalam Dian, 2009), yaitu:  Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.

   Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia.  Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.  Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.  Rumah menunjukan tempat tinggal.  Rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia.  Rumah merupakan arsenal, yaitu tempat manusia mendapatkan kekuatan kembali.

2.2 Pengertian Perumahan dan Pemukiman Menurut Undang-Undang

  Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman. Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1.

  Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

  2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkukangn hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

  3. Permukimana adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasa lindung, baik yang berupa awasan prkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

  4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstrktur.

  5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memugkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

  6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjag, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

  7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.

  Berdasarkan undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan pemukiman :

  1. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

  2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

  3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan.

  2.3 Pengertian Optimalisasi

  Menurut Tim Penyusun kamus bahasa Optimalisasi merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan.

  2.4 Penelitian Terdahulu

  1. Judul : Optimalisasi Komposisi Jumlah Masing-Masing Tipe Rumah Pada Pembangunan Perumahan Dengan Metode Simpleks (Studi Kasus : Pembangunan Perumahan Taman Nuansa Tjampuhan) Penulis : Putu Darma Warsika, Universitas Udayana, 2012.

  Kesimpulan : Dari analisa pemelihan tipe dan jumlah rumah pada proyek pembangunan perumahan Taman Nuansa Tjampuhan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan maksimal, maka komposisi optimal dari tipe rumah yang dibangun adalah rumah tipe Gambuh sebanyak 27 unit, rumah tipe pendet sebanyak 211 unit. Dengan komposisi rumah sepertiseperti tersebut diatas, maka didapat keuntungan optimal sebesar Rp. 31.396.000.000. dimana keseluruhan rumah tersebut

  2 dibangun di atas lahan seluas 71.500 m .

  2. Judul : Optimalisasi Jumlah Produksi Tipe Rumah Pada Proyek Pengembang Perumahan Dengan Menggunakan Metode Simplek (Studi Kasus : PT.Araya Bumi Megah Malang)

  Penulis : Rini Febri Utari dan Andi SA, Universitas Muhammadiyah Malang, 2012.

  Kesimpulan : Berdasarakan analisis data maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Pemodelan optimalisasi produksi tipe rumah pada cluster

  • GreendWood Golf dengan menggunakan metode simpleks yaitu terdidir dari fungsi tujuan dengan formulasi Z = 56,836X

  1 + 68,104X + 2 + 78,811X 3 + 105,258X

  4

  115,535X + 130,732X + 110,404X + 122,558X +

  5

  6

  7

  8

  223,490 X

  9 + 294,057 X 10 dan fungsi batasan yang terdiri

  dari batasan luasan lahan dengan formulasi

  • 130X + 170X + 162X + 144X + 162X + 180X

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  144X

  7 + 162X 8 + 200 X 9 + 375 X 10 < 10000

  Batasan biaya produksi (dikalikan 1000) dengan formulasi 341,914X

  2 + 435,398X 3 + 445,242X

  4

  • 1 + 437,096X

  493,965X

  5 + 589,768X 6 + 722,696X + 7 + 796,067X

  8

  925,010 X

  9 + 1,360,443 X 10 < 358,500,000

  Batasan permintaan pasar (proporsi rumah sederhana berbanding rumah menengah 6 : 3) dengan formulasi

  X

  1 + X 2 + X 3 + X

4 + 2X

5 + 2X 6 + 2X 7 + 2X 8 = 0

  Batasan permintaan pasar (proporsi rumah menengah berbanding rumah mewah 3:1) dengan formulasi

  X

  5 + X 6 + X 7 + X

8 + 3X 9 + 3X 10 = 0 Kendala 5 : Batasan permintaan pasar (proporsi rumah sederhana berdanding rumah mewah, 6:1) dengan formulasi

  X

  1 + X 2 + X 3 + X 4 - 6X

9 - 6X

  10 Dimana X X adalah tipe rumah yang ditawarkan. 1.................

  10 Optimalisasi produksi dengan menggunakan metode

  • simpleks pada cluster GreenWood Golf dengan bantuan software Microsoft Excel-solver dan QM diperoleh nilai

  X

  1 = 0, X 2 = 0, X 3 = 0, X 4 = 387, X 5 = 0, X 6 = 99, X 7 =

  95, X = 0, X = 64, X = 0, hal ini menunjukkan untuk

  8

  9

  10

  memperoleh laba maksimum maka tipe yang akan dibangun adalah tipe sederhana yaitu tipe 65/144 sebanyak 387 unit, tipe ,menengah yaitu tipe 96/180 sebanyak 69 unit dan tipe 141/144 sebanyak 95 unit sedangkan untuk tipe mewah yaitu tipe 221/220 sebanyak 64 unit dengan keuntungan maksimum sebesar Rp.78.483.073.000,-

  • existing dibandingkan dengan menggunakan metode simpleks adalah pada kondisi existing, rencana pembangunan terdiri dari sepuluh tipe dengan total 521 unit rumah dengan keuntungan sebesar Rp. 75.092.072.000,- sedangkan dengan menggunaan metode simpleks hanya dibangun empat macam tipe dengan total 636 unit rumah dengan keuntungan maksimal Rp. 78.483.073.000,-. Dari hal tersebut terlihat bahwa optimalisasi dengan

  Perbandingan proporsi jumlah tipe rumah antara kondisi menggunakan metode simpleks memperoleh keuntungan lebih besar yaitu kurang lebih 3,3 milyar.

  3. Judul : Optimalisasi Jumlah tipe Rumah yang akan Dibangun Dengan Metode Simpleks Pada Proyek Pengembangan Perumahan .

  Penulis : Dewa Ketut Sudarsana, Universitas Udayana, 2009. Kesimpulan : Dari hasil analisis dengan metode simpleks didapat komposisi optimum jumlah tipe rumah yang akan dikembangkan pada proyek pengembangan perumahan Taman Wira Umadui adalah rumah tipe A sebanyak 28 unit , tipe B sebanyak 17 unit dan tipe C sebanyak 54 unit dengan keuntungan didapat sebesar Rp.7.171.000.000,-

  2.5 Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman

  Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peraan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dan menampakan jati diri.

  Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban umum dalam pembangunan dan kepemilikan maka setiap pembangunan harus dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, serta sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan pemukiman harus ditangani secara nasional, karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah. Maka harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar- besarnya bagi kesejahteraa rakyat, agar penggunaan dan pemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.

  Permasalahan pemukiman dan perumahan (papan) yang menjadi salah satu parameter (tolak ukur) tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat, yang memenuhi standar kesehatan (cukup sirkulasi udara, cahaya, dan terjaga sanitasinya) dan bangunan yang secara teknis memenuhi persyaratan teknis perumahan yang layak, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak kita jumpai pemandangan pemukiman kumug dibantaran kali di tanah

  • – tanah tak bertuan dan atau tanah
  • – tanah negara yang belum difungsikan. Selain persediaan lahan yang terbatas, hal ini disebabkan juga oleh tidak adanya pemerataan pembangunan di daerah-daerah, menyebabkan kaum urba berdatangan ke kota-kota besar berusaha mencari kerja untuk memperbaiki nasib hidupnya.

  Oleh karenanya, pembangunan perumahan da pemukiman harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah dengan memperhatikan keseimbangan antara pemngebangan daerah pedesaan dan daerah perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

  Dalam pembangunan perumahan da pemukiman, perlu ditingkatkan kerja sama secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi, usaha Negara (BUMN/BUMD), usaha swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukman yang layak, sehat, aman, da serasi dengan lingkungan, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah dan rendah (Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahu 1993). Pengadaan rumah sederhana serta peremajaan pemukiman kumuh di daerah perkotaan dan terutama berpendudukan padat, haruslah dilakukan sesuai dengan peningkatan daya guna dan hasil guna lahan bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman.

  Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaanya diangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat diangsur.

2.5.1 Konsep Perumahan dan Permukiman

  Dalam UU no.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman, perumahan dan permukiman dibedakan sebagai berikut : permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan pedesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hnian plus prasarana dan sarana lingkungan.

  Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada didalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya didalamnya. Bagian permukiman yang disebut sebagai wadah tersebut, merupakan paduan tiga unsur yaitu : alam (tanah, air, udara) lindungan (shells) dan jaringan (networks), sedang isinya adalah manusia dan masyarakat. Alam merupakan unsur dasar dan di dalam itulah diciptakan lindungan (rumah dan gedung lainnya) sebagai tempat tinal, serta menjalankan fungsi lain. Sedangkan jaringan, seperti misalnya jalan dan jaringan utilitas merupakan unsur yang memfasilitasi hubungan antar sesama, maupun antar unsur yang satu dengan yang lain. Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa permukiman adalah paduan antar unsur.

  Adapun prasaran dalam ligkungan perumahan berdasarkan keputusan menteri PU no. 20/KTPS/1986 tentang pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana tidak bersusun disebutkan : 1.

  Jalan Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan orang. Prasarana lingkungan yang berupa jalan lokal, sekunder yaitu jalan setapak dan jalan kendaraan memiliki standar lebar bada jalan minimal 1,5 meter dan 3,5 meter.

2. Air limbah

  Air limbah adalah semua jenis buangan air yang mengandung kotoran dari rumah tangga. Prasarana untuk air limbah pemukiman :  Septik tank dan bidang resapan . Apabila kemungkinan membuat septik tank tak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota.

  3. Air hujan Setiap lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehngga lingkungan perumahan bebas dari genangan air.

  4. Air bersih Adalah air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga setiap lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan prasarana air bersih yang memenuhi persyaratan.

   Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari jaringan dan kota  Penyediaan air bersih kota atau penyediaan air bersih lingkungan harus dapat melayani kebutuhan perumahan  Harus tersedia sistem plambing di rumah dan meteran air untuk sambungan rumah  Untuk sambungan halaman tidak harus tersedia plambing dirumah, hanya sampai halaman saja. Namun harus tersedia meteran air.

  5. Supply listrik  Untuk perumahan : satu unit kediaman minimum disediakan jatah 450

  AV  Untuk penerangan jalan umum 6.

  Jaringan telepon pembangunan perumahan sedhana sebaiknya dilengkapi denga jaringan telepon umum yang sumbernya diperoleh dari Telkom.

2.5.2 Karakteristik Perumahan

  Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan yang bersifat unik terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut :

  1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah 2.

  Pemnfaatannya dalam jangka panjang 3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber daya alam dan preferensinya.

  4. Secara fisik dapat dimodifikasi.

  John Turner dalam Sabari (1999) mengemukakan beberapa dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal, ada 4 dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota.

  a.

  Dimensi Lokasi Dimensi ini mengacu pada tempat-tempat yang dianggap paling cocok untuk bertempat tinggal dalam kondisi dirinya (lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupannya), lokasi dalam konteks ini berkaitan erat dengan jarak terhadap tempat kerja (accessibility to employment).

  b.

  Dimensi Perumahan Dimensi ini berkaitan dengan aspirasi perorangan atau sekelompok orang terhadap macam dan type rumah yang diinginkan sesuai dengan penghasilan dan siklus kehidupannya. c.

  Dimensi Siklus Kehidupan Dimensi ini membahas tentang tahap-tahap seseorang mulai menapak dalam kehidupan mandirinya, dimana semua kebutuhan hidupnya ditopang oleh penghasilannya sendiri.

  d.

  Dimensi Penghasilan Dimensi ini berkaitan dengan besar kecilnya penghasilan seseorang yang dikaikan dengan lamanya menetap di suatu kota.

  Teori diatas didasarkan pada asas keseimbangan, dimana mengandung pengertian bahwa mereka yang lebih kuat ekonominya akan memperoleh sesuatu yang lebih baik dalam hal lokasi perumahan. Kondisi ini merupakan gabungan dari 3 prioritas dalam lingkungan perumahan yaitu; a.

  Masalah penguasaan tempat tinggal, dengan melihat kemampuan ekonomi seseorang akan mampu memutuskan yang terbaik buat dirinya apakah menyewa atau memiliki perumahan.

  b.

  Masalah lokasi, disini seseorang harus menentukan lokasi tempat tinggal yang dianggap paling sesuai. Apakah dekat dengan pusat kota, dekat dengan tempat kerja atau di daerah pinggiran kota.

2.5.3 Aspek Perencanaan Perumahan

  Aspek aspek yang mendasari perencanaan perumahan antara lain adalah :  Lingkungan Hal utama yang hatus dipertimbangkan dalam perencanaan perumahan adalah manajemen lingkungan yang baik dan terarah, karena lingkungan suatu perumahan merupakan faktor yang sangat menentukan dan keberadaannya tidak boleh diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baik-buruknya kondisi lingkungan akan berdampak terhadap penghuni perumahan.

   Daya Beli (affordability) Perencanaan bangunan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan yang telah dicanangkan sesuai dengan programnya. Di dalam perencanaan perumahan selalu dipikirkan kesesuaian antara ukuran bangunan, kebutuhan ruang, konstruksi bangunan, maupu bahan bangunan yang digunakan dengan jangkauan pelayanannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat antara lain :

  • rendah (di bawah standar).

  Pendapatan per kapita sebagian besar masyarakat yang masih relatife

  • pedesaan, masih relatif rendah.

  Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat, terutama di daerah

  • memicu timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, dimana hal ini berdampak terhadap persaingan antara golongan yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat berpenghasilan rendah, seoal-olah fasilitas dan kemajuan pembangunan (termasuk perumahan) hanya dapat dinikmati oleh kaum yang berpenghasilan tinggi saja.

  Pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah sehingga

  • mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi dan mengembangkan modal.

  Situasi politik dan keamanan yang cenderung tidak stabil sehingga

  • yang berdampak dengan melambungnya harga rumah, baik untuk kategori rumah sederhana, menengah, maupun mewah.

  Inflasi yang tinggi yang menyebabkan naiknya harga bahan bangunan,

   Kelembagaan Keberhasilan pembangunan perumahan dalam suatu wilayah, baik di perkotaan maupun di pedesaan, tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya keberhasilan itu.

2.5.4 Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman A.

  Persyaratan dasar perumahan Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan beriut :

   Aksesibilitas yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Dalam kenyataanya berwujud jalan dan transportasi.

   Kompatibilitas yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya.

   Fleksibilitas yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitakn dengan kondisi fisik lingkungan keterpaduan prasarana.

   Ekologi yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.

  B.

  Persyaratan dasar permukiman Suatu bentuk permukiman yang idela di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan

  Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek.

  Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut :

   Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak tergaggu oleh kegiatan lain seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.

   Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperi pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain- lain.

   Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun.

   Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.

   Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.

   Permukiman harus dilayani oleh fasilitas embuangan sampah secara teratur agar lingkungan permukima tetap nyaman.

   Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai skala besarnya permukiman itu.

   Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

2.5.5 Pembangunan Perumahan dan Permukiman

  Ada berbagai cara untuk pembangunan pemukiman, antar lain pembangunan secara individual dan tidak terorganisir, pembangunan oleh pengembang pembangunan dan pembangunan permukiman oleh Perum Perumnas.

  1. Pembangunan Perumahan Secara Individual yang Tidak Terorganisasi Apabila seseorang memiliki sebuah laha di kota, maka ia akan membangun rumah. Peminat pembangun rumah ini akan mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan kepada Pemkot, yang harus dilengkapi dengan advis planning. Pada advis planning itu akan tergambar letak bangunan dan letak rencana jalan yang ada di depan bangunan. Dalam hal ini, yang sering terjadi adalah jalan tersebut belum dibuka oleh pemeritah, sehingga pemilik bangunan menggunakan jalan kecil yang ada di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana kota. Lambat laun jalan yang ada tadi akan dikembangkan oleh penduduk sekitar atau oleh lurah melalui proyek bantuan pembangunan desa.

  Dan kemudian akan terus bertambah bangunan-bangnan lain pada jalan yang tidak mengikuti rencana kota itu sehingga pada akhirnya rencana kota yang akan menyesuaikan dengan keadaan yang sudah terjadi. Kemungkinan jangkauan pengawasan pembangunan kota belum sampai ke seluruh penjuru kota sehingga banyak menimbulkan munculnya bagunan yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai denga rencaan kota. Selain itu biasanya para pemilik tanah tidak mau menyisihkan sebagian dari tanahnya untuk rencana jalan. Lambat laun kawasan kota yang dibangun secara individual akan menjadi kawasan kota yang tidak teratur perencanaanya.

  2. Pembangunan oleh Pengembang Istilah lainnya adalah real estate yang dilaksanakan dengan cara membeli sejumlah lahan dan direncanakan untuk pembangunan dan setelah selesai dibangun lalu dijual kepada masyarakat.

   Pembangunan seperti ini memiliki beberapa keuntungan yaitu : a.

  Rencana tapak disesuaikan dengan rencana kota dan standar yang ada karena rencana ni telah dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta diarahkan terlebih dahulu oleh aparat pemerintah dan setelah memperoleh persetujuan baru dilaksankan.

  b.

  Lahan untuk fasilitas umum dan sosial dapat sekaligus disediakan oleh pengembang.

  c.

  Ligkungan pemukiman ini di samping tertata baik juga memperhatikan estetika lingkungan dan bangunan d.

  Semua bangunan pasti memiliki izin bangunan.  Tapi pembangunan seperti ini juga memiliki faktor negatif seperti : a.

  Harga rumah lebih mahal karena pengembang mengejar keuntungan.

  b.

  Kualitas rumah tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan karena pelaksanaan pembangunan rumah dalam jumlah besar maka pengawasannya menjadi berkurang.

  c.

  Para pengembang hanya memfokuskan prasarana pada lokasi pemukiman, padahal prasarana seperti drainase berkaitan dengan sistem permukiman. Sekeliling kawasan permukiman yang baru dibangun sering terkena genangan air karena pengemang tidak membangun drainase pembuang air keluar dari kawasan pemukiman, melainkan menaikkan elevasi kawasan yang dibangunnya. Hasilnya adalah kawasan pembangunan itu tidak terjadi banjir, melainkan memindahkan banjirnya ke kawasan sekelilingnya yang sebelumnya tidak terjadi banjir. Karena hanya mengejar keuntungan maka para pengembang cenderung hanya membangun rumah menengah dan rumah mewah, dan enggan membangun rumah sederhana dan sangat sederhana.

3. Pembangunan Permukiman oleh Perum Perumnas

  Perum Perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih memfokuskan kegiatannya pada permukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perum Perumnas sering kali dibangun oleh pemerintah.

  PT. Perumahan Nasional (Persero) yang sering disingkat Perumnas merupakan pengembang (developer) yang dibentuk oleh pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah diperkotaan. Dalam pelaksanaannya, Perumnas menerapkan beberapa cara antara lain dengan membangun : kapling siap bangun, rumah inti, rumah sederhana dan ruma susun.

2.5.6 Maksud dan Tujuan Pembangunan Perumahan dan Permukiman

   Secara Umum : Memperbaiki keadaan permukiman dan lingkungannya untuk

  • menngkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
  • lingkungan.

  Mengembangkan dan meningkatan sarana, prasaraan dan fasilitas

  • lebih mengutamakan tata guna tanah.

  Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan dan

   Secara khusus, menurut undang-undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dijelaskan bahwa penataan perumahan dan pemukiman bertujuan untuk :

  • manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

  Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar

  • aman, serasi dan teratur.

  Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,

  • yang rasional.

  Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk

  • bidang lainnya.

  Menunjukkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan

2.5.7 Kendala Pembangunan Perumahan

  Pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman tentu tidak lepas dari berbagai kendala, yang antara lain berupa : a.

  Terbatasnya lahan yang tersedia Terbatasnya lahan, baik diperkotaan maupun pedesaan, yang dibarengi dengan meningkatnya pemangunan serta perkembangan jumlah penduduk yang pesat, telah mengakibatkan adanya ketimpangan antara jumlah permintaan dengan penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan untuk mengembangkan perumahan dan pemukiman sehingga untuk mendapatka lahan, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin sulit.

  b.

  Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat Kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekuragpahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungannya yang bersih bagi kesehatan mereka.

  c.

  Terbatasnya informasi Faktor lain yang menjadi kendala dalam pembangunan perumahan dan pemukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan pengadaan dan teknologi pembangunan perumahan dan pemukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berdaya beli rendah.

  d.

  Terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah Kendala yang berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Daerah adalah terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan pemukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasrananya.

  Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh Suparno sastra m dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu :

  1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

  2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat golongan masyarakat.

  3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha 4.

  Penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan permuiman yang serasi dan berkelanjutan.

  5. Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan efisien.

2.5.8 Permasalahan Pembangunan Perumahan

  Meskipun pembangunan perumahan dan permukiman sudah dircanangkan semenjak masa pemerintahan Orde Baru, yaitu berupa program pembangunan nasional dalam bentuk PJP I, akan tetapi sampai sekarangpun masih terdapat permasalahan-permasalahan pembangunan perumahan yang belum dapat diatasi.

  Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:

  1. Faktor Ekonomi dan Sosial Faktor ekonomi merupakan permasalahan yang sanga mendasar bagi masyarakat Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.

  Kenyataannya memang masih banyak orang yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga selain memicu timbulnya berbagai permasalahan sosial juga mengakibatkan rendahnya kemampuan mereka untuk memiliki tempat hunian (rumah). Pada golongan masyarakat menengah ke bawah ini, kemampuan ekonomi masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan sebagai kebutuhan pokok hidup (Basic need).

  2. Laju Pertumbuhan Penduduk yang Tidak Terkendali Sebagai negara yang sedang berkembang, indonesia sangat rentan terhadap masalah kependudukan, di mana laju pertambahan penduduk sangat pesat sehingga pembangunan sarana perumahan dan permukiman tidak bisa mengimbangi laju pertambahan penduduk itu.

  3. Tingginya Angka Urbanisasi Dengan adanya pertumbhan dan perkembangan fasilitas di pusat-pusat kota, hal itu secara otomatis memacu pertumbuhan urbanisasi yang kemudian menimbulkan berbagai permasalahan baru terutama di bidang perumahan dan permukiman.

4. Laju Inflasi yang Tinggi

  Salah satu penyebab timbulnya permaslaahn perumahan dan permukiman, selain yang sudah dibahas diatas adalah tingginya angka inflasi. Karena harga bahan bangunan terkait erat dengan mata uang asing(dolar), inflasi mengakibatkan harga bahan bangunan menjadi semakin tinggi. Hal ini tentu mengakibatkan tertundanya proses pembangunan perumahan dan permukiman.

2.5.9 Sistem Permintaan Perumahan

  Dalam kenyataannya, sistem permintaan perumahan yang terjadi di masyarakat selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami dengan baik agar kita dapat memperoleh kejelasan tentang hal-hal yag terjadi dalam proses pemenuhannya. Adapun beberapa hal yang terdapat pada sistem permintaan perumahan adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan

  Kebutuhan (Need) akan perumahan merupakan kebutuhan pokok yang bersifat objektif, sama untuk semua orang. Pe ngertian „kebutuhan‟ ini terkait dengan masalah pemenuhan kebutuhan pokok manusia terhadap sumah sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung. Berdasar fenomena ini maka rumah dipandang sebagai produk yag diperlukan semua orang dalam upaya melangsungkan kehidupannya. Produk rumah disini apabila dilihat dalam skala kebutuhan menurut Maslow merupakan kebuthan yang palig dasar terkait degan perlindungan biologis manusia.

2. Permintaan

  Karakter, selera dan kemmapuan ekonomi setiap orang berbeda-beda dimana hal itu akan berdampak pada perbedaan tuntutan tiap orang tersebut terhadap kualitas sebuah hunian. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka terdapat berbagai variasi kebutuhan terhadap rumah tinggal. Permintaan akan perumahan yang sesuai dengan selera keinginan, dan kemampuan seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal itulah yang disebut permintaan(demand). Oleh karena itu permintaan akan perumahan merupakan kebutuhan khusus yang bersifatmsubjektif dan berbeda antara individu yang satu dengan lainnya. Apabila ditinjau dari faktor penyebabnya, permintaan terhadap perumahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : a.

  Kondisi sosial Kondisi sosial suatu masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan lokasi rumah baru serta lingkungan sosial yang diinginkannya.

  Orang yang terbiasa hidup dalam masyarakat pedesaan akan cenderung menginginkan rumah dilokasi dan lingkungan sosial yang hampir sama dengan suasana pedesaan. Demikia pula halnya dengan seseorang yang besar diperkotaan. Pola hidup sehari-hari suatu masyarakat akan membentuk arakter tertentu yang dapat mempengaruhi cara pandang seseorang yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi pertimbangan-pertimbanganya dalam memilih lokasi dan lingkungan sosial untuk huniannya. b.

  Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi seseorang juga merupakan faktor penentu dalam memutuskan pilihan hunian terkait dengan lokasi, ukuran, dan kualitas hunian yang diinginkan. Setiap lokasi mempunyai standar harga yang berbeda-beda. Lokasi dengan akses yang lebih baik, ataupun daerah-daerah dengan potensi pengembangan yang baik akan mempunyai harga yang relatif tinggi. Akibatnya, hunian yang dibangun di lokasi seperti itu mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Biasanya lokasi di daerah pusat kota mempunyai nilai yang relatif tinggi dibandingkan lokasi yang terletak lebih ke pinggir. Karena tingginya harga tanah, untuk menekan nilai ekonomi suatu hunian yan ada di pusat kota biasanya dikembangkan secara vertikal(bertingkat). Hal ini juga merupakan solusi untuk mengatasi tingkat kepadatan yang cukup tinggi dan terbatasnya luas lahan.

  Sebaliknya, perumahan di daerah pinggiran kota biasanya dikembangkan secara horisontal karena harga tanahnya masih relatif terjagkau. Ukuran bangunan merupakan aspek lain yang sangat mempengaruhi harga sebuah hunian. Bangunan dengan jumlah lantai yang lebih banyak (bertingkat) dan dimensi yang lebih besar akan mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan bangunan satu lantai, apalagi jika ukurannya lebih kecil.

  c.

  Kondisi budaya Latar belakang budaya suatu masyarakat akan membentuk pola hidup dan pla pikir masyarakat itu. Kondisi budaya ini akan mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan bentuk rumah yang mereka inginkan. Hal itu terutama terkait dengan adat kebiasaan serta tradisi yang berkembang pada masyarakat itu. Dalam latar budaya suatu masyarakat terdapat aturan-aturan serta pakem-pakem tertentu yang terkait dengan suatu bangunan, di mana hal ini akan berpengaruh besar pada pilihan hunian.

  Selain itu, suatu budaya biasanya juga mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap lokasi-lokasi hunian yang berbeda. Misalnya, masyarakat dengan latar budaya Cina tidak akan menyukai rumah yang berada diujung pertigaan, yang sering disebut tusuk sate, karena mereka percaya bahwa rumah yang berada di lokasi seperti ini mempunyai aura negatif yang tinggi yang akan mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan penghuni rumah dalam jangka panjang. Latar budaya masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan sebuah hunian. Budaya ini akan berpengaruh luas terhadap pola dan cara hidup, pola dan cara pikir serta adat kebiasaan yang dianut masyarakat.

3. Perasaan Membutuhkan

  Perasaan membutuhkan (felt need) menunjukkan perasaan membutuhkan akan perumahan meskipun sesungguhnya seseorang belum tentu benar-benar membutuhkan. Perasaan seperti ini mungkin saja timbul karena seseorang telah memilki rumah yang layak tetapi masih merasa membutuhkan rumah lainnya. Adanya perasaan seperti ini menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan akan rumah, yang bukan lagi sebagai kebutuhan dasar saja, namun sudah meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya rumaa sebagai sarana aktualisasi diri, atau bahkan sebagai objek investasi.

  Keinginan akan rumah harus diimbangi dengan kemampuan untuk memilikinya. Kemampuan dan keinginan ini dapat terdiri atas kemampuan dan keinginan untuk memiliki, menyewa (mengontrak), dan menumpang (tanpa bayar sewa).

  Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, ada dua hal yang harus dipertimbangkan secara masak agar pemenuhanya dapat mengimbangi kebutuhan dan terus berkembang, kedua hal tersebut adalah : a.

  

Supply (penawara), merupakan kemampuan penyediaan rumah yang

  realisasinya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta (pengembang).

  b.

  

Demand (permintaan), merupakan animo permintaan masyarakat yang

  biasanya selalu menunjukkan angka yang lebih tini (subjektif) dibanding tingkat penawaran yang ada (suplay).

  Dengan adanya penawaran dan permintaan perumahan maka akan terjadi kegiatan jual beli produk perumahan. Pasar perumahan ini terjadi apabila terjadi kesesuaian antara penawar dan permintaan, yaitu situasi dimana keinginan masyarakat (dengan pertimbangan sosial, ekonomi, serta budaya) dapat terpenuhi dan supplier(penyedia) perumahan, baik pemerintah maupun swasta, dapat menyediakannya.

  

Supplier perumahan dapat berasal dari pemerinta maupun swasta.

  Pemerintah pada umumnya berlaku sebagai penyedia perumhan dengan tujuan mencukupi kebutuhan perumahan dengan harga yang terjangkau, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk menghilangkan kekuranga hunian terutama bagi masyarakat yang kurang mampu. Program tersebut dapat berwujud dalam beberapa macam program, misalnya program pengadaan perumahan baru melalui PERUMNAS ataupun program permukiman desa. Supplier yang berasal dari sektor swasta mempunyai pertimbangan yang sedikit berbeda dalam memenuhi permintaan terhadap perumahan ini, karena pihak swasta tentu mempertimbangkan keuntungan ekonomis dalam kegiatan jual beli perumahan yang dapat menjamin kegiatan usaha yang layak secara ekonomis(economically feasible). Secara umum program pengadaan perumahan harus ditunjang dengan dana pelaksanaan, kemampuan teknis, dan pengolahan. Berdasarkan aspek ini, kelayakan sebenarnya dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu kelayakan ekonomi, kelayakan sosial, serta kelayakan strategi.

  Kelayakan ekonomi biasanya merupakan pertimangan utama bagi supplier swasta dalam usaha pegadaan perumahan, meskipun pemerintah tetap enetapkan aturan pengadaan perumahan, antara rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana dengan angka perbandingan 1:3:6 bagi usaha pengadaan perumahan. Dan kelayakan selanjutnya biasanya ditekankan oleh supplier yang berasal dari pemerintah dengan tujuan pengadaan perumahan yang berbeda.

2.6 Fasilitas Lingkungan Perumahan

  Fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan mutu kehidupan dan penghidupan dari masyarakat lingkungan sehingga dapat hidup layak.

  Pada dasarnya fasilitas lingkungan ini terdiri dari bangunan-bangunan dan ata lapangan terbuka yang dibutuhkan masyarakat.

2.6.1 Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan 1.

  Fasilitas Pendidikan a.

  Sekolah Taman Kanak-kanak Adalah fasilitas pendidikan yang paling dasar yang diperuntukkan untuk anak-anak usia 5-6 tahun.

   Terdiri dari dua kelas masing-masing dapat menampung 35-40 murid per kelas dan dilengkapi dengan ruang-ruang lainnya.

   Pencapaian maksimum adalah 500 m b. Sekolah Dasar (SD)

  Adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak-anak usia 6-12 tahun.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Potensi Konflik Antara Peternak Babi Dengan Masyarakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan)

0 0 9

Potensi Konflik Antara Peternak Babi Dengan Masyarakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan)

0 0 10

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Teori Elit - Konflik Elit Lokal Dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Elit Lokal Dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues

0 0 8

BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok - Perancangan Alat Pengukur Kecepatan & Debit Suatu Aliran Cairan Berbasis Mikrokontroler

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fluida - Perancangan Alat Pengukur Kecepatan & Debit Suatu Aliran Cairan Berbasis Mikrokontroler

0 0 27

BAB 2 LANDASAN TEORI - Penerapan Algoritma Greedy Pada Permainan Mill Berbasis Android

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka - Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada Sd Negeri 060851 Medan Dengan Menggunakan Php

0 0 19

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada Sd Negeri 060851 Medan Dengan Menggunakan Php

0 0 15

EFEKTIVITAS KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN TAWAS TERHADAP LOGAM MANGAN (Mn) PADA AIR BAKU PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK TUGAS AKHIR - Pengaruh Efektivitas Koagulan PAC (Poly Auminium Chloride) dan Tawas terhadap Logam Mangan (Mn) pada Air Baku

0 0 11