PONDOK PESANTREN SEBAGAI SUBTITUSI PERAN

PONDOK PESANTREN SEBAGAI SUBTITUSI PERAN KELUARGA DALAM
PENDIDIKAN MORAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sosiologi Keluarga dan
Gender
Dosen Pengampu : Stevanny Afrizal, M.Sos

Disusun oleh :
Ayu Nur Hasanah

(2290150031)

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYSA
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan menjadi aspek penting untuk keberhasilan pembangunan dan
majunya suatu bangsa, serta sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas sumber

daya manusia yang terampil, handal, dan mampu bersaing dalam era globalisasi
sekarang ini. Sekolah sebagai lembaga dan sarana pendidikan terus berbenah dalam
sistem dan kurikulum untuk menciptakan lulusan yang cerdas dan memiliki daya
saing dengan lulusan-lulusan dari sekolah lain.
Pada Pendidikan formal melalui sekolah-sekolah formal yang berorientasi
akademis dan menitik beratkan kepada pendidikan saintek dan ilmu sosial yg dinilai
sudah mempuni tersebut, masih banyak orang tua yang memberikan pendidikan
tambahan kepada anaknya, salah satunya berupa pendidikan agama, akhlak, dan
pendidikan karakter dengan memasukan anaknya kedalam pesantren atau bisa
disebut pondok dengan murid yang disebut santri.
Team departemen agama (2003:3) mendefinisikan Pesantren sebagai
pendidikan yang berorientasi kepada ajaran agama islam dimana didalamnya terjadi
interaksi antara kiai dan uztad sebagai guru dan santri sebagai murid dengan
mengambil tempat di masjid atau di area pondok untuk mengkaji dan membahas
buku buku teks keagamaan karya ulama dimasa lalu . Pesantren merupakan suatu
lembaga nonformal yang didalamnya mengajarkan suatu pendidikan agama yang
bertumpu kepada pendidikan akhlak, karakter, tanggung jawab dan kemandirian
murid yang biasa disebut sebagai santri. Pesantren diberikan izin penuh dalam
mendidik santri diluar tanggung jawab orang tua. Santri dituntut untuk hidup tanpa
orang tua dan hidup jauh dari orang tua secara mandiri. Biasanya, ada santri yang

secara sukarela dimasukan ke pesantren dan ada juga yang dengan menggunakan
paksaan, karena selain karena keinginan orang tua, semua kembali lagi kepada
minat dari anak itu sendiri.

Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pondok pesantren sebagai substitusi peran keluarga dalam
pendidikan formal.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana alasan orang tua memberikan kepercayaan terhadap pondok
pesantren untuk mengganti perannya dalam penanaman moral dan pengawasan
terhadap anak?"
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi
keluarga dan gender serta untuk memahami Bagaimana alasan orang tua
memberikan kepercayaan terhadap pondok pesantren untuk mengganti
perannya dalam penanaman moral dan pengawasan terhadap anak.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Peneliti mengharapkan semoga penelitian ini dapat dimanfaatkan dan digunakan

sebagai acuan untuk penelitian yang sejenis mengenai pesantren seperti substansi
peran keluarga dalam pendidikan formal
2. Manfaat praktis
Peneliti mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi santri terkait
serta dapat meluruskan informasi yang simpangsiur mengenai pesantren sebagai
lembaga pendidikan informal. Begitupun untuk peneliti sendiri semoga penelitian
ini dapat dijadikan pembelajaran untuk penyusunan penelitian selanjutnya dan
menambah ilmu pengetahuan.

BAB II
KERANGKA TEORITIK
2.1 Teori Panopticon
Teori panopticon yang dipopulerkan oleh Michel Foucault mengupas
tentang disiplin dan punishment. Dimana dalam teori ini membahas tentang kontrol
atau pengawasan terhadap individu secara diskontinue untuk menghasilkan
ketaatan yang permanen tetapi sumber daya yang diogunakan sedikit . pendisiplinan
adalah sebuah mekanisme pembentuk perilaku individu yang taat dan patuh pada
serangkaian norma melalui sistem kontrol atau pengawasan terhadap individu.
Pendisiplinan merupakan mekanisme kekuasaan yang dilakukan untuk membentuk
tubuh yang terampil dan bergiuna . ia juga merupakan mekanisme kekuasaan yang

bersifat positif. Disiplin seringkali disandingkan dengan norma yang ada dalam
mekanisme, nomra merupakan bentuk kekuasaan, atau sebagai “kekuasaan norma”.
Foucault menganalogikan proses ini dengan proses pendisiplinan yang dilakukan
para tentara. Menurutnya, pelatihan disiplin tidak dilakukan melalui kontrol
langsung terhadap tubuh secara keseluruhan. Akan tetapi melalui kontrol secara
khusus pada bagian-bagian tertentu dari tubuh. Fokus disiplin bukan hanya
ditujukan kepada hasil kejahatan atau hukuman yang dicapai melainkan perlu
melihat sebuah cara atau dengan cara lain bagimana melakukan sesuatu yang kita
inginkan.
Tubuh individu mampu menafsirkan setiap perintah. Ia bukan saja menjadi objek
reaktor (hanya beraksi terhadap perintah), melainkan ia juga menajdi objek
interpretator (mampu menginterpretasikan perintah). Upaya pembentuk perilaku
tubuh yang taat dan dapat dikendaikan (foucault menyebutnya dengan mekanisme
pendisiplinan) dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, menjelaskan bahwa
pendisiplinan dapat dibentuk melalui “pengamatan (pengawasan) bertingkat”.
Keberadaan menara pengawas adalah contoh sederhana untuk menjelaskan ini.
Pengamatan bertingkat ini didasarkan pada sebuah fakta bahwa kita dapat
mengontrol apa yang dilakukan orang lain hanya dengan mengamati aktivitas
mereka. Kedua, mekanisme pendisiplinan selanjutnya dilakukan melalui


normalisasi (la normalisation) atau standarisasi penilaian. Normalisasi ialah
instrumen kekuasaan pendisiplinan yang menjadi instrumen penilaian untuk
melakukan pengawasan terhadap individu. Dapat juga dimaknai sebagai sebuah
penilaian dan teknik yang digunakan untuk mengukur pengelompokkan dan
pengkategorian individu sesuai standar atau norma tertentu. Skala ini menentukan
standar perilaku “normal” dan “dan tidak normal” . standar perilaku yang yang
dapat diterima atau ditolak orang lain. keberadaan normalisasi ini akan memebetuk
kedisiplinan dalam diri individu karena mereka akan berusaha bertindak dan
memahami standar tersebut. ketihga, sebuah ujian atau pemeriksaan yang
menggabungkan model pemetaan hierarkis dan normalisasi penilaian . Foucault
menyatakan “ suatu sikap normal menetapkan setiap individu yang dipandang
melalui mana seseorang membedakan dan menilai mereka “. Ujian merupakan
lokus utama kekuasaan atau pengetahuan modern karena menggabungkan kekuatan
(kemampuan , kecerdasan ) dan kebenaran dalam satu kesatuan yang utuh.
2.2 Analisis Teori
Sejalan dengan teori Panopticon yang disampaikan oleh Focault, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa cara kerja pesantren sama seperti penjara. Dimana
pondok pesantren memegang peranan penting dalam hal pengawasan individu
(dalam hal ini yang dimaksudkan adalah para santri).
Orangtua mengharapkan bahwa anaknya dapat lebih terkontrol dan

memiliki ilmu agama yang lebih baik jika anaknya masuk pesantren. Seperti yang
dikatakan Focault, control yang ada dan bersifat discontinue diharapkan dapat
membentuk suatu ketaatan yang permanen. Dalam hal ini, tentu saja pengawasan
yang dilakukan pondok pesantren bersifat discontinue karena seorang santri tentu
saja hanya memiliki jangka mondok selama beberapa tahun (tidak seumur hidup).
Pendisiplinan yang dibentuk oleh Pondok Pesantren dimaksudkan agar para
santri dapat mengikuti norma-norma agama maupun norma kehidupan sehari-hari
yang berlaku di masyarakat. Pondok pesantren menggunakan mekanisme
kekuasaan berupa norma-norma agama yang mengontrol segala tindak-tanduk para
santri. Fokus disiplin tidak hanya menyoroti hasil apa saja yang dicapai, melainkan
juga melihat sebuah cara bagaimana melakukan sesuatu sesuai harapan atau tujuan.

Dalam hal ini, Pondok Pesantren menggunakan cara surga dan neraka ibaratkan
punishment and reward. Apabila seseorang tidak dapat mengikuti norma-norma

yang ada, maka ia akan mendapat hukuman berupa masuk neraka atau berdosa.
Sebaliknya, apabila orang itu sudah mengikuti ajaran agama dan norma-norma yang
ada di masyarakat dengan baik, maka ia akan mendapatkan balasan berupa pahala
dan surga.
Mekanisme pembentukan perilaku tubuh (santri) yang taat dan dapat

dikendalikan terdapat tiga cara, yaitu:
1. Pendisiplinan dapat dibentuk melalui pengamatan atau pengawasan yang
bertingkat. Layaknya menara pengawas yang ada di penjara, para narapidana
selalu merasa diawasi karena menara pengawas dapat dengan transparan melihat
mereka, sedangkan mereka tidak dapat melihat keadaan menara pengawas. Hal
ini pun juga berlaku di pondok pesantren, dimana kantor ustad dan ustadzah
maupun rumah Kyai Besar berada di tempat yang sentral. Tempat tersebut
memungkinan mereka dapat mengawasi santri ke segala penjuru, sedangkan
santri tidak dapat mengetahui kondisi dimana ustad, ustadzah maupun Kyai
Besar itu berada. Oleh karena itu, mereka selalu merasa bahwa gerak-gerik
mereka diawasi. Mereka takut melakukan penyimpangan karena di dalam diri
mereka sudah ter-mindset bahwa segala perilaku mereka diawasi.
2. Pendisiplinan melalui normalisasi atau standarisasi penilaian. Dalam hal ini,
para santri di pondok pesantren dituntut untuk memiliki atau memenuhi standarstandar penilaian tertentu. Contohnya mereka harus khatam Al-Qur’an,
mengikuti pengajian, dan mengikuti norma-norma yang ada. Apabila mereka
melakukan penyimpangan, maka ia akan dicap tidak normal (berbeda) daripada
yang lain secara umum. Hal ini dapat kita lihat, apabila seorang santri memakai
baju yang tidak syar’I maka ia akan dianggap menyimpang dan tidak normal
karena ia tidak seperti santri-santri yang lain yang berpakaian tertutup.
3. Pendisiplinan dilakukan melalui ujian yang menggabungkan hierarki dan

normalisasi penilaian. Yang dimaksud dalam hal ini adalah, setiap individu akan
berlomba-lomba agar mencapai standar penilaian baik. Untuk mencapai standar

penilaian baik dan masuk ke dalam golongan yang dianggap baik dan ideal,
makai a akan berusaha keras untuk menaati peraturan yang ada. Adanya ujian
memiliki fungsi bahwa seorang individu dapat terlihat berada di posisi mana
dalam tatanan hierarki dan sudah ideal kah dia dalam standar penilaian. Orangtua
tentu saja menginginkan anaknya untuk berada di dalam penilaian yang baik dan
sesuai dengan standar-standar ideal penilaian masyarakat. Oleh karena itu,
dengan memasukkan anaknya kedalam pesantren mereka berharap anaknya
dapat berada ditatanan hierarki yang baik atau tinggi. Pesantren mengadakan
ujian-ujian untuk menempatkan posisi anak tersebut ada dimana dalam hierarki,
dan sudah ideal kah ia di dalam penilaian masyarakat.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan penelitian
Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif yang bersifat deskriptif dimana metode ini digunakan untuk
melihat dan menafsirkan bagaimana sistem kepercayaan orangtua yang

memilih pondok pesantren sebagai tempat yang memiliki kontrol atas
perilaku anaknya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualit (Qualitative Reseach) yakni jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan yang tidak dicapai dengan menggunakan prosedur
statistik atau cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
3.2. Setting penelitian
tempat
penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pessantren Al-Quran AthTabraniyyah Jl. Yusuf Martadilaga No. 23 A Kecamatan Serang Banten.
Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 20 mei 2018.
3.3.Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif meliputi data observasi
wawancara dokumentasi dan pengamatan.
Observasi
Metode obsrevasi adalah metode yang dilakukan dengan cara pengamatan
atau dengan pencatatan dengan sistimatis tentang fenomena yang diselidiki
seperti yang dikatakan oleh Suharsimi Arikunto disebut pula dengan
pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap objek
dengan menggunakan seluruh indera.
Wawancara

Wawancara (interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara melakukan Tanya-jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang:
1. Alasan orangtua nenitipkan anaknya di pondok pesantren Al-Quran
Ath-Tabraniyyah
2. Tanggapan orangtua mengenai pondok pesantren
3. Alasan anak mondok
4. Tanggapan orangtua ketika anak di pondok
Dokumentasi
Metode dokumen merupakan suatu cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah
dan bukan berdasarkan perkiraan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini peneliti tampilkan melalui tabel sebagai berikut :

Nama

Pertanyaan

Jawaban

Informan
Euis Roslina

1. Bagaimana Alasan

1. Tinggal di pesantren adalah

informan tinmggal di

keinginan sendiri untuk

pondok pesantren?

menambah ilmu agama

2. Bagaimana tanggapan

2. Tidak ada tanggapan khusus

informan mengenai

karena sudah sejak dulu

pondok pesantren?

tinggal di pesantren

3. Bagaimana kepercayaan

3. Orang tua sangat percaya

orang tua terhadap

terhadap pesantren karena

pondok pesantren ?

menganggap pesantren

4. Sejak kapan tinggal di
pondok pesantren?

memiliki kontrol yang baik
terhadap santrinya

5. Apakah banyak anggota

4. Sejak masih duduk di bangku

keluarga yang tinggal di

MTS atau setara SMP hingga

pondok pesantren?

saat ini
5. Dari anggota keluarga
memamang ada yang tinggal
di pesantren juga, yaitu kaka
perempuan.

Ita Purwati

1. Bagaimana Alasan

1. Tinggal di pesantren adalalah

informan tinmggal di

tuntutan dari orang tua,

pondok pesantren?

karena dianggap sering di
luar norma akhirnya minta
untuk tinggal di pesantren

2. Bagaimana tanggapan

agar mendapat ilmu yang

informan mengenai

lebih banyak lagi tentang

pondok pesantren?

perilaku

3. Bagaimana kepercayaan

2. Pondok pesantern merupakan

orang tua terhadap

tempat dimana bisa banyak

pondok pesantren ?

mendapat tempat, sehingga

4. Sejak kapan tinggal di
pondok pesantren?
5. Apakah banyak anggota
keluarga yang tinggal di
pondok pesantren?

membuat betah tinggal.
Tempat dimana banyak sekali
mendapat pengalaman ilmu
agama.
3. Orang tua sangat percaya
terhadap pondok pesantren
karena menganggap di
pesantren lebih terkontrol,
orang tua juga sangat
mendukung dengan tinggal di
pesantren
4. Tinggal di pesantren sejak
kulish
5. Memang banyak anggota
keluarga yang sudah dari
dulu tinggal di pondok

Lemi Indriani

1. Bagaimana Alasan

1. Karena keinginan sendiri dan

informan tinmggal di

karena orang tua khawatir,

pondok pesantren?

sehingga di tuntut tinggal di

2. Bagaimana tanggapan
informan mengenai
pondok pesantren?
3. Bagaimana kepercayaan
orang tua terhadap
pondok pesantren ?

pondok pesantren
2. Tanggapan tentang pondok
karena di pondok pesantren
lebih teratur dan terkontrol
3. Sangat percaya terhdap
pondok pesantren tetapi tidak

4. Sejak kapan tinggal di
pondok pesantren?
5. Apakah banyak anggota

memaksa, dan lebih di
bebasakan untuk tinggal di
pondok pesantren atau tidak

keluarga yang tinggal di

4. Sejak kuliah

pondok pesantren?

5. Tidak ada anggota keluarga
yang juga tinggal di pondok
pesantren

Indah Noviani

1. Bagaimana Alasan
informan tinmggal di
pondok pesantren?
2. Bagaimana tanggapan
informan mengenai
pondok pesantren?
3. Bagaimana kepercayaan

1. Karena tuntutan orang tua
2. Orang tua sangat mendukung
jika tinggal di pondok
pesantren
3. Orang tua sangat percaya
terhadap pondok pesantren
4. Sejak SMA hingga sekarang

orang tua terhadap

5. Anggota keluarga ada yang

pondok pesantren ?

juga tinggal di pondok

4. Sejak kapan tinggal di

pesantren.

pondok pesantren?
5. Apakah banyak anggota
keluarga yang tinggal di
pondok pesantren?
Bapak Ahmad

1. Alasan menempatkan
anak di pesantren?
2. Tanggapan terhadap
pesantren?
3. Kepercayaan terhadap
pesantren?

Ibu
sukmariyah

1. Alasan menempatkan
anak di pesantren?

1. Agar hidup disiplin, dan
menjadi anak yang solehah
2. Pesantren mengajarkan ilmu
agama dan kedisiplinan
3. Sangat percaya untuk
menjaga dan melindungi anak
1. Agar menajdi anak mandiri
dan soleh

2. Tanggapan terhadap

2. Mengajarkan ilmu agama dan

pesantren?

terutama kitab kuning serta

3. Kepercayaan terhadap

menerapkan hukuman bagi

pesantren?

santri yang melanggar
3. Sangat percaya

4.2 Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai hasil pembahasan
yang dijabarkan secara jelas serta merupakan jawaban dari rumusan
masalah. Berangkat dari 9 fungsi keluarga yang terdiri dari :
1. Fungsi reproduksi
2. Fungsi sosial
3. Fungsi pendidikan
4. Fungsi afeksi
5. Fungsi proteksi
6. Fungsi ekonomi
7. Fungsi religi
8. Fungsi rekreasi
9. Fungsi penetuan status
Dimana dari beberapa fungsi keluarga tersebut peneliti lebih
memfokuskan pada masalah fungsi proteksi keluarga. Dimana dalam fungsi
proteksi terdapat fungsi orangtua dalam memberikan perlindungan terhadap
anak dan memberikan kenyamanan dan anak dapat merasakan aman di
tengah-tengah keluarganya. Anak merasa aman dari gangguan yang bersifat
fisik maupun mental yang datang dari keluarga maupun dari luar
keluarganya.
Adapun beberapa alasan orangtua menitipkan anak dipondok yaitu:
1. Menerapkan disiplin
Disiplin merupakan sikap dimana seseorang selalu hidup dengan
tepat waktu. Adapun disiplin dalam pondok pesantren al quran

ath-tabraniyyah yaitu dimana para santri harus tepat waktu
dalam solat fardu 5 waktu dengan berjamaah pada solat magrib,
isya, dan subuh. Serta tepat waktu dalam belajar al quran, serta
dalam belajar kitab kuning. Santri dibiasakan tepat waktu agar
terbiasa hidup disiplin dan tidak bermalas-malasan. Selain itu,
disiplin juga mengajarkan santri untuk menghemat waktu agar
sebagian waktunya digunakan untuk menuntut ilmu di
pesantren. Penerapan disiplin dalam pondok pesantren sudah
tertanam sejak dulu, dimana setiap pondok pesantren
mengajarkan kepada santri-santrinya untuk tidak membuang
waktu percuma agar keseharian santri digunakan pada hal-hal
yang bermanfaat.
2. Mengajarkan ilmu agama
Pada poin ini, sudah jelas seklai bahwa pesantren mengajarkan
ilmu agama yang lebih dibandingkan tempat-tempat lain.
pesantren ini adalah salah satu wadah bagi generasi muda islam
untuk hidup dengan pegangan agama dan iman yang kuat
sehingga hidup tidak akan goyah. Adapun di pondok pesantren
al quran ath-tabraniyyah ini tentu basic nya adalah al-quran,
dimana lebih banyak santri mengaji al-quran dibandingkan
mengaji kitab kuning. Dalam pengajian al-quran santri belajar
seni al-quran, belajar mengaji dengan fasih sesuai tajwid, lalu
santri mempelajari qiro’at,

serta ada beberapa santri yang

menghafal al-qur’an pula. Dari situlah tentu pondok pesantren
ini menajdi tempat yang paling utama yang membekali
seseorang dalam agama dan memperdalamnya.
3. Belajar mandiri
Pondok pesantren, selain mengajarkan disiplin dan ilmu agama
adalah pula mengajarkan kepada santrinya untuk hidup mandiri.
Dimana dalam pola pengasuhan santri di pondok pesantren,
santri di tuntut untuk hidup tanpa perlindungan orangtua serta

santri dapat mengatur waktu, dan keuangannya. Pondok
pesantren mengajarkan santri untuk hidup mandiri tanpa
mengeluh dengan keadaan seperti apapun. Seperti yang kita
ketahui sudah lumrah bahwa dipesantren makan seadanya, tidur
seadanya, dan lain-lain. cara ini diterapkan oleh pesantren agar
santri terbiasa hidup dalam keadaan apapun, agar kedepannya
santri dapat terbiasa hidup di kala susah.
4. Agar menjadi anak soleh/solehah
Dari beberapa alasan di atas, tujuan orangtua mempercayakan
anaknya tinggal di pondok pesantren yaitu agar anaknya menajdi
anak yang soleh dan solehah. Agar anak dapat memiliki bekal
untuk hidup di dunia dan di akhirat dan agar anak dapat menjadi
insan yang berguna untuk dirinya dan agamanya. Selain itu
harapan ini orangtua mempercayakan pondok pesantren sebagai
tempat tinggal kedua bagi anaknya karena dengan bekal ilmu
agama yang cukup maka anak akan menjadi anak hyang soleh
dan solehah dan terhindar dari perbuatan buruk dan sifat nakal
remaja yang selama ini melanda generasi muda.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan di Pondok Pessantren AlQuran Ath-Tabraniyyah Jl. Yusuf Martadilaga No. 23 A Kecamatan Serang Banten,
kami menyimpulkan bahwa Pondok Pesantren dapat dikatakan sebagai subtitusi
fungsi keluarga dalam hal proteksi keluarga.
Dikatakan demikian, karena banyak orangtua yang lebih mempercayai
pondok pesantren dapat memberikan kenyamanan dan keamanan putra-putri
mereka saat berada jauh dari orangtua. Selain orangtua merasa lebih tenang
menitipkan anaknya di Pondok Pesantren, orangtua pun semakin senang karena
anak-anak mereka dapat sekaligus belajar agama dan terkontrol dari penyimpangan
sosial.
Dari hasil wawancara kami dengan para informan, terdapat beberapa alasan
yang mendasari seorang anak akhirnya tinggal di pesantren dibandingkan ngekost
atau pilihan lain. Beberapa alasan itu adalah:
1. Menerapkan disiplin
2. Mengajarkan ilmu agama
3. Belajar mandiri
4. Agar menjadi anak soleh/solehah

5.2 Saran
Adanya Pondok Pesantren ditengah-tengah kemajuan zaman saat ini tentu
saja sangat membantu para orangtua yang terpaksa terpisah jauh dengan anakanaknya. Berkat adanya Pondok Pesantren, orangtua merasa lebih tenang untung
melepas putra-putri nya pergi jauh menuntut ilmu.
Menurut kami, hal-hal yang dilakukan di Pondok Pesantren sudah baik. Para
santri mendapatkan keamanan dan kenyamanan selama mondok. Selain itu mereka

pun dibekali dengan ilmu agama di sela-sela kesibukan mereka. Pembekalan agama
tersebut tentu saja amat sangat berguna untuk membentuk kepribadian yang baik.
Namun terlepas dari itu semua, kami berharap Pondok Pesantren AthThabraniyyah masih terus berupaya memperbaiki kualitas pendidikan maupun
fasilitasnya agar menjadi lebih baik. Jika Pondok Pesantren terus berupaya menjadi
lebih baik lagi, tidak menutup kemungkinan bahwa Pondok Pesantren akan menjadi
pilihan utama bagi para orangtua di Indonesia untuk anak-anaknya.

Daftar Pustaka
Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Pendidikan Michael Foucault (Pengetahuan,
Kekuasaan, Disiplin, Hukuman, Daan Seksualitas). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Hadinata. 2013. “Penerapan Sanksi Berjenjang Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa MTS” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). IAIN
SU-Medan. Medan

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100