S FIS 0804141 Chapter3

(1)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu mengumpulkan dan menganalisis data yang bersifat memaparkan analisis masalah, tidak melakukan akuisisi data secara langsung dan ditunjang dengan beberapa literatur/kajian ilmiah berdasarkan hasil studi pustaka. Penelitian ini menggunakan data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005).

Dilakukan dua tahap seleksi data kesaksian pengamatan hilal tersebut sesuai dengan prosedur Djamaluddin (2001), yaitu:

a) Kriteria utama: berkaitan dengan konfigurasi geometri. Jika ketinggian Matahari-Bulan kurang dari 4°, pengamatan harus dilakukan oleh tiga kelompok atau lebih di tempat yang berbeda.

b) Kriteria tambahan: mengeliminasi data karena bias yang terlihat karena kehadiran objek pengecoh, seperti Venus dan Merkurius yang dekat dengan posisi Bulan.

Pada kriteria tambahan, digunakan batasan antara jarak Bulan dengan planet pengecoh yaitu sebesar 3. Hal ini mengacu pada kriteria MABIMS, yaitu:


(2)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

a) Pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2.

b) Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3.

c) Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Saat hilal memiliki elongasi minimal sebesar 3 dengan planet pengecoh, diasumsikan pengamat tidak akan salah dalam mengamati hilal yang nampak. Apabila hilal memiliki elongasi kurang dari 3 terhadap planet pengecoh, ini akan berpengaruh pula kepada data astronomi hilal saat pengamatan dilakukan.

3.2. Perangkat yang Digunakan

Perangkat yang digunakan dalam membantu penelitian ini adalah perangkat lunak MoonCalc versi 6.0., dan perangkat lunak CyberSky versi 5.0.

3.2.1.Perangkat lunak MoonCalc versi 6.0

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia dan data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) menggunakan data kesaksian hilal saat Matahari tepat tenggelam di ufuk barat. Namun data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) data kesaksian hilal yang digunakan pada saat best

time. Perbedaan ini akan berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Oleh karena itu,

seluruh data tersebut disamakan pada saat Matahari tepat tenggelam di ufuk barat. Perangkat lunak MoonCalc digunakan untuk mengetahui data astronomi hilal pada saat pengamatan. Dengan memasukkan lokasi dan waktu pengamatan serta


(3)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

mengaktifkan refraktor dan pengaturan toposentrik, akan didapatkan hasil berupa ARCV, ARCL, umur Bulan dan DAz pada saat pengamatan.


(4)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.2.2.Perangkat lunak CyberSky versi 5.0.

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) yang di olah menggunakan perangkat lunak MoonCalc, selanjutnya di olah dengan menggunakan perangkat lunak CyberSky. Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya planet di sekitar hilal dan untuk mengetahui jarak antara hilal dengan planet terdekat tersebut. Dengan memasukkan lokasi dan waktu pengamatan serta mengaktifkan refraktor dan pengaturan toposentrik, akan didapatkan hasil berupa tampilan Gambaran langit pada saat pengamatan dan jarak antara hilal dengan planet terdekat pada saat dilakukan pengamatan.


(5)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.3. Alur Proses Penelitian

Alur proses penelitian dapat dilihat secara singkat pada Gambar 3.1.

Tidak Tidak

Ya Ya

Data Hilal Indonesia berdasarkan Keputusan Kementerian Agama RI tahun 1962-2011.

Data Hilal Indonesia berdasarkan Rukyatul Hilal Indonesia.

Data Hilal Internasional berdasarkan catatan pengamatan hilal oleh Mohammad SH. Odeh

Grafik beda tinggi – elongasi Grafik umur hilal – elongasi Grafik beda tinggi – beda azimut

Analisis Kriteria Utama: menggunakan MoonCalc 60

Data Hasil analisis Hilal yang memenuhi Kriteria Utama

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui Kriteria Utama

Analisis Kriteria Tambahan: menggunakan

Cybersky

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui KriteriaTambahan dan Memiliki Jarak Hilal-Planet 3,0

Data Hasil analisis hilal yang Memenuhui Kriteria Utama dan Tambahan dan Memiliki

Jarak Hilal-Planet 3,0

Eliminasi Data Hilal Indonesia dan Internasional untuk di analisis


(6)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan


(7)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4. Metode Pengolahan Data

3.4.1. Seleksi Utama

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) diseleksi berdasarkan seleksi utama (Djamaluddin, 2001).

Data yang memiliki beda tinggi Bulan-Matahari <4° akan dieliminasi. Namun apabila data tersebut dilaporkan oleh tiga kelompok pengamat independen dari tiga lokasi berbeda, maka data tersebut akan tetap digunakan. Apabila terdapat data yang tidak memiliki nilai beda–tinggi Bulan–Matahari, maka digunakan bantuan perangkat lunak MoonCalc versi 6.0 dengan pengaturan toposentrik (pengamat berada di permukaan Bumi) dan mengaktifkan refraktor (memperhitungkan faktor atmosfer) saat Matahari terbenam untuk mengetahui nilai tersebut.

3.4.2. Seleksi Tambahan

Data yang lolos seleksi utama tersebut selanjutnya diseleksi kembali menggunakan seleksi tambahan (Djamaluddin, 2001). Seleksi tambahan tersebut digunakan untuk meminimalisasi kesalahan pengamat pada saat dilakukan pengamatan akibat adanya objek lain di sekitar Bulan sehingga pengamat dapat terkecoh. Apabila terdapat planet Venus atau Merkurius berada dekat dengan posisi Bulan pada saat pengamatan, maka data tersebut akan di eliminasi.


(8)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4.3. Menentukan Jarak Bulan dengan Planet Terdekat

Untuk menganalisis secara lebih detail mengenai pengaruh kesalahan pengamat pada saat pengamatan, dilakukan seleksi kembali terhadap data yang sudah lolos kriteria utama dan kriteria tambahan. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. dapat diketahui jarak antara Bulan dengan planet terdekat. Apabila Bulan dengan planet terdekat tersebut mempunyai jarak <3, maka data tersebut akan di eliminasi. Hal ini mengacu pada kriteria MABIMS, yaitu:

a) Pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2.

b) Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3.

c) Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Saat hilal memiliki elongasi minimal sebesar 3 dengan planet pengecoh, diasumsikan pengamat tidak akan salah dalam mengamati hilal yang nampak. Apabila hilal memiliki elongasi kurang dari 3 terhadap planet pengecoh, ini akan berpengaruh pula kepada data astronomi hilal saat pengamatan dilakukan.

3.4.4. Penentuan Kriteria Visibilitas Hilal

Penentuan kriteria visibilitas hilal didapatkan berdasarkan hasil plot data yang memenuhi seleksi Djamaluddin (2001) dan mempunyai jarak hilal-Matahari 3. Grafik-grafik tersebut, yaitu (1) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV –


(9)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

terhadap elongasi (ARCL – Arc of Light) dan (3) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV –Arc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ –Delta Azimut).


(1)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.2.2.Perangkat lunak CyberSky versi 5.0.

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) yang di olah menggunakan perangkat lunak MoonCalc, selanjutnya di olah dengan menggunakan perangkat lunak CyberSky. Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya planet di sekitar hilal dan untuk mengetahui jarak antara hilal dengan planet terdekat tersebut. Dengan memasukkan lokasi dan waktu pengamatan serta mengaktifkan refraktor dan pengaturan toposentrik, akan didapatkan hasil berupa tampilan Gambaran langit pada saat pengamatan dan jarak antara hilal dengan planet terdekat pada saat dilakukan pengamatan.


(2)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.3. Alur Proses Penelitian

Alur proses penelitian dapat dilihat secara singkat pada Gambar 3.1.

Tidak Tidak

Ya Ya

Data Hilal Indonesia berdasarkan Keputusan Kementerian Agama RI tahun 1962-2011.

Data Hilal Indonesia berdasarkan Rukyatul Hilal Indonesia.

Data Hilal Internasional berdasarkan catatan pengamatan hilal oleh Mohammad SH. Odeh

Grafik beda tinggi – elongasi Grafik umur hilal – elongasi Grafik beda tinggi – beda azimut

Analisis Kriteria Utama: menggunakan MoonCalc 60

Data Hasil analisis Hilal yang memenuhi Kriteria Utama

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui Kriteria Utama

Analisis Kriteria Tambahan: menggunakan

Cybersky

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui KriteriaTambahan dan Memiliki Jarak Hilal-Planet 3,0

Data Hasil analisis hilal yang Memenuhui Kriteria Utama dan Tambahan dan Memiliki

Jarak Hilal-Planet 3,0

Eliminasi Data Hilal Indonesia dan Internasional untuk di analisis


(3)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan


(4)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4. Metode Pengolahan Data 3.4.1. Seleksi Utama

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) diseleksi berdasarkan seleksi utama (Djamaluddin, 2001).

Data yang memiliki beda tinggi Bulan-Matahari <4° akan dieliminasi. Namun apabila data tersebut dilaporkan oleh tiga kelompok pengamat independen dari tiga lokasi berbeda, maka data tersebut akan tetap digunakan. Apabila terdapat data yang tidak memiliki nilai beda–tinggi Bulan–Matahari, maka digunakan bantuan perangkat lunak MoonCalc versi 6.0 dengan pengaturan toposentrik (pengamat berada di permukaan Bumi) dan mengaktifkan refraktor (memperhitungkan faktor atmosfer) saat Matahari terbenam untuk mengetahui nilai tersebut.

3.4.2. Seleksi Tambahan

Data yang lolos seleksi utama tersebut selanjutnya diseleksi kembali menggunakan seleksi tambahan (Djamaluddin, 2001). Seleksi tambahan tersebut digunakan untuk meminimalisasi kesalahan pengamat pada saat dilakukan pengamatan akibat adanya objek lain di sekitar Bulan sehingga pengamat dapat terkecoh. Apabila terdapat planet Venus atau Merkurius berada dekat dengan posisi Bulan pada saat pengamatan, maka data tersebut akan di eliminasi.


(5)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4.3. Menentukan Jarak Bulan dengan Planet Terdekat

Untuk menganalisis secara lebih detail mengenai pengaruh kesalahan pengamat pada saat pengamatan, dilakukan seleksi kembali terhadap data yang sudah lolos kriteria utama dan kriteria tambahan. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. dapat diketahui jarak antara Bulan dengan planet terdekat. Apabila Bulan dengan planet terdekat tersebut mempunyai jarak <3, maka data tersebut akan di eliminasi. Hal ini mengacu pada kriteria MABIMS, yaitu:

a) Pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2.

b) Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3.

c) Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Saat hilal memiliki elongasi minimal sebesar 3 dengan planet pengecoh, diasumsikan pengamat tidak akan salah dalam mengamati hilal yang nampak. Apabila hilal memiliki elongasi kurang dari 3 terhadap planet pengecoh, ini akan berpengaruh pula kepada data astronomi hilal saat pengamatan dilakukan.

3.4.4. Penentuan Kriteria Visibilitas Hilal

Penentuan kriteria visibilitas hilal didapatkan berdasarkan hasil plot data yang memenuhi seleksi Djamaluddin (2001) dan mempunyai jarak hilal-Matahari

3. Grafik-grafik tersebut, yaitu (1) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV –


(6)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

terhadap elongasi (ARCL – Arc of Light) dan (3) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV –Arc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ –Delta Azimut).