Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan
dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan
manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri (mandi), membersihkan
ruangan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan
akrivitas-aktivitas lainnya.

Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan
sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari
sungai, oleh karena itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air harus
dipelihara (Achmad, 2004).

Dalam setiap aktivitas pengolahan air umumnya menggunakan berbagai

bahan kimia, seperti tawas Al2(SO4)3 atau poly aluminium chloride (PAC) sebagai
koagulan dan bahan kaporit sebagai desinfektan dengan tujuan memperoleh air
bersih untuk keperluan rumah tangga. Akan tetapi bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam pengolahan air untuk keperluan rumah tangga bila tidak tepat
akan dapat mengkontaminasi dan mempengaruhi kualitas air sehingga dapat
mengganggu kesehatan apabila digunakan sebagai air minum (Hasibuan, 2015).

Air yang sudah tercemar jika diminum juga dapat menyebabkan gangguan
kesehatan terhadap orang yang mengkonsumsinya. Karena itu, memonitor kualitas
air yang dipergunakan setiap hari sangat sangat diperlukan untuk mencegah akibat
negatif yang ditimbulkannya (Siregar, 2014).
2.1.1. Sifat Air

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini adalah sifat air yang sangat penting yang diperhatikan untuk
pengolahan air:

a.) Massa Spesifik. Melalui pemadatan pada struktur molekul, massa spesifik
bervariasi dengan suhu dan tekanan. Maksimum didapat pada 4,08 oC pada

tekanan satu bar, pada 3,8 oC pada 4 bar dan pada 3,4 oC pada 10 bar.
Massa spesifik pada air murni pada suhu 15 oC dan tekana atmosforik
adalah 0,9990 kg/dm3. Yang mana air alami bervariasi dengan kandungan
zat yang terlarut. Air laut dengan salinitas pada 35 g/dm 3 memiliki massa
spesifik rata-rata yaitu 1,0281 kg/dm3 pada 0 oC. Sebuah variasi salinitas
pada 1 g/L menyebabkan massa berubah menjadi 0,0008 kg/dm3.
b.) Sifat Termal. Panas massal : 4180 J/(kg. oC) pada 0 oC. Bervariasi dengan
suhu dan mencapai suhu minimum 35 oC. Panas laten pada perubahan
untuk peleburan: 330 kJ/kg atau 79 kkal/kg; untuk penguapan: 2250 kJ/kg
atau 539 kkal/kg pada tekanan normal dan suhu 100 oC.

c.) Viskositas. Kemampuan pada cairan untuk menahan berbagai pergerakan,
keduanya internal dan secara keseluruhan, seperti aliran. Viskositas
berkurang ketika suhu meningkat.

d.) Tegangan Permukaan. Sifat yang khas untuk dihubungkan (batas
permukaan pada dua fase). Didefinisikan sebagai gaya tarik yang mana
diberikan pada cairan dan selalu cenderung untuk mengurangi luas
permukaan ini menjadi semaksimal mungkin. Tegangan permukaan pada
air 73 x 10-3 newton per meter (73 dyn/cm) pada suhu 18 oC dan 52,5 x 103


newton per meter (52,5 dyn/cm) pada suhu 100 oC.

Universitas Sumatera Utara

e.) Sifat Optis. Transparan pada air bergantung pada panjang gelombang yang
dilewati oleh cahaya. Ketika cahaya ultraviolet melewatinya dengan baik,
sinar inframerah, juga berguna dari segi fisik dan biologisnya, sulit
ditembus. Air menyerap sebagian besar bagian merah dan jingga pada
cahaya tampak; hal ini menjelaskan warna biru pada cahaya telah melewati
bagian tebal pada air (Degremont, 1979).

2.1.2. Sumber dan Kegunaan Air

Suplai air dunia didapatkan dari 5 bagian siklus hidrologi, seperti terlihat pada
gambar 2.1. Sebagian besar dari air ditemukan dalam bentuk lautan dan samudra.
Bagian lainnya terdapat dalam bentuk uap air di atmosfer.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (Achmad, 2004)


Air dalam bentuk padat juga ditemukan di bumi yaitu yang membentuk
salju di daerah kutub utara dan selatan.

Air permukaan terdapat dalam danau, sungai dan sumber-sumber air
lainnya, sedangkan air tanah (ground water ), terdapat di dalam tanah. Air tanah
dapat melarutkan mineral-mineral bahan induk dari tanah yang dilewatinya.

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar mikroorganisme yang semula ada dalam air tanah
berangsur-angsur disaring sewaktu air meresap dalam tanah. Terdapat perbedaan
yang cukup besar antara air tanah dengan air permukaan. Hal ini disebabkan oleh
kandungan berbagai zat, baik yang terlarut mapun yang tersuspensi dalam
perjalanan menuju ke laut. Air permukaan yang terkumpul dalam danau atau
waduk mengandung nutrisi pentung untuk pertumbuhan ganggang. Air permukaan
yang mengandung bahan organik mudah terurai dalam konsentrasi tinggi secara
normal akan mengandung bakteri dalam jumlah tinggi pula yang mempunyai
pengaruh cukup besar terhadap kualitas air permukaan (Achmad, 2004).

Setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas;

1. Kelas satu, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas

dua,

air

yang

peruntukkannya

dapat

digunakan


untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.1. Air Permukaan


Air permukaan adalah air yang di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lain,
yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air
ke suatu badan disebut watersheds atau drainage basin. Air yang mengalir dari
daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan ( surface run off); dan
air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai ( river run off).
Sekitar 69 % air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju, dan
sisanya berasal dari air tanah.

2.1.2.2. Air Tanah

Air tanah (groundwater ) merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah.
Air tanah ditemukan pada akuifer. Pergerakan air tanah sangat lambat; kecepatan
arus berkisar antara 10-10 – 10-3 m/detik dan dipengaruhi oleh porositas,
permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengisian kembali air ( recharge).
Karakteristik utama yang membedakan air tanah dan air permukaan adalah
pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal (residence time) yang sangat
lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang
sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan
sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit pulih
kembali jika mengalami pencemaran (Effendi, 2003).


2.2.

Pengolahan Air

Pengolahan air minum terdiri dari bangunan penangkap air, bangunan pengendap
pertama, pembubuh koagulan, bangunan pengaduk cepat, bangunan pengendap
kedua, bangunan penmyaring, reservoir, pemompaan.

1. Bangunan Penangkap Air, bangunan merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air untuk dapat
dimanfaatkan.

Universitas Sumatera Utara

2. Bangunan

Pengendap

Pertama,


bangunan

ini

berfungsi

untuk

mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya
gravitasi. Pada proses ini tidak ada pembubuhan zat/bahan kimia.

3. Pembubuhan Koagulan, unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan
secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat).

4. Bangunan Pengaduk Cepat, bangunan untuk meratakan bahan/zat kimia
(koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara
baik, sempurna dan cepat.

5. Bangunan Pembentuk Flok, bangunan ini berfungsi untuk membentuk

partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi
partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang kitak bubuhkan.

6. Bahan Pengendap Kedua, bangunan ini berfungsi untuk mengendapkan
flok yang terbentuk pada unit bak pembentuk flok.

7. Filter (saringan), dalam proses penjernihan air minum diketahui dua
macam filter yaitu: saringan pasir lambat ( slow sand filter ) dan saringan
pasir cepat (rapid sand filter ).

8. Reservoir, air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air
minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan
ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada pada
konsumen.

9. Pemompaan berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari proses
pengolahan ke para konsumen (Sutrisno, 2002).

Universitas Sumatera Utara


2.3.

Koagulasi

Koagulasi adalah pembentukan gumpalan atau partikel lebih besar; dapat
disebabkan oleh penambahan zat kimia tertentu atau oleh perubahan kondisi
(biasanya

berhubungan

dengan

pembuatan/penghilangan

partikel

koloid)

(Mulyono, 2006).

Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu
proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendapkan
dengan sendirinya (secara gravimetris). Bahan/zat kimia yang dipergunakan
sebagai koagulan adalah aluminium sulfat yang biasa disebut dengan tawas
(Sutrisno, 2002).

Koagulan ditambahkan pada air untuk membantu penghilangan partikel
halus atau koloid yang mebutuhkan aglomerasi sebelum dapat dihilangkan secara
efektif dengan pengendapan dan penyaringan. Koagulasi berarti penggumpalan
atau pembentukan flok dari partikel yang lebih kecil menjadi lebih besar. (Davis,
1952).

2.4.

Flokulasi

Flokulasi adalah proses penggumpalan (koagulasi) menjadi massa yang menjadi
massa yang lebih besar (Mulyono, 2006).

Proses flokulasi terdiri dari tiga langkah:

1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat (1 menit; 100 rpm); bila perlu
juga pembubuhan bahan kimia (sesaat) untuk koreksi pH.
2. Pengadukan lambat untuk membentuk flok-flok (15 menit; 20 rpm).
Pengadukan yang terlalu cepat dapat merusak flok yang telah terbentuk.
3. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui
sedimentasi (15 menit atau 30 menit; 0 rpm) (Alaerts, 1987).

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Syarat Air Minum

Pada saat ini telah tersusun syarat -syarat air yang di pandang baik, yang secara
umum dibedakan atas tiga hal:

1. Syarat Fisik
Air yang sebaiknya digunakan untuk minuman ialah air yang tidak
berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya suhu di
bawah udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. Syarat
fisik ini adalah syarat yang sederhana kali, karena dalam praktek seharihari, sering di temui air yang memennuhi syarat di atas, tetapi jika di tinjau
dari segi kesehatannya tidak memenuhi syarat karena mengandung
berbagai bibit penyakit.

2. Syarat Bakteriologis
Secara historis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari
kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama bakteri yang
bersifat patogen. Namun dalam kehidupan sehari-hari sangatlah sukar di
dalam menentukan apakah air tersebut benar-benar bebas dari bakteri atau
tidak. Karena itulah untuk mengukur apakah air minum bebas bakteri atau
tidak, pegangan yang dipakai adalah E.coli.

3. Syarat Kimia
Air minum yang baik adlaah air yang tidak tercemar secara berlebihan
oleh zat – zat kimia maupun mineral yang berbahaya bagi kesehatan.
Selanjutnya diharapkan pula zat atau bahan kimia atau mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh, hendaknya harus terdapat dalam kadar yang
sewajarnya dalam air minum tersebut (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.6.

PDAM Tirtanadi

Untuk melayani wilayah pelayanan Kota Medan dan sekitarnya PDAM Tirtanadi
memiliki enam unit Instalasi Pengolahan Air ditambah beberapa unit sumur bor
dalam. Sumber air baku yang digunakan ada merupakan sumber mata air, air
permukaan (sungai dan danau) dan air bawah tanah (sumur dalam):

1. IPA Sibolangit
Memiliki kapasitas 644 lt/det. IPA ini merupakan IPA pertama yang
dimiliki oleh PDAM Tirtanadi yang dibangun pada tahun 1907 oleh
Pemerintah Belanda.

2. IPA Sunggal
Merupakan Instalasi Pengolahan Air pertama dengan sistem pengolahan
lengkap yang mengolah air Sungai Belawan. Dibangun pada tahun 1969
dengan kapasitas produksi 1800 lt/det.

3. IPA Deli Tua
Dibangun pada tahun 1989 dengan kapasitas produksi sebesar 1450 lt/det.
Air baku yang digunakan diambil dari Sungai Deli.

4. IPA Belumai (PT Tirta Lyonaise Medan)
Air baku yang digunakan berasal dari Sungai Belumai. Instalasi
Pengalahan Air lengkap ini dibangun oleh PT Tirta Lyonase Medan
dengan sistem BOT (built, operate and transfer ) Kapasitas produksi
sebesar 500 lt/det.

5. IPA Limau Manis
Dioperasikan sejak tahun 2006 dengan kapasitas produksi 500 lt/det. IPA
ini dibangun melalui proyek MMUDP III yang didanai oleh ADB.

Universitas Sumatera Utara

6. IPA Hamparan Perak
Dioperasikan sejak tahun 2005 dengan kapasitas produksi 200 lt/det. IPA
ini dibangun dengan menggunakan konsep turn key (http://pdamtirtanadi.com/Pelayanan/UnitProduksiAirBersih/).

2.7.

Logam

Mayoritas yang terdapat dalam unsur-unsur adalah logam. Unsur tersebut
memiliki berbagai sifat fisik yang berbeda dari tiap-tiap logam, dengan catatan:
(1) daya pantul tinggi; (2) konduktivitas elektrik tinggi, menurun dengan
meningkatnya suhu; (3) konduktivitas termal tinggi; dan (4) sifat mekanis seperti
kekuatan dan elastisitas. Terdapat tiga dasar struktur logam: kubik dan heksagonal
tertutup rapat dan kubik berpusat tengah. Bentuk-bentuk logam dapat ditunjukkan
pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Bentuk-bentuk pada logam (Cotton et al. 1995).

Pada heksagonal tertutup rapat (hcp), kubik tertutup rapat (ccp), dan kubik
berpusat tengah (bcc) pada setiap unsur. Dimana dua atau lebih jumlah simbol
digunakan, yang terbesar mewakili bentuk stabil pada suhu 25 oC (Cotton et al.
1995).

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Logam Berat

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian
berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin
meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat menunjuk pada
logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6 g/cm3. Namun pada
kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur
metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah
seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun
tersebut adalah As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn (Palar, 1994).

2.8.1. Besi

Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia
melebur pada 1535 oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni; biasanya besi
mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta
sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan
struktur besi. Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi
dengan membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi(III) :
Fe + HNO3 + 3H+

Fe3+ + NO + 2H2O

Garam-garam besi(II) (atau fero) diturunkan dari besi(II) oksida, FeO.
Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit
hijau. Garam-garam besi(III) (atau feri) diturunkan dari oksida besi (III), Fe 2O3.
Mereka lebih stabil daripada garam besi(II). Dalam larutannya, terdapat kationkation Fe3+ yang berwarna kuning muda (Vogel, 1985).

Kekurangan zat besi akan membuat badan kita mudah terkena penyakit.
Selain itu, karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekukl hemoglobin yang
merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat
gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Gejala-gejala orang

Universitas Sumatera Utara

yang mengalami anemia defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemas, pucat, kurang
bergairah, nyeri dada dan mudah berdebar (Atkins, 2007).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara Fe
berlebih yang bisa mengakibatkan diabetes, kanker, meningkatkan resiko infeksi,
reumatik, juga meningkatkan resiko terhadap penyakit jantung. Kadar Fe yang
terlalu tinggi bisa mengakibatkan kerusakan sel akibat radikal bebas. Salah satu
penyebab serangan jantung adalah tingginya kadar Fe dalam tubuh (Widowati,
2008).

2.8.2. Tembaga

Tembaga adalah logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia
melebur pada 1038 oC. Karena potensial elektrode standarnya positif, (+0,34 V
untuk pasangan Cu/Cu2+). Ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Asam nitrat yang sedang
pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga:
3Cu + 8HNO3

3Cu2+ + 6NO3- + 2NO

+ 4H2O

Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan
dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I),Cu+.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan gara tembaga(I) tak larut dalam
air, perilakunya mirip perilaku senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasikan
menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida,
CuO, hitam (Vogel, 1985).

Tembaga (Cu) mempunyai sifat baik dan buruk bagi kesehatan makhluk
hidup. Dalam jumlah kecil, Cu dibutuhkan untuk mepertahankan kesehatan.
Namun, dalam konsentrasi yang tinggi Cu bersifat toksik dan bisa mengganggu
kesehatan. Kebutuhan akan Cu adalah 0,005 mg/hari/kg berat badan. Manusia
dewasa membutuhkan Cu sebesar 30 μg/kg berat badan, anak-anak membutuhkan
Cu 40 μg/kg berat badan sedangkan bayi membutuhkan Cu 80 μg/kg. Konsumsi
Cu yang baik untuk manusia adalah sebesar 2,5 mg/kg berat badan/hari dan 0,05
mg/kg berat badan/hari untuk anak-anak atau bayi, kadar Cu yang paling tinggi
ditemukan di otak dan hati (Widowati, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan tembaga mengakibatkan penyakit wilson yang merupakan
kelainan metabolisme tembaga yang paling penting. Ini diturunkan sebagai
autosomal resesif; tembaga terakumulasi dalam hati, ginjal, mata, dan ganglia
basalis otak. Akumulasi tembaga didalam hati dihubungkan dengan hepatitis
kronis yang sering berakhir sebagai sirosis (Underwood, 1996).

2.9.

Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan (perombakan) senyawa menjadi unsurunsur sehingga dapat dianalisa. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan
dengan dua cara yang selama ini dikenal dengan:
1. Metode destruksi basah
2. Metode destruksi kering

Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk
mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahapan selanjutnya, proses ini
seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat
peroksida. Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen,
timah hitam, timah putih, seng, dan tembaga.

Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan, yaitu:

1. Destruksi basah menggunakan HNO3 dan H2SO4
2. Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO dan HClO4
3. Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2 (Apriyanto, 1989).
Destruksi kering merupakan penguraian (perombakan) senyawa organik
dalam sampel menjadi anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu (Raimon,1992).

Universitas Sumatera Utara

2.10.

Spektrofotometri

Sudah lama ahli kimia menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. Spektrofotometri dapat dibayangkan lebih terinci
mengenai pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimmia memungkinkan
kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan
mengganti mata manusia dengan detektor-detektor radiasi lain, dimungkinkan
studi absorpsi di luar daerah spektrum tampak, dan seringkali eksperimen
spektrofotometri dilakukan secara automatik.

Dalam penggunaan dewasa ini, istilah spektrofotometri menyiratkan
pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu
sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran
pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu
(Underwood, 2002).

2.11.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Metode SSA pertama kali dikembangkan oleh Walsh, Alkamede dan Melatz pada
tahun 1955 yang ditujukan untuk analisis logam renik dalam sampel yang
dianalisis. Sampai saat ini metode SSA telah berkembang dengan pessat dan
hampir mencapai sejumlah 70 unsur yang dapat ditentukan dengan metode ini
(Mulja, 1995).

2.11.1. Prinsip Spektrofotmetri Serapan Atom (SSA)

Larutan sampel diaspirasikan kedalam nyala pada spektrometri, dan unsur sampel
diubah menjadi uap atom. Nyala kemudian mengandung atom-atom pada unsur
tersebut. Beberapa tereksitasi secara termal oleh nyala, tapi sangat banyak tersisa
dalam keadaan dasar.

Universitas Sumatera Utara

Atom-atom dalam keadaan dasar dapat menyerap radiasi pada panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh sumber khusus dari unsur tersebut.
Radiasi panjang gelombang dilepaskan oleh sumber yang sama dengan yang
diserap oleh atom-atom pada nyala.

Serapan mengikuti hukum Beer. Dimana, absorbansi secara langsung
sebanding pada panjang jalur dalam nyala dan konsenstrasi pada uap atom dalam
nyala. Kedua variabel tersebut sulit untuk diukur, tetapi panjang jalur dapat
ditahan hingga konstan dan konsentrasi pada uap atom secara langsung sebanding
dengan konsentrasi pada analit dalam larutan yang diaspirasikan. Prosedur yang
digunakan adalah untuk preparasi sebuah kurva kalibrasi pada konsentrasi
melawan absorbansi (Christian, 2004).

2.11.2. Instrumentasi Spektrofotmetri Serapan Atom (SSA)

Dalam spektrofotometri serapan biasa, persyaratan untuk spektrofotometri serapan
atom adalah sumber cahaya, sebuah sel (nyala, sebuah monokromator, dan sebuah
detektor. Nyala diletakkan diantara sumber dan monokromator. (Christian, 2004)

Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom ditunjukkan pada gambar 2.3
dibawah ini
Monokromator

Lampu Katoda

Bahan Bakar

Berongga

Oksidan

Pembakar-Pengatomisasi
Sampel

Sinyal

Detektor

Gambar 2.3. Diagram Spektrofotomer Serapan Atom (Kennedy, 1984).

Universitas Sumatera Utara

1. Sumber
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri
dari atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda
sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan
logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan
tekanan rendah.

2. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spetrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis
harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada
berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel
menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.
a. Nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi
b. Tanpa nyala (flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal
mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk kedalam nyala terlalu besar,
dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu
teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat
dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit,
kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara
melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan
dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

3. Monokromator
Monokromator yang dipakai harus mampu memberikan resolusi terbaik. Ada dua
bentuk monokromator yang dipakai pada spektrofotometer absorpsi atom yaitu
monokromator celah dan kisi difraksi. Monokromator sudah jelas harus
ditempatkan diantara nyala dan detektor. (Mulja, 1955)

4. Detektor
Detektor pada spektrofotometer absorpsi atom berfungsi mengubah intensitas
radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer absorpsi atom
yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=
Photo Multiplier Tube Detector ) (Mulja, 1995).

5. Sistem Pencatat (Read-Out System)
Sistem read-out yang digunakan pada instrumen spektrofotometer serapan atom
untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi sinyal digital, yaitu dalam satuan
absorbansi (Haswell, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Aluminium Didalam Air Minum yang Diproduksi Oleh PDAM Tirtanadi Pada Unit Cabang Produksi Cabang Sei Agul, Medan Labuhan dan Sunggal Medan

0 30 70

Analisa Kadar Besi (Fe) pada Air Baku dan Air Reservoir di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

7 68 41

Analisis Kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) Dan Kalsium (Ca) Dalam Air Gambut Setelah Dijernihkan Dengan Metode Elektrokoagulasi

8 55 122

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

1 4 40

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

0 0 12

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

0 0 2

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

0 0 4

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Tembaga (Cu) di Dalam Air Minum yang Diproduksi oleh PDAM Tirtanadi pada Unit Produksi Deli Tua dan Sunggal Medan

0 1 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Aluminium Didalam Air Minum yang Diproduksi Oleh PDAM Tirtanadi Pada Unit Cabang Produksi Cabang Sei Agul, Medan Labuhan dan Sunggal Medan

0 0 20

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Aluminium Didalam Air Minum yang Diproduksi Oleh PDAM Tirtanadi Pada Unit Cabang Produksi Cabang Sei Agul, Medan Labuhan dan Sunggal Medan

0 0 13