Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Produksi Bio-char dari Pirolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Chapter III V
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Pusdiklat LPPM, Laboratorium Operasi Teknik
Kimia dan Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2.
BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.2.1
Bahan Penelitian
Sampel TKKS dari PKS Kampung Rambutan
3.2.2 Peralatan Penelitian
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:
1.
Unit Reaktor Pirolisis
9.
2.
Unit Alat Peletisasi
10. Piknometer
3.
Termometer
11. Stopwatch
4.
Erlenmeyer
12. Oven
5.
Neraca digital
13. Furnace
6.
Beaker glass
14. Bomb Calorimeter
7.
Cawan petri
15. Desikator
8.
Ball Mill
3.3
PROSEDUR PENELITIAN
3.3.1
Peletisasi Bahan Baku
Gelas Ukur
Berikut ini adalah prosedur untuk proses peletisasi bahan baku:
1.
Alat pencetak pelet disiapkan.
2.
TKKS dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C.
3.
TKKS dihancurkan dan digiling menjadi serbuk menggunakan ball mill.
4.
Serbuk TKKS diayak menggunakan ayakan yang berukuran 100 mesh.
32
Universitas Sumatera Utara
5.
Saat dilakukan pressing, secara bersamaan hasil keluaran (pelet) dari alat ini
ditahan oleh plat berukuran 15x15 cm dengan tebal 0,5 cm yang letaknya di
bawah plat lubang press.
6.
Proses peleting telah selesai bila pipa as st. round bar tidak dapat lagi menekan
ke dalam lubang press.
7.
Ditarik plat penahan hasil keluaran (pelet).
8.
Lubang press ditekan lagi oleh pipa as st. round bar dengan bantuan tuas,
sehingga pelet yang sudah terbentuk keluar.
3.3.2 Pirolisis Pelet TKKS
Berikut ini adalah prosedur untuk proses peletisasi bahan baku:
1.
Alat proses pirolisis (furnace) disiapkan.
2.
Pelet TKKS dikeringkan di dalam oven dengan suhu 110 °C.
3.
Pelet TKKS ditimbang 25 gram.
4.
Pelet TKKS dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 250 °C selama 30 menit.
5.
Bio-char didinginkan ke dalam desikator.
6.
Bio-char ditimbang dan dicatat massa yang diperoleh.
7.
D Dilakukan perlakuan variasi suhu reaksi 275, 300, 325, 350, 375 dan 400 oC.
3.3.3
Analisa Moisture Content Bio-char
Prosedur analisa moisture content bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan moisture content sesuai ASTM D 2867-70 [38] yaitu :
1.
Suhu oven diatur pada 110 °C.
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang pada neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan neraca digital,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dikeringkan di dalam oven selama 3 jam.
7.
Cawan petri dengan sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit.
8.
Cawan petri dengan sampel ditimbang.
Universitas Sumatera Utara
9.
Prosedur ketiga dan keempat dilakukan berulang kali sampai diperoleh berat
yang konstan.
10. Cawan petri dengan sampel yang kering ditimbang (W3).
11. Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Moisture Content =
W2 - W3
W2 - W1
x 100%
3.3.4 Analisa Volatile Matter Content Bio-char
Prosedur analisa volatile matter content bio-char dilakukan dengan
mengadopsi metodologi penentuan volatile matter content sesuai ISO 562-1981 [38],
yaitu :
1.
Suhu furnace diatur pada 900 0C.
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang menggunakan neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char yang sudah dikeringkan ditimbang sebanyak 1 gram
menggunakan neraca digital, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dipanaskan di dalam furnace selama 7 menit.
7.
Cawan petri dengan residu didinginkan di dalam desikator.
8.
Cawan petri dengan residu ditimbang (W3).
9.
Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Volatile Matter Content =
Keterangan :
[100 x (W2 - W3 )] – [MC x (W2 - W1 )]
(W2 - W1 ) x (100-MC)
x 100%
MC = moisture content (persentasi massa)
3.3.5
Analisa Kadar Abu Bio-char
Prosedur analisa kadar abu bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan kadar abu sesuai ASTM D 2866-70 [38], yaitu :
1.
Suhu furnace diatur pada 650 0C.
Universitas Sumatera Utara
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang menggunakan neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char yang sudah dikeringkan ditimbang sebanyak 1 gram
menggunakan neraca digital, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dimasukkan ke dalam furnace selama 3 jam.
7.
Cawan petri dengan abu didinginkan di dalam desikator.
8.
Cawan petri dengan abu ditimbang (W3).
9.
Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Kadar Abu =
3.3.6
W3 - W1
W2 - W1
x 100%
Analisa Fixed Carbon Bio-char
Prosedur analisa fixed carbon bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan fixed carbon sesuai ASTM D 1762-84 [39], yaitu :
1.
Dilakukan analisa moisture content, volatile matter content dan kadar abu pada
sampel bio-char.
2.
Dicatat data hasil analisa pada masing-masing variabel.
3.
Data yang diperoleh dihitung dengan rumus :
% Fixed Carbon = 100% - (MC + VM + Ash)
Keterangan :
MC
= moisture content (persentasi massa)
VM
= volatile matter content (persentasi massa)
Ash
= kadar abu (persentasi massa)
3.3.7 Analisa Bulk Density Bio-char
Prosedur analisa bulk density bio-char dilakukan dengan dilakukan dengan
mengadopsi metodologi penentuan fixed carbon sesuai DIN EN 725-7 [40], yaitu:
1.
Piknometer kosong ditimbang sebelum digunakan.
2.
Piknometer diisi aquadest sampai penuh dan diukur suhunya.
3.
Piknometer berisi aquadest ditimbang.
4.
Diperoleh data kalibrasi volume piknometer dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
Vaquadest = Vpiknometer =
maquadest
ρaquadest
5.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
6.
Piknometer diisi etanol sampai penuh dan diukur suhu etanol.
7.
Diperoleh data densitas etanol dengan rumus :
metanol
metanol
=
ρetanol =
Vetanol Vpiknometer
8.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan kembali.
3.3.8
Analisa Nilai Bakar Bio-char
Prosedur analisa nilai bakar bio-char dilakukan dengan menggunakan alat
bomb calorimeter IKA C 2000, yaitu :
1.
Dihidupkan alat bomb calorimeter dan diatur pada mode dynamic 25 °C.
2.
Dihidupkan chiller dan diatur suhu air pada 25 °C.
3.
Ditimbang sampel sebanyak 100 – 500 mg dan dimasukkan ke dalam cawan
sampel.
4.
Dimasukkan nilai berat sampel ke dalam alat bomb calorimeter.
5.
Dirangkai komponen pendukung bomb calorimeter dan dimasukkan ke dalam
bomb calorimeter.
6.
Dimulai proses pembakaran dengan menekan tombol start.
7.
Diamati dan dicatat hasil pada layar monitor.
Universitas Sumatera Utara
3.4
FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Flowchart Peletisasi Bahan Baku
Mulai
Alat pencetak pelet disiapkan
TKKS dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C
TKKS dihancurkan dan digiling menjadi serbuk
menggunakan ball mill
Serbuk TKKS diayak menggunakan ayakan yang berukuran
100 mesh
Apakah serbuk TKKS lolos
dari ayakan 100 mesh?
Tidak
Ya
Serbuk TKKS dimasukkan ke dalam alat pencetak pelet
Dilakukan proses peletitasi dengan menggunakan alat
pencetak pelet
Apakah pelet
TKKS terbentuk?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Peletisasi Bahan Baku TKKS
32
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Flowchart Pirolisis Pelet TKKS
Mulai
Alat proses pirolisis disiapkan
Pelet TKKS dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C
Pelet TKKS ditimbang sebanyak 25 gram
Pelet TKKS dipanaskan
dalam furnace pada suhu
250 °C selama 30 menit.
Variasi yang dilakukan :
Suhu pirolisis : 275, 300,
325, 350, 375 dan 400
o
C.
Bio-char didinginkan di dalam
desikator
Bio-char ditimbang dan dicatat massa
yang diperoleh
Apakah ada variabel
lain yang divariasikan?
Ya
Tidak
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Pirolisis Pelet TKKS
33
Universitas Sumatera Utara
3.4.3
Flowchart Analisa Moisture Content Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char sebanyak 2 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110 °C selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator selama 30 menit
Ditimbang cawan petri + bio-char
Dimasukkan kembali ke dalam oven pada suhu 110 °C
selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 30
menit
Ditimbang cawan petri + bio-char kering (W3)
Apakah diperoleh berat
yang konstan?
Tidak
Ya
Dihitung moisture content
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Moisture Content Bio-char
34
Universitas Sumatera Utara
3.4.4
Flowchart Analisa Volatile Matter Content Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char kering sebanyak 1 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 900 °C selama 7 menit
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang cawan petri + residu (W3)
Dihitung volatile matter content
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Volatile Matter Content Bio-char
35
Universitas Sumatera Utara
3.4.5
Flowchart Analisa Kadar Abu Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char kering sebanyak 1 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 650 °C selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang cawan petri + abu (W3)
Dihitung kadar abu
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Abu Bio-char
36
Universitas Sumatera Utara
3.4.6
Flowchart Analisa Fixed Carbon Bio-char
Mulai
Dilakukan analisa moisture content (MC), volatile matter content
(VM) dan kadar abu (Ash) pada bio-char
Dicatat hasil analisa
Dihitung fixed carbon dengan rumus [100% - (MC + VM + Ash)]
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Analisa Fixed Carbon Bio-char
37
Universitas Sumatera Utara
3.4.7
Flowchart Analisa Bulk Density Bio-char
Mulai
Piknometer kosong ditimbang
Piknometer diisi aquadest dan diukur suhunya
Piknometer berisi aquadest ditimbang
Diperoleh data kalibrasi volume piknometer
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan
Piknometer diisi etanol dan diukur suhunya
Diperoleh data densitas etanol
Piknometer diisi sampel bio-char kering sebanayak 1 gram
Ditambahkan etanol ke dalam piknometer
Piknometer berisi sampel dan etanol ditimbang
Dihitung bulk density
Selesai
Gambar 3.7 Flowchart Analisa Bulk Denisty Bio-char
38
Universitas Sumatera Utara
3.4.8
Flowchart Analisa Nilai Bakar Bio-char
Mulai
Dihidupkan alat bomb calorimeter
Diatur pada mode dynamic 25 °C
Dihidupkan chiller dan diatur suhu air pada 25 °C
Ditimbang sampel bio-char sebanyak 100 – 500
mg
Dimasukkan sampel bio-char ke dalam cawan sampel
Dimasukkan nilai berat sampel ke dalam alat bomb calorimeter
Dirangkai komponen pendukung dan dimasukkan
ke dalam bomb calorimeter
Ditekan tombol start untuk mulai proses pembakaran
Diamati dan dicatat hasil pada layar monitor
Selesai
Gambar 3.8 Flowchart Analisa Nilai Bakar Bio-char
39
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DESAIN PERALATAN
4.1.1 Alat Pencetak Pelet
Peletisasi bertujuan agar bahan baku (serabut TKKS) mengalami pemadatan
menjadi pelet sehingga tidak menghambat/menyumbat keluaran gas yang terbentuk
pada pirolisis berlangsung. Di samping itu peletisasi juga dapat mengurangi kadar air
bahan baku dan meningkatkan densitas bahan. Pada penelitian ini, telah didesain
peralatan untuk pencetak pelet yang spesifikasinya sudah dilampirkan pada Bab III.
Alat ini terdiri dari berbagai macam komponen penting seperti yang terlihat pada
4.1.2
Unit Reaktor Pirolisis
Pada penelitian ini, unit reaktor pirolisis telah didesain yang spesifikasinya
sudah dilampirkan di Bab III. Pirolisis adalah degradasi termal material dengan tanpa
kehadiran oksigen [7].. Tabel 4.2 menunjukkan detail desain unit reaktor pirolisis.
4.2 KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
4.2.1 TKKS Tercabik
Pada penelitian ini, bahan (TKKS) yang digunakan pada proses pirolisis
sebelumnya dicacah dan digiling dengan menggunakan ball mill sampai berbentuk
powder dengan ukuran 100-150 µm (100 mesh). Ada berbagai pretreatment untuk
teknologi pembakaran, yaitu pengubahan ukuran bahan melalui shredding, crushing,
dan chipping untuk memenuhi persyaratan proses. Selain itu, pengeringan juga
memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan proses.
Tujuan pencacahan dan penggilingan ini agar TKKS lebih mudah dibentuk
menjadi pelet TKKS. Adapun karakterisasi TKKS tercabik ini disajikan dalam tabel
4.3
45
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Pelet TKKS
Setelah di lakukan pencacahan dan penggilingan TKKS maka akan terbentuk
serbuk TKKS yang kemudian dipeleting menggunakan alat pencetak pelet yang
ditampilkan seperti pada gambar 4.1
Peletisasi adalah teknik densifikasi yang digunakan untuk meningkatkan
efisiensi konversi termokimia, penanganan, dan transportasi dari sumber daya
biomassa [32]. Densifikasi adalah proses pemadatan residu menjadi produk dengan
densitas lebih tinggi dari bahan baku asli [33]. Adapun karakterisasi pelet TKKS
disajikan dalam tabel 4.4
Dari hasil karakterisasi pelet TKKS dapat dilihat bahwa proses peletisasidapat
mengurangi kadar air, meningkatkan bulk density, dan nilai kalor. Peletisasi
menawarkan keuntungan seperti tekanan output yang lebih tinggi dan dapat
menangani bahan dengan kelembaban yang lebih tinggi [41].
4.2.3 Bio-char
Produk pirolisis dapat berupa bio-char, bio-oil dan gas [7]. Akan tetapi, unit
reaktor pirolisis yang sudah dimodifikasi seperti pada gambar 4.4 mengalami
kerusakan di bagian heater, sehingga penelitian ini difokuskan hanya pada pembuatan
bio-char menggunakan furnace. Pelet TKKS yang sudah dibentuk kemudian
dipirolisis pada suhu dan waktu yang telah ditentukan. Berikut adalah data hasil
penelitian pengaruh suhu (250, 275, 300, 325, 350, 375 dan 400 oC) dengan waktu
30 menit terhadap karakteristik bio-char.
4.3 PENGARUH SUHU TERHADAP YIELD, MOISTURE CONTENT,
VOLATILE MATTER, KADAR ABU, FIXED CARBON, BULK DENSITY
DAN NILAI KALOR DARIPADA BIO-CHAR PADA WAKTU PIROLISIS
30 MENIT
4.3.1 Pengaruh Suhu Terhadap Yield daripada Bio-Char
46
Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini adalah grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap yield biochar pada waktu pirolisis 30 menit
50
Yield (%)
40
30
20
10
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.8 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap yield bio-char pada waktu
pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa yield bio char cenderung berkurang
seiring dengan bertambahnya suhu dengan yield tertinggi terjadi pada suhu 275 oC
sebesar 47,315 % dan terendah pada suhu 400 oC sebesar 35,596 %. Hal ini sesuai
dengan penelitian Samy, et al (2014) yang mengatakan bahwa peningkatan suhu
karbonisasi dan / atau waktu tinggal secara signifikan menurunkan yield massa
biochar [10]. M.Azri, et al (2011) [5] dan Siti Thaiyiba, et al (2012) [6] juga
mengatakan bahwa yield bio-char signifikan menurun karena suhu pirolisis
dinaikkan. Berkurangnya yield bio-char saat suhu meningkat disebabkan hilangnya
moisture pada bahan dan reaksi depolimerisasi komponen biomassa [10].
4.3.2 Pengaruh Suhu Terhadap Moisture Content daripada Bio-Char
Moisture Content ditentukan dengan perhitungan hilangnya massa sampel bila
dipanaskan dalam kondisi tertentu dengan dikendalikan suhu, waktu, massa sampel,
dan spesifikasi peralatan [42]. Gambar 4.9 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh
suhu terhadap moisture content daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit
47
Universitas Sumatera Utara
Moisture Content (%)
6
5
4
3
2
1
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.9 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap moisture content bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
Pada gambar 4.9 terlihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu maka
kadar air daripada bio-char cenderung mengalami penurunan. Kadar air terendah
terdapat pada suhu 400 oC sebesar 2,078 % dan tertinggi pada suhu 250 oC sebesar
5,280 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Samy, et al. (2014)
yang mengatakan bahwa kadar air berkurang dengan bertambahnya suhu operasi.
Akan tetapi penghilangan kelembaban dalam bahan baku tidak sempurna.
Kelembaban yang tersisa di bahan baku disebabkan karena sebagian digunakan pada
reaksi dekomposisi [10].
4.3.3 Pengaruh Suhu Terhadap Volatile Matter daripada Bio-Char
Uji volatile matter menentukan persentase produk gas dan uap air dalam
sampel analisis yang dilepas di bawah kondisi tertentu. Jumlah volatile matter
menentukan jumlah asap yang dilepaskan selama proses pembakaran [34]. Gambar
4.10 disajikan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap volatile matter bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
48
Universitas Sumatera Utara
Volatile matter (%)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.10 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap volatile matter bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa semakin bertambah nya suhu maka
volatile matter daripada bio-char cenderung semakin berkurang. Volatile matter biochar tertinggi terjadi pada suhu 250 oC yakni sebesar 45,344 % dan terendah terjadi
pada suhu 400 oC yakni sebesar 32,933 %. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Samy, et al. (2014) bahwa meningkatnya suhu menyebabkan besarnya kehilangan
dari volatile matter content bio-char [10]. Hilangnya volatile matter bio-char
berhubungan dengan reaksi dekomposisi biomassa [43].
4.3.4 Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu daripada Bio-Char
Abu adalah residu yang tidak mudah terbakar setelah sampel terbakar. Abu
merupakan mineral yang tersisa setelah karbon, oksigen, sulfur, dan air telah terpisah
selama pembakaran. Abu diperoleh setelah pembakaran berbeda pada komposisi
bahan dari konstituen yang ada dalam bahan biomassa yang asli [34]
Abu yang diperoleh dari metode pengujian ini berbeda dalam produksi abu
jika dibandingkan dengan abu yang dihasilkan dalam operasi furnace dan sistem
pembakaran lainnya karena kondisi insinerasi mempengaruhi unsur kimia dan jumlah
abu [34]. Gambar 4.11 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap
kadar abu daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit.
49
Universitas Sumatera Utara
Kadar Abu (%)
25
20
15
10
5
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.11 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap kadar abu daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu
maka kadar abu daripada bio-char cenderung semakin meningkat. Kadar abu biochar tertinggi terjadi pada suhu 375 oC sebesar 19,498 % dan terendah pada suhu 250
o
C sebesar 15,712 % . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cora, et al. (2014) yang
mengatakan bahwa kadar abu bio-char sedikit meningkat dengan kenaikan suhu [11].
M. Faizal (2014) mengatakan bahwa kadar abu yang tinggi berarti tingginya residu
yang tidak mudah terbakar. Hal ini akan mengakibatkan pengurangan jumlah panas
dari proses pembakaran [34].
4.3.5 Pengaruh Suhu Terhadap Fixed Carbon daripada Bio-Char
Fixed carbon adalah karbon yang diperoleh dalam material yang tersisa
setelah bahan yang mudah menguap dipisahkan [34]. Gambar 4.12 menunjukkan
grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap fixed carbon daripada bio-char pada
waktu pirolisis 30 menit
50
Universitas Sumatera Utara
60
Fixed Carbon (%)
50
40
30
20
10
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.12 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap fixed carbon daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.12 dapat dilihat bahwa fixed carbon daripada bio-char
cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya suhu dimana fixed carbon biochar tertinggi terjadi pada suhu 400 oC sebesar 48,088 % dan terendah pada suhu 250
o
C sebesar 33,663 %. Hal ini sesuai dengan penelitian Cora, et al. (2014) [11] dan
Samy, et al. (2014) [10] yaitu dengan meningkatnya suhu maka kandungan fixed
carbon bio-char akan meningkat. Nilai energi yang tinggi menunujkkan nilai fixed
carbon yang tinggi [44].
4.3.6 Pengaruh Suhu Terhadap Bulk density daripada Bio-char
Bulk density dari briket/pelet sangat penting untuk menunjukkan energi per
volume dari briket/pelet. Masalah bulk density adalah aspek utama kebutuhan yang
harus dipertimbangkan ketika meningkatkan nilai-nilai pemanasan per satuan volume
[34]. Gambar 4.13 menunjukkan hasil analisa pengaruh suhu terhadap bulk density
daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit
51
Universitas Sumatera Utara
Bulk Density (gr/cm3)
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
250
275
300
325
350
375
400
Suhu oC
Gambar 4.13 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap bulk density daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.13 dapat dilihat bahwa grafik hasil analisa pengaruh suhu
terhadap bulk density daripada bio-char dengan waktu pirolisis 30 menit umumnya
cenderung turun dengan bertambahnya suhu dengan nilai bulk density bio-char
tertinggi pada suhu 300 oC yaitu 0,786 gr/cm3 dan terendah pada suhu 275 oC yaitu
0,632 gr/cm3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Samy, et al. (2014) yang
mengatakan bahwa bulk density menurun dengan meningkatnya suhu pirolisis [10].
M. Faizal (2009) mengatakan bahwa bulk density akan berpengaruh pada laju
pembakaran dimana pelet dengan laju pembakaran yang rendah berarti memiliki
kualitas yang kurang baik [34].
4.3.7 Pengaruh Suhu Terhadap Nilai Kalor daripada Bio-Char
Dalam percobaan ini, nilai kalor dari sampel ditentukan untuk mengetahui
potensi bahan baku menjadi bahan bakar padat. Nilai ini juga digunakan untuk
menghitung pelepasan panas yang dihasilkan untuk mempelajari karakteristik
pembakaran. Dalam percobaan ini, nilai kalori rata-rata untuk bahan baku dan briket
diperoleh dengan menggunakan kalorimeter bom (IKA Calorimeter System, C2000)
52
Universitas Sumatera Utara
[34]. Gambar 4.14 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap nilai
kalor dengan waktu pirolisis 30 menit
24.000
Nilai Kalor (J/g)
23.000
22.000
21.000
20.000
19.000
18.000
250
275
300
325
350
375
400
Suhu (oC)
Gambar 4.14 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap nilai kalor daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu
maka nilai kalor daripada bio-char cenderung semakin meningkat. Nilai kalor
tertinggi terjadi pada suhu 375 oC yakni sebesar 23.701 J/gr sedangkan nilai kalor
terendah terjadi pada suhu 250 oC yakni sebesar 19.977 J/gr. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Samy, et al. bahwa HV (heating value) biochar
meningkat dengan meningkatnya suhu karbonisasi dan / atau waktu tinggal.
Umumnya, nilai bakar yang tinggi dari char dari biomassa yang dipirolisasi akan
meningkat seiring dengan suhu treatment [11].
4.4 PERBANDINGAN KARAKTERISASI BIO-CHAR
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan karakterisasi bio-char yang
dihasilkan dari pelet TKKS dan pelet sawdust. Adapun karakterisasi bio-char yang
dihasilkan dari pelet TKKS dan pelet sawdust pada kondisi operasi yang sama
disajikan dalam tabel 4.6
53
Universitas Sumatera Utara
4.5 PERBANDINGAN NILAI KALOR BIO-CHAR
4.5.1 Perbandingan Nilai Kalor Bio-Char dengan Hasil Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan nilai kalor bio-char terbaik (pada
suhu 375 oC dengan waktu 30 menit) yang dihasilkan pada penelitian ini dengan nilai
kalor bio-char terbaik yang dihasilkan pada penelitian yang dilakukan oleh M.Azri, et
al pada suhu 400 oC dengan waktu 10 menit [5] dan Samy, et al. pada suhu 400 oC
dengan waktu 3 jam [10]. Data perbandingan nilai kalor bio-char ditunjukkan pada
tabel 4.7
4.5.2 Perbandingan Nilai Kalor Bio-Char dengan Bahan Bakar Fosil
Untuk mengetahui potensi bio-char dalam penggunaan bahan bakar alternatif,
maka dilakukan perbandingan antara nilai kalor terbaik dari hasil penelitian ini
dengan bahan bakar fosil. Tabel 4.8 menunjukkan data perbandingan antara nilai
kalor bio-char dengan nilai kalor dari bahan bakar fosil.
4.6 PERBANDINGAN ENERGI PRODUK BIO-CHAR DENGAN DAYA
PRODUKSI BIO-CHAR
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi dari produksi bio-char, maka
dilakukan perbandingan energi yang dihasilkan dengan daya yang diperlukan dalam
produksi bio-char. Daya maksimum tertera pada spesifikasi furnace yang digunakan
yakni sebesar 3095 Watt (240V, 12,9 A). Perhitungan daya dilakukan pada kondisi
steady state. Data yang diambil merupakan nilai kalor bio-char terbaik pada suhu 375
o
C dan waktu 30 menit dengan massa bahan baku 25 gram serta asumsi penggunaan
daya maksimum. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa energi yang dibutuhkan
untuk produksi bio-char jauh lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh biochar tersebut.
54
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Karakteristik hasil analisa TKKS tercabik diperoleh kadar air sebesar
50,730 %, kadar abu 2,082 %, volatile matter 91,463 %, fixed carbon
6,453 %, bulk density 0,201 gr/cm3 dan nilai kalor sebesar 13.753 J/gr.
2. Karakteristik hasil analisa pelet TKKS dipelroleh kadar air 9,8865 %,
volatile matter 82,088 %, kadar abu 3,581 %, fixed carbon 15,601 %, bulk
density 0,646 gr/cm3 dan nilai kalor sebesar 19.411,810 J/gr.
3. Yield
daripada bio-char cenderung semakin berkurang seiring dengan
bertambahnya suhu dengan yield bio-char tertinggi terjadi pada suhu 275
o
C yakni sebesar 47,315 % dan yield bio-char terendah terjadi pada suhu
400 oC yakni sebesar 35,596%.
4. Moisture content dan volatile matter daripada bio-char cenderung semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya suhu dimana kadar moisture
content dan volatile matter daripada bio-char tertinggi terjadi pada suhu
250 oC masing-masing sebesar 5,280 % dan 45,344 % dan terendah pada
suhu 400 oC masing-masing sebesar 2,078 % dan 32,933 %.
5. Kadar abu dan fixed carbon daripada bio-char cenderung berbanding
lurus terhadap kenaikan suhu dengan nilai tertinggi kadar abu daripada
bio-char terjadi pada suhu 375 oC yakni sebesar 19,498 % dan fixed
carbon daripada bio-char terjadi pada suhu 400 oC yakni sebesar 48,088
65
Universitas Sumatera Utara
%. Sementara itu nilai terendah kadar abu dan fixed carbon daripada biochar terjadi pada suhu 250 oC masing-masing sebesar 15,712 % dan
33,663 %.
6. Seiring dengan bertambahnya suhu, bulk density daripada bio-char
cenderung semakin berkurang dimana bulk density daripada bio-char
tertinggi terjadi pada suhu 300 oC yakni sebesar 0,786 gr/cm3 dan terendah
pada suhu 400 oC yakni sebesar 0,664 gr/cm3.
7. Seiring dengan bertambahnya suhu, nilai kalor daripada bio-char
cenderung meningkat dimana nilai kalor tertinggi terjadi pada suhu 375 oC
yakni sebesar 23.701 J/gr dan terendah pada suhu 250 oC yakni sebesar
19.977 J/gr.
8. Perbandingan karakteristik bio-char yang dihasilkan dari pelet TKKS dan
pelet Sawdust pada kondisi operasi yang sama (250 oC, 30 menit)
diperoleh bahwa kadar air, kadar abu, volatile matter, yield dan bulk
density dari biochar yang dihasilkan dari pelet TKKS lebih tinggi daripada
bio-char yang dihasilkan dari pelet sawdust. Sementara itu untuk nilai
fixed carbon, nilai kalor bio-char dari pelet sawdust lebih tinggi daripada
bio-char dari pelet TKKS.
9. Energi yang diproduksi pada pembuatan bio-char dengan asumsi daya
maksimum dan kondisi steady state yakni sebesar 5.571.000 J, sedangkan
energi yang dihasilkan dari produksi bio-char pada kondisi dengan nilai
kalor terbaik yaitu pada suhu 375 oC dan waktu 30 menit sebesar
220.205,99 J.
66
Universitas Sumatera Utara
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan memperbaiki heater yang rusak
pada unit reaktor pirolisis yang kami modifikasi sehingga proses pirolisis
dapat berjalan sempurna yang dapat menghasilkan produk berupa biochar, bio-oil dan gas.
2. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan variasi lain seperti ukuran pelet,
massa bio-char dan heating rate.
3. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan merancang dan membuat reaktor
yang mana terdapat aliran nitrogen yang masuk agar dapat mengeluarkan
oksigen sehingga dapat meminimalisir abu yang dihasilkan.
4. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan merancang dan membuat reaktor
yang mana padatan (sampel) dapat keluar masuk dengan mudah sehingga
dapat meminimalisir bahaya pada saat mengeluarkan produk bio-char.
5. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan melakukan proses peleting
setelah bio-char terbentuk.
6. Pada
proses
peleting,
hendaknya
dilakukan
penelitian
yang
memperhatikan pengaruh kadar air terhadap pelet yang terbentuk.
7. Untuk meningkatkan efisiensi energi pada pirolisis, disarankan sumber
energi berasal pemanfaatan buangan energi unit operasi lain, misalnya
pemanfaatan panas yang terbuang pada chimney.
67
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Pusdiklat LPPM, Laboratorium Operasi Teknik
Kimia dan Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2.
BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.2.1
Bahan Penelitian
Sampel TKKS dari PKS Kampung Rambutan
3.2.2 Peralatan Penelitian
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:
1.
Unit Reaktor Pirolisis
9.
2.
Unit Alat Peletisasi
10. Piknometer
3.
Termometer
11. Stopwatch
4.
Erlenmeyer
12. Oven
5.
Neraca digital
13. Furnace
6.
Beaker glass
14. Bomb Calorimeter
7.
Cawan petri
15. Desikator
8.
Ball Mill
3.3
PROSEDUR PENELITIAN
3.3.1
Peletisasi Bahan Baku
Gelas Ukur
Berikut ini adalah prosedur untuk proses peletisasi bahan baku:
1.
Alat pencetak pelet disiapkan.
2.
TKKS dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C.
3.
TKKS dihancurkan dan digiling menjadi serbuk menggunakan ball mill.
4.
Serbuk TKKS diayak menggunakan ayakan yang berukuran 100 mesh.
32
Universitas Sumatera Utara
5.
Saat dilakukan pressing, secara bersamaan hasil keluaran (pelet) dari alat ini
ditahan oleh plat berukuran 15x15 cm dengan tebal 0,5 cm yang letaknya di
bawah plat lubang press.
6.
Proses peleting telah selesai bila pipa as st. round bar tidak dapat lagi menekan
ke dalam lubang press.
7.
Ditarik plat penahan hasil keluaran (pelet).
8.
Lubang press ditekan lagi oleh pipa as st. round bar dengan bantuan tuas,
sehingga pelet yang sudah terbentuk keluar.
3.3.2 Pirolisis Pelet TKKS
Berikut ini adalah prosedur untuk proses peletisasi bahan baku:
1.
Alat proses pirolisis (furnace) disiapkan.
2.
Pelet TKKS dikeringkan di dalam oven dengan suhu 110 °C.
3.
Pelet TKKS ditimbang 25 gram.
4.
Pelet TKKS dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 250 °C selama 30 menit.
5.
Bio-char didinginkan ke dalam desikator.
6.
Bio-char ditimbang dan dicatat massa yang diperoleh.
7.
D Dilakukan perlakuan variasi suhu reaksi 275, 300, 325, 350, 375 dan 400 oC.
3.3.3
Analisa Moisture Content Bio-char
Prosedur analisa moisture content bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan moisture content sesuai ASTM D 2867-70 [38] yaitu :
1.
Suhu oven diatur pada 110 °C.
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang pada neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan neraca digital,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dikeringkan di dalam oven selama 3 jam.
7.
Cawan petri dengan sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit.
8.
Cawan petri dengan sampel ditimbang.
Universitas Sumatera Utara
9.
Prosedur ketiga dan keempat dilakukan berulang kali sampai diperoleh berat
yang konstan.
10. Cawan petri dengan sampel yang kering ditimbang (W3).
11. Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Moisture Content =
W2 - W3
W2 - W1
x 100%
3.3.4 Analisa Volatile Matter Content Bio-char
Prosedur analisa volatile matter content bio-char dilakukan dengan
mengadopsi metodologi penentuan volatile matter content sesuai ISO 562-1981 [38],
yaitu :
1.
Suhu furnace diatur pada 900 0C.
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang menggunakan neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char yang sudah dikeringkan ditimbang sebanyak 1 gram
menggunakan neraca digital, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dipanaskan di dalam furnace selama 7 menit.
7.
Cawan petri dengan residu didinginkan di dalam desikator.
8.
Cawan petri dengan residu ditimbang (W3).
9.
Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Volatile Matter Content =
Keterangan :
[100 x (W2 - W3 )] – [MC x (W2 - W1 )]
(W2 - W1 ) x (100-MC)
x 100%
MC = moisture content (persentasi massa)
3.3.5
Analisa Kadar Abu Bio-char
Prosedur analisa kadar abu bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan kadar abu sesuai ASTM D 2866-70 [38], yaitu :
1.
Suhu furnace diatur pada 650 0C.
Universitas Sumatera Utara
2.
Cawan petri kosong dipanaskan di dalam furnace pada suhu 650 °C selama 1
jam.
3.
Cawan petri kosong didinginkan di dalam desikator.
4.
Cawan petri kosong ditimbang menggunakan neraca digital (W1).
5.
Sampel bio-char yang sudah dikeringkan ditimbang sebanyak 1 gram
menggunakan neraca digital, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
ditentukan beratnya (W2).
6.
Cawan petri dengan sampel dimasukkan ke dalam furnace selama 3 jam.
7.
Cawan petri dengan abu didinginkan di dalam desikator.
8.
Cawan petri dengan abu ditimbang (W3).
9.
Data diperoleh dihitung dengan rumus :
% Kadar Abu =
3.3.6
W3 - W1
W2 - W1
x 100%
Analisa Fixed Carbon Bio-char
Prosedur analisa fixed carbon bio-char dilakukan dengan mengadopsi
metodologi penentuan fixed carbon sesuai ASTM D 1762-84 [39], yaitu :
1.
Dilakukan analisa moisture content, volatile matter content dan kadar abu pada
sampel bio-char.
2.
Dicatat data hasil analisa pada masing-masing variabel.
3.
Data yang diperoleh dihitung dengan rumus :
% Fixed Carbon = 100% - (MC + VM + Ash)
Keterangan :
MC
= moisture content (persentasi massa)
VM
= volatile matter content (persentasi massa)
Ash
= kadar abu (persentasi massa)
3.3.7 Analisa Bulk Density Bio-char
Prosedur analisa bulk density bio-char dilakukan dengan dilakukan dengan
mengadopsi metodologi penentuan fixed carbon sesuai DIN EN 725-7 [40], yaitu:
1.
Piknometer kosong ditimbang sebelum digunakan.
2.
Piknometer diisi aquadest sampai penuh dan diukur suhunya.
3.
Piknometer berisi aquadest ditimbang.
4.
Diperoleh data kalibrasi volume piknometer dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
Vaquadest = Vpiknometer =
maquadest
ρaquadest
5.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
6.
Piknometer diisi etanol sampai penuh dan diukur suhu etanol.
7.
Diperoleh data densitas etanol dengan rumus :
metanol
metanol
=
ρetanol =
Vetanol Vpiknometer
8.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan kembali.
3.3.8
Analisa Nilai Bakar Bio-char
Prosedur analisa nilai bakar bio-char dilakukan dengan menggunakan alat
bomb calorimeter IKA C 2000, yaitu :
1.
Dihidupkan alat bomb calorimeter dan diatur pada mode dynamic 25 °C.
2.
Dihidupkan chiller dan diatur suhu air pada 25 °C.
3.
Ditimbang sampel sebanyak 100 – 500 mg dan dimasukkan ke dalam cawan
sampel.
4.
Dimasukkan nilai berat sampel ke dalam alat bomb calorimeter.
5.
Dirangkai komponen pendukung bomb calorimeter dan dimasukkan ke dalam
bomb calorimeter.
6.
Dimulai proses pembakaran dengan menekan tombol start.
7.
Diamati dan dicatat hasil pada layar monitor.
Universitas Sumatera Utara
3.4
FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Flowchart Peletisasi Bahan Baku
Mulai
Alat pencetak pelet disiapkan
TKKS dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C
TKKS dihancurkan dan digiling menjadi serbuk
menggunakan ball mill
Serbuk TKKS diayak menggunakan ayakan yang berukuran
100 mesh
Apakah serbuk TKKS lolos
dari ayakan 100 mesh?
Tidak
Ya
Serbuk TKKS dimasukkan ke dalam alat pencetak pelet
Dilakukan proses peletitasi dengan menggunakan alat
pencetak pelet
Apakah pelet
TKKS terbentuk?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Peletisasi Bahan Baku TKKS
32
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Flowchart Pirolisis Pelet TKKS
Mulai
Alat proses pirolisis disiapkan
Pelet TKKS dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C
Pelet TKKS ditimbang sebanyak 25 gram
Pelet TKKS dipanaskan
dalam furnace pada suhu
250 °C selama 30 menit.
Variasi yang dilakukan :
Suhu pirolisis : 275, 300,
325, 350, 375 dan 400
o
C.
Bio-char didinginkan di dalam
desikator
Bio-char ditimbang dan dicatat massa
yang diperoleh
Apakah ada variabel
lain yang divariasikan?
Ya
Tidak
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Pirolisis Pelet TKKS
33
Universitas Sumatera Utara
3.4.3
Flowchart Analisa Moisture Content Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char sebanyak 2 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110 °C selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator selama 30 menit
Ditimbang cawan petri + bio-char
Dimasukkan kembali ke dalam oven pada suhu 110 °C
selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 30
menit
Ditimbang cawan petri + bio-char kering (W3)
Apakah diperoleh berat
yang konstan?
Tidak
Ya
Dihitung moisture content
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Moisture Content Bio-char
34
Universitas Sumatera Utara
3.4.4
Flowchart Analisa Volatile Matter Content Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char kering sebanyak 1 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 900 °C selama 7 menit
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang cawan petri + residu (W3)
Dihitung volatile matter content
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Volatile Matter Content Bio-char
35
Universitas Sumatera Utara
3.4.5
Flowchart Analisa Kadar Abu Bio-char
Mulai
Ditimbang cawan petri kosong (W1)
Ditimbang sampel bio-char kering sebanyak 1 gram
Ditimbang cawan petri + bio-char (W2)
Dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 650 °C selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang cawan petri + abu (W3)
Dihitung kadar abu
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Abu Bio-char
36
Universitas Sumatera Utara
3.4.6
Flowchart Analisa Fixed Carbon Bio-char
Mulai
Dilakukan analisa moisture content (MC), volatile matter content
(VM) dan kadar abu (Ash) pada bio-char
Dicatat hasil analisa
Dihitung fixed carbon dengan rumus [100% - (MC + VM + Ash)]
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Analisa Fixed Carbon Bio-char
37
Universitas Sumatera Utara
3.4.7
Flowchart Analisa Bulk Density Bio-char
Mulai
Piknometer kosong ditimbang
Piknometer diisi aquadest dan diukur suhunya
Piknometer berisi aquadest ditimbang
Diperoleh data kalibrasi volume piknometer
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan
Piknometer diisi etanol dan diukur suhunya
Diperoleh data densitas etanol
Piknometer diisi sampel bio-char kering sebanayak 1 gram
Ditambahkan etanol ke dalam piknometer
Piknometer berisi sampel dan etanol ditimbang
Dihitung bulk density
Selesai
Gambar 3.7 Flowchart Analisa Bulk Denisty Bio-char
38
Universitas Sumatera Utara
3.4.8
Flowchart Analisa Nilai Bakar Bio-char
Mulai
Dihidupkan alat bomb calorimeter
Diatur pada mode dynamic 25 °C
Dihidupkan chiller dan diatur suhu air pada 25 °C
Ditimbang sampel bio-char sebanyak 100 – 500
mg
Dimasukkan sampel bio-char ke dalam cawan sampel
Dimasukkan nilai berat sampel ke dalam alat bomb calorimeter
Dirangkai komponen pendukung dan dimasukkan
ke dalam bomb calorimeter
Ditekan tombol start untuk mulai proses pembakaran
Diamati dan dicatat hasil pada layar monitor
Selesai
Gambar 3.8 Flowchart Analisa Nilai Bakar Bio-char
39
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DESAIN PERALATAN
4.1.1 Alat Pencetak Pelet
Peletisasi bertujuan agar bahan baku (serabut TKKS) mengalami pemadatan
menjadi pelet sehingga tidak menghambat/menyumbat keluaran gas yang terbentuk
pada pirolisis berlangsung. Di samping itu peletisasi juga dapat mengurangi kadar air
bahan baku dan meningkatkan densitas bahan. Pada penelitian ini, telah didesain
peralatan untuk pencetak pelet yang spesifikasinya sudah dilampirkan pada Bab III.
Alat ini terdiri dari berbagai macam komponen penting seperti yang terlihat pada
4.1.2
Unit Reaktor Pirolisis
Pada penelitian ini, unit reaktor pirolisis telah didesain yang spesifikasinya
sudah dilampirkan di Bab III. Pirolisis adalah degradasi termal material dengan tanpa
kehadiran oksigen [7].. Tabel 4.2 menunjukkan detail desain unit reaktor pirolisis.
4.2 KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
4.2.1 TKKS Tercabik
Pada penelitian ini, bahan (TKKS) yang digunakan pada proses pirolisis
sebelumnya dicacah dan digiling dengan menggunakan ball mill sampai berbentuk
powder dengan ukuran 100-150 µm (100 mesh). Ada berbagai pretreatment untuk
teknologi pembakaran, yaitu pengubahan ukuran bahan melalui shredding, crushing,
dan chipping untuk memenuhi persyaratan proses. Selain itu, pengeringan juga
memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan proses.
Tujuan pencacahan dan penggilingan ini agar TKKS lebih mudah dibentuk
menjadi pelet TKKS. Adapun karakterisasi TKKS tercabik ini disajikan dalam tabel
4.3
45
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Pelet TKKS
Setelah di lakukan pencacahan dan penggilingan TKKS maka akan terbentuk
serbuk TKKS yang kemudian dipeleting menggunakan alat pencetak pelet yang
ditampilkan seperti pada gambar 4.1
Peletisasi adalah teknik densifikasi yang digunakan untuk meningkatkan
efisiensi konversi termokimia, penanganan, dan transportasi dari sumber daya
biomassa [32]. Densifikasi adalah proses pemadatan residu menjadi produk dengan
densitas lebih tinggi dari bahan baku asli [33]. Adapun karakterisasi pelet TKKS
disajikan dalam tabel 4.4
Dari hasil karakterisasi pelet TKKS dapat dilihat bahwa proses peletisasidapat
mengurangi kadar air, meningkatkan bulk density, dan nilai kalor. Peletisasi
menawarkan keuntungan seperti tekanan output yang lebih tinggi dan dapat
menangani bahan dengan kelembaban yang lebih tinggi [41].
4.2.3 Bio-char
Produk pirolisis dapat berupa bio-char, bio-oil dan gas [7]. Akan tetapi, unit
reaktor pirolisis yang sudah dimodifikasi seperti pada gambar 4.4 mengalami
kerusakan di bagian heater, sehingga penelitian ini difokuskan hanya pada pembuatan
bio-char menggunakan furnace. Pelet TKKS yang sudah dibentuk kemudian
dipirolisis pada suhu dan waktu yang telah ditentukan. Berikut adalah data hasil
penelitian pengaruh suhu (250, 275, 300, 325, 350, 375 dan 400 oC) dengan waktu
30 menit terhadap karakteristik bio-char.
4.3 PENGARUH SUHU TERHADAP YIELD, MOISTURE CONTENT,
VOLATILE MATTER, KADAR ABU, FIXED CARBON, BULK DENSITY
DAN NILAI KALOR DARIPADA BIO-CHAR PADA WAKTU PIROLISIS
30 MENIT
4.3.1 Pengaruh Suhu Terhadap Yield daripada Bio-Char
46
Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini adalah grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap yield biochar pada waktu pirolisis 30 menit
50
Yield (%)
40
30
20
10
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.8 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap yield bio-char pada waktu
pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa yield bio char cenderung berkurang
seiring dengan bertambahnya suhu dengan yield tertinggi terjadi pada suhu 275 oC
sebesar 47,315 % dan terendah pada suhu 400 oC sebesar 35,596 %. Hal ini sesuai
dengan penelitian Samy, et al (2014) yang mengatakan bahwa peningkatan suhu
karbonisasi dan / atau waktu tinggal secara signifikan menurunkan yield massa
biochar [10]. M.Azri, et al (2011) [5] dan Siti Thaiyiba, et al (2012) [6] juga
mengatakan bahwa yield bio-char signifikan menurun karena suhu pirolisis
dinaikkan. Berkurangnya yield bio-char saat suhu meningkat disebabkan hilangnya
moisture pada bahan dan reaksi depolimerisasi komponen biomassa [10].
4.3.2 Pengaruh Suhu Terhadap Moisture Content daripada Bio-Char
Moisture Content ditentukan dengan perhitungan hilangnya massa sampel bila
dipanaskan dalam kondisi tertentu dengan dikendalikan suhu, waktu, massa sampel,
dan spesifikasi peralatan [42]. Gambar 4.9 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh
suhu terhadap moisture content daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit
47
Universitas Sumatera Utara
Moisture Content (%)
6
5
4
3
2
1
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.9 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap moisture content bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
Pada gambar 4.9 terlihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu maka
kadar air daripada bio-char cenderung mengalami penurunan. Kadar air terendah
terdapat pada suhu 400 oC sebesar 2,078 % dan tertinggi pada suhu 250 oC sebesar
5,280 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Samy, et al. (2014)
yang mengatakan bahwa kadar air berkurang dengan bertambahnya suhu operasi.
Akan tetapi penghilangan kelembaban dalam bahan baku tidak sempurna.
Kelembaban yang tersisa di bahan baku disebabkan karena sebagian digunakan pada
reaksi dekomposisi [10].
4.3.3 Pengaruh Suhu Terhadap Volatile Matter daripada Bio-Char
Uji volatile matter menentukan persentase produk gas dan uap air dalam
sampel analisis yang dilepas di bawah kondisi tertentu. Jumlah volatile matter
menentukan jumlah asap yang dilepaskan selama proses pembakaran [34]. Gambar
4.10 disajikan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap volatile matter bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
48
Universitas Sumatera Utara
Volatile matter (%)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.10 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap volatile matter bio-char
pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa semakin bertambah nya suhu maka
volatile matter daripada bio-char cenderung semakin berkurang. Volatile matter biochar tertinggi terjadi pada suhu 250 oC yakni sebesar 45,344 % dan terendah terjadi
pada suhu 400 oC yakni sebesar 32,933 %. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Samy, et al. (2014) bahwa meningkatnya suhu menyebabkan besarnya kehilangan
dari volatile matter content bio-char [10]. Hilangnya volatile matter bio-char
berhubungan dengan reaksi dekomposisi biomassa [43].
4.3.4 Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu daripada Bio-Char
Abu adalah residu yang tidak mudah terbakar setelah sampel terbakar. Abu
merupakan mineral yang tersisa setelah karbon, oksigen, sulfur, dan air telah terpisah
selama pembakaran. Abu diperoleh setelah pembakaran berbeda pada komposisi
bahan dari konstituen yang ada dalam bahan biomassa yang asli [34]
Abu yang diperoleh dari metode pengujian ini berbeda dalam produksi abu
jika dibandingkan dengan abu yang dihasilkan dalam operasi furnace dan sistem
pembakaran lainnya karena kondisi insinerasi mempengaruhi unsur kimia dan jumlah
abu [34]. Gambar 4.11 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap
kadar abu daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit.
49
Universitas Sumatera Utara
Kadar Abu (%)
25
20
15
10
5
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.11 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap kadar abu daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu
maka kadar abu daripada bio-char cenderung semakin meningkat. Kadar abu biochar tertinggi terjadi pada suhu 375 oC sebesar 19,498 % dan terendah pada suhu 250
o
C sebesar 15,712 % . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cora, et al. (2014) yang
mengatakan bahwa kadar abu bio-char sedikit meningkat dengan kenaikan suhu [11].
M. Faizal (2014) mengatakan bahwa kadar abu yang tinggi berarti tingginya residu
yang tidak mudah terbakar. Hal ini akan mengakibatkan pengurangan jumlah panas
dari proses pembakaran [34].
4.3.5 Pengaruh Suhu Terhadap Fixed Carbon daripada Bio-Char
Fixed carbon adalah karbon yang diperoleh dalam material yang tersisa
setelah bahan yang mudah menguap dipisahkan [34]. Gambar 4.12 menunjukkan
grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap fixed carbon daripada bio-char pada
waktu pirolisis 30 menit
50
Universitas Sumatera Utara
60
Fixed Carbon (%)
50
40
30
20
10
0
250
275
300
325
Suhu
350
375
400
(oC)
Gambar 4.12 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap fixed carbon daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.12 dapat dilihat bahwa fixed carbon daripada bio-char
cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya suhu dimana fixed carbon biochar tertinggi terjadi pada suhu 400 oC sebesar 48,088 % dan terendah pada suhu 250
o
C sebesar 33,663 %. Hal ini sesuai dengan penelitian Cora, et al. (2014) [11] dan
Samy, et al. (2014) [10] yaitu dengan meningkatnya suhu maka kandungan fixed
carbon bio-char akan meningkat. Nilai energi yang tinggi menunujkkan nilai fixed
carbon yang tinggi [44].
4.3.6 Pengaruh Suhu Terhadap Bulk density daripada Bio-char
Bulk density dari briket/pelet sangat penting untuk menunjukkan energi per
volume dari briket/pelet. Masalah bulk density adalah aspek utama kebutuhan yang
harus dipertimbangkan ketika meningkatkan nilai-nilai pemanasan per satuan volume
[34]. Gambar 4.13 menunjukkan hasil analisa pengaruh suhu terhadap bulk density
daripada bio-char pada waktu pirolisis 30 menit
51
Universitas Sumatera Utara
Bulk Density (gr/cm3)
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
250
275
300
325
350
375
400
Suhu oC
Gambar 4.13 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap bulk density daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.13 dapat dilihat bahwa grafik hasil analisa pengaruh suhu
terhadap bulk density daripada bio-char dengan waktu pirolisis 30 menit umumnya
cenderung turun dengan bertambahnya suhu dengan nilai bulk density bio-char
tertinggi pada suhu 300 oC yaitu 0,786 gr/cm3 dan terendah pada suhu 275 oC yaitu
0,632 gr/cm3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Samy, et al. (2014) yang
mengatakan bahwa bulk density menurun dengan meningkatnya suhu pirolisis [10].
M. Faizal (2009) mengatakan bahwa bulk density akan berpengaruh pada laju
pembakaran dimana pelet dengan laju pembakaran yang rendah berarti memiliki
kualitas yang kurang baik [34].
4.3.7 Pengaruh Suhu Terhadap Nilai Kalor daripada Bio-Char
Dalam percobaan ini, nilai kalor dari sampel ditentukan untuk mengetahui
potensi bahan baku menjadi bahan bakar padat. Nilai ini juga digunakan untuk
menghitung pelepasan panas yang dihasilkan untuk mempelajari karakteristik
pembakaran. Dalam percobaan ini, nilai kalori rata-rata untuk bahan baku dan briket
diperoleh dengan menggunakan kalorimeter bom (IKA Calorimeter System, C2000)
52
Universitas Sumatera Utara
[34]. Gambar 4.14 menunjukkan grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap nilai
kalor dengan waktu pirolisis 30 menit
24.000
Nilai Kalor (J/g)
23.000
22.000
21.000
20.000
19.000
18.000
250
275
300
325
350
375
400
Suhu (oC)
Gambar 4.14 Grafik hasil analisa pengaruh suhu terhadap nilai kalor daripada biochar pada waktu pirolisis 30 menit
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa seiring dengan bertambahnya suhu
maka nilai kalor daripada bio-char cenderung semakin meningkat. Nilai kalor
tertinggi terjadi pada suhu 375 oC yakni sebesar 23.701 J/gr sedangkan nilai kalor
terendah terjadi pada suhu 250 oC yakni sebesar 19.977 J/gr. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Samy, et al. bahwa HV (heating value) biochar
meningkat dengan meningkatnya suhu karbonisasi dan / atau waktu tinggal.
Umumnya, nilai bakar yang tinggi dari char dari biomassa yang dipirolisasi akan
meningkat seiring dengan suhu treatment [11].
4.4 PERBANDINGAN KARAKTERISASI BIO-CHAR
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan karakterisasi bio-char yang
dihasilkan dari pelet TKKS dan pelet sawdust. Adapun karakterisasi bio-char yang
dihasilkan dari pelet TKKS dan pelet sawdust pada kondisi operasi yang sama
disajikan dalam tabel 4.6
53
Universitas Sumatera Utara
4.5 PERBANDINGAN NILAI KALOR BIO-CHAR
4.5.1 Perbandingan Nilai Kalor Bio-Char dengan Hasil Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan nilai kalor bio-char terbaik (pada
suhu 375 oC dengan waktu 30 menit) yang dihasilkan pada penelitian ini dengan nilai
kalor bio-char terbaik yang dihasilkan pada penelitian yang dilakukan oleh M.Azri, et
al pada suhu 400 oC dengan waktu 10 menit [5] dan Samy, et al. pada suhu 400 oC
dengan waktu 3 jam [10]. Data perbandingan nilai kalor bio-char ditunjukkan pada
tabel 4.7
4.5.2 Perbandingan Nilai Kalor Bio-Char dengan Bahan Bakar Fosil
Untuk mengetahui potensi bio-char dalam penggunaan bahan bakar alternatif,
maka dilakukan perbandingan antara nilai kalor terbaik dari hasil penelitian ini
dengan bahan bakar fosil. Tabel 4.8 menunjukkan data perbandingan antara nilai
kalor bio-char dengan nilai kalor dari bahan bakar fosil.
4.6 PERBANDINGAN ENERGI PRODUK BIO-CHAR DENGAN DAYA
PRODUKSI BIO-CHAR
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi dari produksi bio-char, maka
dilakukan perbandingan energi yang dihasilkan dengan daya yang diperlukan dalam
produksi bio-char. Daya maksimum tertera pada spesifikasi furnace yang digunakan
yakni sebesar 3095 Watt (240V, 12,9 A). Perhitungan daya dilakukan pada kondisi
steady state. Data yang diambil merupakan nilai kalor bio-char terbaik pada suhu 375
o
C dan waktu 30 menit dengan massa bahan baku 25 gram serta asumsi penggunaan
daya maksimum. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa energi yang dibutuhkan
untuk produksi bio-char jauh lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh biochar tersebut.
54
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Karakteristik hasil analisa TKKS tercabik diperoleh kadar air sebesar
50,730 %, kadar abu 2,082 %, volatile matter 91,463 %, fixed carbon
6,453 %, bulk density 0,201 gr/cm3 dan nilai kalor sebesar 13.753 J/gr.
2. Karakteristik hasil analisa pelet TKKS dipelroleh kadar air 9,8865 %,
volatile matter 82,088 %, kadar abu 3,581 %, fixed carbon 15,601 %, bulk
density 0,646 gr/cm3 dan nilai kalor sebesar 19.411,810 J/gr.
3. Yield
daripada bio-char cenderung semakin berkurang seiring dengan
bertambahnya suhu dengan yield bio-char tertinggi terjadi pada suhu 275
o
C yakni sebesar 47,315 % dan yield bio-char terendah terjadi pada suhu
400 oC yakni sebesar 35,596%.
4. Moisture content dan volatile matter daripada bio-char cenderung semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya suhu dimana kadar moisture
content dan volatile matter daripada bio-char tertinggi terjadi pada suhu
250 oC masing-masing sebesar 5,280 % dan 45,344 % dan terendah pada
suhu 400 oC masing-masing sebesar 2,078 % dan 32,933 %.
5. Kadar abu dan fixed carbon daripada bio-char cenderung berbanding
lurus terhadap kenaikan suhu dengan nilai tertinggi kadar abu daripada
bio-char terjadi pada suhu 375 oC yakni sebesar 19,498 % dan fixed
carbon daripada bio-char terjadi pada suhu 400 oC yakni sebesar 48,088
65
Universitas Sumatera Utara
%. Sementara itu nilai terendah kadar abu dan fixed carbon daripada biochar terjadi pada suhu 250 oC masing-masing sebesar 15,712 % dan
33,663 %.
6. Seiring dengan bertambahnya suhu, bulk density daripada bio-char
cenderung semakin berkurang dimana bulk density daripada bio-char
tertinggi terjadi pada suhu 300 oC yakni sebesar 0,786 gr/cm3 dan terendah
pada suhu 400 oC yakni sebesar 0,664 gr/cm3.
7. Seiring dengan bertambahnya suhu, nilai kalor daripada bio-char
cenderung meningkat dimana nilai kalor tertinggi terjadi pada suhu 375 oC
yakni sebesar 23.701 J/gr dan terendah pada suhu 250 oC yakni sebesar
19.977 J/gr.
8. Perbandingan karakteristik bio-char yang dihasilkan dari pelet TKKS dan
pelet Sawdust pada kondisi operasi yang sama (250 oC, 30 menit)
diperoleh bahwa kadar air, kadar abu, volatile matter, yield dan bulk
density dari biochar yang dihasilkan dari pelet TKKS lebih tinggi daripada
bio-char yang dihasilkan dari pelet sawdust. Sementara itu untuk nilai
fixed carbon, nilai kalor bio-char dari pelet sawdust lebih tinggi daripada
bio-char dari pelet TKKS.
9. Energi yang diproduksi pada pembuatan bio-char dengan asumsi daya
maksimum dan kondisi steady state yakni sebesar 5.571.000 J, sedangkan
energi yang dihasilkan dari produksi bio-char pada kondisi dengan nilai
kalor terbaik yaitu pada suhu 375 oC dan waktu 30 menit sebesar
220.205,99 J.
66
Universitas Sumatera Utara
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan memperbaiki heater yang rusak
pada unit reaktor pirolisis yang kami modifikasi sehingga proses pirolisis
dapat berjalan sempurna yang dapat menghasilkan produk berupa biochar, bio-oil dan gas.
2. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan variasi lain seperti ukuran pelet,
massa bio-char dan heating rate.
3. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan merancang dan membuat reaktor
yang mana terdapat aliran nitrogen yang masuk agar dapat mengeluarkan
oksigen sehingga dapat meminimalisir abu yang dihasilkan.
4. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan merancang dan membuat reaktor
yang mana padatan (sampel) dapat keluar masuk dengan mudah sehingga
dapat meminimalisir bahaya pada saat mengeluarkan produk bio-char.
5. Penelitian hendaknya dilanjutkan dengan melakukan proses peleting
setelah bio-char terbentuk.
6. Pada
proses
peleting,
hendaknya
dilakukan
penelitian
yang
memperhatikan pengaruh kadar air terhadap pelet yang terbentuk.
7. Untuk meningkatkan efisiensi energi pada pirolisis, disarankan sumber
energi berasal pemanfaatan buangan energi unit operasi lain, misalnya
pemanfaatan panas yang terbuang pada chimney.
67
Universitas Sumatera Utara