PENERAPAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN PROSEDUR SISWA KELAS XI IPA 2 SMA NEGERI 1 BALAESANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL LIMIT FUNGSI ALJABAR | Irfandi | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 8642 28356 1 PB

PENERAPAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI
KESALAHAN PROSEDUR SISWA KELAS XI IPA 2 SMA
NEGERI 1 BALAESANG DALAM MENYELESAIKAN
SOAL-SOAL LIMIT FUNGSI ALJABAR
Irfandi
E-mail: irfandiipank@yahoo.co.id
I Nyoman Murdiana
E-mail: nyomanmur10@yahoo.co.id
Idrus Puluhulawa
Email: idruspuluhulawa@gmail.com
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi penerapan teknik
scaffolding yang dapat mengatasi kesalahan prosedur siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1
Balaesang dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Balaesang berjumlah 25 orang siswa. Jenis penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada desain penelitian oleh Kemmis dan Mc.
Taggart, yakni: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Jenis
data yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif dengan teknik pengumpulan
data yaitu tes, observasi, wawancara dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan teknik scaffolding dapat mengatasi kesalahan prosedur siswa kelas XI IPA 2
SMA Negeri 1 Balaesang dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar, melalui tahaptahap sebagai berikut: 1) penyampaian materi, 2) pembentukan kelompok, 3) pemberian tugas,
4) pemberian bantuan, dan 5) penyimpulan pelajaran. Siklus I siswa yang tuntas sebanyak 10

orang sedangkan siklus II sebanyak 20 orang.
Kata kunci: teknik scaffolding, kesalahan prosedur, limit fungsi aljabar.
Abstract: The objective of this research is to determine a description of the applying of
scaffolding techniques to overcome procedural errors conducted by students of class XI IPA 2
at SMA Negeri 1 Balaesang in solving cases problems of algebra limit function. The subjects of
this research were students of grade XI IPA 2 totaling 25 students. This research is a
classroom action research which refers to the study design by Kemmis and Mc. Taggart,
namely:
1) planning, 2) implementation of the treatment, 3) observating, and 4) reflecting. The data
used is qualitative data and quantitative data with data collection techniques are tests,
observations, interviews and field notes. The result of the research shows that the applying of
scaffolding technique can overcome procedural errors conducted by students of class XI IPA 2
at SMA Negeri 1 Balaesang in solving problems algebra limit function, through the steps as
follows: 1) presenting the material, 2) making group, 3) giving exercise, 4) providing
assistance, and 5) concluding the lesson. At cycle I, the number of student who get mastery is
10 student meanwhile at cycle II is 20 student.
Keywords: scaffolding technique, procedural errors, algebra limit functions.

Matematika merupakan ilmu dasar yang dapat digunakan secara luas dalam berbagai
bidang kehidupan. Oleh sebab itu, matapelajaran matematika perlu diajarkan kepada semua

siswa mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membekali siswa dengan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, cermat, dan konsisten serta
kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006).
Satu di antara materi matematika yang dipelajari siswa di tingkat SMA/MA adalah
limit fungsi. Materi ini sangat esensial karena berkaitan dengan materi lain dalam
matematika. Hal ini didasari oleh pendapat Setiawan (2010) yang menyatakan bahwa limit
fungsi merupakan bagian yang paling penting dan konsep dasar dalam mempelajari
kalkulus diferensial dan integral. Hal ini berarti siswa SMA/MA dituntut agar tidak lagi

370 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

melakukan kesalahan dalam menentukan nilai limit suatu fungsi. Namun kenyataannya
masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menentukan nilai limit suatu fungsi.
Sebagaimana temuan yang diperoleh Mujiati (2010) bahwa kesalahan yang dilakukan siswa
dalam menentukan nilai limit suatu fungsi terjadi pada memfaktorkan persamaan kuadrat,
merasionalkan bentuk akar dan mengoperasikan pecahan bentuk aljabar.
Terkait dengan pendapat Mujiati, peneliti menduga bahwa kesalahan yang dilakukan
siswa dalam menentukan nilai limit suatu fungsi juga terjadi di SMA Negeri 1 Balaesang.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan dialog dengan guru matapelajaran matematika kelas XI

IPA SMA Negeri 1 Balaesang dan diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa yang
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi. Selain itu, kesalahan
prosedur sering kali dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi.
Menindaklanjuti hasil dialog peneliti dengan guru matapelajaran matematika kelas XI
IPA SMA Negeri 1 Balaesang, untuk memperoleh informasi mengenai kesalahan yang
dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal limit fungsi aljabar, peneliti memberikan tes
identifikasi pada siswa kelas XII IPA yang telah mempelajari materi tersebut. Soal tes yang
diberikan merupakan tes uraian sebanyak tiga nomor. Satu di antara soal yang diberikan
yaitu, tentukan nilai limit dari fungsi berikut
soal tersebut ditampilkan pada Gambar 1.

. Jawaban siswa terhadap

NHTI03
NHTI01

NHTI04
NHTI05

NHTI02

Gambar 1. Jawaban NH pada tes identifikasi

Jawaban NH pada Gambar 1 menunjukkan bahwa siswa NH memfaktorkan persamaan
(NHTI01). Kemudian NH

kuadrat, siswa NH menuliskan
melakukan pencoretan
x ke fungsi
(NHTI04). Hasil

(NHTI02). Selanjutnya NH mensubtitusikan nilai

(NHTI03). Kemudian mengoperasikan hasil subtitusi
pengoperasian akhir diperoleh 0 (NHTI05). Jawaban NH
(NHTI01) dan

Sedangkan jawaban NH

(NHTI02) sudah benar.


(NHTI03) salah, karena NH tidak memfaktorkan

bentuk persamaan kuadrat, seharusnya NH menuliskan

. Akibatnya

(NHTI04) dan 0 (NHTI05) salah. Selain itu, jawaban NH
jawaban NH
(NHTI03) menunjukkan bahwa siswa NH belum memahami konsep pembagian dan juga NH
kurang mahir dalam melakukan manipulasi bentuk aljabar.
Hasil dialog dengan guru matapelajaran matematika kelas XI IPA SMA Negeri 1
Balaesang dan hasil tes identifikasi menunjukkan bahwa penyebab siswa melakukan
kesalahan prosedur adalah karena siswa belum menguasai keseluruhan materi-materi
prasyarat. Akibatnya, ketika siswa menjawab soal limit fungsi aljabar, siswa kebingungan

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 371
dalam menentukan langkah penyelesaiannya. Mencermati permasalahan tersebut, maka
perlu diupayakan suatu pembelajaran yang relevan sehingga dapat mengatasi kesalahan
prosedur dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti mencoba menerapkan suatu

inovasi dalam proses pembelajaran agar siswa bisa memahami materi-materi prasyarat.
Inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli adalah
dengan menciptakan teknik-teknik dalam pembelajaran yang salah satunya adalah teknik
scaffolding. Alasan digunakannya teknik scaffolding adalah karena sesuai dengan
karakteristik permasalahan yang terjadi pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Balaesang,
yaitu siswa tersebut belum menguasai keseluruhan materi-materi prasyarat, maka dengan
memberikan bantuan kepada siswa berupa bimbingan, dorongan, menguraikan permasalahan
dalam bentuk yang lebih mudah dipahami siswa, memberikan contoh, dan petunjuk agar
siswa memahami materi-materi prasyarat, sehingga diharapkan siswa dapat menyelesaikan
soal-soal limit fungsi aljabar dengan benar. Juliandari (2014) menyatakan bahwa scaffolding
merupakan dukungan guru kepada siswa untuk membantunya menyelesaikan proses belajar
yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Selanjutnya Katminingsih (2009) mengemukakan
bahwa scaffolding adalah memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan selama tahaptahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada siswa tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
Menurut Yamin (2013) keuntungan pembelajaran dengan teknik scaffolding
diantaranya: 1) siswa diposisikan sebagai mitra guru sehingga siswa lebih termotivasi untuk
belajar, 2) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, 3) siswa aktif mengkonstruksi secara
terus menerus sehingga terjadi perubahan konsep ilmiah, dan 4) memberi petunjuk yang
jelas untuk membantu siswa terfokus pada tujuan pembelajaran.

Beberapa penelitian yang relevan menunjukkan bahwa penerapan teknik scaffolding
dapat mengatasi kesulitan belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa seperti
penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2015) bahwa pemberian teknik scaffolding dapat
mengatasi kesulitan belajar siswa SMP IT Logaritma Karanganyar pada pokok bahasan
operasi bentuk aljabar. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Iswara (2012) bahwa
penerapan teknik scaffolding dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1
Polokarto pada pembelajaran matematika. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana penerapan teknik scaffolding sehingga dapat mengatasi kesalahan prosedur siswa
kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Balaesang dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Desain penelitian ini
mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yang terdiri atas empat komponen
yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Subjek penelitian adalah
siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Balaesang yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016
sebanyak 25 orang siswa, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Sebagai
informan dipilih tiga orang siswa yang diberikan inisial NS, AL, dan ZA.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, catatan
lapangan, dan tes. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model
Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Tindakan pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila siswa telah

memenuhi indikator keberhasilan penelitian pada siklus I dan siklus II yang diperoleh dari
tes akhir tindakan dan wawancara. Indikator keberhasilan pada siklus I yaitu siswa dapat

372 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

menentukan nilai limit fungsi aljabar di suatu titik. Sedangkan indikator keberhasilan pada
siklus II yaitu siswa dapat menentukan nilai limit fungsi aljabar di takhingga. Selain itu,
keberhasilan tindakan juga dilihat pada hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa selama
proses pembelajaran dengan menggunakan teknik scaffolding. Aktivitas guru dan siswa
dalam proses pembelajaran dinyatakan berhasil apabila rata-rata aspek yang dinilai minimal
berada pada kategori baik.
HASIL PENELITIAN
Peneliti memberikan tes awal sebanyak 3 nomor yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan prasyarat siswa mengenai materi pemfaktoran persamaan kuadrat dan merasionalkan bentuk akar serta digunakan sebagai pedoman untuk menentukan informan penelitian
dan pembentukan kelompok belajar. Hasil tes awal menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami
siswa dalam menyelesaikan soal diantaranya: 1) memfaktorkan bentuk ax2 + bx + c dengan a ≠
1, 2) melakukan operasi bentuk pecahan, dan 3) menentukan akar sekawan dan akar sejenis.
Oleh sebab itu, peneliti membahas kembali tes tersebut sebelum pelaksanaan tindakan.
Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua siklus. Setiap siklus dilakukan dua kali

pertemuan. Peneliti membahas tentang materi limit fungsi di suatu titik pada pertemuan
pertama di siklus I, dan peneliti membahas tentang materi limit fungsi di takhingga pada
pertemuan pertama di siklus II. Pelaksanaan tes akhir tindakan dilakukan pada pertemuan
kedua untuk setiap siklus. Proses pembelajaran dilakukan dalam tiga kegiatan yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Peneliti menerapkan tahap-tahap pembelajaran dengan mengacu pada teknik scaffolding pada kegiatan inti sampai kegiatan penutup.
Adapun tahap-tahap pada teknik scaffolding yaitu: 1) penyampaian materi, 2) pembentukan
kelompok, 3) pemberian tugas, 4) pemberian bantuan, dan 5) penyimpulan pelajaran.
Peneliti memulai kegiatan pendahuluan dengan mengucapkan salam kepada seluruh
siswa, mengajak siswa untuk berdoa bersama dan mengecek kehadiran siswa. Pada siklus I,
ada 4 siswa yang tidak hadir. Sementara pada siklus II, ada 2 siswa yang tidak hadir.
Selanjutnya, peneliti menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan meminta
siswa untuk merapikan pakaian, menyimpan perlengkapan yang tidak ada kaitannya dengan
pembelajaran yang sedang berlangsung, menyiapkan buku dan alat tulis yang akan
digunakan. Hal ini membuat siswa siap untuk belajar.
Setelah siswa siap untuk belajar, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai pada setiap siklus. Tujuan pembelajaran pada siklus I adalah siswa dapat
menentukan nilai limit fungsi aljabar di suatu titik. Sedangkan tujuan pembelajaran pada
siklus II adalah siswa dapat menentukan nilai limit fungsi aljabar di takhingga. Kemudian,
peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan semangat kerja siswa
dalam belajar dengan menyampaikan manfaat mempelajari limit fungsi. Peneliti menjelaskan bahwa materi limit fungsi akan terus digunakan dalam mempelajari materi selanjutnya,

contohnya materi turunan fungsi. Materi limit fungsi juga sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam bidang kedokteran dengan mempelajari limit
fungsi seorang dokter dapat mengetahui dosis pemakaian antibiotik jika seseorang
mengalami alergi terhadap makanan. Selain itu, dengan mempelajari materi limit fungsi
seorang dokter dapat membuat kacamata bagi penderita rabun. Pada kegiatan ini siswa telah
mengetahui tujuan pembelajaran sehingga siswa lebih terarah untuk mengikuti
pembelajaran. Siswa juga telah mengetahui manfaat mempelajari materi limit fungsi
sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Selanjutnya peneliti menyampaikan apersepsi dengan cara mengingatkan kembali
materi prasyarat dan mengigatkan materi yang dipelajari sebelumnya. Peneliti mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa yaitu materi pemfaktoran persamaan kuadrat dan

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 373
merasionalkan bentuk akar pada apersepsi di siklus I, dan peneliti mengingatkan kembali
materi yang dipelajari sebelumnya pada siklus I yaitu materi limit fungsi aljabar di suatu
titik pada apersepsi di siklus II. Apersepsi yang dilakukan membuat siswa dapat mengingat
kembali materi yang dipelajari sebelumnya sehingga siswa lebih siap untuk belajar.
Kegiatan inti dimulai dari tahap penyampaian materi sampai tahap pemberian
bantuan. Pada tahap penyampaian materi dilakukan dengan demonstrasi dan tanya jawab.
Peneliti menyampaikan tentang pengertian limit fungsi aljabar di suatu titik pada pertemuan
pertama di siklus I. Peneliti menyampaikan kepada siswa bahwa satu di antara cara untuk

mengetahui konsep limit fungsi di suatu titik adalah dengan cara menghitung nilai-nilai
fungsi disekitar titik tersebut, terkecuali di titik itu sendiri. Sebagai contoh fungsi
. Fungsi g(x) jika disubstitusikan nilai x = 2, maka akan mendapatkan bentuk . Jadi,
untuk mengetahui limit dari fungsi g(x), yang harus dilakukan adalah menghitung nilai-nilai
fungsi disekitar titik x = 2, perhatikan Tabel 1.
Tabel 1. Fungsi g(x)
x
1,7
1,8
1,99
1,999

2,001
2,01
2,1
2,2

g(x)
3,7
3,8
3,99
3,999
4
4,001
4,01
4,1
4,2

Tabel 2. Fungsi f(x)
x
-0,01
-0,001
-0,0001
-0,00001

0,00001
0,0001
0,001
0,01

f(x)
10.000
1.000.000
100.000.000
10.000.000.000

10.000.000.000
100.000.000
1.000.000
10.000

Tabel 3. Fungsi f(x)
x
1
10
1.000
10.000
100.000


f(x)
1
0,01
0,000001
0,00000001
0,00000000001
0

Tabel 1 menunjukkan bahwa jika x mendekati 2, maka nilai fungsi g(x) mendekati 4,
dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai limit fungsi g(x) adalah 4 dan dituliskan
. Sehingga secara umum,
mengandung arti bahwa jika x
mendekati atau menuju ke a tetapi berlainan dengan a (x ≠ a) maka f(x) menuju ke L.
Selanjutnya, peneliti menyampaikan tentang pengertian limit fungsi aljabar di
takhingga pada pertemuan pertama di siklus II. Peneliti menyampaikan kepada siswa
bahwa untuk mengetahui pengertian limit fungsi aljabar di takhingga perhatikan fungsi
. Fungsi f(x) tidak terdefinisi di x = 0. Karena jika disubtitusikan x = 0, maka akan
diperoleh bentuk tak tentu. Jadi, fungsi f(x) didekati ke nol, perhatikan Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jika x didekati ke 0 maka nilai f(x) bernilai positif yang
. Kemudian yang
semakin membesar tanpa batas. Sehingga dapat dituliskan
menjadi pertanyaan adalah berapa nilai fungsi f(x) jika x mendekati takhingga, untuk
menjawab pertanyaan tersebut, perhatikan Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jika fungsi f(x) disubtitusikan nilai semakin besar maka
nilai fungsi f(x) menuju 0. Jadi, dapat dituliskan
. Sehingga limit fungsi yang
berbentuk

dapat diselesaikan dengan cara membagi bagian pembilang f(x) dan

bagian penyebut g(x) dengan xn, di mana n adalah pangkat tertinggi f(x) atau g(x) untuk
. Pada tahap
setiap n bilangan positif dan a bilangan rea1, maka
penyampaian materi di siklus I membuat sebagian besar siswa sudah mengetahui dan
memahami pengertian dari limit fungsi di suatu titik, meskipun masih ada beberapa siswa

374 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

yang belum aktif dalam melakukan tanya jawab. Sedangkan pada siklus II hampir semua
siswa terlibat aktif saat peneliti menyampaikan materi limit fungsi aljabar di takhingga
melalui metode tanya jawab dan demonstrasi dan siswa sudah berani memberikan
tanggapan serta pertanyaan tanpa diminta oleh peneliti.
Tahap pembentukan kelompok dilakukan dengan mengelompokkan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar yang heterogen berdasarkan tingkat kemampuan siswa yang
diperoleh dari hasil tes awal dan informasi dari guru matapelajaran matematika. Satu kelompok
terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa. Peneliti menyampaikan bahwa setiap siswa harus
bertanggung jawab terhadap kelompoknya sendiri. Oleh karena itu, semua siswa dalam
kelompok harus berpartisipasi dan bekerja sama dalam mengerjakan soal. Pada siklus I
siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing, tetapi masih sangat ribut karena masih
ada siswa yang kurang setuju dengan teman kelompoknya dan pada siklus II siswa bergabung
dengan kelompoknya masing-masing secara tertib dan tenang.
Tahap pemberian tugas dilakukan dengan membagikan tugas kepada setiap kelompok
dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Setelah itu, peneliti menyampaikan kepada
semua kelompok cara mengerjakan soal pada LKS. Selain itu, peneliti menyampaikan
kepada semua kelompok bahwa setelah selesai mengerjakan soal pada LKS, peneliti akan
menunjuk seorang siswa dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya. Setiap siswa dari masing-masing kelompok antusias mengerjakan soal pada
LKS karena takut salah pada saat mempresentasikan hasil pekerjaan kelompokya.
Tahap pemberian bantuan dilakukan dengan meminta siswa untuk berdiskusi dengan
teman satu kelompoknya dalam menyelesaikan soal pada LKS. Ketika siswa berdiskusi
dalam kelompok, peneliti berkeliling untuk mengamati dan memberikan bimbingan kepada
siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal pada LKS.
Selama kegiatan mengerjakan soal pada LKS di siklus I, ada beberapa kelompok yang
memerlukan lebih banyak bimbingan, ada pula yang berhasil mengerjakan soal pada LKS
dengan bimbingan seperlunya dan hanya mengikuti petunjuk yang ada pada LKS.
Kelompok yang mendapat lebih banyak bimbingan dari peneliti dalam mengerjakan soal
pada LKS siklus I di antaranya yaitu kelompok I, II, IV, dan VI. Sedangkan kelompok
lainnya mendapat bimbingan seperlunya dalam mengerjakan soal pada LKS. Sedangkan
pada siklus II, siswa lebih sering mendiskusikan dengan teman kelompoknya daripada
bertanya dengan peneliti sehingga siswa lebih aktif dan saling membantu untuk memahami
cara mengerjakan soal pada LKS. Setelah itu, peneliti meminta kepada anggota kelompok
yang sudah paham menyelesaikan soal, agar megajarkan kepada anggota kelompoknya cara
menyelesaikan soal pada LKS. Setelah waktu yang ditentukan untuk mengerjakan soal pada
LKS telah selesai, peneliti menunjuk wakil dari beberapa kelompok untuk menuliskan dan
mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. Peneliti menunjuk masing-masing 1
anggota dari kelompok I, II, III, dan V untuk mempresentasikan hasil jawaban mereka di
depan kelas pada siklus I. Sedangkan pada siklus II peneliti meminta kesediaan dari
anggota kelompok yang ada untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka.
Kelompok yang mendapatkan kesempatan adalah kelompok II, IV, dan VI. Peneliti
meminta kepada masing-masing kelompok yang presentasi tidak hanya menuliskan
jawaban mereka di papan, tetapi juga memberikan penjelasan mengenai jawaban kelompok
mereka. Pada siklus I siswa melakukan diskusi dengan baik, terjadi interaksi antara siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru saat diskusi berlangsung, siswa sudah sering bertanya
kepada teman kelompoknya apabila ada hal yang belum mereka mengerti namun pada
tahap ini waktu yang digunakan melebihi dari batas waktu yang telah ditentukan, siswa

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 375
mampu memberikan tanggapan dan idenya terhadap jawaban yang dipresentasikan oleh
teman kelompok lain meskipun peneliti masih harus meminta 2 sampai 3 kali kepada siswa
untuk memberikan tanggapan mereka terhadap hasil diskusi yang dipresentasikan.
Sedangkan pada siklus II siswa antusias untuk bertanya kepada teman kelompoknya, siswa
sudah terbiasa untuk memberikan bimbingan kepada teman kelompok mereka yang
mengalami kesulitan sehingga peneliti sudah tidak lagi memberikan bimbingan yang
berlebih kepada siswa dan siswa sudah memahami cara menyelesaikan soal pada LKS.
Selain itu, siswa sudah mampu untuk menyampaikan ide dan jawaban mereka sendiri pada
saat presentasi di depan kelas.
Kegiatan penutup dilaksanakan dengan memberikan soal kepada siswa untuk dikerjakan
secara individu. Peneliti memberikan 3 nomor soal kepada siswa pada siklus I dan siklus II.
Setelah itu, peneliti bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari
dan menginformasikan kepada siswa bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan tes
tentang materi yang baru saja dipelajari. Peneliti juga berpesan kepada siswa agar kembali
mempelajari materi ini di rumah. Akhirnya peneliti menutup kegiatan pembelajaran dengan
meminta salah satu siswa memimpin temannya untuk berdoa bersama, kemudian
mengucapkan salam dan keluar dari ruangan.
Peneliti memberikan tes akhir tindakan kepada siswa pada pertemuan kedua dari masingmasing siklus. Peneliti menghimbau kepada siswa untuk tidak bekerja sama saat
menyelesaikan soal. Satu di antara soal yang diberikan pada tes akhir tindakan siklus I
adalah sebagai berikut: tentukan nilai limit fungsi aljabar berikut
. Hasil tes
akhir tindakan pada siklus I diketahui bahwa siswa sudah dapat menentukan nilai limit suatu
fungsi, namun hanya 10 siswa yang dapat mengerjakan soal tersebut dengan tepat.
Sedangkan 14 siswa lainnya masih melakukan kesalahan. Satu di antara siswa tersebut
adalah siswa NS. Kesalahan yang dilakukan siswa NS meliputi: 1) siswa NS salah dalam
menentukan langkah penyelesaian, siswa NS menuliskan
(NSS103S),
,

seharusnya siswa NS tidak mengalikan penyebutnya, tetapi menuliskan

2) kesalahan lainnya yang dilakukan siswa NS yaitu membagi dengan nol (NSS106S). Berikut
potongan jawaban NS ditunjukkan pada Gambar 2.
NSS102S

NSS101S
NSS104S
NSS105S

NSS103S
NSS106S
Gambar 2. Jawaban NS pada tes akhir tindakan siklus I

Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan, peneliti melakukan wawancara dengan NS
untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut transkip wawancara peneliti dengan NS.
NSS1055P: sekarang lihat yang nomor empat, bagaimana cara NS mencari nilai
limitnya?

376 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

NSS1055S: pertama kak saya kalikan dengan akar sekawannya, kemudian saya langsung
kalikan penyebut dengan penyebut, pembilang dengan pembilang.
NSS1056P: disini NS salah, seharusnya yang kamu kalikan hanya pembilangnya saja,
coba NS perbaiki jawabanmu.
NSS1056S: (memperbaiki jawaban) oh iya kak, kan faktornya sama tinggal dicoret saja.
NSS1057P: iya memang seperti itu seharusnya. Lihat lagi jawabanmu masih ada
kesalahan yang kamu lakukan, tau tidak dimana salahnya?
NSS1057S: tidak tau kak.
NSS1058P: disitu kamu melakukan pembagian dengan angka nol, sudah kakak
beritahukan waktu pemberian materi kalau kalian peroleh hasil akhir membagi dengan nol maka yakin saja jawabannya pasti salah.
Informasi yang diperoleh dari wawancara dengan siswa NS yaitu siswa NS masih
melakukan kesalahan dalam menentukan langkah penyelesaian (NSS1055S). Hal ini
disebabkan karena siswa NS kurang mahir dalam melakukan manipulasi bentuk aljabar.
Kesalahan lainnya yang dilakukan siswa NS yaitu siswa NS membagi dengan nol
(NSS1058P). Hal ini disebabkan karena siswa NS belum memahami pembagian dengan nol.
Hasil jawaban siswa pada tes akhir tindakan siklus I menunjukkan bahwa siswa
masih melakukan kesalahan. Satu di antara kesalahan yang dilakukan siswa yaitu salah
dalam menentukan langkah penyelesaian, namun ketika diwawancarai siswa tersebut bisa
memperbaiki dengan benar jawabannya.
Tes akhir tindakan pada siklus II terdiri dari 6 nomor. Berikut satu di antara soal yang
. Hasil tes akhir
diberikan: tentukan nilai limit fungsi aljabar berikut
tindakan siklus II menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menentukan nilai limit fungsi
aljabar. Namun, masih ada siswa yang tidak menuliskan lambang atau simbol limit dalam
menyelesaikan soal tersebut. Satu di antara siswa tersebut yaitu AL. Jawaban AL
ditampilkan pada Gambar 3.
ALS202S
ALS203S

ALS205S

ALS201S
ALS204S
Gambar 3. Jawaban AL pada tes akhir tindakan siklus II

Jawaban AL pada Gambar 3 menunjukkan bahwa AL langsung menuliskan
(ALS201S), seharusnya AL menuliskan

. Peneliti melakukan

wawancara dengan AL untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut petikan hasil
wawancara peneliti dengan AL.
ALS2061P:
ALS2061S:

coba AL perhatikan yang nomor 5, kenapa AL kerjakan seperti itu nomor 5?
karena itu kak limitnya mendekati takhingga, jadi langsung saya bagi dengan
pangkat tertingginya.

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 377
ALS2062P:
ALS2062S:
ALS2063P:
ALS2063S:

tapi masih ada yang salah dalam jawaban kamu ini, tau tidak di mana
salahnya?
tidak tau kak.
jadi dek kesalahanmu, kamu tidak menuliskan limit x mendekati ∞, janganjangan kamu lupa atau sengaja?
iya kak, saya lupa menuliskan limitnya.

Informasi yang diperoleh dari wawancara dengan siswa AL yaitu siswa AL sudah paham
dalam menyelesaikan soal limit fungsi aljabar (ALS2061S). Selain itu, kesalahan-kesalahan
yang dilakukannya dalam menjawab soal yang diberikan telah diperbaiki dengan benar.
Hasil jawaban siswa pada tes akhir tindakan siklus II menunjukkan bahwa siswa sudah
dapat menentukan nilai limit suatu fungsi dengan tepat. Namun, masih ada siswa yang tidak
menuliskan lambang atau simbol limit dalam menyelesaikan soal, tetapi ketika diwawancarai
siswa tersebut mengetahui kesalahannya. Hanya kurang teliti saat mengerjakan soal.
Aspek-aspek aktivitas guru yang diamati selama mengelola pembelajaran adalah 1)
membuka pembelajaran, 2) memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari
dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, 3) memberikan motivasi
kepada siswa, 4) memberikan apersepsi kepada siswa dengan cara mengajukan
pertanyaan materi prasyarat, 5) menyampaikan pokok materi dan contoh soal serta
penyelesaiannya, 6) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan
mengenai materi yang kurang dipahami, 7) memberikan kesempatan kepada siswa lain
untuk menanggapi pertanyaan dari temannya, 8) mengelompokan siswa kedalam
kelompok belajar, 9) memberikan LKS kepada setiap kelompok dan menjelaskan hal-hal
yang akan dilakukan siswa dengan LKS, 10) melakukan pengamatan pada setiap
kelompok dan bimbingan pada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal, 11) mengarahkan siswa yang memiliki kemampuan tinggi untuk membantu
teman kelompoknya, 12) memilih perwakilan siswa dari masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasil pekerjaan kelomponya, 13) memberikan soal latihan tambahan
yang berkaitan dengan materi yang baru saja dipelajari, 14) mengecek jawaban siswa,
15) membimbing siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang baru saja
dipelajari, 16) memberikan tugas pekerjaan rumah, 17) menyampaikan kegiatan yang
akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, 18) menutup pembelajaran, 19) efektivitas
pengelolaan waktu, dan 20) penampilan guru dalam proses pembelajaran.
Hasil observasi pada siklus I, aspek nomor 1, 5, 9, 13, dan 16 berkategori sangat baik,
diberi skor 5; aspek nomor 4, 6,7, 8, 11, 12, 14, 17, 18, dan 20 berkategori baik, diberi skor 4;
serta aspek nomor 2, 3, 10, 15, dan 19 berkategori cukup, diberi skor 3. Olehnya itu aktivitas
guru dalam mengelolah pembelajaran pada siklus I dikategorikan baik. Aktivitas peneliti pada
siklus II, aspek nomor 1, 4, 5, 8, 9, 12, 13, 14, 16, dan 18 berkategori sangat baik diberi skor 5;
aspek nomor 2, 3, 6, 7, 10, 11 15, 17, 19, dan 20 berktegori baik, diberi skor 4. Olehnya itu
aktivitas guru dalam mengelolah pembelajaran pada siklus II dikategorikan sangat baik.
Aspek-aspek aktivitas siswa yang diamati selama pembelajaran adalah 1) menjawab
salam dan mendengarkan arahan guru, 2) memperhatikan guru menyampaikan motivasi, 3)
mendengarkan materi dan tujuan pembelajaran yang disampaikan guru, 4) memperhatikan
secara seksama penjelasan dari guru, 5) menuliskan hal-hal yang penting dari penjelasan
guru, 6) mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang kurang dipahami, 7) menanggapi
pertanyaan dan memberikan komentar atas tanggapan temannya yang lain, 8) mengerjakan
soal pada LKS di kelompok masing-masing, 9) menuliskan dan mempre-sentasikan hasil
kinerja kelompok di depan kelas, 10) mengerjakan soal latihan tambahan yang diberikan guru
secara individu, 11) menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari, dan 12) antusias siswa.

378 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

Hasil observasi pada siklus I, aspek nomor 1, 4, 8, dan 10 dalam kategori baik, diberi
skor 4; aspek nomor 2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, dan 12 dalam kategori cukup, diberi skor 3. Olehnya itu
aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran pada siklus I dikategorikan cukup. Pada siklus
II, aspek nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, dan 12, dikategorikan baik, diberi skor 4; aspek
nomor 6 dan 7 dalam kategori cukup, diberi skor 3. Olehnya itu aktivitas siswa selama
mengikuti pembelajaran pada siklus I dikategorikan baik.
PEMBAHASAN
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu melaksanakan tes awal untuk
mengetahui pengetahuan prasyarat siswa mengenai materi pemfaktoran persamaan kuadrat
dan merasionalkan bentuk akar. Pelaksanaan tes awal bertujuan untuk mengetahui
kemampuan prasyarat siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutrisno (2012) yang
menyatakan bahwa pelaksanaan tes sebelum perlakuan atau tindakan dilakukan untuk
mengetahui kemampuan prasyarat siswa. Pemberian tes awal digunakan untuk pembentukan
kelompok belajar yang heterogen dan penentuan informan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurcholis (2013) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tes awal dapat digunakan dalam
pembentukan kelompok yang bersifat heterogen dan menentukan informan.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II dimulai dengan kegiatan pendahuluan.
Peneliti membuka pelajaran dengan mengucapkan salam mengajak siswa untuk berdoa
sebelum belajar, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar. Kegiatan
tersebut dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat
Amrullah (2014) yang menyatakan bahwa kegiatan guru membuka pembelajaran dengan
mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan
menyiapkan siswa untuk belajar dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran.
Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Setelah tujuan
pembelajaran disampaikan, siswa akan lebih terarah dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan pendapat Prawiradilaga (2009) bahwa menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai siswa sangat diperlukan karena siswa akan lebih terarah dalam mengikuti
pembelajaran.
Setelah itu, peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan cara menjelaskan
manfaat mempelajari materi limit fungsi. Satu di antara manfaatnya yaitu materi limit
fungsi akan digunakan dalam mempelajari materi selanjutnya, yaitu materi turunan fungsi.
Sehingga membuat siswa siap dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini
didukung oleh pendapat Verawati (2015) yang menyatakan bahwa pemberian motivasi
dilakukan dengan menjelaskan manfaat mempelajari materi yang diajarkan sehingga siswa
menjadi siap dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kemudian, peneliti memberikan apersepsi. Saat apersepsi siklus I, peneliti mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa yaitu materi pemfaktoran persamaan kuadrat
dan merasionalkan bentuk akar. Sedangkan saat apersepsi siklus II, peneliti mengingatkan
kembali materi yang dipelajari sebelumnya pada siklus I yaitu materi limit fungsi aljabar di
suatu titik. Materi pemfaktoran persamaan kuadrat dan merasionalkan bentuk akar
merupakan materi dasar untuk mempelajari materi limit fungsi aljabar sehingga siswa harus
memahami materi dasar terlebih dahulu sebelum mempelajari materi selanjutnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hudojo (1990) yang menyatakan bahwa sebelum mempelajari
konsep B, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A yang mendasari konsep B.
Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B.
Kegiatan inti dimulai dari tahap penyampaian materi sampai tahap pemberian
bantuan. Tahap penyampaian materi dilakukan dengan demonstrasi dan tanya jawab.

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 379
Peneliti menyampaikan pengertian atau konsep limit fungsi di suatu titik pada siklus I.
Sedangkan pada siklus II peneliti menyampaikan pengertian atau konsep limit fungsi di
takhingga, tujuannya agar siswa memiliki pengetahuan awal tentang limit fungsi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Usman (2004) yang menyatakan bahwa selama kegiatan inti, guru
menjelaskan pengertian atau konsep agar siswa mempunyai pengetahuan awal tentang
materi yang akan dipelajari.
Tahap pembentukan kelompok dilakukan dengan mengelompokkan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar yang satu kelompok terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa.
Pembagian kelompok bertujuan agar siswa dapat saling berinteraksi dengan siswa lainnya
sehingga mempermudah siswa melakukan aktivitas pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
pendapat Karim (2011) bahwa dengan adanya pembagian kelompok maka akan mempermudah siswa melakukan aktivitas pembelajaran, karena siswa dapat berinteraksi dengan
siswa lainnya. Selanjutnya, tahap memberikan tugas dilakukan dengan membagikan tugas
kepada setiap kelompok dalam bentuk LKS yang berisi pertanyaan atau permasalahan yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kemudian peneliti menyampaikan kepada siswa bahwa
setiap anggota kelompok bertanggung jawab mengerjakan soal pada LKS yang dibagikan.
Tahap pemberian bantuan dilakukan dengan memberikan dorongan kepada setiap siswa
agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal yang termuat dalam
LKS, tujuannya agar semua siswa bisa menentukan nilai limit fungsi aljabar. Hal ini
merupakan salah satu upaya guru agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi
optimum. Hal ini didukung oleh Trianto (2009) yang menyatakan bahwa dorongan guru
sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Kemudian, peneliti berkeliling memantau dan mengontrol jalannya diskusi kelompok.
Peneliti berupaya memberikan bantuan seminimal mungkin hanya kepada siswa yang
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal pada LKS. Hal ini bertujuan untuk mengatasi
kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Safi’i
dan Nusantara (2013) yang menyatakan bahwa seorang guru memiliki kewajiban dalam
mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya dengan melakukan upaya
pemberian bantuan seminimal mungkin atau yang lebih dikenal dengan istilah scaffolding.
Pada saat yang bersamaan, peneliti juga mengarahkan siswa yang memiliki kemampuan
tinggi untuk mengajarkan teman kelompoknya yang memiliki kemampuan rendah dengan
tujuan agar siswa yang memiliki kemampuan rendah bisa memahami cara menyelesaikan
soal pada LKS yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa seorang siswa dalam
menyelesaikan suatu permasalahan membutuhkan orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat
Yohanes (2010) bahwa siswa dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk
memahami sesuatu dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Setelah waktu
mengerjakan soal telah selesai, peneliti meminta perwakilan beberapa kelompok untuk
menuliskan jawaban di papan tulis dan menjelaskannya. Kelompok lain menanggapi atau
mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang mempresentasikan jawaban kelompoknya.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi jawaban yang dipresentasikan
bertujuan agar siswa terbiasa mengemukakan pendapat mengenai jawaban yang diberikan
sehingga hal yang dipelajarinya lebih bermakna. Hal ini didasari oleh pendapat Rahmawati
(2013) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk
memberikan argumen atas jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang
diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi bermakna bagi siswa.
Kemudian, peneliti memberikan soal latihan kepada siswa yang dikerjakan secara mandiri.
Hal ini bertujuan agar meningkatnya kemampuan serta keterampilan siswa terhadap materi
yang telah dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2009) yang menyatakan
bahwa guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan
kemampuan serta keterampilannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
Tahap penyimpulan pelajaran dilakukan dengan membimbing siswa membuat
kesimpulan tentang materi limit fungsi aljabar. Siswa membuat kesimpulan sesuai dengan apa

380 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

yang mereka peroleh dari proses penemuan konsep atau rumus. Hal ini sejalan dengan
pendapat Purnomo (2011) bahwa siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang
sesuai dengan temuannya. Selanjutnya peneliti memberikan pekerjaan rumah kepada siswa dan
menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.
Pembelajaran pada siklus I menunjukkan bahwa masih ada siswa yang melakukan
kesalahan dalam menyelesaikan soal limit fungsi aljabar. Kesalahan-kesalahan yang
dilakukan siswa disebabkan karena siswa kurang mahir dalam melakukan manipulasi bentuk
aljabar. Sedangkan hasil pembelajaran pada siklus II menunjukkan bahwa siswa sudah
mampu menentukan nilai limit fungsi aljabar dengan tepat. Namun, masih ada siswa yang
tidak menuliskan lambang atau simbol limit.
Hasil observasi aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran pada siklus I berkategori
baik dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi berkategori sangat baik. Hasil
observasi aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I berkategori cukup dan
mengalami peningkatan pada siklus II menjadi berkategori baik.
Hasil dan pembahasan menunjukkan bahwa aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran mengalami peningkatan dan indikator keberhasilan tindakan telah tercapai.
Hal ini meunjukkan bahwa penerapan teknik scaffolding dapat mengatasi kesalahan prosedur
dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar di kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Balaesang.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan teknik scaffolding dapat mengatasi
kesalahan prosedur dalam menyelesaikan soal-soal limit fungsi aljabar di kelas XI IPA 2
SMA Negeri 1 Balaesang, melalui tahap-tahap teknik scaffolding sebagai berikut: 1)
penyampaian materi, 2) pembentukan kelompok, 3) pemberian tugas, 4) pemberian
bantuan, dan 5) penyimpulan pelajaran.
Tahap penyampaian materi dilakukan dengan demonstrasi dan tanya jawab. Peneliti
menyampaikan materi pengertian limit fungsi aljabar di suatu titik pada siklus I dan pada
siklus II peneliti menyampaikan materi pengertian limit fungsi aljabar di takhingga. Tahap
pembentukan kelompok dilakukan dengan membagi siswa kedalam 6 kelompok yang
disetiap kelompoknya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa. Tahap pemberian tugas
dilakukan dengan membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk dikerjakan secara
bersama-sama. Tahap pemberian bantuan dilakukan dengan meminta siswa saling
berdiskusi dengan teman sekelompoknya membahas penyelesaian soal pada LKS.
Selanjutnya peneliti berkeliling memantau dan mengontrol jalannya diskusi kelompok.
Kemudian peneliti memberikan bimbingan atau petunjuk kepada siswa yang kesulitan
dalam mengerjakan soal pada LKS. Setelah selesai mengerjakan soal pada LKS, peneliti
menunjuk siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya.
Kemudian peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hasil
presentasi yang dibawakan oleh temannya. Setelah itu dilanjutkan dengan peneliti
memberikan tes individu. Tahap penyimpulan pelajaran dilakukan dengan membimbing
siswa untuk menyimpulkan secara umum materi yang telah dipelajari dan memberikan
pekerjaan rumah kepada siswa.

Irfandi, I Nyoman Murdiana, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Teknik … 381
SARAN
Saran peneliti dengan memperhatikan kesimpulan di atas yaitu dalam melaksanakan
pembelajaran matematika, diharapkan guru dapat menjadikan teknik scaffolding sebagai
alternatif pembelajaran untuk mengatasi kesalahan yang dilakukan siswa. Bagi peneliti lain
yang ingin menggunakan teknik scaffolding, diharapkan lebih memperhatikan pengelolaan
waktu agar pembelajaran dapat berlangsung efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, A. L. (2014). Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita Tentang Himpunan di Kelas
VII MTsN Palu Barat. Dalam Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako.
[Online]. Vol 2 (1), 11 hlm. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/ index.php/JEPMT/
articcle/download/3226/2281. [30 Agustus 2016]
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Fauziah, N. (2015). Pemberian Teknik Scaffolding untuk Mengatasi Kesulitan Belajar
Siswa. Dalam Ekuivalen Jurnal Pendidikan Matematika. [Online]. Vol 15 (2), 6 hlm,
ISSN 2337-4411. Tersedia: http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/
view/2173/2036. [28 Agustus 2015]
Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Iswara, N. (2012). Penerapan Metode Pembelajaran Scaffolding dalam Pembelajaran
Matematika Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Polokarto Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Universitas Muhammadiyah. Surakarta: Diterbitkan. [Online]. Tersedia: http://eprints.ums.ac.id/21128/17/
NASKAH_PUBLIKASI.pdf. [01 Oktober 2015]
Juliandari. (2014). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Teknik Scaffolding terhadap
Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMK Telkom Pekanbaru. Skripsi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau: Diterbitkan. [Online]. Tersedia:
http://repository.uin-suska.ac.id/3139/ [30 September 2015]
Katminingsih, Y. (2009). Vygotsky dan Teorinya dalam Mempengaruhi Desain
Pembelajaran Matematika. Dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan. [Online]. Vol 11
(1), 13 hlm, ISSN 1410-9883. Tersedia: http://digilib.stkippgriblitar.ac.id/24/1/
Jurnal_Cakrawala_YunI_Vygotsky.pdf [29 Agustus 2015]
Karim, A. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Sekolah Dasar. Dalam Jurnal Pendidikan. [Online]. Edisi khusus (1).
Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/3-Asrul_Karim.pdf. [14 Januari 2016]
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. (2013). Action Research Model. [Online]. Tersedia: https://
www.scribd.com/doc/232329702/Action-Research-Model-by-Kemmis-and-Mctaggart.
[23 Agustus 2016]
Miles, M dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang
Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

382 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

Mujiati, S. (2010). Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Peserta Didik pada
Materi Pokok Limit Fungsi di Kelas XI IPA SMA Walisongo Semarang Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Trade A Problem. Skripsi Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang: Diterbitkan. [Online]. Tersedia:
http://eprints.walisongo.ac.id/912/2/08351100 4_Bab1.pdf [14 Januari 2016]
Nurcholis. (2013). Implementasi Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika. Dalam Jurnal
Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. [Online]. Vol 1 (1), 11 hlm. Tersedia:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/1707/1 124 [17 Juli 2016]
Prawiradilaga, D. S. (2009). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Purnomo, Y.W. (2011). Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative
Learning pada Pembelajaran Matematika. Dalam Jurnal Pendidikan. [Online]. Vol
41 (1). Tersedia: http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/503/366. [27
Januari 2016]
Rahmawati, F. (2013). Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Dalam
Journal FMIPA Unila. [Online]. Vol 1 (1), 14 hlm. Tersedia: http://journal.fmipa.unila.ac.id/.index.php/semirata/article/view/882/701. [27 Januari 2016]
Safi’i, I. dan Nusantara, T. (2013). Diagnosis Kesalahan Siswa pada Materi Faktorisasi
Bentuk Aljabar dan Scaffoldingnya. Dalam Jurnal Untan. [Online]. Tersedia:
http//jurnal.untan.online.um.ac.id/data/artikel/artikel29887756D901C2029476EE32D
179594.pdf. [11 Juli 2016]
Setiawan. (2010). Bahan Ajar Diklat Pengembangan Matematika SMA Jenjang dasar
Kalkulus. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sutrisno. (2012). Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing
Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Dalam Jurnal Pendidikan
Matematika. [Online]. Vol 1 (4), 16 hlm. Tersedia: http://fkip.unila.ac.id/ojs/
data/journals/II/JPMUVol1No4/016-Sutrisno.pdf [25 September 2016]
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana
Prenada Media Group.
Usman, H.B. (2004). Strategi Pembelajaran Kontemporer suatu Pendekatan Model.
Cisarua: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Verawati. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pertidaksamaan Linear
Satu Variabel di Kelas VII SMP Islam Terpadu Qurrota’ayun Tavanjuka. Skripsi
tidak diterbitkan. Palu : FKIP Universitas Tadulako.
Yamin, M. (2013). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: GP Press.
Yohanes, R.S. (2010). Teori Vygotsky dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Matematika. Dalam Jurnal Widya Warta. [Online]. ISSN 0854-1981. Tersedia:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=116773&val=5324 [29 Juni 2015]