Rancangan Sistem Pelatihan Organisasi Pembelajar (Learning Organization) dalam Mendorong Perubahan pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Rancangan Sistem Pelatihan Organisasi Pembelajar (Learning Organization)
dalam Mendorong Perubahan pada Perpustakaan Perguruan Tinggi 
Laila Hadri Nasution
Irawaty A. Kahar
Program Studi IlmuPerpustakaan
Universitas Sumatera Utara

Abstract
The purpose of this study was to design a training system of learning organization in
order to accelerate the change through the promotion of the management of
knowledge, facilitating the application of technology, empowerment of people, a
learning organization and learningat libraries of the universities in Medan with
targets for improvement in the weak component, through methods, materials,
facilities, trainers and trainees. The research used a descriptive method. The results
of the study resulted in the design of the training system of learning organization to
push for changes that can be applied to the libraries of the universities in Medan, is:
the process model training plan that starts from (1) the requirement analysis phase,
with the results of training needs include: library managementtraining, learning
process, knowledge, people and Electronic Performance Support System and the

information technologyapplication, (2) the stage of training target destination on
improving cognitive Domain, Psychomotor Domain, and Affective Domain, (3) the
stage of training materials in the form of strategic management of the library,
learning adabtif, anticipatory and generative, taxcit knowlege, explicit knowledge,
attitude, team work, motivation, and information technology applications, (4) the
stage of training methods in the form of on the job training for skills training and off
the job training for training attitude.
Keywords: learning organization, training system
Pendahuluan
Sehubungan dengan itu sangat penting
melakukan perubahan secara optimal
terhadap
perpustakaan
khususnya
perpustakaan Perguruan Tinggi di kota
Medan. Setiap organisasi mempunyai
target perubahan yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan dan faktor dominan
yang mendorong perubahan tersebut.
Jika perubahan terhadap perpustakaan

perguruan tinggi tidak mendapat
perhatian
yang
serius
maka
kecenderungan
perpustakaan
akan
ditinggalkan oleh pengguna akan lebih
tinggi.

Perpustakaan perguruan tinggi sebagai
organisasi non profit dan merupakan unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang menjadi
bagian integral dari lembaga induknya
secara bersama-sama dengan unit
lainnya mendukung Tridarma Perguruan
Tinggi dalam pendidikan, pengajaran,
dan pengabdian kepada masyarakat.
Tuntutan

pengguna
terhadap
Perpustakaan perguruan tinggi masa kini
adalah perpustakaan mampu berperan
sebagai pusat literasi informasi dengan
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK).

Halaman 19 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Untuk menuju perubahan, perpustakaan
perguruan tinggi negeri di kota Medan
telah melakukan berbagai upaya
fundamental
yaitu,
mengotomasi
perpustakaan, pelatihan profesionalisasi

perpustakaan,
dan
memberikan
kesempatan
kepada
beberapa
pustakawan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Namun dalam
kenyataanya yang terlihat di sebagian
besar perpustakaan perguruan tinggi di
Medan
belum
memperlihatkan
perubahan yang signifikan, baik
perubahan pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), teknologi, sikap,
budaya,
dan perubahan struktur
organisasinya. Hal ini didukung oleh
data, dari 21 perpustakaan perguruan

tinggi yang ada di Medan, baru 3
perpustakaan
yang
melaksanakan
perubahan yang bermakna seperti 2
perpustakaan telah melakukan sistem
otomasi perpustakaan secara penuh
(USU dan UNIMED), 7 perpustakaan
melakukan
sebagian
pelayanan
terotomasi, dan selebihnya masih
melakukan pelayanan secara manual.

yang memfasilitasi pembelajaran seluruh
anggotanya secara terus menerus untuk
mengadakan perubahan ( Nancy Dixon,
1994: p.134).
Banyak upaya yang dapat dilakukan
untuk menjadikan suatu organisasi

perpustakaan perguruan tinggi menjadi
suatu organisasi pembelajar, salah
satunya melalui pelatihan (training),
tentang sistem organisasi pembelajar
tersebut. Kegiatan pelatihan merupakan
suatu proses yang dapat memberikan
atau
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan, serta dapat mengeliminir
kekurangan-kekurangan
seperti
kenyataan yang dialami perpustakaan
perguruan tinggi di Kota Medan sampai
saat ini. Untuk tercapainya suatu tujuan
amat perlu dirancang sistem pelatihan
organisasi
pembelajar
dengan
komponen-komponennya,

sehingga
kegiatan pelatihan ini nantinya akan
menjadi solusi dapat mendorong
organisasi perguruan tinggi khusunya
perguruang tinggi negeri di Kota Medan
dalam mencapai perubahan yaitu
perubahan organisasi, pengetahuan,
individu, pembelajaran, dan teknologi.

Sebagai konsekuensi logis, organisasi
perpustakaan perguruan tinggi harus
mampu menciptakan suatu organisasi
yang mampu beradaptasi, berubah dan
berkembang
untuk
menanggapi
kebutuhan dan harapan pengguna baik di
dalam maupun di luar organisasi. Untuk
itu muncul tuntutan baru “belajar cara
belajar” (learn how to learn) dalam

organisasi untuk beradaptasi terhadap
perubahan. Pada kenyataannya tidak
semua
organisasi
menjadikan
organisasinya
sebagai
organisasi
pembelajar
termasuk
organisasi
perpustakaan perguruan tinggi di Kota
Medan. Padahal percepatan perubahan
organisasi salah satunya dapat dicapai
melalui organisasi pembelajar (learning
organization
system).
Organisasi
pembelajar adalah sebuah organisasi


Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang
masalah yang diuraikan di atas, maka
permasalahan
yang
akan
dicari
pemecahannya melalui penelitian ini,
adalah masih lambatnya perubahan pada
perpustakaan perguruan tinggi negeri di
Kota
Medan,
yang
disebabkan
keterbatasan mengelola pengetahuan
(knowledge), memfasilitasi aplikasi
teknologi (technology), memberdayakan
individu
(people),
menciptakan

organisasi pembelajar (Organization),
dan proses pembelajaran (learning)
sebagai yang terjadi di lapangan.

Halaman 20 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

informasi, belajar berbasiskan teknologi
dan penggunaan Electronic Performance
Support System ( EPPS).

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang sistem pelatihan organisasi
pembelajar guna mempercepat terjadinya
perubahan
melalui

peningkatan:
pengelolaan pengetahuan (knowledge),
fasilitasi aplikasi teknologi (technology),
pemberdayaan orang-orang (people),
organisasi pembelajar (organization),
dan pembelajaran (learning) pada
perpustakaan perguruan tinggi negeri di
Kota Medan dengan sasaran perbaikan
pada komponen yang lemah, melalui
metode, materi, fasilitas, pelatih dan
peserta pelatihan.

Definisi dan konsep yang dikemukakan
pakar di atas terlihat jelas terdapat
beberapa komponen dalam organisasi
pembelajar (learning organization)
yaitu, (1) organisasi, (2) pembelajaran
(learning), (3) pengetahuan (knowledge),
(4) people (individu/kelompok) sebagai
agen pembelajaran, dan (5) fasilitas
teknologi. Semua unsur tersebut
merupakan komponen suatu produk
untuk mencapai perubahan.
Teori yang mendasari
Organisasi
Pembelajar
Perubahan Organisasi

Tinjauan Pustaka

pengaruh
terhadap

Menurut Bob Gun, (1996: 6) “Faster
Learning
organization
reinforces
change. The strategies, tactics, skills,
and measurement tools used by a faster
learning organization can enchance any
organizational change effort, such as
total
quality
management
or
reengineering” Inti dari pendapat Bob
itu menyatakan bahwa organisasi
pembelajar adalah mendorong perubahan
sertadapat meningkatkan perubahan
organisasi.

Senge
(1990:
6-9)
memandang
organisasi pembelajar itu sebagai suatu
sistem yang terkenal dengan the fifth
dicipline yaitu, system thinking, personal
mastery, model mental, membangun visi
bersama
dan
tim
pembelajaran.
Sedangkan Marquardt (1996: 210)
menyatakan
bahwa
organisasi
pembelajar tersebut merupakan sebuah
sistem dengan komponen-komponen
yang saling terkait satu sama lainnya.
Marquardt mengajukan model sistem
organisasi pembelajar sebagai berikut:(1)
Komponen pembelajaran, menunjukkan
pada tingkat, tipe dan keterampilan pada
pembelajaran, (2) Komponen organisasi
lebih merujuk pada visi, budaya, strategi
dan
struktur,
(3)
Komponen
people/pemberdayaan manusia meliputi,
karyawan,
pimpinan,
pelanggan,
pemasok dan masyarakat, (4) Komponen
pengetahuan
meliputi
perolehan/
penguasaan pengetahuan, penciptaan,
penyimpanan
serta
penyebaran
pengetahuan, dan (5) komponen
teknologi
adalah
alat-alat
yang
mendukung
pembelajaran
tersebut
termasuk jaringan teknologi dan

Teori dari Reg Revan yang dikutip oleh
Nancy,
menyatakan
tentang
hubungandan pengaruh pembelajaran
terhadap
perubahan
yang
dikemukakannya dalam bentukrumus,
yaitu L ≥ C. L = Learning dan C =
Change. Menurut Revan, tingkatan
pembelajaran termasuk pembelajaran
organisasi, harus sama atau lebih besar
dari tingkatan perubahan organisasi. Jika
pembelajaran di dalam organisasi lebih
kecil daripada perubahan maka yang
terjadi
organisasi
tersebut
akan
mengalami kemunduran atau bahkan
mati.
Halaman 21 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Berdasarkan konsep dan teori yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka penulis
menyusun sintesis. Yang dimaksud
dengan organisasi pembelajar adalah
suatu sistem dengan komponenkomponen yang beraktivitas dalam
meningkatkan kapabilitas, kapasitas,
fasilitas pembelajaran organisasi dan
seluruh anggotanya untuk belajar terusmenerus dalam mencapai perubahan.
Dengan indikator (1) menciptakan
organisasi pembelajar, (2) mendorong
pembelajaran (learning), (3) mengelola
pengetahuan
(knowledge),
(4)
memberdayankan orang-orang (people),
dan (5) memfasilitasi aplikasi teknologi,
dan memanfaatka teknologi informasi.

komponen dalam suatu organisasi untuk
meningkatkan efektivitas organisasi
menuju ke arah yang lebih baik daripada
sebelumnya.
Gibson (2006: 497) mengenali tiga fokus
perubahan:
pertama
mengubah
struktur,kedua mengubah perilaku dan
ketiga mengubah teknologi. Sehubungan
dengan itu, Robbins ( 1996: 282-283)
mengemukakan
pilihan
perubahan
tersebut menjadi empat kelompok yaitu :
mengubah struktur, teknologi, penataan
fisik dan mengubah orang (people).
Richard
L.
Daff
menambahkan
perubahan pada produk/pelayanan.
Menurut Bryson (1990: 374) bahwa
perubahan
yang
mendasar
pada
organisasi perpustakaan adalah: (1)
perubahan teknologi yang meliputi
otomasi perpustakaan pada bidang:
proses
pengatalogan,
pelayanan
pemakai, sistem pengadaan bahan
pustaka, sistem penelusuran informasi
seperti CD-ROM dan OPACs, internet,
(2) perubahan struktur, sebagai hasil dari
komputerisasi yang meliputi: spesialisasi
kerja, wewenang, departementalisasi dan
rentang kendali, (3) Seting fisik, meliputi
letak tata ruang, desain interior,
penempatan peralatan sesuai dengan
kebutuhan kerja.Dengan mengacu pada
beberapa teori dan konsep tentang
perubahan organisasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perubahan organisasi
dapat dilakukan pada lima unsur dari
organisasi, yaitu struktur, teknologi,
individu, seting fisik serta produk/
pelayanan.

1. Perubahan Oganisasi
(Organizational Change)
Menurut Anderson (1996: 5) perubahan
itu adalah suatu fakta yang tidak luput
dari kehidupan di dalam organisasi, yang
merasup ke dalam masyarakat umum,
kemudian mempengaruhi setiap orang
dan setiap organisasi sampai pada
tingkat internasional. Donald F (1988:
154-155) menyatakan bahwa tujuan dari
perubahan
untuk
meningkatkan
keefektifan organisasi.
Maria
(1998:
209)
berpendapat
“perubahan organisasi adalah suatu
tindakan menyusun kembali komponenkomponen dari oraganisasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas
organisasi. Dalam hal ini JO. Brison
(1990: 374) menyatakan, bahwa
“perubahan organisasi adalah apabila
satu unsur atau lebih dalam perpustakaan
berubah, itu dinamakan perubahan
organisasi”

Berdasarkan konsep dan teori yang telah
diuraikan di atas, maka penulis
menyusun sintesis yang dimaksud
dengan perubahan organisasi adalah
suatu tindakan dalam melakukan
perubahan
terhadap
unsur-unsur
organisasi untuk mewujudkan tujuan ke

Dari beberapa definisi tentang perubahan
di atas, dapat ditarik pengertian bahwa
perubahan organisasi itu merupakan
suatu tindakan terhadap unsur atau

Halaman 22 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Berkaitan dengan pembelajaran, Rivai
(2004: p. 226) menjelaskan bahwa
pelatihan adalah satu bentuk edukasi
dengan proinsip-prinsip pembelajaran.
Rivai juga memaparkan langkah-langkah
yang dapat diterapkan dalam pelatihan,
yaitu (1) Pihak yang diberi pelatihan
harus dapat dimotvasi, (2) Trainee harus
mempunyai kemampuan untuk belajar,
(3) proses pembelajaran harus dapat
diperkuat,
(4)
pelatihan
harus
mempunyai
bahan
yang
dapat
diperaktekkan, (5) Bahan-bahan yang
dipresentasikan harus memiliki arti yang
lengkap dan memenuhi kebutuhan.
Menurut Rivai (2011: p.222) terdapat
langkah-langkah yang terdapat dalam
rancangan pelatihan dan pengembangan
pelatihan yang dapat dilihat pada
Gambar 1:

arah
yang lebih baik dari semula.
Dengan indikator, (1) penerapan
teknologi informasi (2) perubahan
individu,
(3)
perubahan
struktur
organisasi, dan (4) merancang ulang
penataan fisik.
Sistem Pelatihan
Banyak definisi maupun teori yang
dikemukakan para pakar tentang
pelatihan termasuk Dessler (2003: p.187)
menyatakan bahwa pelatihan adalah
sebagai suatu proses atau usaha untuk
mengenal,
memperbaiki,
atau
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap
pekerja.
Pengertian pelatihan bukan saja dapat
ditujukan pada individu namun dapat
juga
dilakukan
pada
organisasi.

Gambar 1: Langkah-langkah Pelatihan dan Pengembangan
Sebelum merancang pelatihan, ada
baiknya terlebih dahulu ditetapkan:
a) Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
Menurut Rivai (2011: p.220) untuk
melakukan identifikasi pelatihan
antara lain dengan cara (1)
Membandingkan uraikan pekerjaan
dengan
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
dimiliki
karyawan,
(2)
Menganalisis
penilaian prestasi, (3) , menganalisis
catatan karyawan yang berisi latar

belakang pendidikan, hasil tes
Seleksi penerimaan pelatihan yang
pernah diikuti, promosi, penilaian
prestasi, kegagalan kerja dan lainnya
yang kurang, (4) menganalisis
laporan, komplain dari pelanggan
atau pengguna.jika organisasinya
adalah
perpustakaan.,
(5)
menganalisis masalah yang dihadapi
organisasi, dan SDM dan, (6)
merancang
jangka
panjang
organisasi atau perusahaan.
Halaman 23 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

b) Penetapan Sasaran
Setiap kegiatan seharusnya harus
mempunyai sasaran yang jelas, biar
kegiatan tersebut terarah dakam
pencapaiannya. Sasaran jangan
bersifat umum, sebaiknya bersifat
spesifik agar memudahkan dalam
pelaksanaan pelatihan, sehingga
nantinya akan dapat menjawab
kebutuhan pelatihan.
Setelah menetapkan identifikasi
kebutuhan dan sasaran. Selanjutnya
dapat dilakukan
perancangan
sebuah pelatihan.

tujuan pelatihan. Kebutuhan bisa
dalam
bentuk
peningkatkan
pengetahuan
(knowlege),
keterampilan, dan sikap. Apapun
materinya, program pelatihan harus
dapat
mememnuhi
kebutuhan
organisasi dan peserta pelatihan.
Sebagai kesimpulan materi pelatihan
harus relevan dengan kebutuhan
peserta walaupun motivasi mereka
rendah.
4) Prinsip pembelajaran, ada beberapa
prinsip belajar dengan menggunakan
teknik pelatihan yang berbeda,
beberapa teknik pelatihan akan
menjadikan prinsip belajar tertentu
menjadi lebih efektif (Rivai,
2011:p.227),
selanjutnya
Rivai
menyatakan, yang menjadi prinsip
belajar adalah (1) teknik on the job,
(dalam bentuk instruksi, rotasi,
magang, dan latihan). (2) off the
job.(dalam bentuk ceramah, video
permainan peran, studi kasus,
simulasi, belajar terprogram, dan
laboratorium. Untuk hal-hal yang
berhubungan dengan sikap, motivasi
kerja, kemampuan menganalisis
masalah,
dapat
digunakan
pendekatan off job training, yang
terdiri dari penyampaian materi,
diskusi (tanya jawab), workshop
(simulasi), dan games.
5) Program Aktual, adalah suatu
program yang memperaktekkan
materi baru yang telah dipelajarinya.
Program aktual ini terdiri dari:
a. Praktek aktif, pelatih mengawasi
peserta secara langsung dan jika
terdapat penyimpangan perilaku
dari peserta, maka pelatih secara
langsung
mengkoreksi
atau
memperbaiki
penyimpangan,
sebelum penyimpangan tersebut
menjadi kebiasaan.
b. Overlearning, peserta pelatihan
diberi tugas, kemudian mereka
memperaktekkan tugas tersebut

Merancang Program Pelatihan.
Menurut Rivai (2011: p.222) ada
beberapa elemen yang penting dilibatkan
untuk merancang atau pengembangan
pelatihan, yaitu:
1) Penilaian
kebutuhan,
penilaian
kebutuhan amat diperlukan karena
melalui sebuah penilaian dapat
diketahui apakah pelatihan benarbenar dibutuhkan disamping itu
penilaian kebutuhan juga dapat
memberikan informasi yang berguna
untuk merancang pelatihan. Berbagai
cara dapat dilakukan untuk menilai
kebutuhan akan pelatihan, antara
lain dapat menggunakan instrumen
kuesioner, testertulis, komentar
pelanggan
maupun
pengguna,
permintaan
karyawan
karena
kebutuhan pekerjaan dan observasi
lapangan.
2) Manetapkan tujuan pelatihan dan
pengembangan, tujuan pelatihan
harus dapat mememnuhi kebutuhan
yang diinginkan oleh organisasi.
Tujuan tersebut menjadi program
yang dapat diukur dan menjadi
standar terhadap kinerja karyawan,
dan menjadi pedoman bagi instruktur
dan pesertapelatihan.
3) Materi program, materi program
disusun berdasarkan kebutuhan dan

Halaman 24 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

dengan
benar
berulangkali,
sehingga tugas tersebut akan
menjadi kebiasaan baru bagi
peserta diharapkan peserta akan
menghasilkan pekerjaan yang
lebih baik.
c. Lamanya Sesi Praktek, pelatihan
lebih baik jika durasinya
dilakukan selama 2 jam lima kali
dalam
seminggu,
daripada
dilakukan dengan dua sesi
dengan durasi lima jam untuk
setiap sesi.
d. Ketersediaan waktu, pemberian
pelatihan terhadap karyawan
harus mempertimbangan aspek
waktu yang disediakan bagi
karyawan untuk dapat mengikuti
setiap
program
pelatihan.
Sebaiknya
pelatihan
dapat
dilakukan dua kali dalam satu
tahun,
untuk
menghindari
kejenuhan, dan dikaukan secara
bergatian antar karyawan.
6) Evaluasi,
menurut
Rivai
(2011:p.233) evaluasi dilakuakan
untuk memverifikasi keberhasilan
suatu program, maka kegiatan
pelatihan harus dievaluasi secara
sistematis termasuk pengelola dan
pelaksana pelatihan. Kriteria yang
efektif
digunakan
untuk
mengevaluasi kegiatan pelatihan
berfokus pada outcome-nya. Para
pengelola dan instruktur perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Reaksi daripada peserta pelatihan
terhadap proses dan isi kegiatan
pelatihan.
b. Pengetahuan atau proses belajar
yang
diperoleh
melalui
pengalaman pelatihan
c. Perubahan
perilaku
yang
disebakan kegiatan pelatihan.
d. Hasil atau perbaikan yang dapat
diukur baik secara individu
maupun organisasi.

Metode
Sesuai dengan tujuan penelitian, metode
yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan memberikan gambaran tentang
realitas pada obyek yang diteliti tentang
aktivitas sistem pelatihan organisasi
pembelajaran
pada
perpustakaan
perguruan tinggi negeri di Medan.
Adapun langkah-langkah atau prosedur
penelitian yang dilakukan yaitu:
1. Jenis dan sumber data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah: 1) Data Primermelalui
penyebaran
daftar
pertanyaan
(questionaire), 2) Data Sekunder
berupa dokumen-dokumen sebagai
bahan pendukung dalam masalah
yang diteliti.
2. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh pustakawan perpustakaan
perguruan tinggi negeri di kota
Medan yang berjumlah yang
berjumlah 69 orang (N)
yang
tersebar di 3 perpustakaan perguruan
tinggi negeri di kota Medan dan
jumlah populasi tersebut dijadikan
kerangka sampel (sampling frame).
3. Penarikan sampel dilakukan secara
acak sederhana (Simple Random
Sampling).
Penentuan
besaran
sampel
dihitung
dengan
menggunakan rumus Slovin. Dari
rumus maka diperoleh jumlah
sampel sebanyak 41 0rang.
4. Untuk mendapatkan instrumen yang
valid dan reliabel perlu dilaksanakan
uji coba instrumen. Uji coba tersebut
meliputi uji validitas dan reabilitas.
5. Teknik
pengumpulan
data
berdasarkan komponen-komponen
dari sistem organisasi pembelajar
yang dibangun dari teori Michael J.
Marquardt dalam bukunya yang
berjudul “Building the Learning
Organization: A systems Approach to
Quatum Improvementand Global
Halaman 25 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Success”. (1996) dengan indikatorindikatornya yaitu:
1. Organisasi
(Menciptakan
Organisasi Pembelajar)
Mengumpulkan data tentang
persepsi pustakawan terhadap
organisasi dalam mendorong
organisasi pembelajar, dengan
menggunakan kuesioner. Jawaban
dalam bentuk skala likert dengan
menggunakan alternatif:
1)
Sangat Setuju (SS) diberi bobot =
5, 2) Setuju (S), diberi bobot = 4,
3) Kurang Setuju (KS) diberi
bobot = 3, 4) Tidak Setuju (TS)
diberi bobot = 2, 5) Sangat Tidak
Setuju (STS) diberi bobot = 1 .
Bobot yang diberikan terhadap
butir-butir pernyataan ini, berlaku
sama pada butir pernyataan untuk
indikator dimensi berikutnya.
2. Learning
(MendorongPembelajaran)
Mengumpulkan data tentang
persepsi pustakawan terhadap
pengembangan
pengetahuan
individu ke dalam organisasi
dengan menggunakan kuesioner,
jawaban dalam bentuk skala
Likert.
3. Knowledge
(Mengelola
Pengetahuan)
Mengumpulkan data tentang
persepsi pustakawan terhadap
pengelolaan pengetahuan dalam
organisasi dengan menggunakan
kuesioner, jawaban dalam bentuk
skala Likert.
4. People (Memberdayakan Orangorang
dalam
Organisasi)
Mengumpulkan data tentang
persepsi pustakawan terhadap
pemberdayakan
orang-orang
dalam perpustakaan perguruan
tinggi melalui kuesioner dengan
menggunakan skala likert
5. Aplikasi Teknologi (memfasilitasi
aplikasi teknologi)

Mengumpulkan data tentang
persepsi pustakawan terhadap
bagaimana
perpustakaan
perguruan tinggi memfasilitasi
aplikasi teknologi dan bagaimana
memanfaatkan
teknologi
informasi
tersebut.
Data
dikumpulkan melalui kuesioner,
jawaban dengan menggunakan
skala likert.
Perancangan Sistem Pelatihan
Perancangan sistem pelatihan bertujuan
untuk menetapkan strategi dalam
pencapaian
perubahan
organisasi
perpustakaan perguruan tinggi negeri
Medan melalui peningkatan pada
dimensi-dimensi organisasi pembelajar.
Hasil dari analisis penelitian ini akan
menjadi input pada tahap perancangan
sistem pelatihan. Untuk komponenkomponen yang memiliki kelemahan
akan
dievaluasi
sehingga
dalam
merancang didapatkan strategi yang
efektif. Diagram alir perancangan sistem
pelatihan dapat dilihat pada Gambar 3.

Halaman 26 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Faktor Yang
Lemah

Analsis Kebutuhan Pelatihan
Analisis sasaran pelatihan
yang ingin dicapai

Faktor Yang
Lemah

Tujuan dan Sasaran Pelatihan
Menetapkan tujuan dan
sasaran yang diinginkan

Metode Pelatihan
Memilih metode pelatihan
yang dibutuhkan organsasi

Materi Program
Mengembangkan sumber dan
materi pelatihan

Implementasi
Menyelenggarakan pelatihan
dan melakukan feedback
terhadap program dan
metodenya

Evaluation
Kegiatan mendapatkan
feedback dari trainee untuk
meningkatkan mutu pelatihan

Gambar2:Diagram Alir Tahap Perancangan Pelatihan
komponen
mengelola
pengetahuan
(knowledge) dengan indikator, a) aktif
mencari pengetahuan, b) fasilitas
mengakses informasi, c) aktif mencari
informasi pada ahli,
d) melakukan
rotasi, e) mengadakan seminar, f)
mengadakan pertemuan lintas divis, (3)
people dengan indikator, a) organisasi
memberdayakan
anggotanya
untuk
belajar terus menerus, b) pimpinan dan
pustakawan bermitra untuk belajar, (4)
pembelajaran
(learning)
dengan
indikator,
a)
mengembangkan
pengetahuan, b) belajar bersama dalam
peningkatan
pengetahuan,
c)
memberikan fasilitas pelatihan. (5)
komponen teknologi dengan indikator a)
oraganisasi
menyediakan
sistem
informasi, b) menyediakan fasilitas

Hasil dan Pembahasan
Analisis Deskriptif
Analisis dilakukan pada 5 komponen
sistem organisasi pembelajar beserta
indakator. Lima komponen tersebut,
adalah (1) komponen organisasi dengan
indikator, a) memberikan petunjuk visi,
tujuan pembelajaran, b) dukungan
manajemen terhadap visi pembelajaran,
c) pentingnya perpustakaan menjadi
organisasi pembelajar, d) menciptakan
komitmen
untuk
belajar,
e)
mensosialisasikan istilah belajar terusmenerus, f) organisasi memberikan
kesempatan belajar, g) organisasi
menyebarkan pengetahuan baru, h)
organisasi merampingkan struktur, (2)

Halaman 27 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

setuju dan 24,39% menyatakan sangat
setuju.
4. Dimensi People
Hasil jawaban responden terhadap
terhadap indikator-indikator
pada
dimensi people adalah 3,05%
menyatakan sangat tidak setuju
terhadap
pernyataan
tiap-tiap
indikator, 8,29% menyatakan tidak
setuju, 2,20% menyatakan kurang
setuju, 1,46% menyataka setuju dan
5,00% menyatakan sangat setuju.
5. Dimensi Aplikasi Teknologi
Hasil jawaban responden terhadap
terhadap indikator-indikator
pada
dimensi aplikasi teknologi adalah
4,88% menyatakan sangat tidak
setuju terhadap pernyataan tiap-tiap
indikator, 20,33 % menyatakan tidak
setuju, 17,89% menyatakan kurang
setuju, 35,77% menyataka setuju dan
21,14% menyatakan sangat setuju.

tempat untuk belajar,
c) fasilitas
pendukung kinerja elektronik., dan
pemanfaatan sistem informasi berbasis
komputer. Kelima komponen (dimensi)
organisasi pembelajar di atas, akan
mempercepat
perubahan
pada
perpustakaan perguruan tinggi negeri di
kota Medan.
Untuk mengetahui jawaban responden
terhadap variabel, dimensi dan
indikator, penelitian, dapat dilihat pada
lampiran 7 (Rekapitulasi Analisis
Deskriptif).
Analisis
Dimensi
Organisasi
Pembelajar
1. Dimensi Organisasi
Hasil jawaban responden terhadap
terhadap indikator-indikator
pada
dimensi organisasi, adalah 7,93%
menyatakan sangat tidak setuju
terhadap
pernyataan
tiap-tiap
indikator, 23,48% menyatakan tidak
setuju, 20,12% menyatakan kurang
setuju, 30,18% menyatakan setuju,
dan 18,29% menyatakan sangat
setuju.
2. Dimensi Pembelajaran (Learning)
Hasil jawaban responden terhadap
terhadap indikator-indikator
pada
dimensi pembelajaran (learning),
adalah 5,69% menyatakan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan tiaptiap indikator, 5,69% menyatakan
tidak setuju, 9,767% menyatakan
kurang setuju, 54,47% menyataka
setuju dan 24,39% menyatakan sangat
setuju.
3. Dimensi Pengetahuan (knowledge)
Hasil jawaban responden terhadap
terhadap indikator-indikator
pada
dimensi pengetahuan (knowledge)
adalah 3,25% menyatakan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan tiaptiap indikator, 17,89% menyatakan
tidak setuju, 15,45% menyatakan
kurang setuju, 39,02% menyataka

Analisis Indikator-indikator
Penghambat Perubahanpada
Organisasi Perpustakaan Perguruan
Tinggi
Untuk mengetahui indikator-indikator
yang termasuk kedalam katagori rendah
berdasarkan persepsi responden, akan
dilakukan klasifikasi (katagori) terhadap
total skor masing-masing indikator. Cara
menetapkan katagori tersebut adalah
dengan memilih nilai maksimum dan
nilai minimum dari total skor yaitu 183
dan 101. Selanjutnya mencari interval
masing-masing katagori dengan rumus
Nilai Maksimum – nilai Minimum
dibagi dengan 5 kelompok
(sangat
rendah, rendah, cukup, tinggi dan sangat
tinggi). Interval masing-masing kelas:
= 16,8 dibulatkan 17.

Halaman 28 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Tabel 1: Kategori Nilai Responden
No.
1
2
3
4
5

Katagori
Sangat Rendah
Rendah
Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi

Interval
100 - 116
117 - 133
134 - 150
151 - 167
168 - 284

People

Aplikasi
teknologi

Tujuan menentukan interval atau
panjang kelas adalah untuk memudahkan
pengkatagorian jawaban responden.
Indikator-indikator dengan katagori nilai
rendah, dijadikan fokus perbaikan. Total
skor yang termasuk ke dalam katagori
sangat rendah dan rendah, adalah
interval dengan nilai 100–116 dan 117–
133.yang akan diperbaiki
melalui
rancangan sistem pelatihan.

Sumber: Analisis Deskriptif Data
Pada Tabel 2 terlihat beberapa dimensi
dengan indikator yang termasuk dalam
katagori sangat rendah dan rendah yang
akan menjadi fokus dalam perancangan
sistem pelatihan organisasi pembelajar.
Rancangan
Sistem
Organisasi Pembelajar

Tabel 2: Indikator katagori Rendah
Berdasarkan Jawaban Responden
Variabel
Organisasi
Pembelajar

Dimensi
Organisasi

Pembelajaran
(learning)

Pengetahuan
(knowledge)

pertemuan lintas
divisi untuk
penyebaran
pengetahuan.
Pimpinan
dan
pustakawan
bermitra
untuk
belajar
Pemanfaatan
sistem informasi
berbasis
komputer.

Pelatihan

Agar perpustakaan perguruan tinggi
dapat mencapai
perubahan,
maka
diperlukan adanya sebuah sistem
pelatihan terhadap variabel organisasi
pembelajar
beserta
dimensi
dan
indikator-indikatornya
yang
dapat
mendorong organisasi (perpustakaan)
pada perubahan.

Indikator
Organisasi
(perpustakaan)
memberikan visi
dalam penerapan
pembelajaran
terus menerus
Manajemen
(Pimpinan)
mendukung
adanya visi
Organisasi
mensosialisasikan
istilah belajar
terus-menerus
Organisasi
menyusun cara
untuk
menyebarkan
pengetahuan baru
ke seluruh
individu
Pustakawan
mengembangkan
pengetahuan
melalui
penyusuaian diri
Pustakawan aktif
mencari
pengetahuan
Organisasi
mengadakan

Langkah-Langkah Pelatihan
Langkah-langkah
pelatihan
sesuai
dengan Gambar 4.2 diagram alir tahap
perancangan pelatihan yaitu: 1) Analisis
Kebutuhan, 2) Tujuan Pelatihan, 3)
Materi Pelatihan, 4) Metode Program, 5)
Implementasi, 6)Evaluasi
Analisis Kebutuhan Pelatihan
Tujuan menganalisis kebutuhan adalah
untuk mengetahui apakah pelatihan
dibutuhkan atau tidak. Selain itu analisis
perlu untuk mendiagnosa masalah yang
ditemui, sehingga program pelatihan
akan dapat memenuhi permasalahan
tersebut. Hasil analisis kebutuhan ini,
juga untuk indikator-indikator yang
masuk pada katagori nilai rendah,
Halaman 29 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

sehingga dapat diperbaiki melalui
program pelatihan. Berdasarkan analisis
deskriptif variabel organisasi pembelajar
dengan 5 dimensi dan indikatorindikatornya, maka pelatihan/training
yang dibutuhkan perpustakaan perguruan
tinggi negeri di Medan adalah:
1. Pelatihan
“Manajemen
Perpustakaan”, tujuan pelatihan
untuk memperbaiki indikator yang
katagori nilai rendah pada dimensi
organisasi, seperti perpustakaan
(organisasi) dalam menetapkan visi
untuk
menjadikan perpustakaan
sebagai
organisasi
pembelajar,
bagaimana perpustakaan sebagai
suatu organisasi mensosialisasikan
belajar terus menerus.
2. Pelatihan
“Pengembangan
Pengetahuan”, tujuan pelatihan ini
akan
memperbaiki
dimensi
pengetahuan
(knowledge)
yang
termasuk katagori nilai rendah
seperti bagaimana cara perpustakaan
perguruan
tinggi
memperoleh
pengetahuan,
dan
mengadakan
pertemuan lintas divisi baik di dalam
maupun ke luar perpustakaan.
3. Pelatihan “ Proses Pembelajaran”
tujuan pelatihan untuk memperbaiki
indikator yang rendah pada dimensi
pembelajaran seperti pengembangan
pengetahuan.
4. Pelatihan “Individu (people) dan
tim”, untuk mencapai tujuan
organisasi perpustakaan. Pelatihan
ini bertujuan agar pustakawan
mampu bekerja sama, dengan
rekannya, mampu bekerja tim, untuk
mencapai tujuan organisasi. Dimensi
yang diperbaiki adalah dimensi
people dengan indikatornya melalui
pelatihan ini, seperti bagaimana
pimpinan dan pustakawan dapat
bermitra untuk belajar terus menerus.
5. Pelatihan “Electronic Performance
Support System” Pelatihan bertujuan
agar
pustakawan
perpustakaan

perguruan tinggi dapat menggunakan
fasilitas “Electronic Performance
Support System”yang mendukung
pebelajaran.
Indikator
yang
diperbaiki
adalah
penggunaan
falititas elektronik yang mendukung
pembelajaran
dengan
dimensi
aplikasi teknologi berbasis komputer.
Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan diharapkan dapat
mencapai sasaran pada akhir pelatihan,
tujuan merupakan suatu target hasil
pelatihan. Tujuan pelatihan ini mengacu
pada perubahan pada perpustakaan
perguruan tinggi negeri di kota Medan,
dengan sasaran peningkatan pada :
1. Cognitif Domain, agar peserta
pelatihan (pustakawan dan pimpinan
perpustakaan perguruan tinggi),
meningkat pengetahuan mereka
dalam hal-hal yang berhubungan
dengan pencarian dan pengembangan
pengetahuan, seperti pengembangan
ilmu
manajemen
perpustakaan,
pengetahuan tentang
proses
pebelajaran,
2. Psychomotor
Domain,
yaitu
pelatihan
untuk
meningkatkan
keterampilan pustakawan
dalam
menggunakan fasilitas teknologi
informasi
(aplikasi
teknologi
informasi untuk perpustakaan.
3. Affective Domain, yang berhubungan
dengan sikap dan tingkah laku
pustakawan (people), seperti dapat
bekerjasama
dengan
sesama
pustakawan dan teman
sekerja,
sikap dalam bekerja tim.
Materi Pelatihan
Dalam menyusun materi pelatihan atau
sumber-sumber belajar, harus relevan
dengan indikator-indikator yang perlu
diperbaiki. Sebaiknya materi tersusun
dalam bentuk modul dan sumber
Halaman 30 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

pembelajaran yang disimpan dalam
bentu CD.Materi pelatihan untuk
variabel organisasi pembelajar pada
perpustakaan perguruan tinggi, berisi
upaya-upaya perpustakaan untuk menuju
perubahan, melalui peningkatan dimensi
dimensi dengan indikator dari organisasi
pembelajar, yaitu:
1. Manajemen strategik perpustakaan,
khususnya tentang visi organisasi
pembelajar.
2. Pembelajaran adabtif, antisipasi,
generatif, single-loop dan dauble
loop, action.
3. Tacit
knowledge
danexplicit
knowledge.
4. Sikap, tim work, motivasi, dan
perubahan.
5. Electronic Performance Support
System dan aplikasi teknologi
informasi. mendukung

memperaktekan apa yang mereka dapati
secara nyata. Beberapa peraktek nyata
yang dapat diterapkan pada perpustakaan
perguruan tinggi negeri di Medan
adalah:
1) Praktik aktif
Pada awal pembelajaran, instruktur
mengawasi kegiatan peraktek secara
langsung,
apabila
terdapat
penyimpangan atau kesalahan dalam
peraktek, maka instruktur langsung
memperbaiki, agar tidak terjadi
kebiasaan yang berkelanjuta,
2) Praktik over learning
Praktik ini dilakukan dengan cara
berulang-ulang terhadap suatu tugas.
Pekerjaan yang dilakukan secara
berulang
akan
menghasilkan
pekerjaan yang lebih baik.
3) Lamanya sesi peraktik
Sebaiknya
pelatihan
dilakukan
selama 2
jam, 5 sesi dalam
seminggu, daripada dilakukan 2 sesi
dengan durasi 5 jam untuk setiap
sesi. (menurut hasil penelitian).
4) Ketersediaan Waktu
Ketersediaan waktu bagi para peserta
pelatihan harus dipertimbangkan,
agar mereka dapat mengikuti setiap
program
pelatihan.
Kegiatan
pelatihan dapat dilakukan secara
bergantian antar peserta. Pelatihan
dapat dilakukan sebanyak 2 kali
dalam setahun, atau berdasarkan
kebutuhan.
5) Kriteria Pelatihan
Untuk pelatihan yang sifatnya
melatih keterampilan,
(on job
training), dapat menggunakan tenaga
pelatih yang berkompeten sesuai
bidangnya
dan
tenaga
yang
menguasai penggunaan teknologi
informasi di perpustakaan.
Sedangkan pelatih yang dipilih untuk
training yang sifatnya off the job,
(yang berhubungan dengan sikap)
adalah, para pakar manajemen dan
psikologi dari luar perpustakaan.

Metode Pelatihan
1. Untuk hal-hal yang berhubungan
dengan
skill
(keterampilan)
sebaiknya perpustakaan perguruan
tinggi negeri di kota Medan
menggunakan metode on job
training,
karena
metode
ini
memberikan
petunjuk-petunjuk
pekerjaan secara langsung di tempat
pada peserta pelatihan, dan dalam
metode ini juga dijelaskan cara-cara
pelaksanaan pekerjaan dengan jelas.
2. Untuk hal-hal yang berhubungan
dengan sikap, motivasi kerja, dan
kemampuan menganalisis masalah,
metode yang cocok digunakan
adalah off job training yang terdiri
dari penyampaian materi, diskusi dan
tanya jawab, work shop (simulasi)
dan games.
Implementasi
Setiap
peserta
pelatihan
yang
mempelajari keterampilan baru atau
memperoleh pengetahuan baru harus

Halaman 31 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Hasil dari evaluasi pelatihan Untuk
mengetahui dan mengukur akibatakibat yang ditimbulkan oleh suatu
tindakan pelatihan.

Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk memverifikasi
keberhasilan suatu program dan kegiatan
pelatiahan termasuk pengelola/pelaksana
pelatihan. Lemahnya evaluasi dapat
meyebabkan permasalahan yang serius
dalam suatu kegiatan pelatihan. Kriteria
yang efektif untuk dapat mengevaluasi
kegiatan pelatiahan harus berfokus pada
outcome-nya.
Evaluasi
dilakukan
terhadap:
1) Reaksi dari para peserta pelatihan
terhadap proses dan isi kegiatan
pelatihan
2) Pengetahuan atau proses belajar
yang diperoleh melalui pengalaman
pelatihan.
3) Perubahan perilaku yang disebabkan
karena kegitan pelatihan.
4) Hasil atau perbaikan yang dapat
diukur baik secara individu maupun
organisasi.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data pada
pembahasan yang terdahulu terhadap
variabel organisasi pembelajar, dalam
mendorong
perubahan
pada
perpustakaan perguruan tinggi, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dimensi organisasi dengan indikator,
termasuk pada katagori nilai rendah
adalah (1) dimensi organisasi dengan
indikator penetapan visi organisasi,
sosialisasi belajar terus-menerus,
penyususunan cara penyebaran dan
pengembangan pengetahuan, (2)
dimensi pembelajaran (learning)
dengan indikator penyesuaian diri
dalam pengembangan pengetahuan,
(3)
dimensi
Pengetahuan
(knowledge) dengan indikator, aktif
mencari pengetahuan, mengadakan
pertemuan lintas dividi dalam
penyebaran pengetahuan, (4) dimensi
people dengan indikator pimpinan
dan pustakawan bermitra untuk
belajar,
(5)
dimensi
aplikasi
teknologi
dengan
indikator,
pemanfaatan
sistem
informasi
berbasis komputer.
2. Rancangan
sistem
pelatihan
organisasi
pembelajar
untuk
mendorong perubahan yang dapat
diterapkan
pada perpustakaan
perguruan tinggi negeri di Kota
Medan, adalah:
model proses
rancangan pelatihan yang dimulai
dari (1) tahap analisis kebutuhan,
dengan hasil kebutuhan pelatihan
berupa:
Pelatihan
manajemen
perpustakaan, proses pembelajaran,
pengetahuan (knowledge), people
dan Electronic Performance Support
System dan aplikasi teknologi

Atas dasar kriteria tersebut, evaluasi
pelatihan pada perpustakaan perguruan
tinggi di kota Medan, dapat dilakukan
melalui langkah-langkah:
1) Melakukan tes awal ( pre test) untuk
mengetahui level pengetahuan yang
dimiliki peserta pelatihan sebelum
pelatihan dilaksanakan.
2) Melakukan tes akhir (pos test)untuk
mengetahui penyerapan peserta
pelatihan atas materi yang telah
diberikan. Jika kemampuan peserta
sesudah pelatihan meningkat secara
signifikan, serta dapat di transfer ke
pekerjaan, maka dapat dikatakan
program pelatihan berhasil.
3) Melakukan evalusi terhadap kualitas
pengelolaan dan pengelola pelatihan,
salah satu cara dapat menyebarkan
kuesioner kepada para peserta. Hasil
dari jawaban kuesioner akan
memperlihatkan pengelolaan yang
baik atau buruk dan juga dapat
dilihat kualitas daripada pelatih.

Halaman 32 
 

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol. 11, No. 2, Desember 2015

Boston: Harvard Business School
Press,
Guns, Bob and Kristin Amunsen. (1996).
The Faster Learning Organization,
London: Pfeifer,
Hernadi, (2004). Penerapan Learning
Organizatin Melalui Pendekatan
Budaya pada Sekretariat Jenderal
DPR R, Jakarta: Universitas
Indonedia.
Marquardt, Michael J, , New York:
McGraw_Hill, (1996). Building
Learning Organization: a System
approach
to
Quantum
Provementin Global Success
Mai Robert p, (1996).
Learning
Partnerdhips:
How
Leading
Ametican Companies Implement
Organizational
Learning,
Chicago: Irwin,.
Moorehead,
Greogory&Riklay
W.
Griffin (1996). Organizational
Behavior,
New
York
:
AITBS.Rivai.
Velthzal H. (2011) Manajemen Sumber
Daya
Manusia
Untuk
Perusahaan:teori dan praktek,
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Widiyana, Lendy, (2005) Knowledge
Management: meningkatkan Daya
saing Bisnis, Malang: Banyu
Media.

informasi, (2) tahap tujuan sasaran
pelatihan
pada
peningkatan
CognitifDomain,
Psychomotor
Domain, dan Affective Domain. (3)
tahap materi pelatihan berupa
manajemen strategis perpustakaan,
pembelajaran adabtif, antisipatif dan
generatif, taxcit knowlege, explicit
knowledge, sikap, tim work,
motivasi, dan aplikasi teknologi
informasi, (4) tahap metode pelatihan
berupa on job training untuk
pelatihan keterampilan dan off job
traininguntuk pelatihan sikap.
Daftar Pustaka
Bryson, JO. (1990). Effective Library
and
Information
Centre
Management, England: Gower.
Conner, Daryl R. (1992). Managing
Change at the speed of change:
how Resilient Managers succeed
and fail, New York : OD
Resource.
Daff, Richard L, (2005). The Leadership
Experience. Canada : Thomson,
Dessler, Gary. dan Benyamin
Molan alih bahasa. Manajemen
Sumber daya Manusia, Jakarta:
Prenhalindo,
Garvin, David A, (2000.) Learning in
action: a guide to putting the
Learning organization to work,

Halaman 33