Pengembangan Teknologi Informasi pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Oleh: A. Ridwan Siregar
Departemen Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara
Makalah disampaikan pada PELATIHAN PEMBINAAN PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan, 11-13 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
A. Ridwan Siregar Departemen Ilmu Perpustakaan, Universitas Sumatera Utara
ridwan@usu.ac.id
Pendahuluan Penggunaan teknologi informasi pada perpustakaan adalah untuk perbaikan efisiensi
pelayanan pengguna. Setelah era automasi dan revolusi informasi berjejaring (Lynch, 2000), fokus perhatian sekarang ini tertuju pada perubahan pola penggunaan perpustakaan. Perubahan pola pemerolehan informasi merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi. Perangkat bergerak (mobile devices) telah mengubah cara menyampaikan dan cara mengakses informasi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh EDUCASE Center for Applied Research (ECAR) di Amerika Serikat pada tahun 2011 (ACRL, 2012) menunjukkan bahwa 70% dari mahasiswa yang memiliki perangkat bergerak menggunakannya untuk tujuan akademik. Bandingkan dengan studi yang dilakukan oleh lembaga yang sama pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa hanya 15% dari mahasiswa menggunakannya untuk tujuan akademik.
Bertitik-tolak dari harapan, pilihan, dan kepuasan pengguna, banyak perpustakaan berupaya untuk menyediakan berbagai sumber daya informasi dan pengetahuan yang dapat diakses melalui web. Hal itu dilakukan karena banyak pengguna yang memilih menggunakan sumber daya tersebut dari tempat tinggal atau kerja mereka (remote access), dan menginginkan dapat bekerja secara mandiri. Perkembangan penggunaan perangkat bergerak juga mendapat respons dari perpustakaan. Jumlah perpustakaan yang menyediakan pelayanan dan penyampaian konten bagi pengguna perangkat bergerak terus mengalami peningkatan. Ini merupakan salah satu tantangan bagi perpustakaan untuk mengembangkan secara berkelanjutan penggunaan teknologi informasi untuk memenuhi ekspektasi pengguna. Berkaitan dengan itu, spesifikasi pekerjaan pustakawan pun berkembang hingga mensyaratkan keterampilan teknologi informasi, bahkan perpustakaan memerlukan pustakawan teknologi informasi (IT Librarian).
Perkembangan Penggunaan Teknologi Informasi pada Perpustakaan Berawal pada akhir tahun 1980an atau awal tahun 1990an, perpustakaan pendidikan tinggi
dihadapkan pada perubahan lingkungan yang digerakkan oleh teknologi informasi. Ini dengan cepat mengalihkan fokus perhatian dari automasi ke serangkaian pertanyaan tentang peran dan misi perpustakaan dalam era digital. Sejarah penggunaan teknologi informasi di lingkungan perpustakaan
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 2
Universitas Sumatera Utara

sudah dimulai sejak setengah abad yang lalu. Lynch (2000) membaginya ke dalam empat era yaitu masa automasi pertama, automasi kedua, automasi ketiga, dan dilanjutkan dengan revolusi informasi berjejaring. Masa automasi pertama ditandai dengan komputerisasi pengoperasian kegiatan sehari-hari perpustakaan yang dimulai pada akhir tahun 1950an atau awal tahun 1960an. Masa automasi kedua ditandai dengan kemunculan katalog publik (OPAC) yang berawal pada tahun 1980an. Masa automasi ketiga ditandai dengan pengalihan konten tercetak ke bentuk elektronik (proses digitalisasi) yang terjadi pada tahun 2000an. Dan era revolusi informasi berjejaring ditandai dengan inovasi dan transformasi yang dimulai pada akhir tahun 1990an.
Teknologi terus berlanjut menggerakkan pemikiran kita ke masa depan perpustakaan perguruan tinggi. Kecenderungan utama penggerak teknologi pendidikan antara lain adalah keinginan agar informasi dan akses media sosial dan jaringan dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja; penerimaan teknologi cloud-based; kolaborasi; tantangan bahwa informasi ada di manamana (ubiquitous); paradigma baru pembelajaran online dan hybrid; dan penekanan pada pembelajaran aktif (Johnson, Adams, & Cummins, 2012). Jejaring sosial dan pradigma baru cara publikasi seperti konten terbuka (open content) merupakan tantangan bagi peran perpustakaan sebagai kurator. Hal ini juga memposisikan perpustakaan berada di bawah tekanan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk mendukung dan bertindak sebagai kurator karya akademik. Peran tersebut juga termasuk membantu para mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan literasi media.
Automasi Perpustakaan Istilah automasi perpustakaan bermakna penggunaan mesin otomatis atau peralatan

pemerosesan di perpustakaan. Automasi dapat diterapkan pada aktifitas administratif perpustakaan, prosedur perkantoran, dan penyampaian pelayanan perpustakaan kepada pengguna. Untuk memahami automasi perpustakaan, kita terlebih dahulu harus mengenal aktifitas rutin suatu perpustakaan. Kegiatan rutin sehari-hari perpustakaan disebut dengan istilah kerumah-tanggaan perpustakaan (library housekeeping). Semua kegiatan rutin kerumah-tanggaan ditujukan untuk mengontrol koleksi suatu perpustakaan. Kerumahtanggaan tersebut mencakup antara lain kegiatan pengadaan bahan perpustakaan (acquisitions), pengatalogan (cataloguing), pengawasan sirkulasi (circulation control), pengawasan serial (serials control), dan katalog publik (web-based online public access catalog).
Pengadaan adalah kegiatan berkaitan dengan pengadaan bahan perpustakaan (pembelian, pertukaran, dan hadiah). Termasuk di dalamnya kegiatan pengecekan bibliografis (pre-order bibliographical checking) yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan perpustakaan
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 3
Universitas Sumatera Utara

baru, pemerosesan faktur, dan pemeliharaan arsip pengadaan. Pengatalogan adalah kegiatan yang dilakukan dalam mempersiapkan deksripsi bibliografis bahan perpustakaan (catalog record) yang kemudian digunakan sebagai sarana temu-balik. Pengawasan sirkulasi adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan peminjaman, perpanjangan, dan pengembalian bahan perpustakaan, dan yang berkaitan dengan keanggotaan. Aktifitas ini merupakan pengontrolan peredaran koleksi perpustakaan. Pengawasan serial adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan pesanan, penerimaan dokumen, akses terhadap koleksi, pengarahan (routing), pengajuan klaim, peminjaman dan penjilidan terbitan berkala. Katalog publik online adalah fasilitas temu-balik koleksi perpustakaan melalui antar muka web, termasuk tersedianya fitur perpanjangan dan reservasi oleh pengguna.
Dengan dukungan perangkat lunak aplikasi semua kegiatan kerumah-tanggaan perpustakaan dapat dilakukan dengan lebih efisien baik dari sisi staf maupun pengguna perpustakaan. Automasi perpustakaan dapat mengurangi beban kerja klerikal sehingga staf dapat melakukan pekerjaan lain yang lebih kreatif dan inovatif. Manajemen perpustakaan dapat memperoleh berbagai bentuk statistik dan laporan tentang kinerja perpustakaan dengan seketika (real-time processing). Di sisi lain, pengguna dapat lebih mudah melakukan temu-balik, memperpanjang pinjamannya, dan melakukan reservasi jika bahan perpustakaan yang dibutuhkannya sedang dipinjam pengguna lain. Pengguna juga dapat memeriksa status keanggotaan dan pinjamannya setiap saat. Perangkat lunak untuk aplikasi perpustakaan dikenal dengan istilah integrated library systems (ILS) atau library management systems (LMS). Selain perangkat lunak aplikasi automasi perpustakaan komersial, juga tersedia kategori open source seperti KOHA dan New Gen Lib.
Repositori Institusi Repositori institusi atau lebih dikenal dengan istilah institutional repository (IR) adalah suatu
locus untuk mengumpulkan, memelihara, dan mendiseminasikan dalam bentuk digital produk karya tulis suatu institusi. Pada perguruan tinggi, IR mencakup antara lain karya dosen seperti artikel jurnal/laporan penelitian dan makalah; karya mahasiswa seperti skripsi, tesis, dan disertasi; dan aset digital lainnya yang dihasilkan dalam kehidupan akademik seperti dokumen administratif dan bahan perkuliahan. Bahan-bahan tersebut ada yang melalui proses digitalisasi untuk karya retrospektif dan bentuk digital sejak lahir (born-digital materials). Pengembangan IR bertujuan antara lain untuk: (1) menyediakan akses terbuka (open access) terhadap produk institusi untuk memaksimalkan penggunaannya, (2) menciptakan visibility global terhadap karya insititusi, (3) mengumpulkan konten pada lokasi tunggal; dan (4) menyimpan dan memelihara aset digital institusi, termasuk literatur kelabu (grey literature) atau yang tidak diterbitkan (unpublished) yang mudah hilang.
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 4
Universitas Sumatera Utara

Pengembangan IR perguruan tinggi dalam bentuk digital juga didorong oleh tingginya pertumbuhan literatur kelabu dalam bentuk tercetak yang dihasilkan setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan berbagai masalah seperti kebutuhan terhadap ruang penyimpanan yang lebih luas, pemeliharaan dan penanganannya yang lebih kompleks, dan tentu saja biaya yang lebih besar. Kendala kapasitas ruang penyimpanan dan pemeliharaan seperti itu, solusinya adalah dengan mengalih-mediakan bahan-bahan tercetak tersebut ke dalam bentuk digital. Penyediaan dan pemeliharaannya pada storage (disk) berkapasitas besar jauh lebih murah dibandingkan dengan penyediaan dan pemeliharaannya pada ruang fisik konvensional. Selain itu, publikasi elektronik dengan akses terbuka melalui web dipandang dapat mengurangi plagiarisme dan duplikasi yang berdampak pada peningkatan kualitas karya akademik yang dihasilkan.
Perangkat lunak untuk pembangunan respositori institusi atau perpustakaan digital banyak yang tersedia secara gratis seperti DSpace dan Eprints yang sudah populer karena banyak digunakan. DSpace misalnya memiliki banyak keunggulan dan fitur seperti: statistik, standar metadata Dublin Core, mendukung OAI-PMH (Open Archives Initiative-Protocol for Metadata Harvesting), yang dapat digunakan untuk pertukaran metadata secara otomatis. Selain itu, pengguna DSpace juga tersebar hampir di seluruh dunia (lihat wiki.dspace.org) dengan komunitas pengguna yang cukup besar sehingga memungkinkan dilakukannya berbagi-pakai (sharing) informasi sesama komunitas terutama dalam hal penggunaan maupun peremajaan (update) sistem. Untuk mengembangkan IR diperlukan kebijakan administratif dan teknis yang dapat mendorong baik peningkatan konten maupun kinerja sistem.
Webometrics melakukan pemeringkatan IR yang didasarkan pada indikator web dari search engines paling penting. Indikator tersebut terdiri dari: Size (S), Visibility (V), Rich Files (R) dan Scholar (Sc). Ini dilakukan dengan tujuan untuk menyempurnakan visibilitas repositori institusi dan praktik yang baik dalam publikasi web. Size diukur berdasarkan jumlah halaman web yang diekstraksi dari Google. Visibility adalah jumlah total tautan (links) eksternal yang diterima (backlinks) oleh domain institusi untuk tautan yang didapatkan dari database MajesticSEO dan ahrefs. Rich Files adalah jenis format berkas seperti Adobe Acrobat (.pdf), MS Word (.doc, .docx), MS Powerpoint (.ppt, .pptx) and PostScript (.ps & .eps) yang diekstraksi dari Google. Scholar adalah kalkulasi jumlah tulisan yang dinormalisasi antara tahun 2007 dan 2011 menggunakan database Goggle Scholar. Keempat kriteria peringkat tersebut digabungkan berdasarkan suatu formula di mana setiap unsur memiliki ukuran yang berbeda tetapi menjaga rasio 1:1 antara aktifitas (size) dan dampak (visibility) (Ranking Web of Repositories, 2013).
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 5
Universitas Sumatera Utara

Kurator Dataset Perpustakaan mulai bertidak sebagai kurator dataset penelitian untuk tujuan berbagi-pakai
(sharing) data. Inisiatif ini terutama untuk penelitian yang dibiayai dari dana publik, agar data penelitian tersebut tersedia dan dapat diakses secara luas oleh komunitas peneliti lainnya (National Science Foundation, 2010). Pustakawan dan pekerja informasi memilki peran penting dalam membantu komunitas penelitian dalam merancang dan mengimplementasikan suatu perencanaan untuk deskripsi data, penyimpanan, pengelolaan, dan penggunaannya kembali. Pustakawan dapat berkolaborasi dengan para tenaga ahli dalam bidang repositori untuk mengembangkannya. Pustakawan dapat mengkomunikasikan nilai-nilai keterampilan yang telah dimilikinya dalam mengembangkan peran yang sebelumnya tidak berkaitan dengan pustakawan. NISO (National Information Standards Organization) mengembangkan suatu rekomendasi praktik untuk penerbit tentang pencantuman, penanganan, penyajian, dan preservasi bahan-bahan seperti itu (Bruce, 2012).

Pengadaan e-Book Suatu laporan tentang masa depan perpustakaan perguruan tinggi mengidentifikasi bahwa
PDA (Patron-Driven Acquisition) sebagai sebuah kecenderungan yang tidak dapat dihindarkan oleh perpustakaan (Kolowich, 2011). Jika sebuah buku dalam topik yang sama tersedia dalam format tercetak dan elektronik, maka pilihan pengguna akan jatuh pada format elektronik. Perpustakaan harus mengikuti pilihan pengguna tersebut jika ingin membuktikan bahwa belanja yang dihabiskan tetap sepadan dengan nilainya. Apabila suatu saat buku-buku tercetak sirkulasinya rendah, maka perpustakaan perguruan tinggi harus dengan rela membuangnya untuk mengurangi beban, seperti membuang muatan ke laut untuk mengurangi muatan kapal (jettison).
Perjanjian lisensi dari vendor e-book seharusnya memungkinkan perpustakaan dapat memilih hanya buku-buku yang permintaannya tinggi (high demand) saja untuk dibeli. ALA mengidentifikasi keberlanjutan (sustainability) sebagai prinsip utama untuk koleksi e-book (ALA, 2011a). Keberlanjutan mensyaratkan pendanaan yang teratur dan on-going, solusi teknologi yang tepat untuk umur panjang rekod kultural, dan kemampuan manajemen jangka panjang. Pilihan lisensi dan standar baru harus diadopsi untuk memfasilitasi peminjaman e-book, menyediakan statistik, dan portabel antara peralatan dan platform (ALA, 2011b).
Komunikasi Ilmiah
Model penerbitan atau publikasi baru sedang dieksplorasi untuk jurnal, monograf ilmiah, buku teks, dan bahan-bahan digital. Para pemangku kepentingan di bidang ini mencoba melahirkan
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 6
Universitas Sumatera Utara

model berkelanjutan. Pengembangan yang relevan untuk jurnal termasuk open access (OA) untuk konten historis, OA yang dibiayai oleh pengarang untuk konten baru, dan berlangganan pada penerbit besar (biasanya sangat mahal). Sejumlah perpustakaan perguruan tinggi telah melakukan peran aktif dalam perubahan lingkungan komunikasi ilmiah. Perguruan tinggi biasanya menyediakan pelayanan repositori digital, memberikan nasehat tentang hak cipta pengarang, pelayanan digitalisasi, dan manajemen dataset penelitian, pebuatan metadata, pengatalogan, dan preservasi digital. Simba Information, sebuah organisasi penelitian dengan spesialisasi bidang penerbitan, memperkirakan bahwa pada akhir 2013, buku teks digital akan mencapai 11% dari total pasar buku teks (Schuetze, 2011). Beberapa pergurua ti ggi di A erika “erikat e a arka The Ope Course Li rary , ya g e uat uku teks ya g digu aka pada seju lah ata kuliah tersedia se ara gratis melalui lisensi Creative Commons (Kelley, 2011).
Perilaku dan Ekspektasi Pengguna
Perpustakaan biasanya tidak lagi sebagai sumber pertama untuk pemerolehan informasi. Ketika ditanyakan, responden melukiskan ah a perpustakaa sulit u tuk digu aka , tujua terakhir , da tidak ya a . Ke ya a a adalah suatu faktor sig ifika dala situasi perguruan tinggi dan pencarian informasi dalam kehidupan sehari-hari (Connaway et al., 2011). Dengan meluasnya penggunaan Internet dan search engines seperti Google, individu hanya menghadapi sedikit atau sama sekali tidak ada masalah dalam menemukan sumber-sumber informasi. Smith dan Pickett (2011) menyatakan perpustakaan gaya baru seharusnya didasarkan pada model just-in-time, di mana akses adalah lebih penting dari pada sejumlah besar inventaris yang dekat.
Kesimpulan
Walaupun kecenderungan pengembangan teknologi informasi pada perpustakaan yang disajikan dalam tulisan ini sebagian didasarkan pada literatur Barat, tetapi materinya relevan dengan situasi di Indonesia saat ini. Kondisi perpustakaan perguruan tinggi kita memang sangat bervariasi antara satu dengan lainnya, sehingga state of the art teknologinya juga tentu berbeda. Kita sering mendengar dari para mahasiswa kita bahwa mereka tidak lagi perlu menggunakan fasilitas perpustakaan tetapi cukup dengan googling untuk mendapatkan sumber-sumber informasi yang mereka perlukan dalam penyelesaian studi mereka. Oleh karena itu, kecenderungan-kecenderungan seperti diuraikan di atas perlu diantisipasi oleh setiap perpustakaan jika tidak ingin tertinggal di belakang. Pengembangan staf dan personil perpustakaan menjadi isu puncak bagi pustakawan perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan-tantangan baru tersebut. Pendekatan-pendekatan
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 7
Universitas Sumatera Utara

kreatif perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan pengguna, dan melatih-ulang para staf dan personil perpustakaan untuk tujuan tersebut sangat diperlukan.
Rujukan ALA (2011a). E-book principles for the library community. Retrieved from
http://americanlibrariesmagazine.org/sites/default/files/EbookPrinciples-Sept2011.pdf. ALA (2011b). Talking points on library lending of e-books. Retrieved from
http://web20kmg.pbworks.com/w/file/fetch/46397972/TalkingPointsEbookLendingSept2011.pdf. Association of College and Research Libraries (2012). 2012 top ten trends in academic libraries: A review of the trends and issues affecting academic libraries in higher education. Retrieved from http://crln.acrl.org/content/73/6/311.full Bruce, K. (2012). LIBValue: Valuing the academic library. Retrieved from http://www.libqual.org/documents/LibQual/publications/2012/ 2012_ALADallas_Kingma_LibValue.pdf. Connaway, L. S., Silipigni, D. T., Timothy J., & Radford,M. L. (2011). If it is too i o e ie t I ot goi g after it: Co e ie e as a Criti al Fa tor i I for atio -seeking Behaviors. Library & Information Science Research 33, No. 3 (2011): 179–90. Johnson, L., Adams, S., and Cummins, M. (2012). Technology outlook for Australian tertiary education 2012-2017. Retrieved from http://www.nmc.org/pdf/2012-technology-outlookaustralian-tertiary-education-A4.pdf. Kelley, M. (2011). Library with free online college textbooks makes debut, the digital shift. Retrieved from http://www.thedigitalshift.com/2011/11/ebooks/library-with-free-online-collegetextbooks-makes-debut/. Kolowich, S. (2011). P.D.A. in the library. Retrieved from http://www.insidehighered.com/news/ 2011/10/28/e-book-acquisition-based-use-and-demand-could-save-libraries-thousands Lynch, C. A. (2000). From automation to transformation: Forty years of libraries and information technology in higher education. Retrieved from http://net.educause.edu/

ir/library/pdf/erm0018.pdf.
National Science Foundation (2010). Scientists seeking NSF funding will soon be required to submit data management plans. Retrieved from http://www.nsf.gov/news/news_summ.jsp?cntn_id= 116928&org=NSF&from=news.
Ranking Web of Repositories (2013). Retrieved from http://repositories.webometrics.info/en/ Methodology.
Schuetze, C. F. (2011). Textbooks finally take a big leap to digital. The New York Times, November 23, 2011. Retrieved from http://www.nytimes.com/2011/11/24/world/americas/schoolworkgets-swept-up-in-rush-to-go-digital.html?pagewanted=all.
Smith, S. E., & Pickett C. (2011) Avoiding the path to obsolescence: riches-to-rags tales in the retail business hold lessons for libraries. American Libraries 42, No. 9/10 (2011): 38–43.
A. Ridwan Siregar: Pengembangan TI pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - 8
Universitas Sumatera Utara