Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia berdasarkan
yang terdapat di Kemendagri, kota Medan memiliki jumlah penduduk
2.465.469 Jiwa. Tentu dengan jumlah sebanyak ini kota Medan memiliki banyak
masalah yang harus dipenuhi,karena kecenderungandari semakin banyaknya
penduduk maka tuntutan juga akan semakin banyak, hal ini berarti permasalahan
semakin kompleks. Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang
telah menjelmakan diri menjadi pusat segala aktifitas masyarakat. Sebagai pusat
dari berbagai aktifitas masyarakat, tentunya banyak dampak yang dialami oleh
kota Medan itu sendiri baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak
positifnya berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat karena semakin
membuka peluang pekerjaan baik dalam berwirausaha, maupun menjadi pegawai
kantor perusahaan. Selain hal tersebut terdapat dampak negatif yang dialami oleh
kota Medan sehingga menimbulkan masalah kepadatan penduduk. Salah satu
masalah yang terasa akibat kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya
kendaraan di kota Medan.
Jumlah kendaraan yang ada di kota Medan setiap tahunnya mengalami
kenaikan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Khususnya sepeda

motor dan mobil pribadi yang mengalami penambahan jumlah yang sangat besar
pada tahun 2015. Hal ini bisa dilihat dalam tabel:

1
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1: Jumlah kendaraan pribadi dan umum di kota Medan
Jumlah (unit)
No
1
2

3

4

5

6


7

Jenis kendaraan
Sepeda motor
Mobil penumpang
a. Umum
b. Pribadi
Mobil barang
a. Umum
b. Pribadi
Bus besar
a. Umum
b. Bukan umum
Bus sedang
a. Umum
b. Bukan umum
Bus kecil
a. Umum
b. Bukan umum
Kendaraan roda tiga

a. Umum
b. Bukan umum

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2016

2.318.632

2.550.495

2.805.545

33.434
189.457

35.607
201.772


38.028
215.493

2.173
142.692

2.227
146.259

2.261
148.453

1.770

1.788

1.805

-


-

-

2.655

2.681

2.708

-

-

-

17.698

17.875


18.054

-

-

-

26.825
135

26.289
132

25.763
130

8


Becak

25.426

23.211

2.385

9

Andong

-

-

-

10


Lain-lain

8.983

9.054

9.054

2.769.880

3.017.390

3.269.679

Jumlah

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan, 2016

Bagi warga kota Medan angkutan umummerupakan sarana transportasi
vital yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam setiap kegiatan, baik bekerja,

sekolah, berbelanja, dan lain sebagainya tidak bisa terlepaskan dari angkutan
umum, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Hal ini
menjadi peluang yang besar bagi para pengusaha untuk mendirikan usaha dan
menambah armada angkutan umum, karena melihat tingginya antusiasme

2
Universitas Sumatera Utara

masyarakat kota Medan terhadap transportasi angkutan umum. Tingginya
keperluan masyarakat terhadap angkutan umum membuat angkutan umum di kota
Medan semakin marak bahkan dalam satu trayek terdapat beberapa armada
angkutan umum yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama.
Adanya aktivitas lalu lintas yang cukup tinggi di kota Medan tidak
menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran. Salah satu yang
disorot peneliti adalah pelanggaran dalam bidang transportasi yakni tentang
retribusi maupun perizinan trayek angkutan umum. Seperti yang terdapat didalam
Peraturan Daerah kota Medan Nomor33 Tahun 2002 yang menyebutkan dalam
Pasal5 bahwa “Setiap orang pribadi atau badan yang berusaha di bidang
perhubungan wajib memiliki izin dari Kepala Daerah”. Dari pernyataan tersebut
sudah seharusnya setiap angkutan umum mempunyai izin trayek dan membayar

retribusi.
Ranperda tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan di Kota Medan sangat
dibutuhkan. Peraturan itu merupakan kebutuhan mendesak demi ketertiban dan
kenyamanan para pengguna jalan. Begitupun, kesiapan Pemko Medan masih
diragukan untuk pelaksanaan peraturan tersebut. Keraguan itu di dasari atas
kinerja Dinas Perhubungan dalam pengawasan dan pengendalian lalulintas masih
belum maksimal. "Karena pada tahun 2011 lalu baru dibahas dan tetapkan Perda
tentang retribusi pelayanan bidang perhubungan yang ternyata hingga saat ini
tidak terealisasi sebagaimana mestinya," kata Parlaungan dalam sidang, Senin
(12/1/2015). "Kami melihat kinerja Dinas Perhubungan sangat lemah. Penataan

3
Universitas Sumatera Utara

lalulintas di Kota Medan masih coba-coba dan tidak memiliki konsep
penyelesaian masalah. 1
Dinas

Perhubungan,


melakukan

kegiatan

yang

didalamnya

merupakankegiatanyang berhubungan dengan pelayanan jasa masyarakat dimana
didalamnya terdapat pendapatan berupa retribusi yangdikenakan pada bidangbidang tertentu. Dinas Perhubungan sebenarnya mempunyai peran yang cukup
penting untuk menertibkan kembali permasalahan pelanggaran-pelanggaran dalam
bidang perhubungan baik pelayanan retribusi maupun perizinan trayek angkutan
umum. Tertibnya masyarakat dalam bidang perizinan angkutan umum dapat
dijadikan tolak ukur keberhasilan Dinas Perhubungan kota Medan sebagai
penggerak roda pemeritahan. Adanya perizinan angkutan umum adalah untuk
memberikan kepastian hukum dan hak bagi pemilik angkutan agar dapat
mengoperasikan kendaraannya. Selain itu, tertibnya perizinan angkutan umum
dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan asli daerah. Oleh karena itu
penting bagi Dinas Perhubungan untuk mengatur pemilik angkutan umum agar
melakukan perpanjangan izin trayek yang telah habis masa berlakunya.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dengan jelas menyatakan bahwa
satu di antara sumber keuangan daerah adalah berasal dari Retribusi Daerah.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi Daerah
sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi sumber

1

www.medanbagus.com diakses tanggal 1 Februari 2016

4
Universitas Sumatera Utara

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk
meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat, sehingga pungutan
retribusi daerah perlu diintensifkan dan ditangani lebih serius. Retribusi
merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat potensial bagi suatu daerah.
Kualitas pelayanan birokrasi perizinan dan infrastruktur yang masih buruk
dapat dilihat sebagai salah satu konsekuensi logis dari oriantasi kebijakan publik
yang lebih menekankan pada pentingnya meningkatkan pemerintahan daerah dari
sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2 Di sini dapat dilihat persoalan bagaimana
pemerintah daerah memaknai otonomi daerah. Bahwa dimasa lalu sangat keliru
otonomi daerah yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang
telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai kewenangan
membuat berbagai jenis peraturan daerah tentang retribusi dan pajak dengan tidak
memperhatikan akses negatifnya bagi kondusifitas iklim usaha di daerah.
Lahirnya berbagai peraturan daerah yang berujung pada pungutan resmi sangat
produktif terhadap kondusifitas iklim usaha dan investasi di daerah. Adanya target
untuk meningkatkan pendapatan hasil daerah mengakibatkan terjadinya berbagai
pungutan yang secara langsung maupun tidak langsung memberatkan pengusaha
maupun masyarakat umum.
Sehubungan dengan hal ini perlu adanya kebijakan yang khusus mengatur
permasalahan ini. Dalam tingkat nasional sendiri pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dan dalam tingkat daerah pemerintah megeluarkan kebijakan
2

Adrian Sutedi, 2011. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, Sinar
Grafika, hal 63

5
Universitas Sumatera Utara

Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanandan Izin di
Bidang Perhubungan adapun yang dibahas dalam Peraturan Daerah ini mengenai
bagaimana

tata

cara

memperoleh

pelayanan

terhadap

penyelenggaraan

perhubungan di bidang dan perizinan bagi setiap orang atau badan usaha yang
berhubungan di bidang perhubungan.
Retribusi Pelayanan dan Izin di Bidang Perhubungan termasukjenis
retribusi jasa umum yang dikelola oleh Pemerintah Kota Medan. Menurut
Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di
Bidang Perhubungan. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pemerintah kota
Medan dalam menggunakan hak dan kewajibannya untuk mewujudkan kenyaman
dalam pelayanan retribusidan perizinan di bidang perhubungan di kota Medan
melalui Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan
dan Izin di Bidang Perhubungan.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka menjadi sesuatu yang penting dan
menarik untuk memahami fenomena dan fakta bertambahnya angkutan di Kota
Medan yang belum terdistribusi dengan baik mengakibatkan penumpukan dan banyak
angkutan kota yang berada dalam satu trayek yang sama. Kepala Bidang Angkutan
menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena kesulitan mengendalikan dalam
pengelolaan penempatan angkutan umum disetiap trayeknya. Bidang Angkutan di Dinas
Perhubungan juga memiliki kesulitan untuk memonitoring pengelolaan perizinan
angkutan umum baik angkutan kota maupun angkutan barang dan sulitnya
mengendalikan ketika pembuatan perizinan angkutan baru untuk di tempatkan di trayek
yang masih memiliki kapasitas kendaraan yang kurang. Masalah lain yang dihadapi yaitu

6
Universitas Sumatera Utara

dalam sulitnya mengkomunikasikan informasi jika masa berlaku harus diperpanjang
kepada pemilik kendaraan atau perusahaan.

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan maka dibutuhkan sebuah
sistem informasi yang berfungsi untuk mempermudah Dinas Perhubungan di
Bidang Angkutan untuk mengelola terhadap penempatan angkutan dan memantau
pengelolaan perizinan dan pengendalian terhadap pemilik kendaraan atau
perusahaan angkutan.
Dari penjelasan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah khususnya dalam
rangka implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang
Retribusi Pelayanan dan Izin di Bidang Perhubungan. Sehingga peneliti tertarik
membahas masalah tersebut dengan judul “Implementasi Kebijakan Peraturan
Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di
Bidang Perhubungan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis menentukan
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi
Pelayanan dan Izin di Bidang Perhubungan pada Dinas Perhubungan”.

7
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah kota Medan
Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di Bidang
Perhubungan di Dinas Perhubungan kota Medan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan
adalah:
1. Manfaat ilmiah
Penelitian ini diharapkan mampu untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam
bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari
Ilmu Administrasi Negara.
2. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik secara dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus
dalam menambah kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.
3. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi Dinas
Perhubungan Kota Medan dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di
Bidang Perhubungan.

8
Universitas Sumatera Utara

1.5 Kerangka Teori
Teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generelisasi yang dapat
digunkan untuk mengungkapkan dan menjelaskan prilaku dalam berbagai
organisasi. 3 Sedangkan menurut Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi,
konsep, konstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 4
Untuk memudahkan penulis dalam menyusun penelitian ini, maka
dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan
dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut
disebut dengan kerangka teori. Kerangka teori merupakan bagian dari penelitian,
tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
variabel pokok, subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian. 5
Kerangka teori sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau
memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu
dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori kiranya memberikan
pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang
diteliti.

3
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitaif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
hal, hal 55
4
Masri Singarimbun. 2008. Metode Penilitian Survai. Jakarta: LP3ES, hal 37
5
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta, hal 95

9
Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Kebijakan Publik
1.5.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam
penggunaan umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih
besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan
sosial. 6 Jadi, kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Publik adalah kegiatan aktivitas manusia
yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan
sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. 7 Publik itu dipandang sebagai suatu
ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik
individual, tetapi milik bersama atau milik umum.
Jika dilihat asal kata kebijakan publik diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik itu adalah apa yang dilakukan pemerintah untuk mengikat daerah
yang diintervensinya. Hal ini sama artinya dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Thomas R. Dye Tangkilisan memberikan pengertian dasar mengenai
kebijakan publik sebagai suatu pilihan pada apa yang dilakukan maupun yang
tidak dilakukan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan
apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya
dan atau berdampak kecil dan sebaikanya tidak menimbulkan persoalan yang
merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu
6

Wayne Parsons. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal 14
7
Ibid. hal 3

10
Universitas Sumatera Utara

kebijakan. 8Ada beberapa aspek yang harus dilakukan dalam menganalisis suatu
kebijakan, yaitu 1) mendeskripsikan kebijakan publik, dengan demikian dapat
diketahui apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) pemerintah, 2) mengkaji
alasan-alasan yang mendorong pemerintah melancarkan kebijakan tertentu, dan 3)
meneliti akibat kebijakan terhadap masyarakat. 9
Kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian prinsip atau
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada periode tertentu dalam
hubungannya dengan suatu subyek atau tanggapan krisis. 10 Kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada
untuk memecahkan

masalah-masalah

publik atau

pemerintah.

11

Dalam

kenyataannya kebijakan tersebut banyak membantu pemerintah maupun politisi
untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya, dikatakan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus
menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung
dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan yang luas.
Kebijakan publik sebagai suatu pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya meningkat. Sehingga cukup pemerintah
yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut

8

Hesel NogiTangkilisin. 2003. Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi Pikiran
George Edward III. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI, hal 1
9
Solahuddin Kusumanegara. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gava Media, hal 2
10
Ibid, hal 4
11
Tangkilisan, Op.cit., hal 2

11
Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah merupakan bentuk
dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik
terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah, yaitu: 12
1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi,
pegawai pemerintah atau yang lainnya, yang bertujuan menggunakan
politik untuk mempengaruhi kehiupan masyarakat.
2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada
level ini menuntut pemerintah

untuk melakukan

pengaturan,

penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam
bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya studi kebijakan publik berorientasi pada masalah yang riil
yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, analisis kebijakan
secara umum merupakan ilmu terapan dan berperan sebagai alat atau ilmu yang
berusaha memecahkan masalah.

12

Ibid., hal 2

12
Universitas Sumatera Utara

1.5.1.2 Proses Kebijakan Publik
Proses kebijakan publik secara umum merupakan suatu proses yang
meliputi lima komponen informasi kebijakan yang saling terkait dan dilakukan
secara bertahap dengan menggunakan berbagai teknik analisi kebijakan. Dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik. Ada beberapa tahap
analisis yang harus dilakukan, yaitu : 13
1. Penyusunan agenda (agenda setting)
Tahap penetapan agenda kebijakan, yang harus dilakukan pertama kali
adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Penyusunan agenda
adalah proses pengumpulan isu-isu atau masalah-masalah publik yang mencuat ke
permukaan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn problem
structuring memilik empat fase, yaitu pencarian masalah(problem search),
pendefinisian

masalah

(problem

definition),

spesifikasi masalah(problem

specification), dan pengenalan masalah(problem setting). Woll mengemukakan
bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat,
b. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik
yang pernah dilakukan,
c. Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau
politik yang ada,
d. Terjadi kegagalan pasar, dan

13

Ibid., hal 7

13
Universitas Sumatera Utara

e. Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik.
2. Perumusan kebijakan (policy formulation)
Formulasi kebijakan adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan
masalah publik, dimana pada tahap ini para analisis mulai menerapkan beberapa
teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik akan dijadikan kebijakan.
Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor kebijakan dapat menggunakan
analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus
diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor
kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat
digunakan melalui proses peramalan (forecasting) untuk memecahkan maslah
yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan
dipilih.
3. Adopsi kebijakan (policy adoption)
Adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan
melalui dukungan para stakeholders. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses
rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah
terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat
luas.
b. Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan dipilih untuk menilai
alternatif yang akan direkomendasikan.

14
Universitas Sumatera Utara

c. Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan
kriteria yang relevan agar efek posisi alternatif kebijakan tersebut lebih
besar dari efek negatif yang akan terjadi.
4. Implementasi kebijakan (Policy implementation)
Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah
diseleksi. Implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan kebijakan yang
sudah ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi
sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah
dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan apa yang telah terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan
dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakandengan membentuk output yang
jelas dan dapat diukur.
5. Penilaian kebijakan (policy evaluation)
Pada tahap ini semua proses implementasi dinilai apakah sudah sesuai
dengan rencana dalam program kebijakan dengan ukuran criteria-kriteria yang
telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan
kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program
tersebut berjalan, biasanya dalam bentuk penelitian/riset dan rekomendasi. Dan
evaluasi dilakukan setelah kebijakan telah selesai dilakukan. Evaluasi dilakukan

15
Universitas Sumatera Utara

terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana
hasil dari program tersebut apakah mencapai sasaran.
1.5.2 Implementasi Kebijakan
1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Hakekat dari Implementasi adalah rangkaian kegiatan yang terancana dan
bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada
kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Jika suatu kebijakan telah ditetapkan, maka kebijakan tersebut
tidak akan berhasil dan terwujud bilamana tidak diimplementasikan. Suatu
program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan
yang diinginkan. Implementasi kebijakan dalam arti luas dapat diartikan sebagai
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik
yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
atau tujuan yang diinginkan. Implementansi merupakan suatu proses yang dinamis
yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan
dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan
yang mengarah pada penempatan program ke dalam tujuan kebijakan.
Implementasi adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum
ditetapkan melalui proses politik 14 . Hal ini menunjukkan bahwa implementasi
lebih bermakna nonpolitik, yaitu administratif.Implementasi diartikan sebagai
interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam

14

Kusumanegara, Op.cit., hal 97

16
Universitas Sumatera Utara

mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
hubungan kasual antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. 15Segala
hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam
mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusankeputusan yang bersifat khusus. 16
Bahwa implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. 17 Tindakan-tindakan ini mencakup
usaha-usaha untuk mengubah perubahan-perubahan yang besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi, implementasi merupakan
suatu proses dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk
mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikan implementasi
mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program pada
tujuan kebijakan yang diinginkan.
Terdapat tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi,
yaitu : 18
1. Penafsiran, yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi, merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam tujuan kebijakan.
15

Tangkilisan, Op.cit., hal 17
Ibid
17
Budi Winarno. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo, hal 102
18
Tangkilisan, Op.cit., hal 17
16

17
Universitas Sumatera Utara

3. Penerapan, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah dan lainnya.
1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu :
A. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yaitu: 19
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga
dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka
akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di
antara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi
kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran tertentu yang
harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan
sasaran tersebut.
2. Sumber daya
Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia
(human resource) maupun sumber daya non-manusia (non-human
resource).Keberhasilan

implementasi

sangat

tergantung

dari

kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
19

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hal 19.

18
Universitas Sumatera Utara

merupakan

sumber

daya

yang terpenting dalam menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi
menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang dilimpahkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financial dan
waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementai
kebijakan.
3. Komunikasi antar organisasai dan penguatan aktivitas
Dalam berbagai kasus implementasi, sebuah program terkadang perlu
dukung dan koordinasi dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan
kebijakan yang diinginkan.
4. Karakteristik agen pelaksana
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi
dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi
suatu program
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok
implementasi

kepentingan

kebijakan,

memberikan

karakteristik

para

dukungan
partisipan,

bagi
yakni

mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi
kebijakan.

19
Universitas Sumatera Utara

6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:
a) Respons

implementor

terhadap

kebijakan,

yang

akan

mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan.
c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang
dimiliki oleh implementor.

Gambar 1
Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

20
Universitas Sumatera Utara

B. Model Implementasi Edward III
Studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration
dan public policy. 20 Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara
pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi
masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin
akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan
sangat baik. sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan
mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan
baik oleh para pelaksana kebijakan.
Ada empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik: 21
1. Komunikasi (communication)
Dalam menjalankan implementasi kebijakan yang efektif haruslah
adanya komunikasi yang baik, akurat dan mudah dimengerti agar
mereka yang melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus
mereka lakukan. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting
dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu:
a) Transmisi
Jika penyaluran suatu komunikasi atau informasi yang baik maka
akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Namun,
ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan
perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat
20

Dwiyanto Indiahono. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.
Yogyakarta: Gaya Media, hal 32
21
Budi Winarno, hal 126

21
Universitas Sumatera Utara

tentang pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh
pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana
menggunakan keleluasannya yang tidak dapat mereka elakkan
dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah
umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hierarki. Ketiga,
persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk
mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.
b) Kejelasan
Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas
dan tidak bersifat ambigu atau membingungkan. Edwards
mengidentifikasi

ada

enam

faktor

yang

menyebabkan

ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah
kompleksitas kebijakan agar tidak mengganggu kelompokkelompok masyarakat, kurangnya konsensistensi mengenai tujuan
kebijakan, masalah-masalah dalam memulai tujuan kebijakan,
masalah-masalah

dalam

memulai

suatu

kebijakan

baru,

menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan
kebijakan pengadilan.
c) Konsisten
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, makaperintah
pelaksanaan harus konsisten atau tidak berubah-ubah dan jelas.
Tetapi bila perintah tersebut berubah-ubah dan tidak jelas, maka

22
Universitas Sumatera Utara

perintah akan membingungkan para pelaksana kebijakan dalam
menjalankan tugasnya.
2. Sumber daya (Resources)
Sumber daya adalah faktor terpenting untuk implementasi kebijakan
agar efektif, tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas
menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber
daya manusia (SDM), yakni kompetensi implementor, informasi,
fasilitas dan sumber daya finansial.Adapun indikator yang dapat
digunakan dalam melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi
implementasi kebijakan, adalah:
a. Staf,

merupakan

sumber

daya

utama

dalam

pelaksana

implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam
pelaksanaan implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan
oleh staf atau pegawai yang tidak cukup berkompeten dalam
bidangnya, tidak memadai dan tidak mencukupi.
b. Informasi, mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua,
informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap
peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c. Fasilitas,

merupakan

menjadi faktor

yang penting dalam

implementasi kebijakan. Para pelaksana kebijakan mungkin
mempunyai stau yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi

23
Universitas Sumatera Utara

tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi (Dispositions)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.
Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka ia akan
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau
perspektif yang sama dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi efektif.
4. Struktur birokrasi (Bereucratic Structure)
Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan menjadi
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
dari aspek struktur yang penting dari orginasasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar (Standard Operational Procedures atau
SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam
bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan
aktivitas organisasi tidak fleksibel.

24
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2
Model Teori George Edward III

C. Model Merilee S. Grindle
Bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut. 22 Keunikan model Grindle terletak pada
pemahaman yang komperehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang
menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang
mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses
implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan
yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi
kebijakan sampai kepada tercapainya hasil, tergantung pada kegiatan program

22

Wibawa Samodra. 1994. Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta : Intermedia,

hal 22

25
Universitas Sumatera Utara

yang telah dirancang dan pembiyaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan
dan konteks implementasinya.
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest offected), Standar
dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka
akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik
diantara agen implementasi
2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), implementasi program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan
kebijakan dapat tercapai
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent to change envisioned), ini
mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan
yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,
(b) kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan
(c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang
dimiliki oleh implementor.
4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making), pelaksana
mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan
mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Para pelaksana program (program emplementation). Karakteristik agen
pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola

26
Universitas Sumatera Utara

hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan
mempengaruhi implementasi suatu program
6. Sumber daya yang dikerahkan (resources commited)implementasi
kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber dayamanusia
maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk
mendukung implementasi kebijakan.
Isi dari sebuah kebijakan akan menunjukkan bagaimana posisi dari
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sejumlah besar para pengambil
keputusan, tetapi ada kebijakan tertentu yang pengambilan keputusannya
dilakukan oleh sejumlah kecil para pengambil keputusan.

Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud meliputi:
1. Kekuasaan (power)
2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actor
involved)
3. Karakteristik

lembaga

dan

penguasa

(institution

and

regime

characteristic)

27
Universitas Sumatera Utara

Tujuan-tujuan
kebijaksanaan

Tujuan
tercapai?

Kegiatan-kegiatan
implementasi yang
dipengaruhi oleh:
a. Conten of policy
1. Kepentingan yang
dipengaruhi oleh
kebijakan
2. Jenis manfaat yang
dihasilkan
Program-program
3. Jangkauan perubahan
aksi dan proyek4. Letak pengambilan
proyek tertentu
keputusan
dirancang dan
5. Pelaksana program
dibiayai
6. Sumber yang
disediakan
b. Context of
implementation
1. Kekuasaan,
Program-program
kepentingan dan
disampaikan
strategi aktor yang
sesuai dengan
terlibat
rancangan
2. Karakteristik
kelembagaan
3. Konsistensi dan daya
tanggap

Hasil akhir:
a. Dampaknya
terhadap
masyarakat,
perseorangan
dan kelompok
b. Tingkat
perubahan dan
penerimaannya

PENGUKURAN KEBERHASILAN
Gambar 3
Model Teori Merilee S. Grindle
Grindle dalam bukunya yang berjudul Politics and Policy Implementation
in The Third Word (1980), mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan
sebuah kebijakan tergantung pada contentdan context, dan tingkat keberhasilannya
tergantung pada kondisi tiga komponen variabel sumberdaya implementasi yang
diperlukan. Ketiga komponen ini menyebabkan program nasional menghasilkan
variasi outputs dan outcomes yang berbeda di daerah. Ketiga komponen itu
adalah:

28
Universitas Sumatera Utara

1. Contents of policy messages
a. Ketersediaan dana dan sumber lain untuk melaksanakan kebijakan;
b. Adanya sanksi;
c. Tingkat kesukaran masalah kebijakan.
2. Kredibilitas pesan kebijakan
a. Kejelasan pesan kebijakan;
b. Konsistensi kebijakan;
c. Frekuensi pengulangan kebijakan;
d. Penerimaan pesan
3. Bentuk kebijakan
a. Efficacy of the policy
b. Partisipasi masyarakat;
c. Tipe kebijakan
Implementasi program ditentukan oleh Konten (isi) program/policy dan
konteks implementasinya, sebagai berikut :
a. Content of Policy (Isi Kebijakan)
Isi kebijakan atau program akan berpengaruh pada tingkat
keberhasilan implementasi. Kebijakan kontroversial, kebijakankebijakan yang dipandang tidak populis, kebijakan menghendaki
perubahan besar, biasanya akan mendapatkan perlawanan baik dari
kelompok sasaran bahkan mungkin dari implementornya sendiri yang
mungkin merasa kesulitan melaksanakan kebijakan tersebut atau

29
Universitas Sumatera Utara

merasa

dirugikan.

Isi

kebijakan

yang

dapat

mempengaruhi

implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut:
1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program. Apabila
kebijakan tersebut tidak menimbulkan kerugian di salah satu
pihak, maka implementasinya akan lebih mudah karena tidak
akan menimbulkan perlawanan bagi yang kepentingannya
dirugikan.
2. Jenis

manfaat

yang akan

dihasilkan.

Kebijakan

yang

memberikan manfaat kolektif atau pada banyak orang akan
lebih

mudah

mendapatkan

diimplementasikan
dukungan

dari

karena

kelompok

lebih

mudah

sasaran

atau

masyarakat.
3. Jangkauan perubahan yang diinginkan. Semakin luas dan besar
perubahan

yang diinginkan

melalui kebijakan

tersebut,

biasanya akan semakin sulit pula dilaksanakan. Kredibilitas
pesan kebijakan tidak terpenuhi karena isi kebijakan yang
mengatur tentang adanya sangsi tidakdijalankan dengan
konsisten.
4. Kedudukan pengambil keputusan. Semakin tersebar kedudukan
pengambil keputusan dalam kebijakan (baik secara geografis
ataupun

organisatoris),

implementasinya.

akan

Kasus demikian

semakin

sulit

pula

banyak terjadi pada

30
Universitas Sumatera Utara

kebijakan-kebijakan yang implementasinya melibatkan banyak
instansi.
5. Pelaksanaan program. Manakala pelaksana program memiliki
kemampuan dan dukungan yang dibutuhkan oleh kebijakan,
maka tingkat keberhasilannya juga akan tinggi. Sumber daya
yang disediakan. Tersedianya sumberdaya yang dibutuhkan
untuk mengimplementasikan kebijakan, dengan sendirinya
akan mempermudah pelaksanaannya. Sumberdaya ini berupa
tenaga kerja, keahlian, dana, sarana.
6. Sumber-sumber yang dapat dikerahkan. Pelaksanaan kebijakan
harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar
pelaksanaannya berjalan dengan baik dan diharapkan jauuh dari
kendala. Sumber-sumber yang dapat dikerahkan berupa sumber
daya manusia maupun sumber daya non manusia.
b. Context of Implementation (Konteks Implementasi)
Konteks dimana dan oleh siapa kebijakan tersebut diimplemetasikan
juga akan berpengaruh pada tingkat keberhasilannya, karena
seberapapun baik dan mudahnya kebijakan dan seberapapun
dukungan kelompok sasaran, hasil implementasi tetap bergantung
pada implementornya. Karakter dari pelaksanaakanmempengaruhi
tindakan-tindakan pelaksana dalammengimplementasikan kebijakan
karena pelaksana adalah individu yang tidakmungkin bebas dari
kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka

31
Universitas Sumatera Utara

capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu
kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah
ditentukan demi kepentingan pribadinya, sehingga dapat menjauhkan
tujuan dari kebijakan sebenarnya. Konteks kebijakan yang dapat
mempengaruhi implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi-strategi dari para aktor yang
terlibat. Kekuasaan, yang terlibat guna memperlancar jalannya
pelaksanaan

suatu

implementasi

kebijakan.

Kepentingan-

kepentingan publik yang harus diutamakan daripada kepentingan
golongan. Strategi dari aktor yang terlihat yaitu pimpinan yang
berkuasa pada saat ini. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan
matang maka pelaksanaan perizinan trayek angkutan umum,
sangat

besar

kemungkinan

program

yang

hendak

diimplementasikan
2. Karakteristik kelembagaan.Lingkungan dimana suatu kebijakan
tersebut dilaksanakanjuga berpengaruh terhadap keberhasilannya,
maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu
lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan,
Karakteristik

lembaga

dan

rezim

yang sedang berkuasa

melakukan pengubahan dimana pelayanan perizinan agar lebih
baik, setiap rezim yang sedang berkuasa harus melayani publik
sebaik

mungkin,

rutinitas,

maksud

setiap

aparatur

harus

melaksanakan tugas secara rutinitas agar pelayanan perizinan

32
Universitas Sumatera Utara

tidak terganggu, rezim yang sedang berkuasa harus mengatur
maksudnya agar publik taat.
3. Konsistensi dan daya tanggap.Hal lain yang dirasa penting dalam
proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah konsistensi dan daya
tanggap dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada
poin ini adalah sejauhmana konsistensi dan daya tanggap baik dari
pelaksana kebijakan maupun yang menerima kebijakan.
D. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)
Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi. proses
implementasi kebijakan kedalam tiga variabel, yaitu: 23
1. Karakteristik dari masalah (tracbility of the problems) sering disebut
dengan variabel independen. Indikatornya adalah:
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.
Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah
termasuk permasalahan

social yang secara

teknis

mudah

diselesaikan atau masuk kategori masalah social yang secara teknis
sulit untuk dipecahkan.
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.
Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu
kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat
bersifat homogeny ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang
homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun

23

Subarsono, Op. cit., hal 94

33
Universitas Sumatera Utara

kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi
masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun
mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya.
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.
Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih
mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok
orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang
ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi
itu sendiri.
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari
kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada.
Sebuah

kebijakan

atau

program

akan

lebih

mudah

diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif
dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang
bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup
sulit untuk diimplementasikan.
2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure
implementation)sering disebut dengan istilah variabel intervening.
Indikatornya adalah:
a. Kejelasan isi kebijakan.
Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah
mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan

34
Universitas Sumatera Utara

isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan
menghindarkan

distorsi

atau

penyimpangan

dalam

pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan
sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang
salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi
suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi
untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau
kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena
konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah
social yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan
tetapi sebenarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda
sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.
c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.
Hal

yang

tak

pengimplementasian

dapat

dipungkiri

suatu

dalam

kebijakan

mendukung

adalah

masalah

keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk
melakukan

pekerjaan-pekerjaan

administrasi

dan

teknis,

memonitor program, dan mengelola sumberdaya lainnya yang
kesemua itu memerlukan modal.
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai
institusi pelaksana.

35
Universitas Sumatera Utara

Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi
koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait
baik secara vertical maupun horizontal.
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus
diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi
kerancuan yang menyebabkab kegagalan pengimplementasian
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan
adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam
melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan
kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan
bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran
dari kebijakan tersebut.
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan.
Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika
kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat
kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut
dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang
adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)
sering disebut dengan istilah dependen. Indikatornya adalah:

36
Universitas Sumatera Utara

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan
suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan
ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat
dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern
dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang
sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program
pembaharuan daripada masyarakat yang masih tertutup dan
tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai
pembantu untuk mempermudah pengimplementasian

sebuah

program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin
mempermudah.
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan
Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang
dikeluarkan memberikan insentif ataupun kemudahan. Sebaliknya,
dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah
bersifat disinsentif.
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)
Kelompok

pemilih

yang

ada

dalam

masyarakat

dapat

mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara,
seperti; 1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap
keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai

37
Universitas Sumatera Utara

komentar dengan maksud untuk mengubmah kebijakan, 2)
kelompok

pemilih

dapat

memiliki

kemampuan

untuk

mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung
melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan
pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan
legislatif.
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah
tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial.
Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam
membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas
tujuan tersebut.

38
Universitas Sumatera Utara

A.
1.
2.
3.

Mudah tidaknya masalah dikendalikan
Kesukaran-kesukaran teknis
Keragaman perilaku kelompok sasaran
Presentase kelompok sasaran dibadning
jumlah penduduk
4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang
diinginkan

B. Kemampuan kebijaksanaan
untuk menstrukturkan proses
implementasi
1. Kejelasan dan kosistensi tujuan
2. Digunakan teori kausal yang
memadai
3. Ketepatan alokasi sumber dana
4. Keterpaduan hierarki dalam dan
diantara lembaga pelaks

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

13 122 81

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Prosedur Pemungutan dan Pembayaran Retribusi Izin Trayek Pada Dinas Perhubungan Kota Medan

14 191 125

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

3 24 116

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

0 0 11

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

0 0 1

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

0 0 5

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Izin Trayek di Bidang Perhubungan Kota Medan (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

0 0 2

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PERHUBUNGAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Medan - Prosedur Pemungutan dan Pembayaran Retribusi Izin Trayek Pada Dinas Perhubungan Kota Medan

0 0 69