Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PADA SEKOLAH DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

ELISABETH PUTRI DAMEANTY PANJAITAN NIM. 111000094

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PADA SEKOLAH DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

ELISABETH PUTRI DAMEANTY PANJAITAN

NIM. 111000094

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PADA SEKOLAH DI KOTA MEDAN TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, 28 Oktobar 2015


(5)

ABSTRAK

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertujuan menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung. Meskipun KTR di Kota Medan telah diwajibkan sebagaimana disebutkan pada Perda KTR, namun pelaksanaannya masih banyak yang belum menerapkan KTR dan pada tempat yang telah melaksanakan KTR pun masih didapati pelanggaran, terkhusus tempat proses belajar mengajar seperti sekolah. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan yang telah terlaksana sejak tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada SMAN 1 Medan, SMPN 7 Medan dan SDN 060919 Medan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, guru, siswa, satpam dan penjual di kantin. Metode pengumpulan data dilakukan dengan natural setting dan peneliti bertanya berdasarkan kuesioner yang sudah disiapkan oleh peneliti. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih kurangnya komunikasi dari Pemerintah Daerah kepada pihak pimpinan sekolah dalam hal sosialisasi penerapan KTR, masih kurangnya sumber daya dalam hal sarana dan prasarana untuk penerapan KTR di sekolah, masih kurangnya tanggapan dari sasaran/pelaksana kebijakan dan masih kurang berjalannya birokrasi dalam penerapan KTR di sekolah.

Penelitian ini menyarankan kepada Pemda Kota Medan agar melakukan sosialisasi penerapan KTR sebagai pemberitahuan secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan mengenai penerapan KTR terkhusus di tempat proses belajar mengajar, kepada pihak sekolah agar melakukan sosialisasi penerapan KTR sebagai pemberitahuan secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan untuk mewujudkan penerapan KTR yang efektif dan kepada Peneliti selanjutnya agar lebih mendalam dalam melakukan penelitian mengenai implementasi Perda Kota Medan tentang KTR di tempat umum lainnya selain tempat proses belajar mengajar.


(6)

ABSTRACT

Medan Regional Regulation Number 3 about Non-Smoking Area (KTR) aims to create a clean and healthy environment, to provide protection for the public from the adverse effects of smoking, either directly or indirectly. Although KTR in Medan has been required as stated in the regional regulation of KTR, but in implementaion there were still a lot of places that haven’t applied KTR and the place that has been implemented KTR was still found many violations, especially the places for learning process, such as school. This research aimed to analyze the implementation of Medan Regional Regulation Number 3 in 2014 about Non-Smoking Area at School in Medan which has been implemented since 2014.

This research was a qualitative descriptive research. This research was done at SMAN 1 Medan, SMPN 7 Medan and SDN 060919 Medan. Informants in this research consisted of principals, teachers, students, security, and sellers in the canteen. This research used the natural setting methods to collect data and the researcher asked based on questionnaire which prepared by the researcher. Data was collected by interview.

The results showed that there was still a lack of communication from the local government to the principals in terms of socialization of KTR, lack of resources in terms of facilities and infrastructure for the implementation of KTR at schools, lack of response from the target/implementers and still less bureaucracy in the implementation of KTR at school.

This research suggested to the Government of Medan in order to disseminate the implementation of KTR clearly and consistently to the implementers, to the schools also to disseminate the implementation of KTR clearly and consistently in order to achieve an effective implementation of KTR and to the further researchers suggested to do in-depth interview for the next research about the implementation of Medan Regional Regulation about KTR in another public places beside studying-teaching place.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di Kota Medan Tahun 2014” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada kedua orangtuaku tercinta Bapak D. Panjaitan dan Ibu T. br. Limbong yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan semangat dan segala yang terbaik, yang menjadi semangat dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Heldy, B.Z., MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

3. Siti Khadijah Nst., SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi yang telah banyak membimbing serta memberikan saran dan masukan terhadap skripsi ini.

4. dr. Fauzi, SKM dan dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu memberikan masukan dan saran yang sangat berarti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terkhusus Departemen Epidemiologi. 7. Pihak pimpinan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 7 Medan dan Sekolah Dasar Negeri 060919 Medan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

8. Adik-adikku tersayang yang paling berharga, keluargaku, Zeus Christian Fernando Panjaitan, Valencia Tri Milenika Panjaitan dan Reza Agustian Putra Panjaitan yang telah menjadi semangat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Keluargaku yang jauh selama berada di kota perantauan, yang memberiku semangat dan dorongan untuk berjuang dan secepatnya mengerjakan skripsi ini, walaupun akhirnya lama juga, terimakasih kak Donda Naibaho, kak Dahlia Naibaho, kak Meiliska Siregar, Feby Malau, bang Doderik Malau, bang Darwin Naibaho, bag Maniar


(9)

Naibaho, bang Rudi Simatupang, Monika Sitanggang, Agnes Situmorang, Retta Siahaan dan lainnya.

10.Keluarga cantik-cantikku, terimakasih untuk Lamtiur Junita Bancin, Jane R. T. Siregar, Janni Togumaito Butar-Butar, Riris S. Lumban Gaol, Medis Pasaribu, Sri Dewi Puspitasari, keluarga yang selalu memberikan semangat, dorongan, bantuan dan doa, tak terlepas dari sangat banyak hal menyebalkan dan menyenangkan yang telah terlalui sejak awal perkuliahan sampai pada detik ini, sebagai bagian dari proses pendewasaan diri semoga semua hal akan menjadi cerita indah dan pengalaman tak terlupakan dan lucu bagi anak-cucu kelak.

11.Kakanda G. S. yang telah memberikan semangat, dorongan, bantuan dan doa sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun tidak suka diucapkan terimakasih, di sini kuucapkan terimakasih banyak kandaku, sukses untuk kita di masa depan, serta kepada kakanda Pandapotan Sormin, kakanda Pavlov Lucky, kakanda Desima Hutapea kakanda Fredy J. Bukit, kakanda Hotman Sitanggang, kakanda Sri Ulina Purba, kakanda Thomson Siahaan, kakanda Ario Gultom, kakanda Lafandi Sitompul, dan lainnya yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam pengerjaan skripsi ini.

12.Seluruh Civitas GMKI FKM USU terkhusus kepada PK m.b. 2012-2013, kak Alvira Ginting, Freddy Tumanggor, Yunita Lingga, Rafika Yanti Tambunan, Abdon Marke Bancin, Dolli Malau, Daniel Siahaan, Manna Situmorang, Claodia Purba, Marissa Lumban Gaol, Hernawati


(10)

Chen, dan lainnya yang telah memberikan banyak proses yang sangat menyenangkan sekaligus menyedihkan, pengalaman dan pembelajaran dalam membentuk karakter diri.

13.Teman-teman di peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan terkhusus kepada Anjela Ambarita, Aprilla Ayu Andini, Ervina F. Manik, Atika Rahmah, Rovina Winata, Lisa Aini, Rina, Riza Annisa, Dian Agnesa Sembiring, Joen Sihaloho, Gio, M. Mansur dan lainnya, serta teman-teman seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU terkhusus kepada Hengky Putra, Siti Mutia, Junita Saragih, kak Melda Hayani, kak Christy Lise, kak Rohani, dan lainnya yang tidak bisa tersebutkan semua, yang telah memberi dukungan dan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

14.Tommy Pehulisa Karo-karo yang memberikan waktu, tenaga, pikiran, kesabaran, dukungan, semangat dan perjuangan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Manusia hanya makhluk biasa yang penuh dengan ketidaksempurnaan. Demikian juga dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2015


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

RIWAYAT HIDUP ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Manfaat Penelitian... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Rokok ... 11

2.1.1 Pengertian Rokok ... 11

2.1.2 Kandungan Rokok ... 11

2.1.3 Penyakit Akibat Rokok ... 12

2.1.4 Perilaku Merokok ... 12

2.1.5 Perokok Aktif dan Perokok Pasif ... 14

2.2 Implementasi Kebijakan ... 14

2.3 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ... 19

2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok ... 19

2.3.2 Tempat-tempat yang menjadi Kawasan Tanpa Rokok ... 20

2.3.3 Landasan Hukum Penetapan KTR ... 21

2.3.4 Tujuan Penetapan KTR ... 22

2.3.5 Sasaran Penetapan KTR ... 22

2.3.6 Manfaat Penetapan KTR ... 24

2.3.7 Langkah-langkah Penetapan KTR di Dinas Kesehatan ... 24

2.3.8 Langkah-langkah Pengembangan KTR ... 25

2.4 Kerangka Pikir... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35


(12)

3.4 Instrumen Pengumpulan Data ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.6 Definisi Operasional ... 36

3.7 Teknik Analisis Data ... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1 Gambaran Geografis ... 41

4.1.2 Visi dan Misi ... 42

4.2 Karakteristik Informan ... 44

4.2.1 Karakteristik Informan Di SMA Negeri 1 Medan ... 44

4.2.2 Karakteristik Informan Di SMP Negeri 7 Medan ... 44

4.2.3 Karakteristik Informan Di SD Negeri 060919 Medan ... 45

4.3 Verbatim Wawancara Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan ... 46

4.3.1 Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan ... 46

4.3.2 Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan ... 48

4.3.3 Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan ... 49

4.3.4 Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan ... 51

4.4 Verbatim Wawancara Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7 Medan ... 52

4.4.1 Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7 Medan ... 52

4.4.2 Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7 Medan ... 54 4.4.3 Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap


(13)

Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di

SMP Negeri 7 Medan ... 55

4.4.4 Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7 Medan ... 56

4.5 Verbatim Wawancara Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri 060919 Medan ... 58

4.5.1 Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri 060919 Medan ... 58

4.5.2 Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri 060919 Medan ... 59

4.5.3 Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri 060919 Medan ... 61

4.5.4 Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri 060919 Medan ... 62

BAB 5 PEMBAHASAN ... 64

5.1 Faktor Komunikasi ... 64

5.2 Faktor Sumber Daya... 65

5.3 Faktor Disposisi... 67

5.4 Faktor Birokrasi... 68

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan... 70

6.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Di SMA Negeri 1 Medan ... 44 Tabel 4.2 Karakteristik Informan Di SMP Negeri 7 Medan ... 45 Tabel 4.3 Karakteristik Informan Di SD Negeri 060919 Medan ... 45 Tabel 4.4 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1

Medan ... 46 Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1

Medan ... 48 Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1

Medan ... 49 Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1

Medan ... 51 Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7

Medan ... 52 Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7

Medan ... 54 Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7

Medan ... 55 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap


(15)

2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMP Negeri 7

Medan ... 56 Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri

060919 Medan ... 58 Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri

060919 Medan ... 59 Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri

060919 Medan ... 61 Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Birokrasi Terhadap

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SD Negeri


(16)

DAFTAR GAMBAR


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara ... 75 LAMPIRAN 2. Surat Izin Penelitian ... 79 LAMPIRAN 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 81


(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Elisabeth Putri Dameanty Panjaitan Tempat Lahir : Tebing Tinggi

Tanggal Lahir : 24 Oktober 1992 Suku Bangsa : Batak Toba Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : D. Panjaitan Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : T. Limbong

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba Riwayat Pendidikan

1. TK/ Tamat Tahun : TK Vianney 2. SD/ Tamat Tahun : SD Vianney

3. SMP/ Tamat Tahun : SMP Strada Pelita II 4. SMA/ Tamat Tahun : SMA Negeri 33 Jakarta


(19)

ABSTRAK

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertujuan menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung. Meskipun KTR di Kota Medan telah diwajibkan sebagaimana disebutkan pada Perda KTR, namun pelaksanaannya masih banyak yang belum menerapkan KTR dan pada tempat yang telah melaksanakan KTR pun masih didapati pelanggaran, terkhusus tempat proses belajar mengajar seperti sekolah. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan yang telah terlaksana sejak tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada SMAN 1 Medan, SMPN 7 Medan dan SDN 060919 Medan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, guru, siswa, satpam dan penjual di kantin. Metode pengumpulan data dilakukan dengan natural setting dan peneliti bertanya berdasarkan kuesioner yang sudah disiapkan oleh peneliti. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih kurangnya komunikasi dari Pemerintah Daerah kepada pihak pimpinan sekolah dalam hal sosialisasi penerapan KTR, masih kurangnya sumber daya dalam hal sarana dan prasarana untuk penerapan KTR di sekolah, masih kurangnya tanggapan dari sasaran/pelaksana kebijakan dan masih kurang berjalannya birokrasi dalam penerapan KTR di sekolah.

Penelitian ini menyarankan kepada Pemda Kota Medan agar melakukan sosialisasi penerapan KTR sebagai pemberitahuan secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan mengenai penerapan KTR terkhusus di tempat proses belajar mengajar, kepada pihak sekolah agar melakukan sosialisasi penerapan KTR sebagai pemberitahuan secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan untuk mewujudkan penerapan KTR yang efektif dan kepada Peneliti selanjutnya agar lebih mendalam dalam melakukan penelitian mengenai implementasi Perda Kota Medan tentang KTR di tempat umum lainnya selain tempat proses belajar mengajar.


(20)

ABSTRACT

Medan Regional Regulation Number 3 about Non-Smoking Area (KTR) aims to create a clean and healthy environment, to provide protection for the public from the adverse effects of smoking, either directly or indirectly. Although KTR in Medan has been required as stated in the regional regulation of KTR, but in implementaion there were still a lot of places that haven’t applied KTR and the place that has been implemented KTR was still found many violations, especially the places for learning process, such as school. This research aimed to analyze the implementation of Medan Regional Regulation Number 3 in 2014 about Non-Smoking Area at School in Medan which has been implemented since 2014.

This research was a qualitative descriptive research. This research was done at SMAN 1 Medan, SMPN 7 Medan and SDN 060919 Medan. Informants in this research consisted of principals, teachers, students, security, and sellers in the canteen. This research used the natural setting methods to collect data and the researcher asked based on questionnaire which prepared by the researcher. Data was collected by interview.

The results showed that there was still a lack of communication from the local government to the principals in terms of socialization of KTR, lack of resources in terms of facilities and infrastructure for the implementation of KTR at schools, lack of response from the target/implementers and still less bureaucracy in the implementation of KTR at school.

This research suggested to the Government of Medan in order to disseminate the implementation of KTR clearly and consistently to the implementers, to the schools also to disseminate the implementation of KTR clearly and consistently in order to achieve an effective implementation of KTR and to the further researchers suggested to do in-depth interview for the next research about the implementation of Medan Regional Regulation about KTR in another public places beside studying-teaching place.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes, 2009).

Setiap orang berhak atas kesehatan. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Demikian juga setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2009). Menurut Katerina Tomasevski, bahwa hak atas kesehatan terkait dengan upaya minimalisasi dampak lingkungan bagi kehidupan manusia. Kenyataannya lingkungan yang sehat masih jauh dari harapan. Salah satu perilaku yang semakin hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Darajat, 2012).

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih,


(22)

cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana tobacum, nicotiana rustica) dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Perda, 2014). Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%). Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif. Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen) (Tarigan, 2014).

Bahaya terhadap kesehatan tubuh bagi perokok aktif telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Perokok aktif merupakan setiap orang yang membakar rokok dan/atau secara langsung menghisap asap rokok yang sedang dibakar. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak


(23)

penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker oesofagus, bronchitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin (Tarigan, 2014).

Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes, 2011).

Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia. Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada disekitarnya yang bukan perokok (perokok pasif) (Aditama, 2001). Orang yang merokok butuh untuk dihargai (self esteem) dari sesama perokok maupun yang bukan perokok, akan tetapi bagi perokok punya tanggung jawab yang lebih besar untuk menciptakan lingkungan sekitar yang lebih sehat sehingga orang yang tidak merokok masih dapat menghirup dan menikmati udara segar (Palutturi, 2010).


(24)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, diperkirakan ada sebanyak 1,26 miliar perokok di seluruh dunia dan sekitar 200 juta diantaranya adalah perokok wanita. Ada 10 negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia, yaitu Cina (390 juta perokok), India (144 juta perokok), Indonesia (65 juta perokok), Rusia (61 juta perokok), Amerika Serikat (58 juta perokok), Jepang (49 juta perokok), Brazil (24 juta perokok), Bangladesh (23,3 juta perokok), Jerman (22,3 juta perokok), Turki (21,5 juta perokok) (Khairunnisa, 2013). Kemudian menurut WHO 2011, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara berkembang (Aisyah, 2014). Menurut penelitian dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2012, di bawah Indonesia ada Laos (51,3%), China (45,1%) dan Kamboja (42,1%), jumlah pria perokok di Indonesia meningkat dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61% (Tarigan, 2014).

Data hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, persentase perokok aktif di Indonesia mencapai 67% (laki-laki) dan 2,7% (perempuan) dari jumlah penduduk, terjadi kenaikan 6 tahun sebelumnya perokok laki-laki sebesar 53 %. Data yang sama juga menyebutkan bahwa 85,4% orang dewasa terpapar asap rokok ditempat umum, di rumah (78,4%) dan di tempat bekerja (51,3%). Mereka yang merokok di rumah sama dengan mencelakakan kesehatan anak dan istri (Tarigan, 2014).

Hasil Riskesdas 2013, menunjukkan proporsi perokok pria dari 67% tahun 2011 menjadi 64,9% tahun 2013. Selain itu ditemukan juga 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan


(25)

terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap sekitar 12,3 batang, untuk terendah 10 batang dan tertinggi 18,3 batang (Aisyah, 2014). Perilaku merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. Dijumpai 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah (Riskesdas, 2013). Prevalensi perokok berdasarkan Riskesdas 2013, menurut provinsi terdapat 67,8% perokok di Bali, 66,3 % di provinsi DI Yogyakarta dan 62,7% di Jawa Tengah. Untuk provinsi Sumatera Utara perokok yang merokok setiap hari berjumlah 29,7 persen. Untuk nasional prevalensi perokok laki laki sebesar 54,1 persen Universitas Sumatera Utara, sedangkan perokok saat ini di Sumatera Utara menurut riskesdas 35,7 persen (Tarigan, 2014).

Kasus-kasus perokok tersebut beberapa disebabkan karena banyak yang beranggapan bahwa merokok adalah Hak Asasi Manusia. Salah kaprah semacam ini menimbulkan hal-hal yang kurang baik di tengah masyarakat. Hak Asasi Manusia adalah relasi warga negara dengan Pemerintah, di mana Pemerintah harus memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia. Adapun hak-hak asasi tergabung dalam hak sipil politik dan hak ekonomi, sosial dan budaya. Sementara, merokok bukanlah salah satu bagian dari hak baik hak sipil politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi, merokok sama sekali bukanlah Hak Asasi Manusia. Merokok adalah pilihan bagi setiap


(26)

orang. Namun, meskipun sebuah pilihan, ada konsekuensi lain yang harus dilakukan, yakni menghormati orang lain agar tidak terkena dampak (asap rokok). Dalam hal ini, negara selaku pemilik otoritas kebijakan dan hukum, wajib memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan dan lingkungan yang sehat, kepada tiap warga negara, termasuk bebas dari asap rokok ini (Komnas HAM, 2012). Oleh karena hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan langkah-langkah pengamanan rokok bagi kesehatan, diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (Kemenkes, 2011).

Penanggulangan masalah rokok di Indonesia memang sangat dilematis. Di satu sisi, industri rokok dianggap sebagai penghasil pajak paling besar dibanding sector lain. Misalnya dapat memberikan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara berupa pembayaran cukai. Singkat kata, industri rokok adalah industri padat karya dan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam perekonomian bangsa (Tarigan, 2014).

World Health Organization (WHO) mengembangkan kerangka kerja internasional yang disebut Framework Convertion On Tobacco Control (FCTC). Yang merupakan Instrumen Hukum Internasional sebagai sarana untuk memperkuat kemampuan negara-negara dalam mengendalian tembakau juga satu-satunya landasan bagi standar global pengendalian tembakau (Supriyadi, 2014).

UU No. 36 tahun 2009 mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Saat ini beberapa provinsi, kabupaten/kota, telah memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun terkadang masih


(27)

ditemukannya orang merokok pada kawasan tanpa asap rokok. Pengaturan pembatasan terhadap orang yang merokok adalah kewajiban negara agar setiap warga negara dapat menikmati udara bersih dan lingkungan yang sehat, termasuk di tempat umum (Darajat, 2012).

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 35 Tahun 2012 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Perkantoran Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, menyebutkan tujuan penetapan kawasan tanpa rokok adalah antara lain menumbuhkan kesadaran bahwa merokok merugikan kesehatan, menurunkan angka perokok dan menengah perokok pemula, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka kesakitan dan /atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat dan staf di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk hidup sehat. Dan sasaran kawasan tanpa rokok adalah perkantoran atau tempat kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pergub, 2012).

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau (Perda, 2014). Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan KTR, seperti Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang (Susanti, 2011). KTR ditetapkan pada, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Depkes, 2009).


(28)

Berdasarkan amanat Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang mewajibkan tiap daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok maka Pemerintah Kota Medan telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Perda KTR tersebut ditetapkan pada fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Perda ini bertujuan menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Maka dari itu setiap warga masyarakat berkewajiban memelihara dan meningkatkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok. Masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan KTR, peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang diselenggarakan oleh masyarakat (Perda, 2014).

Meskipun KTR di Kota Medan telah diwajibkan sebagaimana disebutkan pada Perda KTR, namun pelaksanaannya masih banyak yang belum menerapkan KTR dan bagi yang telah melaksanakan KTR pun masih banyak terjadi pelanggaran, terkhusus pada tempat proses belajar mengajar seperti sekolah. Maka selain orang tua, instansi yang paling dekat dengan anak-anak adalah sekolah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hudriani Jamal dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Kampus Universitas Hasanuddin dijelaskan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi


(29)

maupun responden yang berpengetahuan rendah cenderung tidak patuh, responden yang memiliki sikap positif cenderung patuh sedangkan responden yang bersikap negatif tidak patuh, responden yang memiliki pengaruh positif dari lingkungan sosialnya lebih patuh sedangkan yang tidak ada pengaruh dari lingkungan sosialnya cenderung tidak patuh terhadap penerapan kawasan bebas asap rokok di lingkungan kampus Unhas (Jamal, 2012).

Menurut survei pendahuluan serta observasi yang dilakukan peneliti, sekolah di Kota Medan yaitu SD Negeri 060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan, SMA Negeri 1 Medan telah menerapkan KTR. Pada sekolah-sekolah tersebut juga terdapat beberapa gambar menyangkut bahaya merokok, poster larangan merokok dan plakat KTR yang dipasang di area sekolah. Namun masih juga terjadi pelanggaran seperti menyelinap merokok ke kamar mandi atau di kantin sekolah, bahkan ada juga satpam yang dengan tenang merokok di pos, dan lainnya, serta belum ada sanksi yang telah diterapkan pada sekolah tersebut.

Uraian dan fakta di atas menarik minat dan perhatian penulis untuk mengetahui lebih jauh bagaimana implementasi Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang KTR pada sekolah di Kota Medan, terkhusus pada SD Negeri 060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SMA Negeri 1 Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan” yang telah terlaksana pada tahun 2014.


(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan yang telah terlaksana pada tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi Pemerintah, dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam penerapan KTR di Kota Medan terkhusus pada sekolah.

2. Bagi Instansi, sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melihat implementasi penerapan KTR yang terlaksana di SD Negeri 060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SMA Negeri 1 Medan.

3. Bagi ilmu kesehatan masyarakat diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana tobacum, nicotiana rustica) dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Perda, 2014). 2.1.2 Kandungan Rokok

Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%). Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif (Tarigan, 2014).


(32)

2.1.3 Penyakit Akibat Rokok

Dari aspek kesehatan, rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga Formalin. Ada 25 jenis penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti Emfisema, Kanker Paru, Bronkhitis Kronis dan Penyakit Paru lainnya. Dampak lain adalah terjadinya penyakit Jantung Koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah (BBLR) pada bayi ibu perokok, keguguran dan bayi lahir mati (Kemenkes, 2011).

2.1.4 Perilaku Merokok

Lipperman-Kreda & Grube (2009) menemukan bahwa perilaku merokok pada remaja sebagian besar merupakan hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi terhadap konsekuensi terkait dengan perilaku-perilaku mereka. Perilaku merokok mereka pun ditentukan oleh keyakinan mereka terhadap perilaku tersebut diantaranya penghayatan sosial dan resiko-resiko kesehatan atau keuntungan-keuntungan dari merokok, kemudahan mendapatkan rokok dan persepsi terhadap perilaku merokok yang berasal dari teman (Chotidjah, 2012).

Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif) (Kemenkes, 2011).


(33)

Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor - faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung (Suparyanto, 2011).

Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap sebagai perilaku yang wajar dan menjadi bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup tanpa memahami risiko dan bahaya kesehatan terhadap dirinya serta masyarakat di sekitarnya. Para perokok tidak menyadari bahwa mereka terjerat dalam kondisi ketergantungan yang sangat sulit dilepaskan (Kemenkes, 2011).

Tempat merokok juga mecerminkan pola perilaku perokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas:

1. Merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik :

a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karea itu mereka menempatkan diri di smoking area.

b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok di tempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata karma. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar racun kepda orang lain yang tidak bersalah.


(34)

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:

a. Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat-tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah dan mencekam.

b. Di toilet, perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi (Suparyanto, 2011).

2.1.5 Perokok Aktif dan Perokok Pasif 1. Perokok Aktif

Perokok aktif adalah setiap orang yang membakar rokok dan/atau secara langsung menghisap asap rokok yang sedang dibakar.

2. Perokok Pasif

Perokok Pasif adalah orang yang bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes, 2011).

2.2 Implementasi Kebijakan

Menurut George C. Edward III, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Menurut Edward, oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain


(35)

untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan (Winarno, 2012). Empat faktor tersebut antara lain,

1. Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Secara umum George C.Edward III membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi kebijakan (Winarno, 2012) yaitu :

a. Transmisi : Mereka yang melaksanakan keputusan, harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah itu diikuti. Komunikasi harus akurat dan mudah dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari implementasi tersebut.

b. Kejelasan : Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus


(36)

diterima oleh para pelaksana, akan tetapi komunikasi harus jelas juga. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan dan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi : Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankaan tugasnya dengan baik.

2. Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana (implementor) kebijakan. Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari (Winarno, 2012) :

a. Staf : Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia


(37)

adalah para pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki keterampilan yang memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang memiliki keterampilan juga akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Kewenangan : Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan suatu kebijakan yang ditetapkan. Kewenangan yang dimiliki oleh sumber daya manusia adalah kewenangan setiap pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam suatu kebijakan.

c. Informasi : Informasi merupakan sumber penting dalam implementasi kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan di sini adalah segala keterangan dalam bentuk tulisan atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untuk melaksanakan kebijakan.

d. Sarana dan Prasarana : Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia demi terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk mendukung secara langsung.


(38)

3. Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi diartikan sebagai sikap para pelaksana kebijakan untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut George C. Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Banyak kebijakan masuk ke dalam “zona ketidakacuhan”. Ada kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari pelaksana kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari para pelaksana. Jika orang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang tidak mereka setujui, maka kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dielakkan terjadi, yakni antara keputusan-keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan (Winarno, 2012).

4. Faktor Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan


(39)

yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Menurut George C.Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi (Winarno, 2012).

a. Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

b. Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan- kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit. 2.3 Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok

Pengendalian para perokok yang menghasilkan asap rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif merupakan salah satu solusi menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok atau biasa disebut penetapan Kawasan Tanpa Rokok (Kemenkes, 2011).


(40)

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau (Perda, 2014).

2.3.2 Tempat-tempat yang menjadi Kawasan Tanpa Rokok

Dilihat dari sisi lain, masyarakat perokok juga mempunyai hak untuk merokok, akan tetapi masyarakat bukan perokok juga mempunyai hak untuk menghirup udara segar yang bebas dari asap rokok, maka dari itu di beberapa lokasi disediakan juga tempat khusus untuk merokok. Tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam KTR (Kemenkes, 2011).

Sedangkan tempat-tempat yang menjadi kawasan tanpa rokok, terutama yang ditetapkan dalam Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, antara lain (Kemenkes, 2011) :

1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

2. Tempat proses belajar mengajar adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.

3. Tempat anak bermain adalah area, baik tertutup maupun terbuka, yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.


(41)

4. Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki cirri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

5. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat kerja adalah ruang atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

7. Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

2.3.3 Landasan Hukum Penetapan KTR

Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam pengembangan KTR, sebagai berikut (Kemenkes, 2011) :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai dengan 116.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.


(42)

4. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan.

5. Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.

6. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/ 1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok. 2.3.4 Tujuan Penetapan KTR

Tujuan penetapan KTR adalah (Kemenkes, 2011) :

a. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

b. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

c. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok. d. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

e. Mewujudkan generasi muda yang sehat. 2.3.5 Sasaran Penetapan KTR

Sasaran KTR adalah seluruh bagian yang berada di dalam tempat-tempat yang menjadi kawasan tanpa rokok yang ikut berperan dalam mewujudkan KTR, antara lain (Kemenkes, 2011) :

1. Sasaran di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola fasilitas pelayanan kesehatan. b. Pasien.

c. Pengunjung.


(43)

2. Sasaran di Tempat Proses Belajar Mengajar

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar.

b. Peserta didik/siswa.

c. Tenaga kependidikan (guru).

d. Unsur sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai di sekolah). 3. Sasaran di Tempat Anak Bermain

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat anak bermain. b. Pengguna/pengunjung tempat anak bermain.

4. Sasaran di Tempat Ibadah

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat ibadah. b. Jemaah.

c. Masyarakat di sekitar tempat ibadah. 5. Sasaran di Angkutan Umum

a. Pengelola sarana penunjang di angkutan umum (kantin, hiburan, dsb). b. Karyawan.

c. Pengemudi dan awak angkutan. d. Penumpang.

6. Sasaran di Tempat Kerja

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat kerja (kantin, toko, dsb).

b. Staf/pegawai/karyawan. c. Tamu.


(44)

7. Sasaran di Tempat Umum

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat umum (restoran, hiburan, dsb).

b. Karyawan.

c. Pengunjung/pengguna tempat umum. 2.3.6 Manfaat Penetapan KTR

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok (Kemenkes, 2011).

2.3.7 Langkah-langkah penetapan KTR di Dinas Kesehatan

Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota yang akan mengembangkan KTR di beberapa tatanan di daerahnya dapat melakukan serangkaian langkah-langkah sebagai berikut (Kemenkes, 2011) :

1. Persiapan Awal

Dinas kesehatan yang berinisiatif mengembangkan KTR menyusun kerangka konsep dan materi teknis tentang KTR. Setelah itu dinas kesehatan melakukan advokasi kepada para penentu kebijakan baik internal sektor kesehatan maupun pihak legislatif untuk memperoleh dukungan kebijakan, dana dan fasilitasi.

2. Konsolidasi Lintas Program

Setelah disusun konsep pengembangan KTR, maka dinas kesehatan membahasnya dengan lintas program untuk menyamakan persepsi dan


(45)

membahas konsep sekaligus merumuskan kegiatan yang diperlukan dalam pengembangan KTR.

3. Konsolidasi Lintas Sektor

Konsolidasi lintas sektor dilakukan dengan tujuan untuk menyamakan persepsi juga menentukan peran yang dapat dilakukan oleh masing-masing sektor dalam penetapan KTR.

4. Sosialisasi Rencana Penetapan KTR

Kegiatan ini merupakan sosialisasi tentang rencana penetapan KTR kepada berbagai sasaran yang terkait dengan pelaksanaan penerapan KTR sebelum dibuat suatu peraturan yang mengikat. Pada tahap ini perlu dibentuk tim perumus tentang pengaturan KTR, rencana aksi dan penegakan hukum. 2.3.8 Langkah-langkah Pengembangan KTR

Penyebarluasan informasi dan sosialisasi tentang KTR dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media di berbagai kesempatan yang ada sehingga pelaksanaan KTR dapat diketahui dan dilaksanakan oleh semua pihak, baik pembina, pengawas maupun perokok dan bukan perokok dengan pemberlakuan sanksi sesuai hukum yang diterapkan (Kemenkes, 2011).

1. Di Tempat Proses Belajar Mengajar

Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pimpinan/pengelola tempat proses belajar mengajar dengan menjelaskan perlunya Kawasan Tanpa Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan Kawasan Tanpa Rokok di area tersebut. Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan/pengelola tempat belajar mengajar setuju untuk mengembangkan


(46)

Kawasan Tanpa Rokok. Contoh tempat proses belajar mengajar adalah sekolah, kampus, perpustakaan, ruang praktikum dan lain sebagainya. Yang perlu dilakukan oleh pimpinan/pengelola untuk mengembangkan KTR adalah sebagai berikut :

a. Analisis Situasi

Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan KTR dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/guru/dosen/ siswa) terhadap kebijakan KTR. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

b. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan KTR.

Pihak pimpinan mengajak bicara karyawan/guru/dosen/siswa yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk :

1)Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat KTR.

2)Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan KTR

3)Meminta masukan tentang penerapan KTR, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

4)Menetapkan penanggung jawab KTR dan mekanisme pengawasannya.

5)Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi karyawan/guru/dosen/siswa.


(47)

Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan KTR.

c. Membuat Kebijakan KTR

Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.

d. Penyiapan Infrastruktur, antara lain :

1)Membuat surat keputusan dari pimpinan tentang penanggung jawab dan pengawas KTR di tempat proses belajar mengajar. 2)Instrumen pengawasan.

3)Materi sosialisasi penerapan KTR.

4)Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok.

5)Mekanisme dan saluran penyampaian pesan tentang KTR di tempat proses belajar mengajar melalui poster, stiker larangan merokok dan lain sebagainya.

6)Pelatihan bagi pengawas KTR.

7)Pelatihan kelompok sebaya bagi karyawan/guru/dosen/siswa tentang cara berhenti merokok.

e. Sosialisasi Penerapan KTR, antara lain :

1)Sosialisasi penerapan KTR di lingkungan internal bagi karyawan/guru/dosen/siswa.


(48)

f. Penerapan KTR

1)Penyampaian pesan KTR kepada karyawan/guru/dosen/siswa melalui poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan lain sebagainya.

2)Penyediaan tempat bertanya. 3)Pelaksanaan pengawasan KTR. g. Pengawasan dan Penegakan Hukum

1)Pengawas KTR di tempat proses belajar mengajar mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

2)Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan yang ditunjuk, baik diminta atau tidak.

h. Pemantauan dan Evaluasi

1)Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.

2)Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

3)Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap masalah kebijakan. 2. Di Tempat Kerja

Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pimpinan/manajer perusahaan/institusi swasta atau pemerintah dengan menjelaskan perlunya KTR dan keuntungannya jika dikembangkan di area tersebut. Dari advokasi tersebut, akhirnya pimpinan setuju untuk mengembangkan KTR.


(49)

Contoh tempat kerja adalah kawasan pabrik, perkantoran, ruang rapat, ruang sidang/seminar.

Yang perlu dilakukan oleh pimpinan/manajer untuk mengembangkan KTR adalah sebagai berikut :

a. Analisis Situasi

Penentu kebijakan/pimpinan di tempat kerja melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan KTR dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran terhadap kebijakan KTR. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

b. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan KTR

Pihak pimpinan manajemen tempat kerja mengajak bicara serikat pekerja yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk :

1)Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat KTR.

2)Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan KTR.

3)Meminta masukan tentang penerapan KTR, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

4)Menetapkan penanggung jawab KTR dan mekanisme pengawasannya.

5)Membahas cara sosialisasi efektif bagi karyawan.

Kemudian pihak manajemen membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan KTR.


(50)

c. Pembuat Kebijakan KTR

Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.

d. Penyiapan Infrastruktur, antara lain :

1)Membuat surat keputusan dari pimpinan/manajer tentang penanggung jawab dan pengawas KTR di tempat kerja.

2)Instrumen pengawasan.

3)Materi sosialisasi penerapan KTR.

4)Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok di tempat kerja.

5)Mekanisme dan saluran penyampaian pesan bagi pekerja, yaitu penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui poster, pengeras suara dan lain sebagainya.

6)Pelatihan bagi pengawas KTR.

7)Pelatihan kelompok sebaya bagi pegawai/karyawan tentang cara berhenti merokok.

e. Sosialisasi Penerapan KTR, antara lain :

1)Sosialisasi penerapan KTR di lingkungan internal bagi manajer dan karyawan.


(51)

f. Penerapan KTR

1)Penyampaian pesan KTR kepada karyawan melalui poster, stiker, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan sebagainya.

2)Penyediaan tempat bertanya. 3)Pelaksanaan pengawasan KTR. g. Pengawasan dan Penegakan Hukum

1)Pengawas KTR di tempat kerja setempat mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2)Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan yang telah ditunjuk baik diminta atau tidak.

h. Pemantauan dan Evaluasi

1)Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.

2)Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

3)Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan. 7. Tempat Umum

Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada para penentu kebijakan/pimpinan/pengelola tempat-tempat umum dengan menjelaskan perlunya KTR dan keuntungannya jika dikembangkan di area tersebut. Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan tempat umum setuju untuk


(52)

pengembangan KTR. Contoh tempat umum adalah pusat pembelanjaan, mal, pasar serba ada, hotel, terminal bus dan stasiun.

Yang perlu dilakukan oleh pengelola tempat umum untuk mengembangkan KTR adalah sebagai berikut:

a. Analisis Situasi

Penentu kebijakan/pimpinan di tempat umum melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan KTR serta bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/pengunjung) terhadap kebijakan KTR Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar untuk membuat kebijakan.

b. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan KTR

Pihak pimpinan manajemen tempat-tempat umum mengajak bicara/dialog serikat pekerja/serikat buruh yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk :

1)Menyampaikan maksud dan tujuan tentang pemberlakuan KTR. 2)Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan KTR.

3)Meminta masukan tentang penerapan KTR, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

4)Menetapkan penanggung jawab KTR dan mekanisme pengawasannya.

5)Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi karyawan maupun pengunjung.


(53)

Kemudian pihak manajemen membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan KTR.

c. Pembuatan Kebijakan KTR

Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.

d. Penyiapan Infrastruktur, antara lain:

1)Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas KTR di tempat umum.

2)Instrumen pengawasan.

3)Materi sosialisasi pengawasan KTR.

4)Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok di tempat-tempat-umum.

5)Mekanisme dan saluran pesan KTR di tempat-tempat umum, yaitu penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media poster, stiker, papan pengumuman dan lain sebagainya.

6)Pelatihan bagi pengawas KTR. e. Sosialisasi Penerapan KTR, antara lain:

1)Sosialisasi Penerapan KTR di lingkungan internal.

2)Sosialisasi tugas dan penanggung jawab dalam pelaksanaan KTR. f. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

1)Penyampaian pesan KTR kepada pengunjung melalui standar tempat umum seperti poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan lain sebagainya.


(54)

2)Penyediaan tempat bertanya. 3)Pelaksanaan pengawasan KTR. g. Pengawasan dan Penegakan Hukum

1)Pengawas KTR di tempat umum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan daerah setempat.

2)Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat, baik diminta atau tidak.

h. Pemantauan dan Evaluasi

1)Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.

2)Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

3)Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap masalah kebijakan. 2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan pada tinjauan pustaka di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Input

1. Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok 2. Sumber Daya : Staf,

Kewenangan, Informasi, Sarana Prasarana

Procces 1. Komunikasi :

Transmisi, Kejelasan, Konsistensi 2. Disposisi

3. Birokrasi : SOP, Fragmentasi

Output IMPLEMENTASI


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada SMA Negeri 1 Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SD Negeri 060919 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015.

3.3 Pemilihan Informan

Teknik pengambilan informan berdasarkan teknik purposif, yaitu menentukan informan dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Pertimbangan tertentu tersebut ialah orang yang terlibat dalam unsur-unsur yang ada di sekolah yang merupakan sasaran dari perda KTR itu sendiri. Informan adalah kepala sekolah, guru dan karyawan, siswa, penjaga sekolah/satpam, penjual di kantin.

Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi mengenai fokus penelitian. Informan penelitian terbagi atas :


(56)

1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan. Adapun informan kunci pada penelitian ini adalah :

a. Kepala Sekolah

2. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial. Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah :

a. Guru dan Karyawan b. Siswa

c. Penjaga Sekolah/satpam d. Penjual di Kantin

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan peneliti antara lain alat tulis dan kuesioner berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan natural setting (berhadapan langsung dengan informan) dan peneliti bertanya berdasarkan kuesioner yang sudah disiapkan oleh peneliti. Sumber datanya adalah data primer (informan langsung memberikan data kepada peneliti). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara.

3.6 Definisi Operasional

1. Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok merupakan kebijakan yang telah berlaku kurang lebih satu tahun. Implemetasi dari kebijakan tersebut yang akan dianalisis di SD Negeri


(57)

060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SMA Negeri 1 Medan yang telah menerapkan KTR.

2. Sumber Daya merupakan penting dalam mendukung implementasi kebijakan yang meliputi,

a. Staf yaitu sumber daya manusia sebagai pelaksana kebijakan yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Terdiri dari Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan, Siswa, Penjaga Sekolah/satpam dan Penjual di Kantin.

b. Kewenangan yang dimiliki pelaksana kebijakan merupakan hal yang berkaitan dengan isi kebijakan

c. Informasi merupakan penting bagi pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan berupa segala keterangan dalam bentuk tulisan atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan. d. Sarana Prasarana merupakan hal yang mendukung secara langsung

pelaksanaan kebijakan.

3. Komunikasi merupakan jembatan antara masyarakat dengan pelaksana kebijakan, komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi kebijakan yang efektif karena pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Komunikasi kebijakan melalui 3 proses yaitu

a. Transmisi merupakan penyampaian maksud dan tujuan kebijakan kepada pelaksana kebijakan yaitu kepala sekolah, guru dan karyawan,


(58)

siswa, penjaga sekolah/satpam dan penjual di kantin, maka diperlukan komunikasi yang akurat dan mudah dimengerti.

b. Kejelasan pesan dari komunikasi kebijakan harus diperhatikan dapat diterima dengan baik oleh pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan.

c. Konsistensi merupakan keselarasan antara maksud dan tujuan kebijakan yang sebenarnya dengan perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankaan tugasnya dengan baik.

4. Disposisi merupakan sikap dari pelaksana kebijakan terhadap kebijakan, tentang kemauan para pelaksana kebijakan mengimplementasikan kebijakan tersebut.

5. Birokrasi merupakan bentuk kerjasama banyak orang dalam implementasi kebijakan. Pelaksana kebijakan mendukung kebijakan melalui koordinasi yang baik. Dua karakteristik yang dapat mendukung kinerja birokrasi, yaitu dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi.

a. Standard Operating Procedures (SOP) merupakan standar yang


(59)

kebijakan melakukan dengan fleksibel dan menghindari prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.

b. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab kegiatan pelaksana kebijakan menjadi beberapa unit.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif menggunakan model Miles and Huberman. Secara umum Miles dan Huberrman membuat gambaran seperti pada gambar berikut. Dan beranggapan bahwa analisis terdiri dan tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi (Sugiyono, 2011).


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Geografis

A. Gambaran Geografis SMA Negeri 1 Medan

SMA Negeri 1 Medan atau yang sering disingkat menjadi SMANSA terletak di jantung kota Medan, tepatnya di Jl. Teuku Cik Ditiro No. 1, kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara. Awalnya, SMANSA pertama kali dibangun di Jl. Teuku Umar No. 1 sekitar tanggal 18 Agustus – 1 September 1950. Ada kenyataan yang sedikit mengejutkan ternyata SMANSA pernah menjadi SMA DARURAT akibat dari aksi Polisional oleh Belanda, maka SMANSA dipindahkan ke Jl. Seram Biru. Tapi kini SMANSA telah menjadi SMA favorit di Kota Medan.

SMA Negeri 1 Medan berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Jalan Teuku Cik Ditiro 2. Sebelah Selatan : Sun Plaza

3. Sebelah Barat : Pajak Muara Kapus

4. Sebelah Timur : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara B. Gambaran Geografis SMP Negeri 7 Medan

SMP Negeri 7 Medan atau disebut juga Spentu Medan terletak di Jl. H. Adam Malik, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara.


(61)

Salah satu sekolah menengah pertama negeri favorit yang ada di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang berdiri di atas tanah 5.556m2. SMP Negeri 7 Medan berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Pertamina

2. Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk 3. Sebelah Barat : Jl. Patimpus

4. Sebelah Timur : Rumah Makan Garuda C. Gambaran Geografis SD Negeri 060919 Medan

SD Negeri 060919 Medan terletak di Jl. Setia Budi No. 6, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. SD Negeri 060919 Medan berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Jl. Setia Budi Titi Bobrok 2. Sebelah Selatan : Dinas Pertamanan Kota Medan 3. Sebelah Barat : Sungai Babura

4. Sebelah Timur : SD Negeri 064979 Medan 4.1.2 Visi dan Misi

A. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Medan

Visi SMA Negeri 1 Medan yaitu “Beriman, bertaqwa dan unggul dalam prestasi akademik dan non akademik serta berwawasan lingkungan hidup.”

Misi SMA Negeri 1 Medan yaitu “Melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan untuk menghantarkan siswa agar berprestasi dalam IPTEK, olahraga dan seni berlandaskan imtaq yang siap bersaing di era globalisasi serta peduli terhadap lingkungan hidup.”


(62)

B. Visi dan Misi SMP Negeri 7 Medan

Visi SMP Negeri 7 Medan yaitu “Membentuk generasi muda berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, memiliki kompetensi yang berwawasan teknologi, kebangsaan dan lingkungan.”

Misi SMP Negeri 7 Medan yaitu :

 Menumbuhkembangkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut, disiplin, kebangsaan dan toleransi.

 Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.

 Menumbuhkan semangat kompetisi secara intensif kepada seluruh warga sekolah.

 Memotivasi siswa untuk mengembangkan kreativitas.  Mewujudkan warga sekolah peduli akan lingkungan. C. Visi dan Misi SD Negeri 060919 Medan

Visi SD Negeri 060919 Medan yaitu “Mewujudkan sekolah yang terpercaya di masyarakat yang bertujuan untuk mencerdaskan insan beriman dan bertanggung jawab dalam mensukseskan wajib belajar.”

Misi SD Negeri 060919 Medan :

 Menyiapkan generasi penerus bangsa dan negara yang memiliki potensi di bidang imtaq dan IPTEK.

 Membentuk sumber daya manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas dan terampil.


(63)

4.2 Karakteristik Informan

Pemilihan informan berdasarkan teknik purposif, yaitu menentukan informan dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Penelitian ini dapat terwujud oleh karena kesediaan informan dalam memberi keterangan melalui wawancara.

4.2.1 Karakteristik Informan Di SMA Negeri 1 Medan

Adapun informan pada SMA Negeri 1 Medan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang yaitu Wakil Kepala Sekolah, Guru Fisika, dua orang Siswa, Penjaga Sekolah dan Penjual di Kantin. Adapun karakteristik informan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Di SMA Negeri 1 Medan

No Nama Informan Jenis

Kelamin Umur Pendidikan Jabatan

1. Sabar, S.Pd., Msi. Laki-laki 52 thn S2 Sains Wakil Kepala

Sekolah

2. Remedi Sagala,

S.Pd.

Perempuan 57 thn S1 Pendidikan Guru Fisika

3. Jihan Perempuan 15 thn SMA Siswa

4. Donu Tirtaharyadi Laki-laki 16 thn SMA Siswa

5. Rudy Laki-laki 45 thn - Penjaga Sekolah

6. Oza Laki-laki 29 thn - Penjual di

Kantin 4.2.2 Karakteristik Informan Di SMP Negeri 7 Medan

Adapun informan pada SMP Negeri 7 Medan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang yaitu Kepala Sekolah, Guru BK, dua orang Siswa, Penjaga Sekolah dan Penjual di Kantin. Adapun karakteristik informan tersebut adalah sebagai berikut:


(64)

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Di SMP Negeri 7 Medan

No Nama

Informan

Jenis

Kelamin Umur Pendidikan Jabatan

1. Mahmud, S.Pd. Laki-laki 53 thn S1 Pendidikan Kepala Sekolah

2. Marintan

Manurung, S.Pd.

Perempuan 50 thn S1 Pendidikan Guru BK

3. Ahmad Permana Laki-laki 14 thn SMP Siswa

4. M. Dennis Laki-laki 14 thn SMP Siswa

5. Dedi Irawan Laki-laki 36 thn - Penjaga Sekolah

6. Burhanudin Laki-laki 53 thn - Penjual di Kantin

4.2.3 Karakteristik Informan Di SD Negeri 060919 Medan

Adapun informan pada SD Negeri 060919 Medan dalam penelitian ini sebanyak 5 orang yaitu Kepala Sekolah, Guru Kelas, dua orang Siswa, Penjaga Sekolah/Kantin. Adapun karakteristik informan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Karakteristik Informan Di SD Negeri 060919 Medan

No Nama

Informan

Jenis

Kelamin Umur Pendidikan Jabatan

1. Orni, S.Pd Perempuan 54 thn S1 Pendidikan Kepala Sekolah

2. Dame Siregar,

S.Pd

Perempuan 46 thn S1 Pendidikan Guru Kelas

3. Feira Lovia Perempuan 11 thn SD Siswa

4. Kezia Perempuan 11 thn SD Siswa

5. Nurman Laki-laki 50 thn - Penjaga


(65)

4.3 Verbatim Wawancara Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan

4.3.1 Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan

Tabel 4.4 Matriks Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah Di SMA Negeri 1 Medan

Informan Pernyataan

Informan 1 SMA Negeri 1 Medan belum mendapatkan sosialisasi dari Pemerintah Daerah tentang Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok hanya mendapatkan surat edaran, tetapi Dinas Kesehatan sering mensosialisasikan tentang bahaya-bahaya rokok. Sosialisasi kepada pelaksana kebijakan dilakukan oleh kepala sekolah di rapat kerja guru dan staf sebelum menerapkan kawasan tanpa rokok di sekolah ini.

Informan 2 Saya mengetahui ada peraturan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok di Kota Medan, namun di SMA Negeri 1 Medan sudah lama diterapkan kawasan bebas rokok sekitar 10 tahun. Saya pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok dari kepala sekolah dan semua terlibat di rapat guru. Kawasan tanpa rokok adalah kawasan bebas asap rokok. Tujuannya untuk mendapatkan udara yang bersih sehingga paru-paru sehat dan untuk mencegah perokok pasif. Manfaatnya untuk mewujudkan go green. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok itu sekolah, angkutan umum, terminal, rumah makan.

Informan 3 Saya mengetahui peraturan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok di Kota Medan. Saya belum pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok dari sekolah ini. Kawasan tanpa rokok adalah kawasan tidak boleh merokok. Tujuannya tidak ada barang atau asap rokok di sekolah ini. Manfaatnya menghindari bahaya rokok. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok itu adalah sekolah rumah sakit, SPBU, angkutan umum.

Informan 4 Saya mengetahui peraturan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok di Kota Medan dari pamflet depan sekolah. Saya tidak pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok dari


(1)

Universitas Sumatera Utara

1.

Apakah telah dibentuk pengawas penerapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

2.

Siapa sajakah yang menjadi pengawas Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

tersebut?

3.

Apakah telah dilakukan pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?


(2)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Surat Izin Penelitian


(3)

(4)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(5)

(6)

Universitas Sumatera Utara