Bank dan Lembaga Keuangan Arsitektur P

Basel Core Principles
Pertumbuhan jumlah bank swasta nasional yang sangat cepat mulai 1980an ternyata membawa perekonomian Indonesia ke suatu tahapan baru dalam
perkembangannya. Perkembangan pesat tersebut tampaknya tidak diikuti
perkembangan penerapan prinsip kehati-hatian (prudence) yang seimbang.
Kenyataan tersebut menyebabkan pada akhir 1990-an terjadi masalah besar dalam
dunia perbankan di Indonesia. Otoritas moneter dengan sangat terpaksa harus
melikuidasi banyak bank yang dipandang tidak dapat diselamatkan lagi.
Menyadari pengalaman yang sangat buruk tersebut, banyak pihak mulai
bertanya-tanya. Apakah strategi pengembangan dunia perbankan di Indonesia
selama ini sudah benar? Apakah peraturan perundangan yang ada selama ini sudah
mampu mengatur dan mengarahkan sektor perbankan ke arah perbankan yang
efisien dengan risiko yang masuk akal? Kelemahan dalam sistem perbankan suatu
negara, baik negara berkembang maupun negara maju, dapat mengancam
stabilitas keuangan negara tersebut dan juga internasional.
The Basel Committee on Banking Supervision adalah sebuah komite
otoritas pengawas perbankan yang didirikan oleh gubernur bank sentral dari
negara-negara G-10 pada 1975 seperti Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia,
Jepang, Luksemburg, Belanda, Swedia, Swiss, Inggris, Amerika Serikat. The
Basel Committee on Banking Supervision telah bekerja dalam masalah ini selama
bertahun-tahun, baik secara langsung maupun melalui kerja samanya dengan
pengawas perbankan di seluruh dunia. Lembaga ini telah berusaha mencari cara

terbaik untuk meningkatkan pengawasan terhadap prinsip kehati-hatian di seluruh
dunia. Komite ini telah menyusun dua jenis dokumen, yaitu :
1. Paket lengkap Core Principles for Effective Banking Supervision (The
Basel Core Principles).
2. Compendium (akan diperbarui secara periodik) terhadap semua
rekomendasi, pedoman dan standar yang telah dikeluarkan oleh Basel

Committee yang sebagian besar saling berkaitan dengan core
principles.
The Basel Core Principles akan berfungsi sebagai acuan bagi kerja komite
ini pada masa mendatang, dengan melakukan kerja sama secara lebih luas lagi.
Komite ini selalu siap mendorong usaha setiap negara untuk menerapkan prinsipprinsip tersebut dalam kaitannya dengan lembaga pengawas dan pihak lain yang
terkait.
Di sisi lain, Bank for Internasional Settlement (BIS) telah lama mencari
tahu praktik-praktik perbankan yang dianggap dapat menciptakan dunia
perbankan yang efisien dan efektif dalam perannya sebagai financial
intermediary. Menyadari adanya prinsip-prinsip yang telah dirumuskan dalam
BIS dan perlunya merancang ulang sektor perbankan di Indonesia dalam jangka
panjang, maka kedua puluh lima prinsip inti dalam pengawasan perbankan
tersebut adalah :

Prasyarat Pengawasan Perbankan yang Efektif
1. Sistem pengawasan perbankan yang efektif memiliki tanggung jawab
dan tujuan yang jelas pada setiap badan yang terlibat di dalam
pengawasan.
Perizinan dan Struktur
2. Kegiatan dari lembaga yang diberikan izin dan diawasi harus
dirumuskan dengan jelas, penggunaan nama “bank” harus dikendalikan
sejauh mungkin.
3. Lembaga pemberi izin harus berwenang menentukan persyaratan dan
juga menolak pendirian yang tidak sesuai dengan standar yang telah
diterapkan.

4. Pengawas perbankan harus memiliki wewenang untuk menilai dan
menolak usulan pemindahan kepemilikan atau pengendalian dalam
jumlah besar ke pihak lain.
5. Pengawas bank harus memiliki wewenang untuk menentukan
persyaratan penilaian akusisi atau investasi.

Peraturan Persyaratan Kehati-hatian
6. Pengawas perbankan harus menetapkan peraturan modal minimum

yang tepat dan sesuai prinsip kehati-hatian bagi semua bank.
7. Bagian penting dari suatu sistem pengawasan adalah penilaian
kebijakan, praktik dan prosedur bank.
8. Pengawas perbankan harus memastikan bank menjalankan kebijakan,
praktik dan prosedurnya.
9. Pengawas bank harus memastikan bahwa bank memiliki sistem
informasi

manajemen

yang

memungkinkan

manajemen

mengidentifikasikan tingkat konsentrasi portofolionya.
10. Dalam memberikan pinjaman harus dimonitor secara efektif dan perlu
dilakukan tindakan lain untuk mengendalikan risiko.
11. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki

kebijakan dan prosedur yang tepat dalam mengendalikan risiko negara
(country risk).
12. Pengawas juga harus dapat mengendalikan risiko pasar.
13. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki proses
manajemen risiko komprehensif.

14. Pengawas

perbankan

harus

mewajibkan

bank

agar

memiliki


pengendalian internal.
15. Pengawas perbankan harus mewajibkan bank agar memiliki kebijakan,
praktik dan prosedur yang tepat.
Metode Pengawasan Perbankan Berkelanjutan
16. Sistem pengawasan

perbankan

yang

efektif

harus

mencakup

pengawasan langsung dan tidak langsung.
17. Pengawas perbankan harus memiliki interaksi rutin dengan manajemen
bank dan pemahaman.
18. Pengawas perbankan harus memiliki alat untuk mengumpulkan,

menilai dan menganalisis laporan.
19. Pengawas perbankan harus memiliki alat validasi independen terhadap
informasi pengawasan.
20. Unsur penting dari pengawasan perbankan adalah kemampuan
pengawas untuk mengawasi grup perbankan secara terkonsolidasi.
Peraturan Informasi
21. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa setiap bahwa memiliki
pencatatan yang baik sesuia dengan kebijakan akutansi.
22. Pengawas perbankan harus memiliki kebijakan pengawasan yang tepat
untuk menjalankan tindakan perbaikan terjadwal.
Perbankan Antarnegara
23. Pengawas perbankan harus melaksanakan pengawasan terkosolidasi
secara internasional.

24. Unsur kunci dari pengawasan terkonsolidasi adalah pertukaran
informasi dengan berbagai pengawas perbankan yang lain.
25. Pengawas perbankan harus menetapkan agar bank asing juga
menerapkan standar yang sama dengan standar bagi bank domestik.
Cara mengatasi kegagalan sistem perbankan dan juga biaya yang
ditimbulkannya, harus ditanggung secara politis oleh publik. Masalah tersebut

tidak bisa menjadi tanggung jawab pengawas perbankan saja, namun demikian
memang pengawas perbankan perlu memiliki sistem untuk mengatasi permasalah
perbankan.
Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia
Dengan tujuan utama untuk memperkuat fundamental industry perbankan
di Indonesia, Bank Indonesia mulai 2004berusaha menerapkan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia ini merupakan suatu
kerangka dasar pengembangan system perbankan Indonesia yang bersifat
menyeluruh untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arsitektur
Perbankan Indonesia di harapkan akan dapat memeberikan arah, bentuk, dan
tatanan industri perbankan untuk rentang waktu yang disebutkan diatas. Kebijakan
pengembangan industry perbankan pada mas adepan, seperti yang di ungkapkan
dalam API, dilandasi oleh visi :


Menciptakan system perbankan yang sehat, kuat , dan efisien,



Menciptakan kestabilan system keuangan,




Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Adanya krisis ekonomi di Indonesia mulai pertengahan 1997 telah
menimbulkan kesadaran bahwa API adalah kebutuhan yang mendesak bagi
perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan.
Krisis ekonomi 1997 sebagai puncak dari serangkaian liberalisasi sektor
perbankan sejak 1980-an telah menunjukkan bahwa industri perbankan nasional

belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh yang di dukung dengan
infrastruktur perbankan yang baik.
Program-Program API mencakup banyak hal. Program yang lain
berkaitan dengan usaha peningkatan kinerja perbankan melalui penerapan standar
Good Governance yang di dukung :


Kemampuan operasional yang tinggi




Kemampuan tinggidalam pengelolaan risiko,



Ketersediaan infrastruktur pendukung perbankan yang memadai,



Keberadaan lembaga pemeringkat kredit domestik,



Adanya skimpenjaminan kredit yang mencakupi, serta



Peningkatan kepercayaan nasabah.


Dalam usaha mencapai visi API seperti telah di uraikan sebelumnya, Bank
Indonesia telah menetapkan beberapa sasaran yang ingin di capai. Sasaran ini
nantinya dirumuskan sebagai enam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia. Sasaran
tersebut adalah :
 Struktur perbankan domestik yang sehat, mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat, dan mendorong pembangunan ekonomi nasional.
 System pengaturan dan pengawasan bank yang efektif sesuai standar
internasional.
 Industry perbankan yang kuat dan berdaya saing tinggi serta memiliki
ketahanan menghadapi resiko.
 Good Coperate Governance dalam kondisi internal perbankan nasional.
 Infrastruktur lengkap untuk terciptanya industry perbankan yang sehat.
Enam Pilar API

Visi Arsitektur Perbankan Indonesia adalah menciptakan system
perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan system
keuangan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk merealisasikan pencapaian visi API tersebut maka di tetapkan 6 (enam)
pilar API tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan struktur perbankan domestic yang sehat yang mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif
dan mengacu pada standart internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing
yang tinggi
4. Menciptakan Good Corporate Governance
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya
indutri perbankan yang sehat
6. Mewujudkan

pemberdayaan

dan

perlindungan

konsumen

jasa

perbankan.
Tantangan Terbesar Perbankan ke Depan
1. Pertumbuhan ekonomi tinggi memerlukan pertumbuhan kredit cukup
besar.
2. Struktur perbankan Indonesia belum optimal terkonsentrasi pada 11
bank besar yang menguasai 75% aset perbankan.
3. Kualitas pelayanan menyangkut manfaat pelayanan jasa keuangan dan
antisipasi efek samping
4. Lembaga otoritas jasa keuangan suatu saat diharapkan lebih
mengefektifkan pengawasan lembaga keuangan

5. Corporate Governance dan Core Banking Skills ukuran untuk
menyatakan masih lemahnya kapasitas perbankan
6. Profitabilitas

dan

efisiensi

memungkinkan

bank

berkembang

mengahadapi siklus bisnis.
7. Tantangan Indonesia adalah menciptakan standart jelas dalam
mekanisme pengaduan nasabah dan transparansi.
8. Perkembangan teknologi informasi menaikkan tingkat dan variasi
risiko.
Program Kegiatan API
Pelaksanaan keenam pilar API di jabarkan lebih terperinci oleh Bank
Indonesia dalam program kegiatan pada rentang waktu sepuluh tahun ( dari 2004
hingga 2013 ). Program – program tersebut adalah :
1. program penguatan struktur perbankan nasional,
2. program peningkatan kualitas pengaturan perbankan,
3. program peningkatan fungsi pengawasan,
4. program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan,
5. program pengembangan infrastrukur perbankan,
6. program peningkatan perlindungan nasabah.
Dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun mendatang, implementasi programprogram tersebut diharapkandapat menciptakan konsolidasi sektor perbankan
secara keseluruhan yang mengarah kepada struktur perbankan yang lebih optimal.
Visi Arsitektur Perbankan Indonesia dipadukan dengan pertimbangan
adanya tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan pada periode mendatang
membawa konsekuensi adanya enam pilar API.

Penguatan Struktur Perbankan Nasional
Penguatan permodalan bank umum (konvensional & syariah) dijalankan
dalam rangka meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola resiko,
mengembangkan teknologi informasi maupun menigkatkan skala usahanya guna
mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Adapun cara
pencapaiannya dapat dilakukan melalui:
a. Penambahan modal baru baik dari pemegang saham lama maupun
investor baru.
b. Merger untuk mencapai prsyaratan modal minimum baru.
c. Penerbitan saham baru atau secondary offering dipasar modal.
d. Penertiban pinjaman subordinasi (subordinated loan).
Secara yurisdis formal, bank atas dasar kegiatan usahanya tetap terdiri atas
dua jenis,yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum dan bank
perkreditan rakyat bias memilih untuk beroperasi atas dasar prinsip konvensional
atau yang berdasarkan pada prinsip syariah.
Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan
Peningkatan efektivitas pengaturan serta pemenuhan standar pengaturan
yang mengacu pada international best practices adalah hal yang sangat penting.
Hal tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusuan kebijakan
perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for effective Banking
Supervision secara bertahap dan menyeluruh.
Peningkatan Fungsi Pengawasan
Peningkatan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan dicapai
dengan penigkatan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan kordinasi antar
lembaga pengawasan, pengembangan pegawasan berbasis resiko (risk based
supervision

development),

peningkatan

efektivitas

penegakan

hokum

(enforcement), dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia.
Pengembangan Infrastrukur Perbankan

Pengembangan sarana pendukung oprasional perbankan yang efektif
seperti biro kredit (credit bureau), lembaga pemeringkat kredit domestic, dan
pengembangan skema penjaminan kredit merupakan program penting dalam
pengembangan infrastruktur perbankan.
Peningkatan Perlindungan Nasabah
Pemberdayaan nasabah dilakukan melalui penetapan standar penyusunan
mekanisme penganduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen,
peningkatan transparansi informasi dan pendidikan mengenai produk perbankan
bagi nasabah.
Tahap-Tahap Implementasi API
Arsitektur Perbankan Indonesia dirancang untuk diterapkan dalam kurun
waktu sekitar sepuluh tahun.
Basel II
Basel II bertujuan meningkatkn keamanan dan kesehatan system
keuangan, dengan menitik beratkan pada perhitungan permodalan yang berbasis
resiko, supervisoryreview process, dan market discipline.
Apabila dilihat, Basel II memiliki berbagai kompleksitas dan prakondisi
yang cukup berat bagi perbankan. Akan tetapi hal ini wajar jika melihat manfaat
yang akan didapat oleh perbankan nanti, yaitu berupa penghematan modal dalam
menutup risiko yang diambilnya.
Sejarah Basel II
Pada 1988, Basel Committee on Banking Supervision menyetujui
“international convergence of Capital Measurement and Capital Standards” yang
lebih dikenal sebagai Basel Capital Accord yang diterapkan sepenuhnya pada
1992.

Perkembangan dunia perbankan di seluruh dunia menunjukkan kenyataan
bahwa setiap bank memiliki cara terbaik yang berbeda-beda dalam menghitung,
mengelola serta memitigasi risiko. Hal ini menyebabkan Basel Committee
berinisiatif untuk melakukan revisi terhadap Basel Capital Accord 1988.
Revisi terhadap Basel Capital Accord yang umumnya disebut Basel II ini
merupakan suatu kesepakatan menyeluruh yang menetapkan suatu spectrum
pendekatan yang lebih sensitive terhadap resiko dalam persyaratan perhitungan
modal minimum bank, yang menyediakan proses peninjauan ulang dalam rangka
pengawasan bagi bank dalam menjaga tingkat permodalan yang sepadan dengan
profil risiko mereka dan mendorong disiplin pasar dengan mempersyaratankan
pengungkapan informasi yang terkait.
Kerangka kerja (framework) kecukupan permodalan pada Basel II
dianggap lebih fleksibel dengan memberikan sejumlah pendekatan yang sensitif
terhadap risiko dan insentif bagi penerapan manajemen risiko yang lebih baik.
Kerangka kerja tersebut disusun dalam tiga pilar.
Implementasi Basel II di Indonesia
Pada 25 januari 2006, Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat oleh
Burhanudin Abdulah mencanangkan Basel II pada pebankan Indonesia sebagai
landasan operasional kegiatan industry perbankan nasional. Penerapan kerangka
Basel II dilakukan sebagai suatu program jangka menegah berdimensi waktu
antara 3-5 tahun yang diharapkan akan dapat diterapkan secara bertahap oleh
seluruh bank umum padda 2008.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang perlu dilakukan dan isu yang
harus dipersiapkan berkaitan dengan road map implementasi Basel II di
Indonesia:

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.

Langkah-langkah yang harus dilakukan pada pilar I :
National Discretion
Dampak Kuantitatif Basel II
Penilaian Praktik dan Kesiapan Bank
Menyiapkan Perbankan untuk Implementasi
Menyusun Pedoman Pegawasan/Pemeriksaan
Proses Approval
Pertukaran Informasi di antara otoritas pengawasan
Supervisory Issues, beberapa isu pokok yang perlu dipersiapkan

pada Pilar II :
a. Kerangka proses penilaian kecukupan modal yang baik (internal
capital adequacy assessment process-ICAAP).
b. Penerapan supervisory minimum standards pada saat melakukan
c.
d.
3.
a.
b.
c.
d.

penilaian kualitas ICAAP bank.
Standar pengukuran ‘other material risks’.
Objektivitas dan transparansi dari proses Pilar II.
Langkah- langka yang harus dilakukan pada Pilar III:
Menilai gap antara current vs Basel II disclosure requirements.
Meningkatkan infrastruktur yang mendukung transparansi.
Meninjau kembali overlap antara accounting vs Basel II requirements.
Mengidentifikasi berbagai prakondisi yang diperlukan sehingga
peningkatan cakupan dan kualitas disclosures dapat mendorong market

disciplinesi.
e. Memformulasi cara untuk menilai efektivitas Pilar III.
Implementasi basel II di Negara Lain
Perbedaan
pada
kesiapan
masing-masing

Negara

dalam

mengimplementasikan Basel II serta kondisi, struktur, dan kompleksitas kegiatan
usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank menjadi faktor-faktor yang turut
menjadi penyebab implementasi Basel II ini tidak ditetapkan untuk Negara Non
G-10.

Stabilitas Sistem Keuangan
Stabilitas sistem keuangan

(SSK) pada dasarnya adalah upaya yang

dilakukan saat suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil. Suatu sistem
keuangan dikatakan tidak stabil adalah pada saat sistem tersebut telah
membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Ketidakstabilan sistem

keuangan dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dan umumnya merupakan
kombinasi kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku.
Sistem keuangan berperan sangat penting dalam perekonomian suatu
negara. Sistem keuangan merupakan bagian perekonomian yang berfungsi
mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami kelebihan dana (surplus) kepada
pihak yang mengalami kekurangan dana (deficit). Sistem keuangan tidak stabil
dan tidak berfungsi secara efisien menyebabkan pengalokasian dana tidak berjalan
dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya ketidakstabilan sistem
keuangan sangat penting dilakukan karena ketidakstabilan sistem keuangan dapat
mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti
hal-hal berikut.
1. Kebijakan moneter menjadi tidak efektif karena transmisi kebijakan
moneter tidak berfungsi secara normal.
2. Pertumbuhan ekonomi dapat terhambat karena fungsi intermediasi tidak
dapat berjalan dengan baik dalam mengalokasi dana.
3. Kesulitan likuiditas karena kepanikan masyarakat.
4. Biaya penyelamatan yang sangat mahal jika terjadi krisis yang bersifat
sistematis.
Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan
Bank Indonesia merupakan otoritas moneter, perbankan dan sistem
pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia bertugas untuk menjaga stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan Indonesia. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia
memiliki 5 peran utama dalam menjaga stabilitassistem keuangan. Kelima peran
tersebut mencakup kebijakan dan instrumendalam menjaga stabilitas sistem
keuangan, yaitu:
1. Menjaga stabilitas moneter, antara lain melalui instrumen suku bunga
dalam operasi pasar terbuka.
2. Menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan.

3. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem perbankan. Apabila terjadi gagal
bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam siste-sistem
pembayaran, maka akan timbul resiko potensial yang cukup serius dan
mengganggu kelancaran sistem pembayaran.
4. Melakukan pemantauan terhadap kerentanan sektor keuangan dan
mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada
stabilitas sistem keuangan.
5. Menjadi jaring pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral
sebagai lender of the last resort (LoLR)
Kerangka Stabilitas Sistem Keuangan
Sebagai sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara
menyeluruh dengan melibatkan berbagai lembaga. Kerja sama yang baik antara
pemerintah dan otoritas jasa keuangan sangat penting dalam menjaga stabilitas
keuangan suatu negara. Untuk menjamin kerjasama yang terbangun adalah
kerjasama yang saling mendukung, maka diperlukan suatu kerangka kerjasama
untuk lembaga-lembaga tersebut sehingga duplikasi serta gesekan kepentingan
dapat dihindari.
Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja
yang melandasi pengaturan mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme
pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral serta kebijakan
penyelesaian krisis. Sasaran utama JPSK adalah menjaga stabilitas sistem
keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memberi
kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.
Pemain utama JPSK adalah kementrian keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan dibentuk Pemerintah berdasarkan pada UU
No. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan dengan tugas menjamin

simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank yang
tidak berhasil disehatkan atau bank gagal. Penjaminan simpanan nasabah bank
yang dilakukan oleh LPS bersifat terbatas, bukan merupakan penjamin
menyeluruh (blanket guarantee).
Dalam tugasnya, LPS bekerjasama dengan industri perbankan tanah air,
setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik bank umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan menjadi peserta penjaminan.
LPS dapat melakukan penyelesaian dengan penanganan bank gagal dengan
kewenangan sebagai berikut:
1. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang
saham, termasuk hak dan wewenang RUPS.
2. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang
diselamatkan.
3. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap
kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga
yang merugikan bank.
4. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur
dan/kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
Pembentukan LPS diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan
nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2