ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINS

ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINSI
SUMATERA UTARA
Monang Putra Dinata Sinaga
Sirojuzilam
ABSTRACT
This research aims to assess the economic potential of the
North Sumatra Province, the competitiveness of economic
sectors, and determine theleading sectors in the North
Sumatra Province in order to prioritize areas to compete in the
national economy. This research uses secondary data time
series GDP at constant prices Sumatra and Indonesia range ot
time in 1996-2011 and analyzed using the method of Location
Quotient (LQ), Growth Ratio analysis model (MRP),
overlayanalysis, and shift share analysis.
The Results of the overlay analysis (modification of analysis
LQ and MRP), showing economic potential to be the leading
sectors Sumatra there are two sectors, namely trade, hotel and
restaurant sector, and transport and communication sector.
However based on Shift share analysis, service sector that has
the advantage/competitiveness in the economy of the North
Sumatra Province.

Based on the results of four analysts tools used, concluded that
the sector basis in North Sumatra province, namely trade,
hotels and restaurants, transport and communications sector,
and services sector.
Keywords: Economic Potential, Leading Sector, Regional
Development.
PENDAHULUAN
Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah.Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi
ekonomi, budaya,dan geografis yang berbeda anatara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.Pada
dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan
wilayah yang bersangkutan.
Secara umum, pengembangan wilayah mengandung makna yang luas, tetapi pada prinsipnya
merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di
suatu wilayah tertentu.Menurut Prod’homme (1985), pengembangan wilayah merupakan
program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan
sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah (Alkadri et al, 1999).
Pengembangan wilayah juga salah satu cara untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi.Secara umum pembangunan ekonomi dapat diartikan suatu proses meningkatnya GNP

perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat dalm kurun waktu yang
panjang.Pembangunan bersifat mulitidimensi, dan salah satu untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi daerah yaitu dengan pengembangan wilayah.
1

Di Indonesia masalah pengembangan wilayah menjadi semakin menarik setelah
diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian
direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pemberlakuan Undang-Undang tersebut mendorong tiap-tiap daerah semakin memacu
pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyrakat sebagai bagian dari tujuan
penyelenggaran otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan publik serta memajukan
perekonomian daerah.
Demikian halnya, dengan Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu Provinsi di Indonesia
dari salah satu kepulauan besar, yaitu Sumatera. Sumatera Utara memiliki luas total sebesar
71.680,68 km2 atau 3,73% dari luas wilayah Republik Indonesia dan Provinsi terluas ke-3 di
Pulau Sumatera, setelah Provinsi Sumatera Selatan (91.592,43 km2) dan Riau (87.023,66 km2),
dan memiliki perairan laut 110.000 km2, dengan total jumlah 213 pulau yang telah memiliki
nama, dengan 6 pulau di wilayah pantai timur termasuk Pulau Berhala sebagai Pulau terluar yang
berbatasan dengan selat malaka 207 pulau di wilayah pantai barat dengan Pulau Wunga dan Pula
Simuk sebagai Pulau terluar wilayah Pantai Barat. Secara regional pada posisi geografisnya

Provinsi Sumatera Utara berada pada Jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang
dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.Secara umum yang menjadi komoditas utama
Provinsi Sumatera Utara adalah perkebunan kelapa sawit.Perkebunan kelapa sawit di Sumatera
Utara cukup berkembang dengan baik, hal ini terbukti dengan bertambahnya areal perkebunan.
Luas areal perkebunan Provinsi Sumatera Utara 1.081.870 Ha dengan total produksi 15.726.08
ton kelapa sawit, luas areal tanaman karet 583.549 Ha dengan total produksi 510.270 ton karet.
Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia
dengan luas areal tanaman kakao 75.910 Ha dengan total produksi 65.258.
Dengan melihat potensi yang ada, seharusnya pertumbuhan ekonomi meningkat, dengan
sumber daya alamnya yang besar, seharusnya dapat memicu dalam pertumbuhan bahkan
memiliki potensi untuk diekspor hingga ke luar negeri namun pada kenyataannya pertumbuhan
ekonomi Provinsi Sumatera Utara stagnan yang menunjukkan adanya permasalahan dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dalam perwujudan pembangunan ekonomi.
Untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari perkembangan PDRB, maka
sangat diperlukan pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan, selain berdampak
pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam
struktur perekonomian wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan
indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional.Sektor-sektor tersebut bukan hanya
merupakan penyumbang dalam pembentukan produk nasional maupun domestik, tetapi juga
memberikan lapangan kerja utama bagi penduduk. Sektor-sektor perekonomian yang mampu

menyerap tenaga kerja dan dapat dijadikan indikasi pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik
adalah: 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, 3) Sektor Industri
Pengolahan, 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, 5) Sektor Bangunan (Konstruksi), 6) Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, 8) Sektor
Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real estate,dan 9) Sektor Jasa-jasa lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi dan analisis sektor ekonomi yang menjadi
unggulan dalam perencanaan dalam perwujudan pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara
dengan melakukan perbandingan terhadap kondisi perekonomian nasional sangat penting dikaji
secara lebih terperinci, sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi unggulan di Provinsi Sumatera Utara
dapat lebih dikembangkan dengan mengetahui potensi ekonomi yang layak dikembangkan.
Dengan demikian penulis melakukan penelitan yang berjudul “Analisis Potensi Ekonomi
Wilayah Sumatera Utara”
2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi,
mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup Tujuan
pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.Di sisi sosial ekonomis,
pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyrakat. Di

sisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujan untuk menjaga keseimbangan
lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan(Alkadri et al, 1999).
Alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu, biasanya
terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi tingginya biaya atau ongkos produksi,
penurunan taraf hidup masyarakat ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang
sangat mendesak (Pinchemel, 1985).
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan,
memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah Indonesia lahir dari suatu proses
iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman
praktis sebagai bentuk penerapanya yang bersifat dinamis.Menurut Sandy (1992) Pengembangan
wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suati wilayah yang disesuaikan dengan
kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan
mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha
memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyrakat, atau ada memajukan dan memperbaiki serta
meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992)
Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu wilayah yang objektif dan wilayah
subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh perencana dibagi
menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilaya subjektif adalah perwilayahan yang
dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Dengan demikian pengembangan wilayah

dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang
mencakup institusi, ekonomi, sosoal, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas
hidup masyarakat.
2. Sektor Unggulan
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi,
mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu
wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan
kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.(Susantono, 2009).
Menurut Sambodo dalam Harisman 2007; Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya
dipengaruhi oleh faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih
lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor
unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju
pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang
relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan
nilai tambah yang tinggi. Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada
3

sumberadaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk

masyarakat daerah.Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyrakat
untuk dapat mengindentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai
kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.
Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada
semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang
potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor
ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain
yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi
suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan
memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan
backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong
polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor
perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.
Menurut Amabardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan pada komoditas
unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembanguan suatu daerah, diantaranya: (1)
Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian.
Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontrsibusi yang sangat signifikan pada
peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran, (2) Komoditas unggulan mempunyai
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun
komoditas lainnya, (3) Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wiayah

lain di pasar nasional dan pasar Internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas
pelayanan, maupun aspek lainnya, (4) Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan
daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku, (5) Komoditas
unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui invasi teknologi,
Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkulitas, secara optimal, sesuai dengan
skala produksinya, (6) Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu mulai dari
fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu
memasuki tahap penuruanan komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya, (7)
Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak ekstenal dan internal, (8) Pengembangan
komoditas unggulan harus mendaptkan berbagai dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial
budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif, dan lain-lain,
(9)Pengembangan komoditas unggulan beroritenasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Jadi pengembangan suatu sektor unggulan dapat menciptakan peluang bagi berkembanganya
sektor lain yang terkatait baik sebagai input bagi sektor unggulan maupun sebagai imbas dari
meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor unggulan yang mengalami peningkatan pendapatan.
Hal ini yang memungkinkan pengembangan sektor unggulan dilakukan sebagai langkah dalam
pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah.
3. Penelitian Terdahulu
Ahmad Mahruf (2003), dengan judul Penentuan Sektor Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan alat analisis shift share, LQ, Model Rasio Pertumbuhan, Rasio Pertumbuhan

Wilayah, dan Overlay. Dari penelitian ini didapati bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
basis ekonomi pada empat sektor yaitu (1) Sektor Jasa, (2) Sektor Keuangan, persewaan
bangunan, dan jasa (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi dan (4) Sektor bangunan.
Binar Rudatin, tahun 2003, dengan judul Analisis Sektor Basis dalam Rangka Pengembangan
Pembangunan Wilayah Studi Kasus Kabupaten-Kabupaten Jawa Tengah, dengan pendekatan
4

analisis shift share, LQ, Tipologi daerah. Dari penelitian ini didadpati bahwa sektor pertanian
sebagai sektor basis 22 Kabupten yang ada, dari 29 Kabupten yang ada hanya dua Kabupaten
masuk dalam tipologi maju.
Maria Yuvita Gobay, (2003) dengan judul Identifikasi Pengembangan Wilayah di Provinsi
Papua dengan pendekatan analisis Growth Ratio Model Analysis, LQ, Overlay, dan Entropi Theil
Index. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1993-2000 kabupten/kota di
provinsi Papua memiliki corak perekonomian yang bervariasipengelompokan kegiatan
sektoralnya. Daerah yang dikatakan maju dan cepat tumbuh: Kabupaten Sorong Daerah Maju
tertekan: Kabupaten Jayapura, Kab. Fak Fak, Kab.Manokwari, Kab. Yapen Waropen, Kab. Biak
Numfor, dan Kota Jayapura. Selama periode 1993-2000 ketimpangan yang semakin menyempit.
Pada masing-masing kabupaten/ Kota di Provinsi Papua memiliki potensi wilayah yang memiliki
keuanggulan komparatif.
Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, tahun 2006 dengan judul Analsisis Pengembangan Wilayah

dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga, dengan menggunakan alat
analisis LQ, Shift share, Tipologi sektoral, dan Analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sektor basis yang dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, bangunan, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa. Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga
berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan.Sektor yang berpotensi untuk
dikembangkan adalah sektor bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa.
Fachurazy (2009) dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian
Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, dengan pendekatan analisis
klassen tipologi, LQ, Shft Share.Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa sektor unggulan
dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh pesat, sektor basis dan
kompetitif adalah sektor pertanian.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif.Menurut Namawi (2003:64)
metode deskriptif yaitu metode-metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalahmasalah akutal pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang
masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan
akurat.Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari
objek penelitian berdasarkan fakta yang ada dan menganilisis data yang diperoleh.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan di

Provinsi Sumatera Utara karena didasarkan memiliki potensi yang potensial untuk
dikembangkan. Dengan struktur fisik wilayah yang beragam dan sebagai salah satu daerah yang
terus mengalami perkembangan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
salah satu acuan perencanaan pembangunan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Sumatera Utara.
Dimana penelitian ini menggunakan waktu dengan rentang antara tahun 1996-2011 ( 15 tahun).
3. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dengan menggunakan data sekunder yaitu data PDRB Simalungun, memiliki
beberapa batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
5

1. Data PDRB yang diteliti adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah studi
dan data PDBIndonesia sebagai daerah referensi dengan atas dasar harga konstan.
2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk analisis Shift-Share
(Pergeseran Perekonomian), Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan), Analisis Model
Rasio Pertumbuhan (Identifikasi sektor Ekonomi), dan Analisis Overlay menggunakan
rentang waktu tahun 2004-2011.
4. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari
Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data Produk
Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia dari tahun 1996-2011 (15 tahun), disertai dengan data-data sekunder lain yang relevan
dengan tujuan penulisan penelitian ini.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yang mana cara
pengumpulan data melalui dokumen-dokumen tertulis, terutama berupa arsip dan juga termasuk
buku-buku tertentu, pendapat, teori, atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Dokumen yang diperlukan adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan PDB
Indonesia menurut lapangan usaha tahun 1996-2011 atas dasar harga konstan.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menganalisis sektor
unggulan dalam pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara, dan untuk mencapai tujuan
penelitian ini digunakan metode analisis LQ, Analisis Shift-Share, Model Rasio Pertumbuhan,
dan Overlay
.
a. Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan)
Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk kedalam
kategori sektor unggulan. Perhitungan Location Quotient digunakan untuk menunjukkan
perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor diwilayah tingkat
atasnya. Hasil dari perhitungan LQ dapat membantu dalam melihat kekuatan dan kelemahan
wilayah dibandingkan relatif dengan wilayah yang lebih luas.
Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
disektor i Provinsi Sumatera Utara terhadap PDRB total semua sektor di Provinsi Sumatera
Utara dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) disektor i terhadap PDB total semua sektor
Indonesia. Untuk mendapatkan nilai LQ, maka metode yang digunakan adalah mengacu pada
formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004) sebagai berikut:
PDRBs, i
 PDRBs
LQ = PDRBina, i
 PDRBina

Dimana

:

PDRBS,I
∑PDRBS

= PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.
= Total PDRB di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.

6

PDRBina,i
∑PDRBina

= PDRB sektor i di Indonesia pada tahun tertentu.
= Total PDRB di Indonesia pada tahun tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan diatas, maka nilai LQ dapat dibagi
dalam beberapa penggolongan. Kriteria penggolongannya adalah;
1. Jika LQ > 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara tersebut merupakan sektor
basis yang mampu mengekspor hasil industrinya ke daerah lain. Dalam hal ini tingkat
spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor
yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor i tersebut adalah sektor basis dan
potensial dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
2. Jika LQ < 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara merupakan sektor non
basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain. Ini berarti tingkat
spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor
yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor tersebut bukan merupakan sektor
basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi
Sumatera Utara.
3. Jika LQ = 1, artinya adalah produk domestik yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara habis
hanya untuk dikonsumsi daerah Provinsi Sumatera Utara. Ini berarti bahwa tingkat
spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara adalah sama dengan sektor yang sama
dalam perekonomian Indonesia.
b. Analisis Shift - Share (Pergeseran Perekonomian)
Analisis Shift-Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan
perekonomian daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan
pergeserannya dengan cara menkankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan
sektor yang sama pada daerah yang lebih tinggi atau nasional.
Analisis ini digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam
kaitannya dengan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang
didominasi sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan
perekonomian di atasnya.
Metode analisis Shift-Share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau
PDRB suatu sektor-i di suatu region-j (Dij) dengan formula (Soepono, 1993) :
Dij = Nij + Mij + Cij di mana:
Nij = Eij. rn
Mij = Eij (rin - rn) Cij = Eij (rij – rin)
Dari persamaan (2) sampai (4), rij mewakili pertumbuhan sektor/subsektor i di wilayah j,
sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional/provinsi, yang masingmasing dapat difenisikan sebagai berikut :
rij = (Eij,t – Eij)/Eij
rin = (Ein,t – Ein)/Ein
rn = (En,t - En)/En
Keterangan:
Di,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara
Ni,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan
ekonomi secara nasional
Mi,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan
i secara nasional

7

Ci,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif
sektor i tersebut di Provinsi Sumatera Utara
Eij : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun awal analisis
Ein : PDB sektor/subsektor i di Indonesia tahun awal analisis
En : PDRB total di Indonesia tahun awal analisis
Eij,t : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun akhir analisis
Ein,t : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun akhir analisis
En,t : PDRB total di Indonesia tahun akhir analisis

Selanjutnya menurut Oppenheim (1980), Bendad-Alal (1983), Patton (1991), Field dan
MacGregor (1993) dalam Yusuf (1999) dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional komponen
proportional shift (PS) dan differential shift (DS) lebih penting dibandingkan komponen regional
share. Hal ini disebabkan karena DS digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu
kegiatan wilayah studi terhadap kegiatan tersebut di wilayah referensi. Dari perubahan tersebut
akan dapat dilihat berapa besar pertambahan atau pengurangan pendapatan dari kegiatan tersebut.
Sedangkan PS untuk melihat perubahan pertumbuhan suatu kegaitan wilayah referensi terhadap
kegiatan total (PDRB) di wilayah referensi. Dari kedua komponen ini jika besaran PS dan DS
dinyatakan dalam suatu bidang datar, dengan nilai PS sebagai sumbu horizontal dan nilai DS
sebagai sumbu vertikal akan diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah atau
sektor ekonomi tersebut. Keempat kategori tersebut adalah (Freddy, 2001):
Tabel 1.1
Klasifikasi Sektor Ekonomi
Differential Shift (DS)

Positif (+)
Negatif (-)

Proportional Shift (PS)
Positif (+)
Negatif (-)
Pertumbuhanhan Pesat
Cenderung berpotensi
(Fast growing)
(Highly Potential)
Berkembang
(Developing)

Terbelakang
(Depressed)

Sumber: Freddy, 2001






Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah sektor dengan pertumbuhan sangat
pesat (rapid growth region/industry or fast growing).
Kategori II (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan
pertumbuhan terhambat tapi berkembang (depressed region/industry yang
berkembang/developing).
Kategori III (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan
pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed region/industri yang
berpotensi).
Kategori IV (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor depressed regionindustry
dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah.

c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (Identifikasi Sektor Ekonomi)
Analisis MRP (Model Rasio Pertumbuhan) adalah alat analisis untuk melihat deskripsi
kegiatan atau sektor ekonomi yang potensial berdasarkan pada kriteria pertumbuhan sektor
ekonomi wilayah baik eksternal maupun internal.MRP juga merupakan perbandingan atau
membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih luas maupun dalam
8

skala yang lebih kecil. Terdapat dua rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan Rasio wilayah
referensi (RPr). Formulasi dari RPs dan RPr (Yusuf, 1999):
1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPR)
RPR adalalah perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan kegiatan i di wilayah
referensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) wilayah referensi.

Keterangan
RPr
: Rasio pertumbuhan wilayah referensi (Indonesia)
: Selisih nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan dan akhir tahun

pengamatan di Indonesia

: Selisih nilai total PDRB sektor i awal tahun pengamatan dan dan akhir tahun pengamatan Indonesia
: Nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan Indonesia
: Nilai total PDRB sektor i awal tahun pengamatan Indonesia.

Jika RPr lebih besar dari 1 (RPr > 1) maka RPr dikatakan (+), yang berarti pertumbuhan suatu
sektor tertentu dalam wilayah referensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah
referensi. Jika RPr lebih kecil dari 1 (RPr 1) maka RPs dikatakan (+) yang berarti pertumbuhan suatu
sektor produksi tertentu pada tingkat wilayah studi lebih tinggi dibandigkan dengan pertumbuhan
9

sektor pada wilayah referensi. Jika RPs lebih kecil dari 1 (RPs < 1) maka RPs dikatakan (-) yang
berarti pertumbuhan suatu sektor produksi tertentu pada tingkat wilayah studi lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi. Dari Hasil analisis MRP akan
diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi keduanya dapat diperoleh
deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di daerah kabupaten/kota di provinsi atau
provinsi di daerah provinsi di nasional yang dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian (Yusuf,
1999) yaitu :
a. Klasifikasi 1
Nilai RPr (+) dan RPs (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang menonjol
baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten kota. Sektor ini disebut sebagai
dominan pertumbuhan.
b. Klasifikasi 2
Nilai RPr (+) dan RPs (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang menonjol di
tingkat provinsi, namun belum menonjol di tingkat kabupaten/kota.
c. Klasifkasi 3
Nilai RPr (-) dan RPs (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang tidak
menonjol di tingkat provinsi sementara pada tingkat kabupaten/kota termasuk menonjol.
d. Klasifikasi 4
Nilai RPr (-) dan RPs (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang rendah baik di
tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi.
d. Analisis Overlay
Setelah melakukan analisis LQ dan MRP, analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis
overlay yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi kegiatan ekonomi unggulan dalam suatu
wilayah yang didasarkan atas kriteria pertumbuhan (hasil analisis wilayah studi atau RPs) dan
kriteria kontribusi (hasil analisis LQ). Menurut Yusuf (1999) terdapat empat kemungkinan
analisis ini yaitu kombinasi antara sektor ekonomi unggulan yang menggambarkan keadaan suatu
daerah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang sangat dominan baik
dari pertumbuhan maupun dari kontribusinya.
2. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya
dominan tetapi kontribusinya kecil.
3. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya kecil
tetapi kontribusinya besar
4. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang tidak potensial baik
kriteria pertumbuhan maupun kontribusinya.
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Defenisi operasional digunakan untuk menyamakan pemahaman tentang variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian dan untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran.
Definisi operasional Penelitian ini adalah:
1. Potensi Ekonomi merupakan kemampuan ekonomi yang dimiiliki daerah yang mungkin
atau layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan
rakyat setempat bahkan perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang
dengan sendirinya dan berkesinambungan.
2. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai tambah bruto (gross value added) yang
timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
10

berdasarkan harga konstan. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB atas
dasar harga konstan tahun 1996-2011.
3. Kegiatan Ekonomi, dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi yang
digolongkan dalam 2 bagian, yakni: kegiatan basis/unggulan dan kegiatan non-basis.
4. Sektor ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB yang mencakup sembilan
sektor utama.
HASIL dan PEMBAHASAN
1. Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan)
Dari hasil perhitungan LQ pada Sembilan sektor yang terdapat dalam perekonomian Provinsi
Sumatera Utara selama kurun waktu 1996-2011. Dalam kurun tahun 1996-2003 ada tiga sektor
basis dari kesembilan sektor ekonomi.Tiga sektor ekonomi yang menjadi basis adalah sektor
pertanian, perdangangan hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.Dalam
kurun tahun berikutnya yaitu tahun 2004-2011, sektor yang menjadi sektor basis dari sembilan
sektor di Provinsi Sumatera Utara, bertambah menjadi enam sektor basis. Enam sektor basis
tersebut adalah sektor pertanian; listrik, gas, dan air minum; bangunan; perdagangan hotel dan
restoran; pengangkutan dan komunikasi; dan sektor jasa.
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient, dapat diketahui bahwa dari sembilan sektor
ekonomi besaran nilainya mengalami fluktuasi atau mengalami trend berubah-ubah. Sektor yang
mengalami fluktuasi tersebut adalah sektor yang dalam kurun waktu tertentu meningkat dan ada
besaran nilainya yang cenderung tetap atau stagnan. Sektor ekonomi yang mengalami
peningkatan besaran nilai Location Quotient ada tiga sektor, yaitu sektor Listrik, gas dan air
minum, bangunan, dan sektor jasa. Peningkatan ketiga sektor tersebut dimulai dari tahun 20042011.
Tabel 1.2
Rata-Rata Nilai LQ Provinsi Sumatera Utara (1996-2011)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sektor
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas, dan air minum
Bangunan
Perdagangan hotel dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan
Jasa-jasa

Rerata
LQ
1.723
0.151
0.870
0.986
0.905
1.079
1.189
0.775
0.959

Sumber: Data diolah dari lampiran

Berdasarkan nilai rata-rata LQ dapat diketahui bahwa ada tida sektor ekonomi yang menjadi
sektor basis di Provinsi Sumatera Utara.Tiga sektor ekonomi tersebut, yaitu (1) Sektor pertanian,
(2) Perdagangan, hotel dan restoran, dan (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi.
2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (Identifikasi Sektor Ekonomi)
11

Dari Hasil analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi
keduanya dapat diperoleh deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di daerah
kabupaten/kota di provinsi atau provinsi di daerah provinsi di nasional yang dapat
diklasifikasikan menjadi empat bagian
Tabel Koefisien MRP Provinsi Sumatera Utara
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sektor
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas, dan air minum
Bangunan
Perdagangan hotel dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan
Jasa-jasa

RPr
Nilai Notasi

RPs
Nilai Notasi

0.797
0.819
1.051
0.588
0.780
1.072
1.440
1.074
1.082

0.863
0.345
0.839
0.686
1.706
0.997
1.197
1.122
1.565

+
+
+
+
+

+
+
+
+

Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari sembilan sektor tersebut ada lima sektor yang RPr > 1, yaitu (1) Sektor Industri
Pengolahan, (2) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, (3) Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi, (4) Sektor Keuangan, Asuransi, Sewa, dan (5) Sektor Jasa-jasa. Jika RPr lebih kecil
dari 1 (RPr 1) maka RPs berarti
pertumbuhan suatu sektor produksi tertentu pada Provinsi Sumatera Utara lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di Indonesia.Dari sembilan sektor tersebut dapat
diktahui ada empat sektor ekonomi yang RPs > 1, yaitu (1) Sektor Bangunan, (2) Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi (3) Sektor Keuangan Asuransi dan Sewa Perusahaan (4) Sektor
Jasa –jasa.Jika RPs lebih kecil dari 1 (RPs < 1) maka RPs dikatakan (-) yang berarti pertumbuhan
suatu sektor produksi tertentu pada Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor di Indonesia. Adapun sektor tersebut ada lima sektor, yaitu (1) Sektor
Pertanian (2) Sektor Pertambangan dan penggalian (3) Sektor Indusri Pengolahan (4) Sektor
Listrik Gas dan Air Minum dan (5) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Tabel.4.5. Klasifikasi Hasil Analisis MRP
Rasio
Pertumbuhan
Referensi (RPr)
Positif (+)

Rasio Pertumbuhan Studi (RPs)
Positif (+)
Negatif (-)
 Pengangkutan dan komunikasi
 Keuangan, asuransi dan sewa
 Jasa-jasa

 Industri pengolahan
 Perdagangan,
hotel
restoran

dan

12

Negatif (-)

 Bangunan

 Pertanian
 Pertambangan dan penggalian
 Listrik, gas dan air minum

Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari Hasil analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi
keduanya dapat diperoleh deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di Provinsi
Sumateramaupun di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu :
a. Klasifikasi 1
Nilai RPr (+) dan RPs (+) berarti sektor ini disebut sebagai dominan pertumbuhan. Dari
hasil analisis, maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 1
ada empat sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (2) Sektor
Keuangan, Asuransi dan Sewa Peruasahaan (3) Sektor Jasa-jasa.
b. Klasifikasi 2
Nilai RPr (+) dan RPs (-) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang menonjol di
Indonesia, namun belum menonjol di Provinsi Sumatera Utara.Dari hasil analisis maka
dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 2 ada dua sektor
ekonomi, yaitu (1) Sektor Industri Pengolahan dan (2) Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran.
c. Klasifkasi 3
Nilai RPr (-) dan RPs (+) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang tidak menonjol
di Indonesia sementara pada Provinsi Sumatera Utara termasuk menonjol.Dari hasil analisis
maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 3 hanya ada
satu sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Bangunan.
d. Klasifikasi 4
Nilai RPr (-) dan RPs (-) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang rendah baik di
Provinsi Sumatera Utara dan di Indonesia.Dari hasil analisis maka dapat diketahui bahwa
sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 3 ada tiga sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor
Pertanian (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian (3) Sektor Listrik, Gas dan Air Minum.
3. Analisis Overlay
Analisis overlay pada dasarnya merupakan penggabungan analisis Location Quotient dan
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) baik Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) maupun
rasio pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Penggabungan kedua alat analisis ini untuk memperoleh
hasil identifikasi kegiatan sektoral yang unggul, baik dari sisi kontribusinya maupun sisi
pertumbuhannya. Identifikasi potensi ekonomi ditunjukkan melalui overlay antara RPr, RPs, dan
LQ. Koefisien dari ketiga komponen tersebut kemudian disamakan satuannya dengan
memberikan notasi positif (+) dan notasi negatif (-).Notasi positif (+) diberikan untuk koefisien
komponen yang lebih besar dari satu.
Tabel 4.6
Analsis Overlay Provinsi Sumatera Utara
N
o

Sektor

1 Pertanian

RPr
Nila Nota
i
si

RPs
Nila Nota
i
si

LQ
Nila Nota
i
si

0.79
7

0.86
3

1.72
3

-

-

+

Overl
ay
Nota
si
--+

13

2 Pertambangan
3 Industri
4 Listrik
5 Bangunan
6 Perdagangan
7 Pengangkutan
8 Keuangan
9 Jasa-jasa

0.81
9
1.05
1
0.58
8
0.78
0
1.07
2
1.44
0
1.07
4
1.08
2

+
+
+
+
+

0.34
5
0.83
9
0.68
6
1.70
6
0.99
7
1.19
7
1.12
2
1.56
5

-

0.15
1
0.87
0
0.98
6
0.90
5
1.07
9
1.18
9
0.77
5
0.95
9

+
+
+
+

-

---

-

+--

-

---

-

-+-

+

+-+

+

+++

-

++-

-

++-

Sumber: data diolah dari lampiran

Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1996-2011, dapat dipetakan
atau diklasifikasikan atas tiga kriteria sebagai berikut:
1. RPr, RPs dan LQ ketiganya bertanda positif (+),. Dari sembilan tersebut, hanya terdapat
satu sektor yang mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yaitu sektor
pengangkutan komunikasi.
2. Hasil analisis overlay menunjukkan RPs dan LQ yang bernilai positf (+), berarti kegiatan
sektoral di Provinsi Sumatera Utara lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral
yang sama di Indonesia, baik sisi pertumbuhannya maupun kontribusinya. Dengan kata lain
sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dan
dari sembilan sektor ekonomi terdapat hanya satu sektor yaitu sektor pengangkutan dan
komunikasi.
3. Hasil Overlay menunjukkan baik RPr, RPs dan LQ ketiganya bertanda negatif (-), berarti
kegiatan sektor yang mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di Provinsi Sumatera
Utara dan Indonesia dan kontribusi sektoral Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dari
Indonesia. Artinya sektor tersebut kurang memiliki daya saing kompetitif maupun
komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat Indonesia.
4. Analisis Shift Share (Pergeseran Struktur Ekonomi)
Dalam hal ini, PDRB sebagai variabel pendapatan digunakan untuk menjelaskan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Sumatera Utara.Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi
Sumatera Utara dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah.Ketiga komponen itu
adalah Provincial Share (Nij), Proportional Shift Komponen (Mij), dan Differential Shift
Component (Cij). Dua komponen shift yaitu Proportional Shift Component dan differential Shift
Component adalah berfungsi untuk memisahkan unsur-unsur pertumbuhan Provinsi Sumatera
Utara yang bersifat dari dalam wilayah (intern) dan dari luar wilayah (ekstern).
Berdasarkan tabel berikut, maka dapat dilihat bagaimana pergeseran pertumbuhan ekonomi
daerah Sumatera Utara sepanjang 1996-2011.
Tabel 4.7. Hasil Analisis Shift Share Provinsi Sumatera Utara 1996-2011
No

Sector

Nij

Mij

Cij

Dij

14

Pertambangan dan penggalian

315354.22
185863.40

-64060
-33670.6

-12915.9
-96004.5

238378.35
56188.26

3

Industri pengolahan

505910.15

25612.05

-159736

371786.53

4

Listrik, gas, dan air minum

23947.44

-9866.94

311.9988

14392.50

5

Bangunan dan konstruksi

162883.66

-35814

116262.9

243332.64

6

Perdagangan hotel dan restoran

343204.59

24623.11

-68089.1

299738.61

7

Pengangkutan dan komunikasi

146940.47

64656.43

-57561.4

154035.53

8

Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan

185032.26

13713.74

-16896.4

181849.57

9

Jasa-jasa

181121.41

14806.19

52230.92

248158.52

1

Pertanian

2

Sumber: Diolah dari lampiran

Berdasarkan hasil analisis shift share maka dapat diklasifikasi tiap-tiap sektor yang ada di
Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut:
Tabel 4.8 Klasifikasi Tiap Sektor Ekonomi Hasil Analisis Shift Share
Differential Shift (DS)

Proportional Shift (PS)
Positif (+)

Positif (+)
Negatif (-)



Jasa-jasa









Industri Pengolahan
Perdagangan hotel dan Restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, asuransi dan sewa
perusahaan




Negatif (-)
Listrik, gas, dan air minum
Bangunan dan Konstruksi
Pertanian
Pertambangan
dan penggalian

Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor ekonomi
dipetakan sebaga berikut :
1. Cenderung berpotensi (Highly Potential): terdapat dua sektor yaitu sektor listrik gas dan air
minum dan sektor bangunan dan konstruksi.
2. Pertumbuhan Pesat (Fast Growing): terdapat hanya satu sektor saja yaitu Sektor Jasa-jasa.
3. Berkembang (Developing): terdapat empat sektor yaitu, Sektor Industri Pengolahan, Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor
Keuangan Asuransi, dan Sewa Perusahaan
4. Terbelakang (Depressed): terdapat ada dua sektor ekonomi yaitu Sektor Pertanian dan
Sektor Pertambangan dan Penggalian.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang Analisis Potensi Ekonomi Wilayah
Provinsi Sumatera Utara, maka diperoleh kesimpulandengan menggunakan empat alat analisis
tersebut maka dapat ditarik kesimpulan sektor mana yang memiliki syarat sebagai sektor
unggulan dalam perekonomian Sumatera Utara.
Syarat/kriteria yang digunakan untuk
menentukan sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor maju dan tumbuh cepat, sektor
basis serta sektor yang memilki kompetitif/daya saing yang tinggi.Jadi sektor yang dikategorikan
15

sebagai sektor unggulan adalah (1) Sektor perdagangan hotel dan restoran (2) Sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan (3) Sektor Jasa.
2. Saran-saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan oleh hasil empat alat analisis diatas, serta dikaitkan
dengan kebijakan otonomi daerah ditengah era globalisasi (perekonomian modern), dimana
adanya harapan akan perkembangan dan kemandirian ekonomi daerah untuk membangun
potensi-potensi yang terdapat dalam wilayahnya sebagai syarat untuk memperkuat kedudukan
daerah dalam perekonomian nasional, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu menetapkan kebijakan pembangunan dengan
prioritas sektor unggulan / sektor basis tanpa harus mengabaikan sektor non basis. Hal ini
adalah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari
tingkat penerimaan PDRB Provinsi Sumatera Utara.
2. Walaupun di Provinsi Sumatera Utara hanya terdapat tiga sektor yang menjadi sektor
unggulan, dan kedua sektor tersebut menjadi prioritas utama dalam perekonomian, namun
tidak dapat diabaikan keberadaan enam sektor lainnya. Sektor lain yang tergolong sebagai
sektor relatif tertinggal, seperti sektor industri pengolahan, pertambangan dan penggalian
walaupun dari tahun ketahun kontribusi sektor ini dalam kegiatan perekonomian Sumatera
Utara selalu mengalami penurunan
3. Dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus mengambil kebijakan
yang bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan juga sektor-sektor ekonomi non
unggulan agar nantinya dapat menjadi sektor-sektor memberikan kontribusi yang terus
meningkat dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara.
4. Bagi para pihak investor yang ingin melakukan investasi di Sumatera Utara, diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melihat sektor-sektor
potensial dalam berinvestasi.

DAFTAR PUSTAKA
Agus tri Basuki dan Utari Gayatri, 2009.”Penentu Sektor Unggulan Dalam Pembangunan Daerah
Kabupaten Ogan Komering Hilir”, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Volume 10
Nomor 1, hal 34-50.
16

Alkadri, dkk, 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah.Direktorat Kebijaksanaan Tekonologi
untuk Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Sumatera Utara Dalam Angka. Provinsi
Sumatera Utara
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Statistik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara.
Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, 2006.”Analisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial
Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga”, Jurnal Dinamika Pembangunan,
Volume 3 Nomor 2, hal 1-18.
Jhingan, M.L, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Kuncoro, Mudrjat, 2003. Metode Riset untuk Ekonomi dan Bisnis, Erlangga, Jakarta.
Richardson, Harry, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Edisi Revisi 2001. Lembaga
Penerbit FE-UI, Jakarta.
Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli, 2010. Regional : Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi,
USU Press, Medan.
Tarigan, Robinson, 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan Ekonomi dan
Ruang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Medan.
_______, 2003. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.
_______, 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Susantono, Bambang, 2009. Strategi Dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kata
Hasta Pustaka, Jakarta Selatan.
Todaro, Michael, 2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan, PT Gelora Akasara Pratama,
Jakarta

17

18