T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Atas Air Bersih dan Aman sebagai Hak Asasi Manusia T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kebutuhan sekaligus isu global atau pokok bahasan umum yang
paling mendasar dan menentukan masa depan umat manusia ialah pokok bahasan
tentang air. Bahkan, Aristoteles, sebagaimana diambil dari Thales, mengungkapkan
bahwa segala sesuatu tercipta dari air. Menurutnya, air yang cair itu adalah pangkal
dan dasar dari segala-galanya. Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali
kepada air pula. Pandangan Thales mengenai air merupakan jawaban dari pertanyaan
apakah asal dari alam ini atau apa yang menjadi sebab penghabisan1
Semua makhluk hidup membutuhkan air, tak terkecuali manusia. Air sebagai
suatu obyek studi, dapat dianalisa dari berbagai sudut pandang, termasuk Ilmu
Hukum. Bahkan dalam Ilmu Hukum sendiri, pokok bahasan tentang air dapat dibahas
dari banyak aspek hukum, antara lain Hukum Adat, Hukum Lingkungan, Hukum Tata
Ruang, Hukum Sumber Daya Alam, dan Hukum Hak Asasi Manusia.
Sekadar contoh, dari sudut pandang Hukum Adat, Prof. Cassuto dalam buku
Hand leiding tot de Studie van Het Adatrecht, menerangkan bahwa dalam bidang

1


Hamid Chalid, Hak-Hak Asasi Manusia Atas Air: Studi Tentang Hukum Air di Belanda, India dan
Indonesia, Disertasi Doktor Ilmu Hukum FHUI, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Strata 3, 2009),
sebagaimana ada dalam Yunani Abiyoso: Tesis te ta g Pe e uha Hak Atas Air oleh Negara:
“tudi Yuridis Terkait Air di Jakarta ; Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Juli, 2012, h. 14. Lihat:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20302008-T30383-Pemenuhan%20hak.pdf
Dikunjungi pada Kamis, 25 Februari 2016, pukul 20.38 WIB.
Penulis mempersilakan para pembaca menyimak keseluruhan Tesis Yunani Abiyoso ini karena
memberi inspirasi yang cukup berpengaruh dan beberapa hal penting dikutip dalam Skripsi ini.
1

Hukum Adat tentang kekayaan, terbagi dalam dua aspek pendalaman yaitu (1) hukum
tanah dan hukum air; serta (2) hukum perutangan.2
Di samping itu, dari aspek Hukum Lingkungan misalnya, menurut Takdir
Rahmadi, Hukum Lingkungan Nasional –dilihat dari permasalahan lingkungan yang
menjadi cakupannya- dapat dibedakan atas empat bidang, yakni Hukum Perencanaan
Lingkungan, Hukum Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Hukum Penyelesaian
Sengketa Lingkungan, dan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam.
Hukum Perencanaan Lingkungan, antara lain mencakup pokok bahasan
tentang analisis mengenai dampak lingkungan serta peruntukan dan pemanfaatan

ruang suatu wilayah, tata guna tanah, tata guna air dan pembangunan kawasan pesisisr
(coastal areas). Akan tetapi bidang penataan ruang telah berkembang sebagai bidang
hukum tersendiri yaitu Hukum Tata Ruang.3
Hukum Pengendalian Pencemaran Lingkungan, antara lain meliputi ketentuanketentuan hukum tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.
Dalam bidang ini, beberapa pokok bahasan antara lain berkaitan dengan izin
pembuangan limbah, baku mutu lingkungan dan analisis mengenai dampak
lingkungan, pengawasan dan sanksi-sanksi hukum administrasi dan pidana terhadap
pelaku pencemaran lingkungan. Hukum Pengendalian Pencemaran Lingkungan ini
dapat pula dibedakan atas hukum pencemaran udara, kebisingan, air/sungai dan laut
serta pengelolaan bahan berbahaya dan limbah bahan berbahaya dan beracun.4
Pencemaran air merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius dan
terjadi hampir di seetiap negara. “Penyakit Minamata” dan “itai-itai” yang menyerang

2

Prof. Cassuto dalam buku Hand leiding tot de Studie van Het Adatrecht, 1936, sebagaimana ada
dalam M. Syamsudin, Endro Kumoro, Aunur Rachiem F, Machsum Tabrani; Hukum Adat dan
Modernisasi Hukum; Penerbit Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1998, h. 228.
3
Takdir Rahmadi; Hukum Lingkungan di Indonesia; PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 27.

4
Ibid.
2

nelayan dan keluarganya yang ada di sekitar Teluk Minamata dan Prefektur Toyama –
Jepang pada sekitar tahun 1953 – 1960-an, merupakan contoh pencemaran air laut
yang menggemparkan dunia.5 Pecahnya kapal tanker Showa Maru di Selat Malaka
dan Selat Singapura pada tahun 1975, menggugah pemerintah Indonesia, Malaysia
dan Singapura untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran air.6
Aspek Hukum Lingkungan tentang air ini juga berkaitan dengan aspek Hukum
dan Kebijakan Publik terutama tentang pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan pada hakekatnya merupakan pembangunan yang dapat memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan pemenuhan hak generasi umat manusia
pada masa yang akan datang.
Menurut Otto Soemarwoto, pembangunan berkelanjutan ini mempunyai
makna pembangunan tidak bersifat serakah untuk kepentingan diri sendiri, melainkan
memperhatikan juga kepentingan anak cucu dengan berusaha meninggalkan sumber
daya yang cukup dan lingkungan hidup yang sehat serta dapat mendukung kehidupan
mereka dengan sejahtera.7
Pembangunan berkelanjutan telah menjiwai kerangka hukum di berbagai

negara, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Beberapa
negara bahkan telah mengambil prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai
dasar pengambilan putusan pengadilan. Ini berarti nilai-nilai pembangunan
berkelanjutan dapat berperan dalam pengaturan pengelolaan lingkungan hidup.8
Meningkatnya laju pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya
kegiatan industri, berpotensi besar menimbulkan akibat terganggunya lingkungan
5

Muhammad Akib; Hukum Lingkungan: Perspektif Global dan Nasional; PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2014, h. 137-138.
6
Ibid; h. 138.
7
Otto Soemarwoto; Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global; Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1992, h. 7.
8
Helmi; Hukum Perizinan Lingkungan Hidup; Sinar Grafika, Jakarta, 2012, h. 30.
3

serta kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini disebabkan antara lain

karena limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri mengandung sejumlah unsur
kimiawi berbahaya dan beracun yang mencemari air, merusak tanah dan tanaman
serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup.9
Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman
berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi
anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap
masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi
maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap
kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang
akan datang.10
Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia
di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab
31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen
kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari
rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen
lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan
air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari
keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan
mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank.11


9

Perdana Ginting dalam Samsul Wahidin; Dimensi Hukum Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup; Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, h. 104.
10
UNICEF Indonesia; Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan; Ringkasan Kajian; Oktober 2012, h. 1;
Lihat uraiannya dalam:
https://www.unicef.org/indonesia/id/A8_-_B_Ringkasan_Kajian_Air_Bersih.pdf
Dikunjungi pada Selasa 18 April 2012, pukul 09.27 WIB.
11
Ibid.
4

Peran penting kebersihan sering diabaikan. Kematian dan penyakit yang
disebabkan oleh diare pada umumnya dapat dicegah. Bahkan tanpa perbaikan pada
sistem pengairandan sanitasi, mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan
sabun dapat mengurangi resiko penyakit diare sebesar 42 sampai 47 persen. Situasi
masyarakat miskin perkotaan perlu mendapatkan perhatian segera. Di daerah-daerah
kumuh perkotaan, sanitasi yang tidak memadai, praktek kebersihan yang buruk,
kepadatan penduduk yang berlebihan, serta air yang terkontaminasi secara sekaligus

dapat menciptakan kondisi yang tidak sehat. Penyakit-penyakit terkait dengan ini
meliputi disentri, kolera dan penyakit diare lainnya, tipus, hepatitis, leptospirosis,
malaria, demam berdarah, kudis, penyakit pernapasan kronis dan infeksi parasit usus.
Selain itu, keluarga miskin yang kurang berpendidikan cenderung melakukan praktekpraktek kebersihan yang buruk, yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan
peningkatan resiko kematian anak. Studi tentang “mega-kota” Jakarta (yang disebut
Jabotabek), Bandung dan Surabaya pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk
miskin yang tinggal di daerah pinggiran kota Jakarta kurang berpendidikan
dibandingkan warga Jakarta sendiri, dan memiliki tingkat tamat sekolah menengah
hanya seperempat dari mereka yang tinggal di pusat kota. Studi yang sama
menghitung angka kematian anak sampai lima kali lebih tinggi di kecamatankecamatan miskin di pinggiran kota Jabotabek daripada di pusat kota Jakarta.12
Berkaitan dengan penelitian mengenai hak atas air, isu-isu mengenai 1)
definisi hak dan kewajiban; 2) ide hak asasi manusia terhadap negara dan hukum; 3)
perspektif universalisme dan budaya, memiliki relevansi yang sangat kuat. Terlebih
lagi apabila dilihat dari perspektif mengenai hak rakyat atas sumber daya air serta
kewajiban yang mengiringinya, posisi hak tersebut terhadap kedudukan negara

12

Ibid.
5


sebagai lembaga yang mempunyai legitimasi untuk menguasai sumber daya air, serta
aspek universalitas dan budaya dari hak dan kewajiban tersebut.13
Air merupakan sumber terpenting bagi kehidupan. Walaupun demikian, dalam
konteks hak asasi manusia, ada yang secara skeptis mempertanyakan keperluan
memasukkan hak atas air sebagai hak asasi manusia yang sifatnya mandiri. Alasan
yang biasa dikemukakan adalah bahwa pada kenyataannya air telah masuk menjadi
bagian yang integral dalam hak-hak fundamental manusia yang lain, sehingga
memperjuangkan hak atas air agar diakui menjadi hak asasi manusia yang mandiri
merupakan usaha yang sia-sia dan buang-buang waktu.14
Pada awalnya, hak asasi manusia diatur secara umum dan tidak secara tegas
membahas keseluruhan. Salah satu hak dasar yang diatur dalam aturan hak asasi
manusia adalah hak untuk hidup. Hak atas air dianggap sebagai subordinat dari hak
untuk hidup.15
Menetapkan hak atas air menjadi hak asasi manusia yang berdiri sendiri
merupakan suatu proses perubahan konseptual hak asasi manusia di mana dahulunya
hak atas air secara konseptual dianggap sebagai hak derivatif yang lahir dari hak-hak
fundamental lainnya, apakah termasuk dalam salah satu cabang hak asasi manusia
atau dapat berdiri sendiri.16


13

Hamid Chalid, Hak-Hak Asasi Manusia Atas Air: Studi Tentang Hukum Air di Belanda, India dan
Indonesia, Disertasi Doktor Ilmu Hukum FHUI, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Strata 3, 2009),
sebagaimana ada dalam Yunani Abiyoso: Op Cit, h. 13.
14
John Scanlon, et.al., Water as Human Right?, (Cambridge, UK: IUCN, 2004), hal. 13; sebagaimana
ada dalam Yunani Abiyoso; Ibid.
15
Amy Hardberger; Whose Jo Is It A
a ?: Go er e tal O ligatio s Created by the Human
Right To Water , Te al I ter atio al La Jour al; 2006, p. 534; sebagaimana ada dalam Yunani
Abiyoso; Ibid.
16
Amy Hardberger; Ibid, p. 537. Ba a juga “a Ghoshra , “ear hi g For Hu a Rights to Water
amidst Corporate Privatization in India: Hindustan Coca-Cola Pvt. Ltd. v. Perumatty Grama
Pa ha at, 19 Georgetown International Environmental Law Review 643, (2007), p. 668;
sebagaimana ada dalam Yunani Abiyoso; Ibid.
6


Secara teoritik, Erik B. Bluemel, dalam Yunani Abiyoso, menegaskan bahwa
pada awalnya, komunitas internasional menganggap air sebagai barang ekonomis
sebagai upaya untuk menjaga pemakaian air yang efisien dengan cara pengaturan
harga. Namun kemudian komunitas internasional mulai beranggapan bahwa hak atas
air harus dijamin oleh negara (pemerintah) karena masih banyak manusia yang
memiliki keterbatasan terhadap air. Selain itu keberlakuan hak atas air tentunya juga
menjadi penunjang keberlangsungan penegakan hak asas lainnya, seperti hak untuk
hidup dan mendapatkan kesehatan yang layak.17
Karena Hak Atas Air Bersih menentukan kesehatan, keamanan dan kehidupan
umat manusia maka dengan sendirinya Hak Atas Air Bersih ini, membutuhkan
kehadiran negara dan pemerintah dalam rangka penghormatan, perlindungan dan
pemenuhannya. Kalau digunakan pengkategorian perkembangan HAM sebagaimana
disampaikan oleh Karel Vasak dengan Tiga Generasi HAM yang disusunnya, maka
Hak Atas Air Bersih ini, dengan penjelasan tertentu, misalnya bahwa air adalah
sumber daya yang fundamental untuk kehidupan manusia bahkan semua makhluk
hidup, mak sebenarnya hak atas air bersih dan aman sesungguhnya berada pada
keseluruhan generasi yang dimaksudkan Vasak.18
Dalam konteks dimaksud maka sangat penting untuk disadari oleh semua
pihak peringatan Edward S Barbier bahwa kekayaan alam bukanlah sekadar warisan
dari para leluhur kita, melainkan titipan dari anak cucu kita, sebagai generasi dan

penerus masa depan.19

Erik B. Bluemel; The I pli atio s of For ulati g A Hu a Right to Water , E olog La
Quarterly; 2004. P. 557; sebagaimana ada dalam Yunani Abiyoso; Op Cit, h. 13, 40.
18
Lihat pandangan Karel Vasak dalam: Hukum Hak Asasi Manusia; Pusat Studi HAM Universitas
Islam Indonesia; Yogyakarta, 2008, h. 14-17.
19
Edward S Barbier; Economic Sustainable Development; Envirinmental Conversatin, Vol. III, No. 4,
1986 sebagaimana dikutip dalam K Suhendra, Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan
Masyarakat; Penerbit Alfabeta, Bandung, 2006, h. 17.

17

7

B. Pembatasan Masalah
Untuk medapatkan pijakan dalam mengidentifikasi dan menganalisa pokok
bahasan tentang air bersih ini, penulis sengaja memilih bidang kajian Hak Asasi
Manusia. Alasan utamanya ialah masih saja ada pandangan yang berbeda tentang hak
atas air berseh dan aman khususnya ketika hak ini harus dianggap secara tegas
sebagai hak asasi manusia. Ada yang mendukung hak atas air bersih dan aman
sebagai hak asasi manusia, tetapi ada yang meragukannya karena dianggap hanya
sebagai bagian tertentu dari hak yang lain.
Pemilihan bidang analisa ini dilakukan semata-mata agar penulis memiliki
sudut pandang yang terfokus, mengingat pokok bahsan tentang air bersifat
multidimensional.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Bagaimana menjelaskan bahwa Hak atas Air Bersih dan Aman adalah Hak Asasi
Manusia?
2. Apa saja tanggungjawab negara dalam rangka Hak atas Air Bersih dan Aman?

D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan Masalah, maka Tujuan Penulisan Proposal Skripsi ini
adalah:
8

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Hak Atas Air Bersih dan Aman adalah
hak Asasi Manusia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tanggungjawab negara dalam rangka Hak
Atas Air Bersih dan Aman.

E. Manfaat Penulisan
Penulis berharap bahwa Proposal yang nantinya menjadi Skripsi ini dapat
membawa manfaat berupa:
1. Manfaat Teoritik: tulisan ini dapat memperkembangkan dan menyumbang untuk
studi tentang Hak Asasi Manusia dan Ilmu Hukum secara umum, dan khususnya
dalam rangka penguatan Hak Atas Air Bersih.
2. Manfaat Praktis: tulisan ini kiranya dapat dijadikan acuan pertimbangan dan
pembuatan keputusan dalam rangka pemenuhan Hak Atas Air Bersih, misalnya
melalui kebijakan pemerintah atau negara.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum dengan pendekatan
hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian terhadap data sekunder.20
2. Sumber Data
Sumber Datanya berasal dari:
a. Bahan Hukum Primer yaitu peraturan perundang-undangan; dan

20

Ronny Hanitijo Soemitro; Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jaakarta, 1985, h. 24.
9

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu teori dan berbagai literatur yang terkait dengan
penelitian ini;21 khususnya tentang atau yang berkaitan dengan Hak Atas Air
Bersih dan Aman.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan :Studi Pustaka, yaitu mengumpulkan data
dengan jalan mempelajari berbagai buku, tulisan atau karya ilmiah lain yang
relevan dengan penelitian ini.
4. Unit Amatan
Yang menjadi Unit Amatan ialah ketentuan hukum tentang Hak Atas Air Bersih
dan Aman`

21

Johnny Ibrahim; Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif; Bayumedia, Malang, 2012, h.
296.
10

5. Unit Analisa
Yang menjadi Unit Analisa ialah Hak Atas Air Bersih dan Aman sebagai Hak
Asasi Manusia.
6. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh melalui Studi Pustaka dicermati, diolah dan dianalisa secara
deskriptif kualitatif. Dalam hal ini berbagai data yang berhubungan dengan Hak
Atas Air Bersih dan Aman ditelaah berdasarkan ketentuan hukum, teori hukum
atau asas hukum yang relevan, khususnya dalam rangka menjawab Rumusan
Masalah sebelum nantinya menarik Kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN: Latar Belakang; Pembatasan Masalah, Rumusan

Masalah; Tujuan Penulisan; Manfaat Penulisan; Metode Penelitian; Sistematika
Penulisan.
BAB

II

TINJAUAN PUSTAKA: Pengertian Hak Asasi Manusia, Generasi Hak

Asasi Manusia, Kepentingan Umum, Konsepsi Air Bersih dan Aman, dan
Tanggungjawab Negara..
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA.
BAB IV: PENUTUP: berisikan Kesimpulan dan Saran.

11