Hubungan antara kepribadian BIG FIVE dan (1)

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN (BIG FIVE)
DAN PERILAKU MEROKOK PADA DEWASA MUDA
Deasy, S.Psi., Sandi Kartasamita, M.Psi

Abstrak
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepribadian (Big Five
Personality) dan perilaku merokok. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dimensi
mana dari kelima dimensi Big Five Personality, yang memiliki hubungan terhadap perilaku merokok
dewasa muda, dengan rentang usia 18 sampai 40 tahun. Penelitian menggunakan sampel sebanyak 191
orang, yang secara acak (random) diambil dari populasi. Dengan menggunakan perhitungan statistik
analisis diskriminan, diperoleh hasil penelitian bahwa kepribadian berhubungan dengan perilaku merokok.
Namun secara spesifik, terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan perilaku merokok
pada sub dimensi anxiety, p = 0,037 < 0,05. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian
dengan perilaku merokok pada dewasa muda pada sub dimensi self-consciousness, p = 0,011 < 0,05.
Kata Kunci: Kepribadian, Perilaku Merokok, Dewasa Muda.

Pendahuluan
Merokok adalah penyebab utama terbesar dari kematian (Taylor, 2003). Jika merokok dilihat dari
berbagai segi, maka banyak memberi dampak yang merugikan, baik itu pada diri sendiri maupun pada
lingkungan sekitarnya. Dilihat dari segi lingkungan sekitar, merokok dapat merugikan orang-orang yang
berada di sekitar perokok. Wetherall (2006) mengatakan bahwa merokok pasif juga meningkatkan

penyakit jantung, memperparah asma, dan merusak sirkulasi darah karena efek carbon monoksida (CO)
yang masuk dalam tubuh. Di lingkungan rumah, istri yang bersuamikan perokok, akan menanggung
risiko terkena kaanker paru-paru dua kali lipat. Orang yang menikah dengan seorang perokok berat,
kemungkinan terserang penyakit paru-paru dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan orang yang
menikah dengan bukan perokok.
Meskipun banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari merokok, namun di Indonesia terjadi
peningkatan jumlah perokok yang makin pesat. Menurut Mackay dan Eriksen (2002), berdasarkan jumlah
pengkonsumsi rokok di dunia, terdapat 5 (lima) negara teratas yang mengkonsumsi rokok terbanyak, dan
Indonesia menduduki peringkat ke-5. Urutan negara yang mengkonsumsi rokok terbanyak: (1) RRC,
1.643 milyar batang; (2) USA, 451 milyar batang; (3) Jepang, 328 milyar batang; (4) Rusia, 258 milyar
batang; dan (5) Indonesia, 215 milyar batang rokok. Jumlah rokok yang sangat banyak telah dikonsumsi
rakyat bangsa Indonesia. Mackay dan Eriksen (2002) juga menjelaskan bahwa lebih dari 15 milyar
batang rokok tiap harinya dikonsumsi para perokok di seluruh dunia.
Sitepoe (2000) menjelaskan bahwa di Indonesia, alasan anak-anak berusia muda mulai merokok
karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya, dan diajari atau dipaksa merokok oleh temantemannya. Sitepoe menambahkan bahwa alasan utama seseorang merokok karena ingin menghilangkan

1

rasa jenuh, ketagihan, dan untuk menghilangkan stres. Mu’tadin (2002) menjelaskan bahwa seseorang
merokok karena beberapa faktor, yaitu pengaruh dari orangtua, teman, iklan, dan kepribadian. Mu’tadin

mengatakan bahwa faktor kepribadian mempengaruhi seseorang mencoba rokok karena rasa ingin tahu,
ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, serta membebaskan diri dari kebosanan.
Wood, Wood, dan Boyd (2005) menjelaskan bahwa teori kepribadian yang paling umum digunakan
saat ini adalah teori Big Five Personality. Kepribadian dari Big Five Factors ini pada awalnya ditinjau oleh
Goldberg (Gregory, 2004). Dimensi-dimensi dari Big Five adalah (a) neuroticism, (b) extraversion, (c)
openness, (d) agreeableness, dan (e) conscientiousness. Gregory (2004) menyingkat kelima dimensi
kepribadian dari Big Five ini dengan OCEAN. Ryckman (2004) menjelaskan bahwa masing-masing
dimensi dari kepribadian ini mempunyai nilai positif dan negatif. Gregory (2004) menambahkan bahwa
setiap dimensi dari kepribadian tersebut mempunyai 6 trait yang menjelaskan dimensi itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Terracciano dan Costa (2004) terhadap dewasa muda di Amerika,
didapatkan bahwa perokok tetap memiliki skor yang lebih tinggi dibanding yang tidak pernah merokok
pada dimensi neuroticism, dan skor rendah pada agreeableness dan conscientiousness. Terracciano dan
Costa (2004) juga menambahkan dimensi neuroticism berhubungan dengan merokok terutama antar
individu dengan conscientiousness yang rendah, sebagai indikasi adanya pengaruh interaksi antara dua
faktor. Selain itu, dari hasil penelitian Terracciano dan Costa (2004) dijelaskan bahwa tidak terdapat
perbedaan pada extraversion dan openness to experience. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dari
kelima dimensi Big Five Personality yang dapat menjelaskan ciri kepribadian perokok adalah dimensi
neuroticism dan conscientiousness. Sub-dimensi pada neuroticism adalah emosi yang negatif, moody,
lekas marah, gugup, dan mudah kuatir. Peneliti berasumsi bahwa individu pada dimensi neuroticism
cenderung mudah stres sehingga mempunyai kemungkinan lebih banyak melakukan perilaku merokok.

Asumsi kedua adalah perokok mempunyai kecenderungan rendah pada disiplin diri dan kurang
mempunyai pertimbangan yang teliti mengenai konsekuensi dari tindakan mereka. Skor rendah pada
dimensi conscientiousness adalah orang yang kurang mandiri, tidak terorganisir, impulsif, tidak dapat
dipercaya, tidak bertanggung jawab, teledor, dan malas (Wood et al., 2005). Hal ini berhubungan dengan
kepribadian perokok yang cenderung mempunyai prestasi akademik yang rendah (McKim, 2000).
Tinjauan Teoritis
Kepribadian
Allport (dalam Suryabrata, 2003) mendefinisikan kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
individu atas sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Organisasi dinamik menekankan pada fakta bahwa kepribadian selalu berkembang dan
berubah. Istilah psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian terdiri bukan semata-mata mental dan bukan
juga semata-mata neural. Istilah dari menentukan menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari
kecenderungan yang memainkan peran aktif dalam tingkah laku individu.
Dengan banyaknya definisi-definisi tentang kepribadian, Gregory (2000) mengatakan bahwa
definisi kepribadian memiliki 2 (dua) hal penting. Pertama, setiap individu memiliki perbedaan-perbedaan

2

dalam hal-hal tertentu, seperti perbedaan tingkah laku. Kedua, setiap individu memiliki persamaanpersamaan yang konsisten, seperti persamaan traits dan pola perilaku yang sering muncul..
Coon (2004) mendefinisikan personality theory sebagai sistem dari suatu konsep, asumsi, ide, dan

prinsip yang diusulkan untuk menjelaskan kepribadian. Coon (2004) menambahkan bahwa terdapat
perspektif utama dari teori kepribadian, yaitu teori (a) trait, (b) psikodinamik, (c) behavioristik, (d) social
learning, dan (e) humanistik. Teori trait menekankan pada traits apa yang membentuk kepribadian dan
bagaimana mereka berhubungan dengan perilaku yang nyata. Teori psikodinamik berfokus pada
kepribadian bagian dalam, khususnya konflik internal dan perjuangan. Teori behavioristik menekankan
bahwa hal yang penting berada pada lingkungan eksternal dan mempengaruhi keadaan (conditioning)
dan pembelajaran (learning). Teori humanistik menekankan pada privasi, pengalaman subyektif, dan
perkembangan pribadi. Pada penelitian ini, peneliti akan lebih menekankan pada teori trait.
Penelitian seputar kepribadian telah terjadi bertahun-tahun. Sampai pada tahun 1980-an, setelah
ditemukan metode yang lebih canggih dan berkualitas, khususnya analisis faktor, maka terjadilah
kesepakatan antar peneliti kepribadian yang menyatakan ada lima dimensi dasar yang dapat digunakan
untuk menggambarkan perbedaan dalam kognitif, afektif, dan perilaku sosial (Nindyati, 2006). Goldberg
(dikutip oleh Nindayati, 2006) mengatakan bahwa perkembangan di atas merupakan dasar untuk
pengembangan kepribadian model lima faktor, yang kemudian model lima faktor ini dijadikan nama untuk
menggambarkan kepribadian yang populer dengan sebutan Big Five Personality.
Kepribadian Big Five
Pola perilaku individu oleh De Raad (2000) dibedakan menjadi lima pola. Pola kepribadian ini
disebut Big Five Factors yang pada awalnya ditinjau oleh Goldberg (Gregory, 2004). Dimensi dari Big
Five ini: (a) openness (b) conscientiousness, (c) extraversion, (d) agreeableness, dan (e) neuroticism,.
Gregory menyingkat kelima dimensi kepribadian dari Big Five ini dengan OCEAN. Ryckman (2004)

menjelaskan bahwa masing-masing dimensi dari kepribadian ini mempunyai nilai positif dan negatif.
Dimensi openness to experience. Dimensi kepribadian openness to experience ini terdapat 6
facet, yaitu (a) fantasy, (b) aesthetics, (c) feelings, (d) actions, (e) ideas, dan (f) values. Pervin dan John
(1997) mengatakan bahwa skala trait openness memberikan penilaian proaktif, membutuhkan apresiasi
terhadap pengalaman, mentoleransi dan mengeksplorasi sesuatu yang tidak dikenal. Skor yang tinggi
pada openness adalah penasaran, menarik, kreatif, original, imaginatif, dan tidak tradisional; sedangkan
skor yang rendah adalah konvensional, rendah hati, minat yang sempit, tidak artistik, dan tidak analitik.
Wood et al., (2005) menambahkan bahwa orang yang berada dalam dimensi ini adalah orang yang
mencari pengalaman yang berbeda dan orang yang imaginatif, intelektual, dan mempunyai pemikiran
yang luas. Wood et al. menemukan bahwa orang yang tinggi pada openness to experience adalah
kebutuhan untuk menjadi kreatif.
Dimensi conscientiousness. Dimensi kepribadian conscientiousness ini terdapat 6 facet, yaitu (a)
competence, (b) order, (c) dutifulness, (d) achievement striving, (e) self-discipline, dan (f) deliberation.
Pervin dan John (1997) mengatakan bahwa skala trait conscientiousness memberikan penilaian tingkat

3

individu dalam organisasi secara terus menerus, dan motivasi dalam mencapai tingkah laku yang ingin
dicapai secara langsung. Dimensi ini mempunyai perbedaan dengan orang yang bergantung pada orang
lain, cerewet, lesu, dan tidak rapi. Wood et al., (2005) menjelaskan bahwa dimensi conscientiousness

membedakan orang yang mandiri, terorganisir, dapat dipercaya, seksama, pekerja keras, dan tekun;
dengan orang yang tidak mandiri, tidak terorganisir, impulsif, tidak dapat dipercaya, tidak bertanggung
jawab, teledor, lalai, dan malas.
Dimensi extraversion. Dimensi kepribadian Extraversion ini terdapat 6 facet, yaitu (a) warmth, (b)
gregariousness, (c) assertiveness, (d) activity, (e) excitement seeking, dan (f) positive emotion. Pervin
dan John (1997) mengatakan bahwa skala extraversion memberikan penilaian kuantitas dan intensitas
terhadap pengaruh timbal balik antar perseorangan, tingkat aktivitas, keperluan stimulus, dan kapasitas
untuk kesenangan. Skor yang tinggi pada extraversion adalah dapat bersosialisasi, aktif, talkative (cakap
berbicara), berorientasi pada sesama, optimis, fun-loving, dan sikap afektif (penyayang); sedangkan skor
yang rendah pada extraversion adalah sikap suka menyendiri, tenang, menyendiri, berorientasi pada
tugas, malu-malu, dan sikap yang tidak gembira (Pervin & John, 1997; Wood et al., 2005).
Dimensi agreeableness. Dimensi kepribadian agreeableness ini terdapat 6 facet, yaitu (a) trust,
(b) straightforwardness, (c) altruism, (d) compliance, (e) modesty, dan (f) tender-mindedness. Pervin dan
John (1997) mengatakan bahwa skala trait agreeableness memberikan penilaian kualitas terhadap suatu
orientasi pengaruh timbal balik bersamaan dengan rangkaian kesatuan dari perasaan kasihan menjadi
sebaliknya. Perasaan ini terjadi baik dalam pemikiran, perasaan, maupun tindakan. Orang mempunyai
skor yang tinggi pada trait ini adalah orang yang penolong, pemaaf, lembut hati, karakter yang baik,
dapat dipercaya, mudah dibujuk, dan bersikap terang-terangan. Skor yang rendah pada trait ini adalah
kasar, mudah curiga, kurang dapat diajak bekerja sama, manipulatif, bersikap sinis, dan suka mencari
masalah. Wood et al., (2005) menambahkan bahwa dimensi agreeableness terdiri dari kumpulan traits

yang terbentang dari rasa kasihan sampai pada perasaan pertentangan (antagonis) terhadap orang lain.
Orang dengan nilai yang tinggi pada dimensi ini adalah orang yang menyenangkan, baik hati, hangat,
simpatik, kooperatif, sedangkan mereka yang rendah dalam dimensi ini adalah orang yang tidak
bersahabat, tidak menyenangkan, agresif, argumentatif, dingin, terkadang bersifat bermusuhan, dan
dendam.
sifat-sifat tersebut berasal dari dalam diri sendiri (internal) dan bukan paksaan orang lain
(eksternal).
Dimensi neuroticism. Dimensi kepribadian neuroticism ini terdapat 6 facet, yaitu (a) anxiety, (b)
angry hostility, (c) depression, (d) self-consciousness, (e) impulsiveness, dan (f) vulnerability to stres.
Pervin dan John (1997) mengatakan bahwa dimensi neuroticism memberikan penilaian pada
penyesuaian dibanding dengan ketidakstabilan emosi yang mengindikasikan kecenderungan pada
penderitaan psikologis, ide-ide yang tidak realitis, keinginan-keinginan yang berlebihan, dan penyelesaian
respon yang maladaptif. Skor yang tinggi pada neuroticism adalah khawatir, cemas, emosional, tidak

4

nyaman, perasaan kurang, dan rasa cemas yang berlebihan, sedangkan skor yang rendah pada
neuroticism adalah tenang, rileks, tidak mudah emosi, tabah, rasa aman, dan rasa puas.
Wood et al., (2005) menambahkan bahwa orang yang tinggi pada neuroticism cenderung tidak
mempunyai stabilitas emosional. Mereka cenderung mengalami emosi yang negative, menjadi moody,

lekas marah, gugup, dan mudah kuatir. Dimensi ini membedakan orang yang bersemangat, mudah
mengatasi emosinya, dan cenderung tenang.
Perilaku Merokok
Merokok adalah perilaku yang sangat merugikan kesehatan tetapi perilaku ini terus dipertahankan
oleh kebanyakan perokok. Sarafino (2002) menjelaskan bahwa seorang individu biasanya mulai
mencoba untuk merokok pada saat remaja. Mereka akan menjadi perokok tetap bila mereka sudah
menghisap rokok keempatnya (Laventhal & Cleary, dikutip oleh Sarafino, 2002). Selanjutnya juga
dijelaskan bahwa untuk menjadi perokok tetap seringkali membutuhkan waktu yang lama, kadang
membutuhkan waktu sampai setahun atau lebih (Ary & Biglan, dikutip oleh Sarafino, 2002).
Menurut Laventhal dan Cleary (dikutip oleh Brannon & Feist, 2000) terdapat beberapa tahapan
seseorang menjadi perokok tetap. Pertama, tahap persiapan. Sebelum seseorang mencoba rokok,
melibatkan perkembangan perilaku, intensi tentang merokok, dan bayangan tentang seperti apa rokok itu.
Kedua, tahap inisiasi (initiation). Reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk
dan berkeringat. Namun demikian, hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku
adaptasi terhadap rokok. Ketiga, tahap menjadi perokok. Tahap ini melibatkan suatu proses concept
formation, yaitu seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok serta memasukkan aturan perokok ke
dalam konsep dirinya. Terakhir, perokok tetap. Tahap ini terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme
biologis bergabung, dan semakin mendorong perilaku merokok.
Rokok
Menurut Sitepoe (2000), rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, termasuk di

dalamnya cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica,
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dan/atau tanpa bahan tambahan.
Biasanya rokok berbentuk silinder yang panjangnya antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung
negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah (“Rokok,”
2006).
Rokok yang dihasilkan terdiri dari tembakau yang disusun kembali atau diparut dengan
memproses beratus-ratus bahan kimia (Mackay & Eriksen, 2002). Rokok digunakan dengan cara
membakar salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada
ujung lain (“Rokok,” 2006). Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik
dengan menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Jadi, merokok dapat diartikan membakar
tembakau dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut, baik dengan menggunakan
rokok maupun pipa.

5

Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang
terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang terhembus ke udara oleh perokok
disebut sidestream smoke yang mengakibatkan orang menjadi perokok pasif. Asap rokok yang dihisap
mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai daya kerja terhadap tubuh.
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia dan 200 bahan kimia diantaranya bersifat racun (Jamal,

2006). Racun yang terdapat di dalam asap rokok antara lain karbon monoksida (CO) dan polycyclic
aromatic hydrocarbon yang mengandung zat-zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar, benzopyrenes,
vinyl chlorida, dan nitroso-nor-nicotine). Di samping itu, nikotin dapat menimbulkan ketagihan, baik pada
perokok aktif maupun perokok pasif. Para perokok aktif dan pasif berisiko terkena batuk dengan sesak
nafas 6,5 kali dibanding bukan perokok. Meskipun, industri rokok selalu berusaha menyangkal bukti-bukti
epidemiologis tentang dampak merokok ini pada kesehatan manusia.
Sarafino (2002) mendefinisikan nikotin sebagai zat aktif dalam rokok yang dapat meningkatkan
energi dan kewaspadaan perokok, memberi kenikmatan, dan pengalaman. Nikotin juga merangsang
neurotransmitter yang memiliki efek memberikan rasa tenang atau mengurangi rasa sedih. Nikotin
merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun (Jamal, 2006). Zat ini hanya
terdapat dalam tembakau, sangat adiktif, dan mempengaruhi otak atau susunan saraf.
Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,
sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat
kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah
perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhenti. Survei pada anak-anak sekolah
usia 13-15 tahun di Jakarta menunjukkan bahwa lebih dari 20% adalah perokok tetap dan 80%
diantaranya ingin berhenti merokok tetapi tidak berhasil (Jamal, 2006).
Tipe Perokok
Berdasarkan intensitasnya, terdapat tiga tipe perokok (Sitepoe, 2000): (a) perokok ringan, yaitu
perokok yang mengkonsumsi rokok 1-10 batang per hari; (b) perokok sedang, yaitu perokok yang

mengkonsumsi rokok 11-20 batang per hari; dan (c) perokok berat, yaitu perokok yang mengkonsumsi
rokok lebih dari 20 batang per harinya.
Tomkins (dikutip oleh Brannon & Feist, 2000) menjelaskan terdapat empat tipe perilaku merokok,
yaitu (a) positive affect, (b) negative affect, (c) addictive, dan (d) habitual atau kebiasaan. Pertama, tipe
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, yaitu dengan merokok seseorang merasakan
penambahan rasa yang positif. Kedua, perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak
orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya ketika ia marah, cemas,
dan gelisah, maka rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok jika perasaan tidak
enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
Selain itu, ada tipe perilaku merokok lain, yaitu perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah
adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya

6

berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam
sekalipun, karena ia khawatir jika rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.
Terakhir, perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok bukan
untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi rutinitas dan/atau
kebiasaan. Dengan kata lain, orang-orang pada tipe ini menganggap bahwa merokok sudah merupakan
suatu perilaku yang bersifat otomatis. Seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari, mereka menjadi
pecandu rokok.
Alasan dan Penyebab Seseorang Merokok
Conrad dan Miller (dikutip oleh Sitepoe, 2000) menyatakan bahwa seseorang akan menjadi
perokok melalui dorongan psikologis dan dorongan fisiologis. Dorongan psikologis, seperti menganggap
perilaku merokok sebagai rangsangan seksual, ritual, mengalihkan kecemasan, menunjukkan kejantanan,
serta kedewasaan. Dorongan fisiologis, seperti adanya efek nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan
sehingga seseorang ingin terus merokok.
Laventhal dan Cleary (dikutip oleh Brannon & Feist, 2000) mengajukan hipotesis bahwa anak
muda mungkin mulai merokok pada satu atau tiga alasan berbeda, yaitu mengontrol ketegangan,
pemberontakan, atau tekanan sosial. Banyak anak muda yang mulai merokok karena rokok
diasosiasikan dengan gambaran dari sikap memberontok dan kemandirian. Hipotesis lain mengenai
alasan mulai merokok adalah tekanan sosial. Beberapa anak muda sangat sensitif terhadap tekanan
sosial dan akan mulai merokok jika mereka mempunyai teman yang merokok. Keberadaan teman sebaya
yang merokok merupakan prediktor yang kuat terhadap perilaku merokok.
Tomkins (dikutip oleh Sarafino, 2002) mengungkapkan terdapat empat alasan psikologis mengenai
keputusan seseorang untuk tetap merokok. Pertama untuk mendapatkan efek positif karena merokok
adalah stimulasi, relaksasi, serta kesenangan. Kedua, untuk mengurangi efek negatif, yaitu untuk
menghindari, kecemasan serta ketegangan. Ketiga adalah kebiasaan yang secara otomatis dilakukan
tanpa kesadaran, dan keempat adalah dengan adanya ketergantungan psikologis pada rokok untuk
mengatur keadaan emosional negatif dan positif.
Taylor (2003) menjelaskan bahwa seseorang akan mulai merokok pada usia remaja jika
orangtuanya juga merokok, mereka berada dalam kelas yang rendah, dan jika mereka mengalami
tekanan sosial. Prince (dikutip oleh Rice, 1999) menjelaskan bahwa beberapa remaja memulai kegiatan
merokok karena adanya tekanan dari teman sebaya. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Stanton
dan Silva pada tahun 1992 (dikutip oleh Rice, 1999) membuktikan bahwa bahkan orangtua yang tidak
merokok, keberadaan teman mempunyai pengaruh yang besar pada awal keremajaan anak untuk
merokok.
Kepribadian dan Perilaku Merokok
Partodiharjo (2006) menjelaskan terdapat beberapa ciri orang yang mempunyai kemungkinan
besar mengalami gangguan penggunaan zat: (a) sifat mudah kecewa dan kecenderungan menjadi
agresif dan destruktif; (b) perasaan rendah diri (low self-esteem); (c) tidak dapat menunggu atau bersabar

7

yang berlebihan; (d) suka mencari sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung risiko berbahaya yang
berlebihan; (d) cepat menjadi bosan dan merasa tertekan, murung dan merasa tidak sanggup berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari; (e) mengalami hambatan atau penyimpangan psikoseksual dengan akibat
kegagalan membentuk identifikasi seksual yang memadai; (f) keterbelakangan mental (retardasi mental)
terutama yang tergolong pada taraf perbatasan; (g) kurangnya motivasi atau dorongan untuk mencapai
suatu keberhasilan dalam pendidikan atau pekerjaan atau dalam lapangan kegiatan lainnya; (h) prestasi
belajar menunjukkan hasil yang cenderung rendah; (i) kurang berpartisipasi dalam kegiatan
ekstrakulikuler; dan (j) cenderung memiliki gangguan jiwa seperti kecemasan, obsesi, apatis, menarik diri
dalam pergaulan, depresi, kurang mampu menghadapi stres atau sebaliknya hiperaktif.
Selain itu didapatkan juga adanya perilaku yang menyimpang, seperti hubungan seksual pada usia
dini, putus sekolah, perilaku anti sosial pada usia sangat dini, seperti tindakan kekerasan, mencuri,
agresifitas, berbohong, dan kenakalan remaja lainnya (Partodiharjo, 2006). Remaja yang mempunyai
kecenderungan untuk terjurumus dalam narkoba juga mempunyai perilaku sebagai berikut: (a) suka tidur
pada malam hari atau tidur larut malam, (b) kurang suka berolahraga, (c) cenderung makan berlebihan,
(d) suka melancarkan protes sosial, (e) mempunyai persepsi bahwa hubungan dalam keluarga kurang
dekat walaupun seringkali kenyataannya tidak demikian, (f) adanya anggota keluarga lain yang tergolong
peminum alkohol yang berat atau pemakai obat yang secara berlebihan, (g) berteman dengan orang
yang tergolong peminum berat atau pemakai obat yang berlebihan, (h) sudah mulai merokok pada usia
yang lebih dini daripada rata-rata perokok lainnya, dan (i) kehidupan keluarga atau dirinya kurang religius.
McKim (2000) menambahkan bahwa perokok akan lebih mudah menggunakan obat-obatan,
seperti kafein dan terutama alkohol dibandingkan dengan mereka yang bukan perokok. Perokok lebih
mudah mengganti pekerjaan mereka, cepat memutuskan untuk menikah dan kemudia bercerai, lebih
sering mengalami kecelakaan lalu lintas, lebih pemberontak, pendidikan akademik yang rendah, dan
lebih aktif secara seksual dibandingkan dengan mereka yang bukan perokok.
Peran Kepribadian Big Five dan Perilaku Merokok
Kepribadian dengan pendekatan Big Five memiliki lima dimensi yang berbeda-beda dan tidak
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, perannya dalam perilaku merokok akan
menunjukkan peran yang berbeda juga, sesuai dengan karakteristik yang berlaku.
Sebuah laporan tentang kepribadian adiktif oleh The National Academy of Sciences (dikutip
oleh ”Penanggulangan bahaya Narkoba,” 2001) menyimpulkan bahwa tidak ada kesatuan kepribadian
tunggal yang unik yang menjadi kondisi yang diperlukan dan mencukupi untuk penggunaan zat. Dengan
kata lain, sulit untuk mengatakan ada kepribadian adiktif secara khusus. Sebaliknya dapat ditentukan
adalah kecenderungan penyalahgunaan zat. Pada umumnya para ahli melihat kecenderungan ini
berdasarkan hasil-hasil evaluasi psikologis, inventori-inventori maupun observasi.
Melalui Five Factor Model dari Costa dan McCrae maupun Eysenck’s P-E-N Model, didapatkan
suatu gambaran umum skor penyalahguna zat, yaitu: (a) tinggi pada dimensi Neuroticism dan Openness
to experience; dan (b) rendah pada dimensi Extraversion dan Conscientiousness. Neuroticism yang

8

dimaksud di sini adalah stabilitas emosional, yaitu apabila orang yang bersangkutan menunjukkan skor
yang tinggi pada aspek ini menandakan kecenderungan ketidakstabilan yang kuat .Extraversion yang
dimaksud di sini adalah kecenderungan socially outgoing. Skor yang rendah pada dimensi ini untuk
penyalahguna zat adalah kecenderungan untuk lebih banyak menarik diri dari situasi-situasi sosial. Hal
ini terjadi karena para penyalahguna memiliki subculture sendiri yang memungkinkannya untuk
mendapatkan interaksi sosial.
Openness yang dimaksud adalah faktor kepribadian yang mengarah pada originality, kreativitas,
independensi, dan senang tantangan. Sementara skor yang tinggi pada dimensi ini untuk penyalahguna
zat lebih berarti sebagai senang mencari sensasi dan keberanian mengambil risiko tanpa perhitungan
yang matang. Conscientiousness yang dimaksud adalah kepribadian yang goal-oriented, dan kerja keras.
Skor rendah untuk dimensi ini bagi penyalahguna zat berarti segala tindakannya kecenderungan tidak
memiliki tujuan pasti, dan sangat tidak tahan pada proses tindakannya.
Dewasa Muda
Secara fisik, dewasa muda menampilkan profil yang sempurna yang dapat dilihat dari
pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki
daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan terlihat inisiatif,
kreatif, energik, cepat, dan proaktif (Dariyo, 2004).
Menurut Santrock (1998), dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik, transisi
secara intelektual, maupun transisi peran sosial. Pertama, transisi fisik. Pada tahap ini, seorang individu
tidak lagi disebut masa tanggung, namun sudah tergolong menjadi pribadi yang benar-benar dewasa.
Penampilan fisik yang sudah benar-benar matang, sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti bekerja,
menikah, dan mempunyai anak. Ia dapat bertindak secara bertangung jawab untuk dirinya ataupun orang
lain (termasuk keluarganya).
Kedua, transisi intelektual. Menurut Piaget (dikutip dalam Papalia et al., 1998), kapasitas kognitif
dewasa muda sudah memasuki masa operational formal, atau bahkan kadang-kadang mencapai postoperasional formal. Dengan adanya kemampuan kognitif ini, maka dewasa muda mampu memecahkan
masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir, abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual,
sebagian besar mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi (universitas/akademi).
Kemudian setelah lulus tingkat universitas, mereka mengembangkan karier untuk mencapai puncak
prestasi.
Transisis peran sosial. Pada masa ini, mereka akan menindaklanjuti hubungan dengan
pasangannya (dating), untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah
tangga yang baru, yakni terpisah dari kedua orangtuanya. Di dalam kehidupan rumah tangga, baik lakilaki maupun perempuan memerankan peran ganda, yaitu sebagai individu yang bekerja, sebagai ayah
atau ibu bagi anak-anaknya, sebagai suami atau istri, dan peran sosial lainnya.
Kepribadian Dewasa Muda

9

Menurut Levinson (dikutip oleh Papalia et al., 1998), struktur kehidupan adalah pola-pola sifat,
karakter, sikap, nilai, dan cita-cita yang terbentuk dalam diri individu sepanjang perjalanan hidupnya. Pola
tersebut sangat dipengaruhi oleh pengalaman interaksi antara individu dan lingkungan sosial. Dengan
adanya berbagai interaksi, maka dalam jiwa individu terbentuk berbagai pengalaman-pengalaman yang
mampu membangun dan mengembangkan pola kepribadiannya. Tiap individu akan melewati proses
transisi kehidupan.
Levinson (dikutip dalam Papalia et al., 1998) membagikan masa dewasa ke dalam tiga tahap,
yaitu: (a) dewasa muda, pada usia 17 tahun sampai 45 tahun; (b) dewasa menengah, pada usia 40 tahun
sampai 65 tahun); dan (c) dewasa akhir, pada usia 60 tahun ke atas. Pada setiap fase transisi, Levinson
memberikan waktu lima tahun yang saling tumpang tindih (overlap). Hal ini dikarenakan waktu yang
dibutuhkan oleh setiap individu untuk berhasil melewati fase transisi berbeda-beda. Kecepatan dan
kekuatan individu untuk melewati

fase transisi tergantung pada faktor biologis, psikologis, dan

lingkungan sosial dari individu itu sendiri.
Levinson (dikutip oleh Papalia et al., 1998) membagi dua fase transisi kehidupan pada dewasa
muda, yaitu: (a) fase memasuki dewasa muda awal (usia 17-33 tahun); dan (b) fase puncak dewasa awal
(usia 33-45 tahun). Pertama, fase memasuki dewasa awal (17-33 tahun). Fase ini terdiri dari tiga tahap,
yaitu transisi dewasa muda 17-22 tahun), memasuki struktur kehidupan dewasa awal (22-28 tahun), dan
usia transisi 30-an (28-33 tahun). Pada masa transisi dewasa muda (17-22 tahun), individu masih berada
pada masa remaja. Secara fisik, bentuk tubuhnya tampak seperti orang dewasa pada umumnya, tetapi
secara mental individu masih belum memiliki tanggung jawab penuh karena masih hidup bergantung
secara ekonomi dari orangtuanya. Namun demikian, ada hasrat untuk menjadi mandiri dan lepas dari
bantuan orangtua. Untuk dapat mewujudkan keinginan tersebut, maka individu mempersiapkan dirinya
dengan cara menimba ilmu dan keahlian melalui pendidikan formal maupun non-formal.
Pada tahap memasuki struktur kehidupan dewasa (22-28 tahun), umumnya individu telah
menyelesaikan pendidikan formal. Untuk masyarakat yang maju wawasannya, mereka telah menempuh
pendidikan menengah (SMU) dan universitas. Pada tahap transisi 30-an (28-33 tahun), secara prinsip
sama dengan masa sebelumnya, yaitu individu masih tetap membangun karier pekerjaan dan
membentuk kehidupan keluarga, serta berkarya untuk membangun struktur kehidupan berikutnya. Akhir
dari periode ini, individu menggunakan waktunya untuk lebih mandiri, dengan cara menciptakan autonomi
dan mereduksi ketergantungannya kepada orang lain yang posisinya lebih tinggi, misalnya orangtuanya,
mentornya, dan/atau institusi tertentu (Santrock, 1998).
Kedua, fase puncak dewasa awal (usia 33-45 tahun). Fase ini dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu (a)
tahap puncak kehidupan dewasa awal (usia 33-40), dan (b) tahap transisi dewasa menengah (midlife
transition, usia 40-45 tahun). Pada tahap puncak kehidupan dewasa awal (usia 33-40 tahun), individu
merasa mantap atau memantapkan diri untuk pilihan pekerjaannya saat ini. Karena menanggung
kehidupan keluarga, individu memperkuat komitmen untuk membangun karier pekerjaan. Individu juga

10

membentuk kehidupan pribadi yang bertanggung jawab sesuai harapan dan cita-cita masyarakat bangsa.
Pada tahap ini individu juga mewujudkan aspirasi dan cita-cita yang tertanam sejak masa mudanya dulu.
Pada tahap transisi dewasa menengah (midlife transtition, usia 40-45 tahun), individu telah
menempuh perjalanan hidup yang panjang, di antaranya: (a) meniti karier pekerjaan sampai mencapai
posisi penting sebagai ahli atau pimpinan (kepala, manajer, direktur); (b) membangun kehidupan rumah
tangga yang ditandai dengan kehadiran anak-anak. Dengan adanya pencapaian itu, individu mulai
menilai kembali struktur kehidupan tersebut dan mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa
menengah (Papalia et al., 1998).
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah perokok dewasa muda,usia 18 hingga 40 tahun. Pendidikan
minimal SMU dan/atau sederajat. Penelitian ini menggunakan non-probability sampling, dengan teknik
purposive sampling. Gambaran umum mengenai subyek penelitian dapat dilihat dari 8 kategori. Kategori
tersebut adalah (a) usia, (b) jenis kelamin, (c) pendidikan, (d) pengeluaran per hari, (e) pekerjaan, (f)
kondisi tempat tinggal, (g) kondisi ayah kandung, dan (h) kondisi ibu kandung.
Gambaran Subyek Berdasarkan Usia
Usia

Frekuensi

Persentase

18-27

161

84

28-33

20

10

34-40

10

5

Total

191

100

Gambaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase

Laki-laki

156

82

Perempuan

35

18

Total

191

100

Gambaran Subyek Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan

Frekuensi

Persentase

Tamat SMA

35

18

Tamat Diploma

4

2

S1

152

70

Tamat S1

19

10

Total

191

100

11

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif noneksperimental. Penelitian kuantitatif non-eksperimental ini digunakan dengan maksud disesuaikan
dengan sasaran untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kepribadian dan perilaku merokok
pada dewasa muda. Berdasarkan rumusan di atas, dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang
digunakan, yaitu variabel kepribadian dan variabel perilaku merokok.
Setting Penelitian
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 23 hari, yaitu tertanggal 17-9
Oktober 2007. Pengambilan data dilakukan di beberapa tempat di Jakarta. Peneliti menggunakan
beberapa tempat untuk melakukan pengumpulan data, yaitu: (a) Universitas Tarumanagara, (b)
Universitas Atma Jaya, (c) IBII, (d) Mal Ambasador, (e) Food Court Plaza Semanggi, (f) salah satu
perusahaan di Cilincing, (g) Bank Permata cabang Pecenongan, (h) Foodcourt Golden Truly, (i) salah
satu sekolah di Pluit, dan beberapa tempat lainnya yang berada di daerah Jakarta.
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang terdiri dari sejumlah
butir pernyataan. Kuesioner pertama bertujuan untuk mengukur tingkat perilaku merokok pada dewasa
muda. Kuesioner kedua bertujuan untuk mengukur kepribadian, dan alat ukur yang digunakan adalah
NEO PI-R milik Lembaga Riset dan Pengukuran Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, yang
terdiri dari 248 butir pernyataan.
Instrumen penelitian yang peneliti berikan terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama,
pengantar. Pada bagian ini penulis menjelaskan mengenai tujuan penelitian, keterangan bahwa identitas
dirahasiakan, dan terakhir, ucapan terimakasih atas kesediaan subyek untuk dilibatkan dalam penelitian.
Bagian kedua, surat persetujuan. Surat persetujuan ini dimaksudkan untuk menyatakan kesediaan
subyek untuk dilibatkan dalam penelitian. Bagian ketiga adalah data kontrol yang terdiri dari nama,
tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, pendapatan per hari, tinggi dan berat badan, dan data lainnya.
Bagian terakhir adalah alat ukur perilaku merokok dan kepribadian.
Pengukuran Variabel Perilaku Merokok
Pengukuran variabel pada perilaku merokok adalah dengan mengetahui intensitas rokok yang
dikonsumsi oleh subyek. Selain itu, dalam pengukuran variabel perilaku merokok ini juga diberikan
pertanyaan mengenai sejak usia berapa subyek mulai merokok, berapa banyak rokok yang dihisap setiap
harinya, jenis rokok yang digunakan oleh subyek, dan beberapa pertanyaan lainnya yang berhubungan
dengan perilaku merokok.
Berdasarkan intensitasnya, perokok dapat dibedakan dalam 3 tipe (Sitepoe, 2000): (a) perokok
ringan, yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok 1-10 batang per hari; (b) perokok sedang, yaitu perokok
yang mengkonsumsi rokok 11-20 batang per hari; dan (c) perokok berat, yaitu perokok yang
mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per harinya. Dengan pengertian di atas, maka definisi

12

operasional dari perilaku merokok adalah makin banyak rokok yang dihisap oleh seseorang, maka makin
tinggi pula perilaku merokok yang ditunjukkannya.
Pengukuran Variabel Kepribadian
Pengukuran variabel kepribadian menggunakan alat ukur kepribadian Big Five milik Lembaga Riset
Penelitian dan Pengukuran Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Alat ukur kepribadian Big Five
ini terdiri dari 5 dimensi, yaitu openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness,
dan neuroticism. Tiap dimensi ini terdapat enam sub-dimensi. Pada dimensi openness, sub-dimensinya
terdiri dari (a) fantasy, (b) aesthetics, (c) feelings, (d) actions, (e) ideas, dan (f) values. Sub-dimensi pada
dimensi conscientiousness adalah (a) competence, (b) order, (c) dutifulness, (d) achievement striving, (e)
self discipline, dan (f) delibration. Sub-dimensi pada dimensi extraversion adalah (a) warmth, (b)
gregariousness, (c) assertiveness, (d) activity, (e) excitement seeking, dan (f) positive emotion. Subdimensi pada dimensi agreeableness adalah (a) trust, (b) straightforwardness, (c) altruism, (d)
compliance, (e) modesty, dan (f) tender mindedness. Sub-dimensi pada dimensi neuroticism (a) anxiety,
(b) angry hostility, (c) depression, (d) self consciousness, (e) impulsiveness, dan (f) vulnerability. Total
seluruh item yang terdapat pada kepribadian Big Five ini adalah sebanyak 248 item.
Koefisien Reliabilitas Internal Pengukuran Kepribadian
Sub

dimensi

Sub

dimensi

No.

Kepribadian

α

No.

Kepribadian

α

1

Fantasy

0,158

16

Activity

0,444

2

Aesthetics

0,570

17

Excitement seeking

0,465

3

Feelings

0,268

18

Positive emotion

0,716

4

Actions

0,307

19

Trust

0,528

5

Ideas

0,309

20

Straightforwardness

0,451

6

Values

0,116

21

Altruism

0,484

7

Competence

0,603

22

Compliance

0,473

8

Order

0,415

23

Modesty

0,447

9

Dutifullness

0,528

24

Tender Mindedness

0,449

10

Achivement Striving

0,479

25

Anxiety

0,600

11

Self discipline

0,664

26

Angry Hostility

0,616

12

Deliberation

0,522

27

Depression

0,665

13

Warmth

0,446

28

Self Consciousness

0,236

14

Gregoriousness

0,577

29

Impulsiveness

0,482

15

Assertiveness

0,428

30

Vulnerability

0,631

13

Hasil penelitian
Gambaran Kepribadian Dimensi Openness
Sig.
Sub-dimensi

Min.

Max.

Mean

SD

(2 tailed)

Keterangan

Fantasy

2,13

4,00

3,15

0,35

0,00

Tinggi

Aesthetics

1,63

4,88

3,28

0,54

0,00

Tinggi

Feelings

2,13

4,38

3,31

0,38

0,00

Tinggi

Actions

1,63

4,13

3,03

0,40

0,25

Cukup

Ideas

2,25

8,00

3,39

0,59

0,00

Tinggi

Values

2,13

4,25

3,04

0,37

0,11

Cukup

Gambaran Kepribadian Dimensi Conscientiousness
Sig.
Sub-dimensi

Min.

Max.

Mean

SD

(2 tailed)

Keterangan

Competence

1,50

5,00

3,24

0,47

0,00

Tinggi

Order

2,13

4,50

3,10

0,44

0,00

Cukup

Dutifullness

2,00

5,00

3,37

0,47

0,00

Tinggi

Achievement

2,25

4,88

3,39

0,46

0,00

Tinggi

Self-Discipline

1,00

4,38

2,85

0,54

0,00

Cukup

Deliberation

2,13

4,25

3,38

0,45

0,00

Tinggi

Gambaran Kepribadian Dimensi Extraversion
Sig.
Sub-dimensi

Min

Max

Mean

SD

(2 tailed)

Keterangan

Warmth

2,00

5,00

3,58

0,42

0,00

Tinggi

Gregariousness

1,88

4,75

3,24

0,50

0,00

Tinggi

Assertiveness

1,88

4,38

3,05

0,46

0,15

Cukup

Activity

2,13

4,38

3,16

0,40

0,00

Cukup

Excitement Seeking

2,38

5,00

3,59

0,47

0,00

Tinggi

Positive Emotion

2,25

5,00

3,64

0,57

0,00

Tinggi

14

Gambaran Kepribadian Dimensi Agreeableness
Sig.
Sub-dimensi

Min.

Max.

Mean

SD

(2 tailed)

Keterangan

Trust

1,88

4,88

3,30

0,46

0,00

Tinggi

Straighforwardness

2,25

5,00

3,33

0,46

0,00

Tinggi

Altruism

2,38

4,63

3,51

0,43

0,00

Tinggi

Compliance

1,13

4,13

2,79

0,44

0,00

Rendah

Modesty

1,50

4,50

3,11

0,46

0,00

Cukup

Tender-Mindedness

2,38

4,63

3,58

0,45

0,00

Tinggi

Gambaran Kepribadian Dimensi Neuroticism
Sig.
Sub-dimensi

Min.

Maks.

Mean

SD

(2 tailed)

Keterangan

Anxiety

1,88

4,88

3,24

0,52

0,00

Tinggi

Angry Hostility

1,50

4,88

3,15

0,55

0,00

Cukup

Depression

1,50

4,88

3,18

0,56

0,00

Tinggi

Self-Consciousness

2,13

5,38

3,16

0,44

0,00

Cukup

Impulsiveness

1,75

4,50

2,98

0,47

0,59

Cukup

Vulnerability

1,38

4,13

2,74

0,51

0,00

Rendah

Uji Hubungan Aspek-aspek Kepribadian terhadap Perilaku Merokok
Berdasarkan analisis diskriminan, maka hasil yang diperoleh adalah terdapat 2 sub-dimensi yang
mempunyai hubungan dengan perilaku merokok, yaitu yang berasal dari dimensi neuroticism: (a) pada
sub-dimensi anxiety, dan (b) pada sub-dimensi self-consciousness.
Sub-dimensi anxiety diketahui mempunyai hubungan dengan perilaku merokok, dengan nilai p =
0,037 < 0,05. Secara keseluruhan, subyek memiliki skor sub dimensi anxiety yang tinggi, yaitu dengan
rata-rata 3,24. Jadi, subyek cenderung merasa cemas dan khawatir terhadap masa depan dan
kemungkinan yang akan terjadi. Namun jika dilihat dari perbandingan antara subyek yang merokok 1-10
batang per hari (perokok ringan), subyek yang merokok 11-20 batang per hari (perokok sedang), dan
subyek yang merokok lebih dari 20 batang per hari (perokok berat), maka diketahui bahwa perokok berat
mempunyai skor anxiety yang lebih rendah dibandingkan perokok ringan dan perokok sedang.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa pada sub-dimensi anxiety (N1), perokok yang merokok
1-10 batang/hari mempunyai rata-rata 3,2662; perokok yang merokok 11-20 batang/hari mempunyai ratarata 3,2917; dan perokok yang merokok lebih dari 20 batang/hari mempunyai rata-rata 2,9844. Rata-rata
terendah (2,9844) pada sub-dimensi anxiety terdapat pada berat, dan rata-rata tertinggi (3,2917) pada

15

sub-dimensi anxiety terdapat pada perokok sedang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak rokok yang dikonsumsi, maka semakin perokok itu kurang mempunyai kecenderungan
pada sub-dimensi anxiety. Jadi, semakin perokok itu termasuk dalam perokok berat, (merokok lebih dari
20 batang per hari), maka semakin subyek kurang merasa cemas dan khawatir terhadap masa depan
dan kemungkinan yang akan terjadi.
Gambaran Nilai Rata-Rata pada tiap Sub-dimensi Kepribadian dan Banyak Rokok yang Dikonsumsi
Banyak_Rokok_2

O1_Fantasy
O2_Aesthetics
O3_Feelings
O4_Actions
O5_Ideas
O6_Values
C1_Competence
C2_Order
C3_Dutifulness/Obedient
C4_Achievement Striving
C5_Self-Discipline
C6_Deliberation
E1_Warmth
E2_Gregariousness
E3_Assertiveness
E4_Activity
E5_Excitement-Seeking
E6_Positive Emotion
A1_Trust
A2_Straighforwardness
A3_Altruism
A4_Compliance/conform
A5_Modesty
A6_Tender-Mindedness
N1_Anxiety
N2_Angry Hostility
N3_Depression
N4_Self-Consciousness
N5_Impulsiveness
N6_Vulnerability

1-10 batang
3,1573
3,2953
3,2963
3,0197
3,3847
3,0528
3,1821
3,1056
3,3459
3,3685
2,8416
3,3728
3,5787
3,2563
3,0086
3,1444
3,6142
3,6476
3,2780
3,3168
3,4860
2,7985
3,1099
3,5722
3,2662
3,1379
3,2128
3,2349
2,9945
2,7800

11-20 batang
3,1569
3,2113
3,4020
3,0343
3,3529
3,0711
3,3382
3,1029
3,4338
3,4069
2,8260
3,3456
3,5760
3,2279
3,0735
3,1544
3,5686
3,6446
3,2770
3,3333
3,5760
2,8235
3,1201
3,6740
3,2917
3,1985
3,2108
3,0662
2,9485
2,7083

! 20 batang
3,1302
3,3490
3,2135
3,0990
3,5000
2,9375
3,3125
3,0677
3,3750
3,4271
2,9427
3,4844
3,6042
3,1667
3,1823
3,2396
3,4792
3,5990
3,4531
3,3594
3,4531
2,6510
3,0938
3,4427
2,9844
3,1051
2,9688
3,0000
2,9896
2,5781

Total
3,1538
3,2796
3,3141
3,0336
3,3907
3,0432
3,2402
3,1001
3,3730
3,3861
2,8501
3,3796
3,5812
3,2375
3,0478
3,1590
3,5851
3,6407
3,2997
3,3266
3,5059
2,7866
3,1106
3,5831
3,2376
3,1500
3,1816
3,1603
2,9816
2,7355

Selain itu, pada dimensi neuroticism, diketahui juga bahwa sub dimensi self-consciousness
terdapat hubungan dengan perilaku merokok, dengan nilai p = 0,011 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
sub dimensi self-consciousness berhubungan dengan perilaku merokok pada dewasa muda. Secara
keseluruhan, subyek memiliki skor yang cukup tinggi pada sub dimensi self-consciousness. Hal ini berarti
subyek cenderung cukup segan terhadap orang lain yang posisinya lebih tinggi darinya, serta cukup takut
berbuat kesalahan yang mengecewakan orang lain.

16

Jika dilakukan perbandingan antara perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat, maka
pada tabel 16, dapat dilihat bahwa pada sub-dimensi self-consciousness (N4), perokok ringan
mempunyai mean 3,2349; perokok sedang mempunyai mean 3,0662; dan perokok berat mempunyai
mean 3,0000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak rokok yang dikonsumsi,
maka semakin perokok itu kurang mempunyai kecenderung pada sub-dimensi self-consciousness.
Artinya, semakin banyak rokok yang dikonsumsi, maka semakin orang itu tidak segan terhadap orang
lain yang posisinya lebih tinggi darinya, serta tidak takut berbuat kesalahan yang mengecewakan orang
lain.

Kesimpulan!+
Pada! gambaran! kepribadian! perokok! dapat! dilihat! bahwa! pada! dimensi! openness,! perokok!
mempunyai!skor!fantasy,!aesthetics,!feelings,!dan!ideas!yang!tinggi,!sedangkan!skor!yang!cukup!berada!
pada!sub!dimensi!actions!dan!values.!Pada!dimensi!conscientiousness,3perokok!mempunyai!skor!tinggi!
pada!sub!dimensi!competence,!dutifullness,!achievement,!deliberation,!dan!skor!cukup!pada!sub!dimensi!
order3 dan! self7discipline.! Pada! dimensi! extraversion,3 perokok! mempunyai! skor! tinggi! pada! sub! dimensi!
warmth,!gregariousness,!excitement!seeking,!dan!postive3emotion.!Sedangkan!skor!cukup!berada!pada!
sub!dimensi!assertiveness!dan!activity.!!
Pada! dimensi! agreeableness,! perokok! mempunyai! skor! tinggi! pada! trust,! straightforwardness,!
altruism,! dan! tender! mindedness.! Skor! cukup! untuk! sub! dimensi! modesty,! dan! skor! rendah! pada! sub!
dimensi! compliance.! Pada! dimensi! neuroticism,! perokok! mempunyai! (a)! skor! tinggi! pada! sub! dimensi!
anxiety! dan! depression;! (b)! skor! cukup! pada! sub! dimensi! angry! hostility,! self=consciousness,! dan!
impulsiveness;!dan!(c)!skor!rendah!pada!sub!dimensi!vulnerability.!!
Dari!hasil!penelitian!yang!didapatkan,!maka!diperoleh!kesimpulan!bahwa!terdapat!hubungan!yang!
signifikan!antara!kepribadian!dan!perilaku!merokok!pada!dewasa!muda.!Kepribadian! merupakan!salah!
satu! faktor! yang! mempengaruhi! perilaku! merokok.! Dimensi! kepribadian! Big3 Five! yang! mempunyai!
pengaruh!terhadap!perilaku!merokok!adalah!dimensi!neuroticism,!dengan!sub!dimensi!anxiety!dan!self3
consciousness.! Asumsi! peneliti! bahwa! dimensi! neuroticism! berpengaruh! terhadap! perilaku! merokok!
dewasa!muda!ternyata!terbukti.!!
Saran+untuk+Perokok.!!
Banyanya!dampak!negatif!yang!ditimbulkan!dari!merokok,!maka!penulis!sangat!menyarankan!agar!
perokok! dapat! berhenti! merokok.! Dengan! berhenti! merokok,! yang! pasti! perokok! dapat! terhindar! dari!
beberapa! penyakit,! seperti! penyakit! jantung,! penyakit! paru=paru,! dan! penyakit! lain! yang! ditimbulkan!
dari!efek!merokok.!Selain!itu!menyelamatkan!diri!perokok!sendiri,!perokok!juga!dapat!menyelamatkan!
orang=orang!di!sekitar!perokok,!karena!telah!mengurangi!perokok!pasif.!Sadarilah!bahwa!kesehatan!itu!

17

sangat! mahal! harganya.! Uang! dapat! dicari,! namun! kesehatan! tidak! dapat! dibeli! dengan! harga! yang!
murah.!Ingatlah!bahwa!tubuh!yang!diciptakan!Tuhan!adalah!sangat!berharga.!!
Selain! itu,! berdasarkan! hasil! penelitian! yang! dilakukan,! diketahui! bahwa! perokok! cenderung!
mempunyai! skor! anxiety! yang! tinggi.! Perokok! cenderung! mengurangi! kecemasan! mereka! dengan! cara!
mengisap!rokok!lebih!banyak.!Dengan!demikian,!hal!ini!perlu!lebih!diwaspadi!oleh!para!perokok.!Peneliti!
menyarankan! agar! perokok! dapat! mengurangi! kecemasan! dengan! cara! lain.! Kita! dapat! mengatakan!
bahwa! botol! setengah! berisi! atau! botol! setengah! kosong.! Semua! tergantung! bagaimana! kita!
memandang!masalah!yang!kita!hadapi.!
Banyak! cara! yang! dapat! perokok! lakukan! saat! mereka! cemas.! Salah! satunya! adalah! mencari!
kesibukan! lain,! yang! pasti! bukan! merokok.! Lakukanlah! aktivitas! lain! yang! dapat! memberi! manfaat,!
contohnya! kursus! program! komputer.! Selain! itu,! apabila! perokok! merasa! tidak! dapat! mengatasi!
kecemasannya!sendiri,!cobalah!untuk!mencari!bantuan!orang!lain.!Perokok!dapat!menceritakan!masalah!
dan!kecemasan!kepada!orang!yang!perokok!percaya.!!
Perokok! berat! juga! mempunyai! self7consciousness! yang! rendah.! Dengan! demikian,! perokok!
diharapkan!untuk!lebih!meningkatkan!rasa!segan!dan!kepedulian!terhadap!dirinya!maupun!orang!lain.!
Perokok! juga! harus! lebih! peka! terhadap! lingkungan! sekitar,! terutama! kepada! orang! lain! yang! tidak!
merokok,! agar! mereka! tidak! menjadi! perokok! pasif.! Pikirkanlah! orang! di! sekitar! yang! perokok! kasihi.!
Jangan!biarkan!mereka!terkena!imbas!dari!perilaku!merokok!yang!dilakukan!perokok.!Sadarilah!bahwa!
orang!lain!juga!mempunyai!hak!untuk!menghirup!udara!yang!bersih.!
DAFTAR+PUSTAKA+
th

Coon,!D.!(2004).!Introduction3to3psychology:3Gateways3to3mind3and3behavior!(10 !ed.).!Belmont,!CA:!Thomson.!
Dariyo,!A.!(2004,!November).!Psikologi3perkembangan3dewasa3muda.!Gramedia:!Jakarta.!
th

Davison,!G.!C.,!Neale,!J.!M.,!Kring,!A.!M.!(2004).!Abnormal3psyc