Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Karet
2.1.1. Asal dan Penyebaran
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Erg.) berasal dari Amerika
Selatan yaitu di daerah sekitar lembah Amazone, Brazil. Penyebaran tanaman
karet ke negara lain termasuk Indonesia dilakukan oleh Wickham sekitar tahun
1876 (Dijkman, 1951; Jone & Allen, 1992).
Populasi awal sampai dengan saat ini di Indonesia dan negara-negara
produsen utama karet masih berasal dari populasi Wickham 1876. Karet
merupakan komoditas perkebunan yang cukup penting bagi negara-negara
produsen karet seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Total luas perkebunan
karet yang terdapat di ketiga negara tersebut yaitu sekitar 7,1 juta hektar atau
sekitar 71,3 % dari luas total perkebunan karet di dunia dengan jumlah produksi
sekitar 4,8 juta ton per tahun atau 72,4 % dari total produksi dunia (IRSG, 1999).
Dari total luasan dunia terdapat beberapa negara produsen karet lainnya seperti:
India, Sri Lanka, China, Vietnam, Kamboja, Philipina, dan beberapa negara
Afrika.
Di Indonesia, tanaman karet tersebar diseluruh sentra-sentra produksi karet

terutama Sumatra (2,4 juta ha), Kalimantan (0,8 juta ha), dan di Jawa (0,15 juta
ha) ( Aidi-Daslin , 2000; Karyudi, et al., 2000). Total luas areal di Indonesia pada
tahun 2000 seluas 3,5 juta, tetapi kecenderungan mulai terjadi adanya penurunan
karena persaingan dengan komoditas kelapa sawit. Sekitar hampir 83 % dari total

Universitas Sumatera Utara

11

luasan tersebut merupakan kebun milik rakyat dan sisanya adalah milik
perkebunan pemerintah dan swasta (Aidi-Daslin , 2000; Karyudi, et al., 2000).
Botani
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) termasuk famili
Euphorbiacea dan dalam kelas Dicotyledoneae. Tanaman karet berakar tunggang,
mempunyai lingkaran kambium, batang bercabang-cabang dan tersusun tiga
dalam satu tangkai, panjang tangkai daun 3 - 20 cm dengan ketinggian pohon
dapat mencapai 40 cm (Reed, 1976; Van Steenis et al., 1978; Azwar, 1989).
Bunga karet berumah satu dan berbentuk malai. Setiap malai terdiri dari
sumbu utama yang tumbuh dari ketiak daun dan terdapat adanya bunga betina dan
bunga jantan. Bunga betina terletak pada ujung-ujung malai dan ukurannya lebih

besar, sedangkan bunga jantan terletak dibagian bawah dari bunga betina,
jumlahnya lebih banyak dan letaknya dibawah bunga betina. Pada bunga betina
terdapat bakal buah yang beruang tiga dengan tiga kepala putik. Bunga berwarna
kuning kehijauan. Bunga jantan terdiri dari stamen (tangkai sari) dan kepala sari
yang terdiri dari 10 kepala sari yang tersusun dalam dua lingkaran masing-masing
dengan lima kepala sari (Reed, 1976; Van et al., 1978; Setyamidjaja, 1983).
Pertumbuhan batang bervariasi untuk tanaman karet yaitu ada yang
berbentuk silinder dan ada pula yang pipih. Dan batang yang berasal dari tanaman
biji bentuknya conis (kerucut), dibagian bawah lebih besar kemudian mengecil
dibagian atasnya (Lubis, 1985).
Tanaman karet mempunyai struktur anatomi seperti tanaman dikotil yang
lain. Secara umum jaringan kulit karet tersusun oleh sel-sel parenchimatis yang
diantaranya terdapat jaringan pengangkut xylem dan phloem, yang di keduanya

Universitas Sumatera Utara

12

dipisahkan oleh kambium (Indraty, 1987). Batang dan kulit merupakan wadah
dari produksi tanaman karet, dimana segala proses asimilasi yang terjadi di daun

ditransfer ke dalam tubuh pohon untuk memproduksi lateks. Terbentuknya lateks
di dalam batang berhubungan dengan besarnya pertumbuhan pohon (Indraty,
1987). Dari penampang melintang batang pohon karet dapat dilihat bagian tengah
sampai lapisan terluar terdiri dari bagian kayu, kambium, kulit lunak, kulit keras,
dan akhirnya lapisan gabus. Dalam kulit lunak terdapat suatu deretan pembuluh
tapis yang vertikal yang mengandung karbohidrat hasil dari fotosintesa (Ginting,
1983).
Jumlah pembuluh lateks akan semakin banyak pada daerah yang
mendekati kambium. Sistim pembuluh lateks merupakan suatu bejana yang
berbentuk pipa-pipa kapiler (anastomisis), yang saling berhubungan di dalam
keseluruhan pohon atau tubuh tanaman (Setyamidjaja, 1983). Jumlah dan susunan
pembuluh lateks bervariasi diantara klon, dan bahkan dari pohon ke pohon. Hal
ini dipengaruhi oleh umur tanaman, posisi kulit, tebal kulit, jenis pohon dan
pertumbuhan batang tanaman (Lukman, 1984).
Keragaman Genetik
Beberapa spesies tanaman karet yang telah dikenal selain Hevea
brasiliensis yaitu: Ficus elastica Roxb., Casliloa elastica Cerv., Funtumia
elastica Stapf., Willughbeia spp., Landolphia spp., Palaquim gutta Burck.,
Payena spp., Mimosops balata (Aubl.) Gaertn., Achras zapota L., Manihot
glasiovii Muell Arg., Cryptostegia spp., Parthenium argentatum Gray, dan

Solidago spp. (Dikjman,1951; Jones & Allen, 1992). Produksi semua spesies

Universitas Sumatera Utara

13

tersebut di atas tidak dapat dikomersialkan karena tidak mempunyai nilai
ekonomis.
Tanaman karet tumbuhan dikotil yang jumlah kromosomnya yaitu 2n = 36
dan sifatnya menyerbuk silang, walaupun bunga berada pada satu pohon. Pada
genus Hevea terdapat adanya 10 spesies Hevea yang berbeda yaitu diantaranya:
H. Benthamiana Muell Arg., H. brasiliensis Muell Arg., H. camargoana Pires, H.
camporum Ducke, H. guianensis Aubl., H. microphylla Ule, H. nitida Muell Arg.,
H. pauciflora Muell Arg., H. rigidofolia Muell Arg. dan H. spruceana Muell Arg.
(Webster & Paardekooper, 1989; Wycherley, 1992). Spesies-spesies tersebut tidak
dapat dikomersialkan oleh karena produksinya cukup rendah, kecuali H.
brasiliensis (Webster & Paardekooper, 1989). Hevea brasiliensis dapat
dibudidayakan sebagai tanaman komersial pada perkebunan besar dengan
kerapatan tanaman dapat mencapai 500 - 700 pohon per ha (Siagian et al., 2000).
Ketinggian dapat mencapai 25 - 30 meter, buka sadap sampai saat ini untuk klonklon baru dapat dilakukan antara 3,5 – 4,0 tahun dengan kriteria menggunakan

lilit batang mencapai 45 cm (Azwar & Suhendry, 1998; Suhendry et al., 2001,
Woelan et al., 2005 ). Keragaman genetik karet saat ini cukup sempit, faktor
inilah

yang

mengakibatkan

kemajuan

genetik

karet

agak

mengalami

keterlambatan. Karena klon-klon yang dikembangkan sekarang ini berasal dari
populasi hasil ekspedisi dari Wickham 1876. Beberapa upaya telah dilakukan

yaitu diantaranya dengan mendatangkan Plasma Nutfah IRRDB tahun 1981.
Sebanyak 8877 genotipe yang telah dikoleksi oleh Balai Penelitian Karet di
Kebun Percobaan Sungei Putih.

Universitas Sumatera Utara

14

2.2. Pemuliaan Tanaman Karet
Generasi pertama (G-1) pemuliaan tanaman karet telah dimulai sejak tahun
1910 dan berlangsung sampai dengan saat ini yang mampu meningkatkan
produktivitas sampai mencapai rata-rata produksi karet kering yaitu 2000 - 2500
kg/ha/th (Aidi-Daslin, 2001). Potensi produksi tersebut dapat dicapai setelah
melewati 4 siklus seleksi (4 generasi) berdasarkan dari pengelompokan yang
dilakukan oleh Azwar & Suhendry (1992) dan Azwar & Suhendry (1998) yaitu:


Generasi I (< 1930): bahan tanam berupa seedling terpilih




Generasi II (1930-1960): bahan tanam berupa klon unggul primer
(seleksi G-I) maupun persilangan (G-I x G-I) diantaranya GT1, LCB 1320,
PR107, Tjir 1, AVROS 2037



Generasi III (1983-1992): klon unggul hasil persilangan G-I x G-I; ataupun
dari G-I x G-II, dan G-II x G-II klon-klon tersebut yaitu: PR 255, PR 261,
RRIM 600, BPM 1, PB 217, seri TM



Generasi IV (1993-sekarang): Klon hasil persilangan G-I x G-III, G-II x GIII, G-III x G-III, klon yang dihasilkan adalah klon BPM 24, BPM 107, PB
260, RRIC 100, RRIM 712 dan klon-klon seri IRR.

2.3. Biosintesis Karet
Lateks terdapat dalam daun, ranting dan percabangan, namun penyadapan
yang mempunyai nilai ekonomis adalah pada kulit batang. Struktur anatomi
batang karet dapat dilihat pada Lampiran Gambar (Hebant, 1981). Penyadapan

biasanya baru dapat dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria matang sadap,
yaitu pada tanaman berumur 5 – 6 tahun. Penemuan klon-klon unggul baru pada
generasi ke-4 saat ini membuktikan bahwa, fenomena penyadapan dapat

Universitas Sumatera Utara

15

dipercepat < 5 tahun. Kriteria matang sadap yang digunakan adalah lilit batang
pada ketinggian 1,0 atau 1,3 m di atas bekas pertautan okulasi (kaki gajah) ≥ 45
cm dan 60% populasi memenuhi ukuran lilit batang tersebut (Sumarmadji, 1999).
Lateks pada tanaman karet diproduksi dan disimpan dalam sel khusus
yang disebut pembuluh lateks (laticifer), yang terletak di dalam fluem kulit pohon
(Gomez & Moir, 1979).

Pembuluh lateks merupakan derivat kambium dan

tersusun sebagai cincin konsentris pada kulit. Terdapat adanya celah
(anastomoses) diantara masing-masing cincin pembuluh yang berhubungan satu
dengan yang lain, sehingga lateks dapat mengalir dari seluruh daerah aliran lateks

pada kulit saat proses penyadapan (Gomez & Moir, 1979).
Fraksi karet mengisi 30 - 50% dari berat lateks yang dikeluarkan oleh
tanaman dewasa yang sedang disadap. Kandungan karet ini merupakan lebih dari
90% total padatan kering dari lateks. Di dalam lateks segar, karet ditemukan
sebagai partikel berbentuk bulat lonjong (Dickenson, 1969).
berukuran antara 0,005 sampai 3 µm (Gomez, 1976).
sebagai partikel berukuran hingga 5 – 6

Partikel karet

Perkecualian ditemui

µm (Dickenson, 1969).

Beberapa

percobaan juga telah dilakukan untuk penyebaran ukuran partikel karet (van den
Tempel, 1952, Cockbain & Philpott, 1963, Gomez, 1966, Gomez & Samsidar,
1989).
Satu partikel karet berukuran 0,1 µm mengandung beberapa ratus molekul

hidrokarbon (Cockbain & Philpott, 1963; Subramania, 1980).

Hidrokarbon

dikelilingi oleh sebuah membran terdiri protein dan lipid termasuk fosfolipid
(Cockbain & Philpott, 1963, Ho, et al., 1976, Hasma, 1987). Membran tampak
sebagai bagian yang ultra tipis untuk menjaga osmotikum partikel karet dan

Universitas Sumatera Utara

16

ketipisannya mencapai 0,01 µm (Andrew & Dickensis, 1961).

Puncak berat

molekul karet yang tinggi sampai rendah tampaknya berkisar antara 1 – 2,5 x 106
dan 1 – 2 x 105 (Tanaka, 1989).
Biosintesis karet dimulai dari sukrosa sampai formasi poliisoprena.
Biosintesis karet diperlukan 4 tahap proses biokimia, yaitu: 1) pembentukan

isopentil difosfat (IDP), 2) inisiasi biosintesis karet, 3) propagasi (perbanyakan)
biosintesis karet, dan 4) terminasi biosintesis karet.
Beberapa karakter fisiologis yang dapat digunakan untuk menduga potensi
produksi tanaman karet yaitu sukrosa, fosfat anorganik, tiol, magnesium, pH,
kadar karet kering dan bursting indeks (Jacob et al., 1989; Chrestin, 1989; Jacob
et al., 1998).

Indeks penyumbatan

juga perlu dipertimbangkan di dalam

pendugaan potensi produksi.
2.4. Marka Molekuler
Pemanfaatan Marka Molekuker
Pemanfaatan marka molekuler dalam bidang pemuliaan tanaman
digunakan sejak metode sintesis DNA atau RNA secara invitro menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) diperkenalkan pada tahun 1980 oleh Mullis.
Tehnik pemuliaan secara molekuler (molecular breeding) merupakan alat untuk
melengkapi pemuliaan secara konvensional (Forbes, 2000). Fragmen yang
teramplifikasi dipisahkan melalui gel elektroforesis dan divisualisasikan melalui
pewarnaan dengan dye spesifik untuk DNA. Diharapkan dengan penggunaan
marka molekuler proses seleksi dapat dipercepat. Dan lokus DNA yang
bertanggung jawab terhadap sifat kuantitatif tertentu dapat dipetakan (Jung, 1999).

Universitas Sumatera Utara

17

Karena itu metode ekstrasi DNA untuk berbagai organismepun semakin banyak
dikembangkan dibeberapa organisme.
Metode ekstrasi DNA yang cukup populer dilakukan pada tanaman adalah
menggunakan RAPD (Random Amplified Polymorfhism DNA) (William et al.,
1990). Mengetahui keragaman genetik tanaman dengan menggunakan metode
tersebut juga telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Russel et
al., (1993); Shah et al., (1994), Fofana et al., (1997). Sedangkan untuk mendeteksi
ketahanan terhadap penyakit juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan molekuler
seperti yang telah dikemukakan oleh Agwanda et al. (1997); Kuginuki et al.,
(1997). Disamping itu untuk mengetahui polymorphisme dari kedekatan jarak
genetik suatu tanaman juga dilakukan dengan menggunakan marka molekuler
seperti yang telah dilaporkan oleh Wilde et al., (1992); Toruan-Matheius et al.
(1996).
Pada tanaman karet teknik biologi molekuler RAPD (Random Amplified
Polymorphisme) telah dilakukan oleh Rieter & Salamini (1992); Chaparro et al.
(1994); Hadi ( 2003) yaitu untuk mendeteksi molekul penanda resistensi tanaman
terhadap suatu patogen. Analisis keragaman genetik pada tanaman karet dengan
menggunakan teknik RAPD telah dilakukan oleh Nurhaimi-Haris et al. (1998).
Dalam penelitian tersebut digunakan sebanyak 11 primer arbitrari untuk
mengamplifikasi beberapa fragmen DNA pada 79 klon. Informasi yang dihasilkan
dari analisis kesamaan genetik diantara klon yang digunakan cukup tinggi yaitu
berkisar antara 60 - 70%. Analisis genetik dan identifikasi kemurnian genotipe
hasil persilangan telah dilakukan dengan memanfaatkan marka molekuler.
Berdasarkan analisis gerombol dapat ditunjukkan jarak genetik antara dua tetua

Universitas Sumatera Utara

18

jantan dan betina serta turunannya tanaman F1 (Woelan, 2007). Genotipe yang
dikategorikan off type dan true type dapat dilihat dari nilai deviasinya.
Terbentuknya konstruksi peta pautan dapat dijadikan sebagai penanda keberadaan
suatu karakter tertentu yang ditunjukkan dengan ukuran lokus (Woelan et al.,
2007). Hasil penelitian Daslin ( 2006) dari 36 primer yang polymorfisme dapat
diperoleh konstruksi peta pautan sebanyak 4 kelompok peta pautan.
RAPD
Random Amplified Polymorphisme DNA (RAPD) merupakan teknik
dalam biologi molekuler yang dapat digunakan antara lain untuk membuat peta
genetik tanaman, melakukan identifikasi molekuler penanda, identifikasi
polimorfisme, dan hubungan kekerabatan suatu tanaman. Marka RAPD yang
dihasilkan melalui amplikasi DNA secara in vitro dengan menggunakan teknik
PCR telah dikembangkan oleh Williams et al. (1990). Sedangkan teknik PCR
sendiri di dalam biologi molekuler perkembangannya cukup cepat (Mullis, 1980).
Pada PCR, sejumlah kecil molekul DNA diamplifikasi dengan menggunakan
DNA Polimerase, 4 macam deoksiNTP (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), serta
sepasang primer yang terdiri atas kurang lebih 20 nukleotida. Hasil amplifikasi
pada gel agarose tervisualisasi sebagai satu pita yang menggambarkan segmen
DNA mempunyai perbedaan yang cukup mendasar yaitu dari penggunaan primer
tunggal yang biasanya terdiri dari 9 - 10 nukleotida dan secara umum untuk
mengamplifikasi secara acak beberapa segmen pada genom target.
Prosedur dalam teknik PCR terdiri dari tiga tahapan yaitu: Tahap
pertama. Denaturasi (denaturation) DNA template menjadi DNA utas tunggal
dengan perlakuan panas tinggi ± 95°C selama satu menit. Perlakuan panas

Universitas Sumatera Utara

19

tersebut mengakibatkan ikatan hidrogen yang menghubungkan basa-basa
penyusun molekul DNA putus, sehingga DNA berada dalam utas tunggal. Tahap
kedua. Annealing, temperatur diturunkan menjadi ± 55°C selama satu atau dua
menit sehingga primer oligonukleotida akan berikatan dengan sekuen komplemen
yang terdapat pada DNA template yang dalam keadaan utas tunggal. Sebagai
tahap akhir atau yang ke tiga adalah: Ekstention, suatu reaksi perpanjangan
primer secara enzimatik menghasilkan suatu copy DNA yang komplemen dengan
utas tunggal tersebut. Proses ini terjadi dengan menaikkan temperatur menjadi ±
72°C selama tiga menit, melalui aktivitas enzim Taq DNA Polymerase yang stabil
pada temperatur tinggi. Kunci dalam reaksi PCR adalah adanya DNA polymerase
tahan panas. Enzim tersebut diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus yang hidup
di sumber mata air panas. DNA template, diperoleh dari hasil isolasi DNA yang
akan diamplifikasi. Primer, merupakan beberapa nukleotida yang berfungsi
sebagai inisiasi proses sintesis DNA. Dalam PCR dibutuhkan 2 primer yaitu left
primer (Forward) dan right primer (Reverse), dan apabila menggunakan satu
primer, teknik ini disebut RAPD-PCR (Hoy, 1994). Ketiga tahapan dari reaksi
PCR tersebut diatas diulang antara 25 sampai 40 kali.
Keuntungan dari penggunaan metode RAPD yaitu: 1). DNA tidak perlu
dipotong dengan enzim restriksi, 2). Sampel DNA yang diperlukan relatif sedikit,
3). Tidak diperlukan pemindahan DNA ke membran nilon, 4). Tidak memerlukan
hibridisasi DNA, dan 5). Tidak memerlukan prosedur labelling.
Penggunaan RAPD pada Tanaman Karet
Penggunaan penanda molekuler pada tanaman tahunan dalam mendeteksi
polimorfisme akan sangat menguntungkan dibanding dengan penanda morfologi.

Universitas Sumatera Utara

20

Nurhaimi-Haris et al., (1998) telah mempelajari hubungan kekerabatan antar klon
karet (72 klon) dengan menggunakan RAPD. Ekstrasi DNA dilakukan dengan
metode Khanuja et al., (1994) dengan beberapa modifikasi yaitu mengurangi berat
daun yang akan diekstrak dan menggunakan 1 - 2 % mercaptoetanol yang
berfungsi sebagai antioksidan sebagai subtitusi atau pengganti untuk DDT.
Sedangkan menurut hasil penelitian pendahuluan Darmono et al.(1995) pada
buffer ekstrak tidak perlu ditambah CTAB (Cetyltrimetylammonium Chloride).
DNA hasil ektrasi kemudian dilarutkan di dalam 1 mL TE (10 mM Tris-HCl pH
8,0; 1mM EDTA) dan disimpan pada - 20°C. Primer yang dibutuhkan yang dapat
menghasilkan polymorfisme diantara jenis klon yang dianalisis. Seleksi primer
dilakukan terhadap 10 jenis dari kit-C dan kit-D dari Operon (Alameda, USA) dan
primer Kit-D dari Operon (Alameda, USA) dan 3 jenis dari abi primer (Bresatec,
Australia), dengan susunan basa seperti yang disajikan pada Tabel 1. Klon yang
digunakan sebanyak 79 klon dan hasilnya diketemukan 85 fragmen DNA dari 11
primer. Ukuran dari fragmen DNA antara 300 - 2000 bp. Ukuran fragmen
mencapai 1800 bp diketemukan pada klon LCB 1320, PPN 2035, PPN 2058 dan
WR 101. Sedangkan ukuran fragmen pada klon seri BPM (2, 13, 22, 24) hanya
550 bp. Untuk mengetahui hubungan kekerabatan pada tanaman karet diantara
klon maupun plasma nutfah juga dilakukan oleh Annamma-Varghese et al.(1997).
Woelan (2007) menyatakan bahwa, hasil penelitiannya dari 14 primer
yang bersifat polymorphisme menghasilkan sebanyak 73 pita dengan ukuran
fragmen antara 200 bp sampai 5000 bp. Rata-rata pita yang dihasilkan dari 14
primer yaitu sebanyak 5,2 pita, diantaranya Abi 117-17, OPC (05, 14, 16, 20),
OPD 05, OPJ (04, 11, 14, 20), OPH (04, 18), OPN 05, OPM 20.

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 1. Sekuen Basa dan Fragment DNA Yang Dihasilkan dengan Beberapa
Primer Pada Tanaman Karet
No

Primer

Sekuen primer (5´ → 3´)

1.
Abi 117.17
GCTCGTCAAC
2.
OPC05
GATGACCGCC
3.
OPC09
CTCACCGTCC
4.
OPC13
AAGCCTCGTC
5.
OPC14
TGCGTGCTTG
6.
OPC16
CACACTCCAG
7.
OPC20
ACTTCGCCAC
8.
OPD01
ACCGCGCCAC
9.
OPD03
GTCGCCGTCA
10.
OPD04
TCTGGTGAGG
11.
OPD05
TGAGCGGACA
Sumber (Nurhaimi-Haris et al., 1998)

Jumlah fragmen
DNA
7
5
7
8
8
11
8
9
8
8
6

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

0 0 26

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

0 0 6

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

0 0 9

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks.

1 1 14

Peta Pautan Genetik Dan Analisis QTL Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Pada Populasi Hasil Persilangan RRIM 600 Dengan PN 1546 Sebagai Dasar Strategi Peningkatan Produksi Lateks. Appendix

0 0 53

KONSTRUKSI PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN ANTARA RRIM 600 DENGAN PN 1546 Construction of Genetic Linkage Map and QTL Analysis of Rubber Plant on the Population of Crossing Result Between RRIM 600 with PN

0 0 14