Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu
SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
KOKO MARDIANTO
070307020
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
SKRIPSI
Oleh :
KOKO MARDIANTO
070307020
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
SKRIPSI
Oleh :
KOKO MARDIANTO
070307020 / PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian
Nama
NIM
Departemen
Program Studi
: Seleksi dini pohon induk tanaman karet (Hevea brasiliensis
Muell Arg.) dari hasil persilangan RRIM 600 X PN 1546
berdasarkan produksi lateks dan kayu
: Koko Mardianto
: 070307020
: Budidaya Pertanian
: Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing :
Ir. Yusuf Husni
Ketua
Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS
Anggota
Dra. Sekar Woelan, MP
Anggota
Mengetahui,
Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, PhD
Ketua Departemen Agroekoteknologi
Tanggal Lulus:
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
KOKO MARDIANTO: Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546
Berdasarkan Produksi Lateks dan Kayu, dibimbing oleh Ir. Yusuf Husni,
Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Dra. Sekar Woelan, MP.
Perbaikan potensi genetik merupakan faktor yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas karet. Kemajuan pemuliaan karet sangat tergantung
kepada potensi dan ketersediaan sumber keragaman genetik, yang diperoleh
melalui kegiatan persilangan antara tetua yang memiliki hubungan kekerabatan
jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe,
heritabilitas, dan kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan
intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe
yang berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Penelitian ini dilaksanakan di
Kebun Percobaan tanaman F1 hasil okulasi (turunan) dari persilangan
intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian Sungei Putih - Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara,
dengan ketinggian tempat ± 54 m dpl pada bulan Januari 2011 sampai dengan
Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri
dari 25 genotipe dan 2 tetua, yaitu RRIM 600 dan PN 1546. Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang primer, tinggi cabang pertama, lilit
batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, produksi
karet kering dan produksi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berbeda nyata terhadap
parameter tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks,
produksi karet kering dan produksi kayu. Koefisien keragaman genetik (KKG)
dan heritabilitas (h2) dari genotipe yang diteliti cukup tinggi untuk rata-rata
produksi karet kering, tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit dan jumlah
pembuluh lateks, dengan nilai KKG 7,84 - 40,49% dan nilai h2 antara 0,672 –
0,819 dan seleksi atas dasar karakter ini memberikan kemajuan genetik sebesar
0,542 – 6,355. Terdapat tiga genotipe yang memiliki potensi sebagai penghasil
lateks yaitu genotipe no. 19, 37 dan 40, dan tiga genotipe yang memiliki potensi
sebagai penghasil kayu yaitu genotipe no. 14, 16 dan 28.
Kata kunci: Hevea brasiliensis, seleksi, heritabilitas
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
KOKO MARDIANTO: Early Selection Mother Plant of Rubber (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) from the Result of RRIM 600 X PN 1546 Crossing Based
on Latex and Timber Yield, supervised by Ir. Yusuf Husni, Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS
and Dra. Sekar Woelan, MP.
Improvement of genetic potential is an important factor in improving
yield. Progress of rubber breeding is dependent on the potency and availability of
sources of genetic diversity, which is obtained through crossing between parent
who have distant relationship. This objective of reasearch to determine the
diversity of genotype, phenotype, heritability, and selection progress arising from
the results of intraspecific crosses between RRIM 600 x PN 1546 and obtain
genotypes that have the potential as a producer of latex and timber. The research
was conducted at the Experimental Garden results of grafting F1 plants (derived)
from intraspecific crosses RRIM 600 x PN 1546 in Sungei Putih Research Center
for Indonesian Rubber Research, Galang, Deli Serdang, North Sumatera, with
± 54 m altitude above sea level in January 2011 to March 2011. The design using
non-factorial randomized block design consisting of 25 genotypes and 2 parents,
namely RRIM 600 and PN 1546. The parameters observed were plant height,
number of primary branches, first branch height, girth, bark thickness, number of
latex vessels, diameter of latex vessel, dry rubber content and timber yield.
The results showed that genotype significantly increased the parameters
plant height, girth, bark thickness, number of latex vessels, dry rubber content and
timber yield. The coefficient of genetic variability (CGV) and heritability (h2) of
the genotype is high for the average dry rubber content, plant height, girth, bark
thickness and number of latex vessels, with CVG value from 7,84 to 40,49% and
h2 values between 0,672 to 0,819 and selection on the basis of these characters
provide the genetic progress of 0,542 to 6,355. There are three genotypes which
have potential as a producer of latex were genotype No. 19, 37 and 40, and three
genotypes that have potential as a producer of wood that is genotype No. 14, 16
and 28.
Key words: Hevea brasiliensis, selection, heritability
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Maret 1989 dari ayah Ir. Usul
dan ibu Supiatmi. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 4, Medan dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Pemuliaan
Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.
Penulis melaksakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian
Sungei Putih - Pusat Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara pada bulan Juni – Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dari
Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks dan
Kayu”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada ayahanda Ir. Usul dan Ibunda Supiatmi yang telah memberikan kasih
sayang dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan doa untuk Bapak Alm. Prof. DR. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA
selaku ex. ketua komisi pembimbing, serta ucapan terima kasih kepada bapak
Ir. Yusuf Husni selaku ketua komisi pembimbing, ibu Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan
ibu Dra. Sekar Woelan, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada abangku Eka Bobby Febrianto serta adik-adikku
Indra Wahyu Wibawa dan Annisa Mardianti (Ubiet) yang telah menjadi
penyemangat selama masa perkuliahan. Terima kasih kepada sahabat terbaikku
Suci Apriani Harahap, Satriya, Bayu, Gusman, Ucup, Babenk, Baron, Adnan,
Budi, Ade, Ferdy, Nida, Fina, Nadya, Roza, dan seluruh teman-teman BDP 2007
serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Universitas Sumatera Utara
Afrizal A.R. beserta keluarga dan Bang Sayurandi yang telah banyak memberikan
bantuan, para teknisi Pak Adi Mulyono, Bang Indra, Bang Adi, Kak Fina, Bang
Sahrul, Pak Surip dan Pak Zaiman yang membantu penulis di lapangan maupun di
laboratorium selama penelitian berlangsung, serta karyawan/i dan seluruh
keluarga besar Balai Penelitian Sungei Putih yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang
memerlukan.
Medan,
Juni 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 4
Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 5
Botani Tanaman ................................................................................................ 5
Syarat Tumbuh ................................................................................................. 8
Iklim ............................................................................................................ 8
Tanah ........................................................................................................... 9
Peningkatan Produktivitas Melalui Pemuliaan Tanaman Karet ........................ 10
Keragaman Genotipe dan Fenotipe.................................................................. 15
Heritabilitas .................................................................................................... 16
Kemajuan Genetik .......................................................................................... 18
METODE PENELITIAN ................................................................................ 20
Tempat dan Waktu .......................................................................................... 20
Bahan dan Alat ............................................................................................... 20
Metode Penelitian ........................................................................................... 21
PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................................... 25
Persiapan Areal ............................................................................................... 25
Sensus Tanaman ............................................................................................. 25
Membuat Batas Tinggi Penyadapan ................................................................ 25
Menyiapkan Penampungan Lateks .................................................................. 25
Penyadapan..................................................................................................... 25
Pengamatan Parameter .................................................................................... 26
Tinggi Tanaman (m) ................................................................................... 26
Jumlah Cabang Primer (cabang) ................................................................. 26
Tinggi Cabang Pertama (m) ........................................................................ 26
Lilit Batang (cm) ........................................................................................ 26
Tebal Kulit (mm)........................................................................................ 26
Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks ...................................................... 27
Produksi Karet Kering (g) .......................................................................... 28
Universitas Sumatera Utara
Produksi Kayu (cm3/pohon)........................................................................ 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 30
Hasil ............................................................................................................... 30
Tinggi Tanaman (cm) ................................................................................. 30
Jumlah Cabang Primer (cabang) ................................................................. 31
Tinggi Cabang Pertama (m) ........................................................................ 31
Lilit Batang (cm) ........................................................................................ 32
Tebal Kulit (mm)........................................................................................ 33
Jumlah Pembuluh Lateks ............................................................................ 34
Diameter Pembuluh Lateks (mµ) ................................................................ 35
Produksi Karet Kering (g/p/s) ..................................................................... 36
Produksi Kayu (cm3/pohon)........................................................................ 37
Pendugaan Parameter Genetik .................................................................... 38
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Produksi Karet Kering ................ 39
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Produksi Kayu ............................ 40
Seleksi Genotipe Berdasarkan Potensi Produksi Karet Kering dan Kayu .... 40
Pembahasan .................................................................................................... 41
KESIMPULAN .............................................................................................. 46
Kesimpulan..................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN ................................................................................................... 51
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1.
Analisis ragam dan pendugaan komponen ragam ........................................ 22
2.
Rataan tinggi tanaman dari 25 genotipe dan tetua ........................................ 30
3.
Rataan jumlah cabang primer dari 25 genotipe dan tetua ............................. 31
4.
Rataan tinggi cabang pertama dari 25 genotipe dan tetua............................. 32
5.
Rataan lilit batang dari 25 genotipe dan tetua .............................................. 33
6.
Rataan tebal kulit dari 25 genotipe dan tetua ............................................... 34
7.
Rataan jumlah pembuluh lateks dari 25 genotipe dan tetua .......................... 35
8.
Rataan diameter pembuluh lateks dari 25 genotipe dan tetua ....................... 36
9.
Rataan produksi karet kering dari 25 genotipe dan tetua .............................. 37
10. Rataan produksi kayu dari 25 genotipe dan tetua ......................................... 38
11. Nilai pendugaan komponen ragam genotipe (σ2g), ragam fenotipe (σ2p),
koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF),
heritabilitas (h2) dan harapan kemajuan genetik (HKG) ............................... 39
12. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi karet kering ............. 39
13. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi kayu ........................ 40
14. Seleksi genotipe berdasarkan potensi produksi karet kering dan kayu .......... 41
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal.
1.
Deskripsi tetua karet.................................................................................... 51
2.
Bagan penelitian ......................................................................................... 53
3.
Jadwal kegiatan ........................................................................................... 54
4.
Data pengamatan tinggi tanaman (m) .......................................................... 55
5.
Daftar sidik ragam tinggi tanaman............................................................... 55
6.
Data pengamatan jumlah cabang primer (cabang) ....................................... 56
7.
Daftar sidik ragam jumlah cabang primer .................................................... 56
8.
Data pengamatan tinggi cabang pertama (m) ............................................... 57
9.
Daftar sidik ragam tinggi cabang pertama ................................................... 57
10. Data pengamatan lilit batang (cm) ............................................................... 58
11. Daftar sidik ragam lilit batang ..................................................................... 58
12. Data pengamatan tebal kulit (mm) ............................................................... 59
13. Daftar sidik ragam tebal kulit ...................................................................... 59
14. Data pengamatan jumlah pembuluh lateks ................................................... 60
15. Daftar sidik ragam jumlah pembuluh lateks ................................................. 60
16. Data pengamatan diameter pembuluh lateks (mµ) ....................................... 61
17. Daftar sidik ragam diameter pembuluh lateks .............................................. 61
18. Data pengamatan produksi karet kering (g/p/s) ............................................ 62
19. Daftar sidik ragam produksi karet kering ..................................................... 62
20. Data pengamatan produksi kayu (cm3/pohon).............................................. 63
21. Daftar sidik ragam produksi kayu ................................................................ 63
Universitas Sumatera Utara
22. Nilai pendugaan komponen ragam genotipe (σ2g), ragam fenotipe (σ2p),
koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF),
heritabilitas (h2) dan harapan kemajuan genetik (HKG) ............................... 64
23. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi karet kering ............. 64
24. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi kayu ........................ 64
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
KOKO MARDIANTO: Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546
Berdasarkan Produksi Lateks dan Kayu, dibimbing oleh Ir. Yusuf Husni,
Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Dra. Sekar Woelan, MP.
Perbaikan potensi genetik merupakan faktor yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas karet. Kemajuan pemuliaan karet sangat tergantung
kepada potensi dan ketersediaan sumber keragaman genetik, yang diperoleh
melalui kegiatan persilangan antara tetua yang memiliki hubungan kekerabatan
jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe,
heritabilitas, dan kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan
intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe
yang berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Penelitian ini dilaksanakan di
Kebun Percobaan tanaman F1 hasil okulasi (turunan) dari persilangan
intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian Sungei Putih - Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara,
dengan ketinggian tempat ± 54 m dpl pada bulan Januari 2011 sampai dengan
Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri
dari 25 genotipe dan 2 tetua, yaitu RRIM 600 dan PN 1546. Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang primer, tinggi cabang pertama, lilit
batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, produksi
karet kering dan produksi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berbeda nyata terhadap
parameter tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks,
produksi karet kering dan produksi kayu. Koefisien keragaman genetik (KKG)
dan heritabilitas (h2) dari genotipe yang diteliti cukup tinggi untuk rata-rata
produksi karet kering, tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit dan jumlah
pembuluh lateks, dengan nilai KKG 7,84 - 40,49% dan nilai h2 antara 0,672 –
0,819 dan seleksi atas dasar karakter ini memberikan kemajuan genetik sebesar
0,542 – 6,355. Terdapat tiga genotipe yang memiliki potensi sebagai penghasil
lateks yaitu genotipe no. 19, 37 dan 40, dan tiga genotipe yang memiliki potensi
sebagai penghasil kayu yaitu genotipe no. 14, 16 dan 28.
Kata kunci: Hevea brasiliensis, seleksi, heritabilitas
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
KOKO MARDIANTO: Early Selection Mother Plant of Rubber (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) from the Result of RRIM 600 X PN 1546 Crossing Based
on Latex and Timber Yield, supervised by Ir. Yusuf Husni, Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS
and Dra. Sekar Woelan, MP.
Improvement of genetic potential is an important factor in improving
yield. Progress of rubber breeding is dependent on the potency and availability of
sources of genetic diversity, which is obtained through crossing between parent
who have distant relationship. This objective of reasearch to determine the
diversity of genotype, phenotype, heritability, and selection progress arising from
the results of intraspecific crosses between RRIM 600 x PN 1546 and obtain
genotypes that have the potential as a producer of latex and timber. The research
was conducted at the Experimental Garden results of grafting F1 plants (derived)
from intraspecific crosses RRIM 600 x PN 1546 in Sungei Putih Research Center
for Indonesian Rubber Research, Galang, Deli Serdang, North Sumatera, with
± 54 m altitude above sea level in January 2011 to March 2011. The design using
non-factorial randomized block design consisting of 25 genotypes and 2 parents,
namely RRIM 600 and PN 1546. The parameters observed were plant height,
number of primary branches, first branch height, girth, bark thickness, number of
latex vessels, diameter of latex vessel, dry rubber content and timber yield.
The results showed that genotype significantly increased the parameters
plant height, girth, bark thickness, number of latex vessels, dry rubber content and
timber yield. The coefficient of genetic variability (CGV) and heritability (h2) of
the genotype is high for the average dry rubber content, plant height, girth, bark
thickness and number of latex vessels, with CVG value from 7,84 to 40,49% and
h2 values between 0,672 to 0,819 and selection on the basis of these characters
provide the genetic progress of 0,542 to 6,355. There are three genotypes which
have potential as a producer of latex were genotype No. 19, 37 and 40, and three
genotypes that have potential as a producer of wood that is genotype No. 14, 16
and 28.
Key words: Hevea brasiliensis, selection, heritability
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan
kebun karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa,
sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
tetapi sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selama tiga dekade ini pengembangan karet di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Di awal tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta
ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat menjadi
sekitar 50%. Hampir 85% pengusahaan karet diusahakan oleh rakyat dan sisanya
oleh perkebunan besar. Produksi yang dihasilkan dari luasan tersebut mencapai
sebesar 2,2 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/tahun
(Dirjenbun, 2006).
Tanaman karet dikenal mempunyai daya adaptasi yang cukup luas.
Tanaman ini mampu tumbuh pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim. Tetapi
walaupun demikian keunggulan yang dimiliki akan terealisasi secara maksimal
apabila ditanam pada kondisi agroekosistem yang sesuai.
Kemajuan produktivitas yang telah dicapai selama 10 tahun penyadapan
dari generasi-1 ke generasi-4 adalah sebagai berikut: rata-rata produktivitas dari
seedling terseleksi pada generasi-1 adalah 20,9 g/p/s, dan klon primer dihasilkan
pada generasi-2 sekitar 35,6 g/p/s (70% lebih baik dari generasi-1). Adapun klon
generasi-3 merupakan hasil persilangan diantara klon generasi-2 dengan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
produktivitas sebesar 44,9 g/p/s (26% lebih baik dari generasi-2). Peningkatan
produktivitas pada generasi-3 agak lambat dibanding peningkatan produktivitas
pada generasi-1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sempitnya keragaman
genetik dari turunan Wickham 1876. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa
peningkatan produktivitas masih dapat dicapai, karena karet bersifat heterozygous
(Liu, 1998; Aidi-Daslin, et al., 2000).
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbesar keragaman
genetik tanaman karet di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan plasma nutfah
yang telah dikonservasi sejak tahun 1984-1989. Plasma nutfah tanaman karet
merupakan hasil ekspedisi IRRDB pada tahun 1981 di Lembah Amazone, Brazil.
Peluang untuk mendapatkan genotipe unggul baru akan lebih besar apabila
dilakukan penggabungan genetik antara Wickham 1876 x Plasma Nutfah IRRDB 1981.
Evaluasi terhadap potensi produksi awal dapat dilakukan lebih awal
dengan menggunakan penyadapan testateks pada saat tanaman berumur 1,5 tahun
sebagai seleksi awal (dini). Penyadapan dilakukan dengan menggunakan alat
ciptaan Cramer yang berbentuk huruf V. Jarak antara pisau masing-masing 2 cm.
Pisau ini ditekan ke kulit batang tanaman pada ketinggian 50 cm di atas
permukaan tanah dan lateks akan mengalir keluar dari luka (Danimihardja, 1986).
Karakter agronomi suatu tanaman merupakan komponen yang menentukan
besarnya produksi, sehingga perlu dikaji hubungan antar beberapa karakter
dengan produksinya. Khusus untuk tanaman karet, pemuliaan tanaman tidak
hanya bertujuan menghasilkan klon penghasil lateks saja tetapi juga diharapkan
menghasilkan kayu yang tinggi. Sehingga pengkajian terhadap karakter agronomi
seperti pertumbuhan tanaman (lilit batang, tebal kulit), anatomi kulit (jumlah
Universitas Sumatera Utara
pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks), fisiologi lateks, dan hasil lateks
perlu dikaji, sebab korelasi diantara karakter tanaman merupakan dasar dalam
program dan perencanaan pemuliaan yang lebih efisien. Hal ini menunjukkan
bahwa antara sifat-sifat tersebut terdapat hubungan, baik secara positif maupun
negatif. Berdasarkan beberapa hasil percobaan dengan melihat komponen hasil
tidak ada varietas yang superior dalam semua sifat. Keunggulan yang dihasilkan
merupakan hasil gabungan antara berbagai komponen hasil yang dapat diperoleh
melalui persilangan dan setiap komponen hasil bersifat poligenik dalam
keturunannya (Lasminingsih, 1993).
Paradigma baru bahwa tanaman karet tidak hanya menghasilkan lateks
tetapi juga diharapkan kayu karetnya, maka seleksi juga diarahkan kepada klonklon yang berpotensi sebagai penghasil kayu. Sejak dari tahap awal seleksi sampai
dengan pengujian klon, kedua peubah tersebut terus dievaluasi. Pada seleksi F1
yang merupakan tahap awal di dalam siklus pemuliaan tanaman karet, potensi
genotipe penghasil lateks dan kayu menjadi fokus seleksi (Suhendry, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diperlukan suatu pengkajian
terhadap keragaman hasil persilangan intraspesifik antara klon RRIM 600 x PN
1546.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe, heritabilitas, dan
kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan intraspesifik antara
RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe yang berpotensi
sebagai penghasil lateks dan kayu.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
1. Adanya keragaman genotipe, fenotipe, heritabilitas, dan kemajuan genetik dari
hasil persilangan intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546.
2. Adanya genotipe yang terseleksi sebagai penghasil lateks dan kayu.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut (Kartasapoetra, 1988) tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell
Arg.) memiliki sistematika sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Species
: Hevea brasiliensis Muell Arg.
Tanaman karet adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon,
tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun berselangseling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin bertangkai, petiola pendek,
hijau dan memiliki panjang 3,5-30,0 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek
dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing,
sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar
2,5-12,5 cm (Sianturi, 1996).
Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu. Pada satu tangkai bunga
yang terbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan
(Williams et al, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Buah tanaman ini beruang tiga dan jarang beruang empat atau enam,
diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3, 4 dan 6 cocci berkatup dua. Pericarp
berbatok dan endocarp berkayu (Sianturi, 1996).
Buah jadi (fruit set) merupakan produk dari keberhasilan pesilangan secara
alami maupun secara buatan. Satu buah karet biasanya mengandung tiga butir biji
tetapi kadang-kadang ada yang empat biji. Biji karet dilindungi oleh epicarp
(lapisan luar) dan endocarp (lapisan dalam). Epicarp berwarna hijau muda
sedangkan endocarp berwarna putih pudar dan apabila buah telah masak fisiologis
epicarp akan berwarna hijau tua dan endocarp akan mengeras dan mengayu. Jika
epicarp kering buah akan pecah dan melepaskan biji (Dijkman, 1951).
Proses pemasakan buah berlangsung selama 5-6 bulan. Musim panen biji
berlangsung pendek, hanya sekitar 1,5 bulan. Sedangkan daya kecambah biji
sangat
cepat
berkurang,
terutama
bila
penanganannya
kurang
baik
(Setyamidjadja, 1993).
Biji karet memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi bergantung pada
masing-masing tetua. Biasanya biji berbentuk bulat lonjong (ellips), panjang 1425 mm dan berat rata-rata 3,5 gram sampai 6 gram. Bentuk permukaan perut
(ventral) biji agak rata dan punggung (dorsal) agak menonjol. Kulit biji biasanya
keras, berkilat, dan berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan dengan banyak
batik (mosaik) pada permukaan punggung tetapi sedikit atau tidak ada pada bagian
perut (Webster dan Baulkwill, 1989).
Tanaman karet merupakan tanaman berumah satu (monoceous) yang
bersifat unisexual yaitu, pada satu tanaman terdapat bunga betina (femineus) dan
bunga jantan (masculus) yang letaknya terpisah (Dijkman, 1951).
Universitas Sumatera Utara
Bunga karet termasuk bunga majemuk tidak terbatas yang berbentuk
rangkaian (inflorecentia) yang tangkai utamanya (pedenculus) bercabang terdiri
dari atas beberapa malai (panicula) yang berbentuk piramida atau kerucut
(Dijkman, 1951; Darjanto dan Satifah, 1982).
Bunga betina tumbuh diujung tangkai dan cabangnya. Sedangkan bunga
jantan tumbuh disetiap tangkai bunga yang tersusun atas tiga bunga (trifolia).
Kedua bunga ini memiliki tangkai pendek, berbau harum, berwarna kuning untuk
bunga jantan, dan kuning kehijauan untuk bunga betina. Ukuran bunga betina 8
mm dan umumnya lebih besar dari bunga jantan yang ukurannya sekitar 5-6 mm.
Bunga betina terdiri atas dasar bunga, tenda bunga dan bakal buah. Dasar bunga
berwarna hijau, tenda bunga terdiri atas lima helai daun bunga yang saling
berlekatan pada bagian bawah dan terbelah, sedangkan pada bagian ujung
membelah. Bunga jantan terdiri atas tangkai sari (filamen) dan kepala sari
(anther). Kepala sari melekat pada tangkai sari tersusun dalam dua lingkaran yang
masing-masing terdiri atas lima kepala sari (Dijkman, 1951).
Karakteristik bunga betina pada beberapa tetua karet bervariasi antara 5-16
bunga per tangkai dengan rata-rata 11 bunga per tangkai dan 49-130 bunga per
karangan dengan rata-rata 98 bunga per karangan. Ukuran rata-rata bunga betina
adalah 8-9 mm dengan rata-rata panjang tangkai putik 3,5 mm. Pembuahan dan
pembentukan biji yang terbaik diperoleh apabila bunga memiliki tangkai putik
yang pendek (Syarifah dan Woelan, 2007; Darjanto dan Satifah, 1982).
Karakteristik bunga jantan pada beberapa tetua karet cukup bervariasi,
yaitu 295-500 bunga per tangkai dengan rata-rata 383,4 per tangkai dan 20652640 bunga per karangan dengan rata-rata 3482,6 bunga per karangan. Masing-
Universitas Sumatera Utara
masing bunga jantan dari setiap tetua tumbuh di setiap tangkai utama dan cabangcabangnya, untuk satu tangkai bunga tersusun atas tiga bunga jantan (trifolia)
yang berwarna kuning (Syarifah dan Woelan, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet tumbuh di dataran rendah, yang paling ideal adalah pada
ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Pada ketinggian lebih dari 200 m dpl
rataan pertumbuhan batang lebih lambat, penyebaran perkebunan karet di
Indonesia terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dpl. Pada ketinggian 400-600 m
masih mungkin mengusahakan tanaman karet, lebih dari 600 m tidak dianjurkan
untuk ditanami karet (Dijkman, 1951; Sianturi, 1996 ).
Tanaman karet adalah tanaman tropis, kebanyakan perkebunan karet
diusahakan pada kawasan dengan letak lintang antara 150 LU hingga 100 LS.
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan tropis
yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Sekalipun demikian,
pada umumnya produksi maksimum lateks dapat tercapai apabila ditanam pada
lokasi
yang
semakin
mendekati garis
khatulistiwa
(5-60
LU
-
LS)
(Syamsulbahri, 1996).
Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan
produktivitas tanaman. Di dataran yang kurang air hujan menjadi faktor pembatas
adalah kurang air, sebaliknya di daerah yang terlampau banyak hujan, cahaya
menjadi faktor pembatas (Sianturi, 1996).
Tanaman karet tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 20004000 mm per tahun. Daerah dengan curah hujan sekitar 1500 mm per tahun masih
Universitas Sumatera Utara
mungkin ditanam dengan karet, asal curah hujan turun merata sepanjang tahun.
Pada daerah yang mempunyai curah hujan 5000-6000 mm tanaman karet dapat
tumbuh baik, tetapi hari hujan yang terlalu banyak menyulitkan dalam
pelaksanaan penyadapan dan pencucian tanah sangat efektif, akibatnya akan
menyulitkan pengelolaan produksi pertumbuhan dan banyak kehilangan produksi.
Rata-rata jumlah hari hujan yang diperlukan adalah 100-150 hari hujan per tahun
(Sianturi, 1996).
Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu di antara 250C hingga 350C. Suhu
sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat. Setiap naik 100 m tinggi tempat dari
permukaan laut maka suhu akan turun 0,50C. Rata-rata suhu di dataran rendah
sekitar 280C, kondisi suhu yang demikian terbaik untuk pertumbuhan tanaman
karet. Dengan penurunan suhu 10C menyebabkan tanaman karet lebih lambat
disadap 3 sampai dengan 6 bulan.
Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah
vulkanis muda maupun vulkanis tua. Jenis tanah alluvial adalah jenis tanah yang
cukup baik untuk pertumbuhan tanaman karet atau juga tanah gambut. Tanahtanah alluvial umumnya memiliki sifat kimia yang cukup baik, tetapi sifat fisisnya
terutama airase dan drainasenya kurang baik, pembuatan saluran drainase akan
menolong perbaikan tanah ini. Begitu juga dengan tanah vulkanis mempunyai
sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air
tanah, airase dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik
karena kandungan haranya rendah (Setyamidjaja, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar perkebunan karet di pulau Jawa terletak pada ketinggian
sekitar 400 m dan di luar pulau Jawa, sebagian besar perkebunan karet pada
ketinggian 0-400 m di atas permukaan laut (Dijkman, 1951).
Menurut Setyamidjaja (1993) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet sebagai berkut:
-
Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan.
-
Airase dan drainase baik
-
Remah, porus dan dapat menyimpan air
-
Tekstur tanah terdiri dari atas 35 % liat dan 30 % pasir
-
Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
-
Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak berkurang unsur mikro
-
pH 4,5-6,5
-
kemiringan tidak lebih dari 16 %
Peningkatan Produktivitas Melalui Pemuliaan Tanaman Karet
Tahapan awal pada pemuliaan tanaman karet adalah memilih tanaman
terbaik di pembibitan atau Seedling Evaluation Trial (SET). Seleksi dilakukan
terhadap peubah amatan yang utama yaitu potensi produksi (lateks dan kayu) dan
pertumbuhan seperti lilit batang, tinggi tanaman, jumlah payung, tebal kulit,
anatomi kulit (jumlah dan diameter pembuluh lateks), indeks penyumbatan, dan
DRC (Woelan dan Azwar, 1990; Annamma Varghese, et al., 1993). Tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah payung daun, dan jumlah tangkai daun pada
umumnya diamati sampai dengan umur 2 tahun. Lilit batang dan hasil lateks
(dengan metode testateks) yang pengamatannya dilakukan pada umur 2 s/d 5
tahun, sedangkan indeks penyumbatan dan kadar karet kering diamati setelah
Universitas Sumatera Utara
tanaman berumur 5 tahun. Peubah amatan untuk pertumbuhan umumnya kurang
berkorelasi positif dengan hasil lateks, pengamatan pertumbuhan pada umumnya
dilakukan untuk menentukan lamanya masa Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM). Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karakter
jumlah dan diameter pembuluh lateks, indeks penyumbatan, kadar sukrosa lateks
dan kadar tiol merupakan peubah yang berhubungan erat dengan potensi produksi
lateks (Gomez et al., 1972; Ho, 1976; Millford et al., 1969; Premakumari et al.,
1996).
Genotipe yang terseleksi diperbanyak secara vegetatif dan kemudian
dievaluasi pada beberapa tahapan yaitu: pengujian pendahuluan, pengujian
lanjutan, dan pengujian adaptasi. Dengan demikian, sebagai tahapan dari kegiatan
pemuliaan maka kegiatan pengujian potensi produksi sejak awal pengujian sampai
pengujian adaptasi klon harapan perlu dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan (Tan, 1987; Simmonds, 1989).
Berdasarkan aktivitas pemuliaan dan seleksi tanaman karet, maka klon
unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu:
- Generasi-1 (1910-1935)
: Seedling Selected
- Generasi-2 (1935-1960)
: Tjir 1, PR 107, GT 1, AVROS 2037
- Generasi-3 (1960-1985)
: BPM 1, BPM 107, PR 255, TM 2
- Generasi-4 (1985-2010)
: IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 208, IRR 220
Lamanya siklus pemuliaan tanaman karet yang mencapai 25-30 tahun
merupakan suatu kendala yang secara terus-menerus dihadapi. Beberapa peneliti
mencoba untuk memanfaatkan teknologi baru seperti pengujian plot promosi
untuk memperpendek siklus pemuliaan tanaman karet (Tan, 1987). Upaya
Universitas Sumatera Utara
memperpendek siklus seleksi tanaman karet terus dilakukan yaitu dengan mencari
beberapa komponen produksi yang berkaitan dengan produksi lateks. Menurut
Narayanan, et al., (1973) bahwa pembuluh lateks, tebal kulit batang, dan lingkar
batang saling berhubungan dan mempunyai peranan yang besar terhadap
pendugaan produksi.
Pemuliaan, seleksi, dan perbanyakan klon dari tanaman unggul merupakan
tahapan awal yang sangat penting yang digunakan untuk mengestimasi beberapa
perbaikan karakter seperti pertumbuhan, produksi dan sifat-sifat sekunder
(Simmonds, 1989). Produksi merupakan objek paling dominan dalam program
perbaikan genetik melalui persilangan. Produksi diukur sebagai berat kadar karet
per unit area per satuan waktu (Simmonds, 1989). Sedangkan karakteristik
pertumbuhan yang dapat mendukung produksi diantaranya kejaguran yang
hubungannya terhadap ketahanan terhadap angin, morfologi kulit, jumlah
pembuluh
lateks,
dan ketahanan terhadap
penyakit.
Keempat
karakter
pertumbuhan tersebut mempunyai peranan yang sangat besar sekali terhadap
produksi suatu klon (Simmonds, 1989).
Tetua unggul adalah tetua atau kultivar terbaik yang dianjurkan memiliki
produksi tinggi dan sifat sekunder yang lebih baik. Namun keungulan tetua karet
terbukti sering tidak berlaku umum pada semua lokasi atau lingkungan. Karakter
produksi dipengaruhi oleh sifat genetik dan juga oleh adanya interaksi lingkungan
(Sumarmadji, et al., 2005).
Pemanfaatan tetua unggul sebagai komponen teknologi, memberikan
proporsi yang besar dalam upaya meningkatkan efisiensi melalui peningkatan
produktifitas kebun. Dengan penanaman berbagai tetua unggul rata-rata
Universitas Sumatera Utara
produktifitas kebun dapat mencapai 1400-2000 kg/ha/th dibanding tanaman asal
biji (semaian) yang hanya 400-500 kg/ha/th. Kendala yang dihadapi bahwa
optimasi potensi produksi tetua di pertanaman komersial dapat sangat bervariasi.
Yang disebabkan produksi tetua unggul per satuan luas sangat tergantung kepada
faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik, biologi maupun manajemen kebun.
Karena itu penanaman tetua yang sesuai dengan lingkungan tumbuhnya serta
dengan manajemen yang tepat, akan menghasilkan produktifitas yang optimal
(Aidi-Daslin, et al., 1995).
Paradigma baru yang telah disepakati bersama dalam pembangunan kebun
karet ialah menanam karet tidak hanya untuk menghasilkan lateks, tetapi juga
kayu yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan
pendapatan, dan pada gilirannya meningkatkan daya saing. Optimalisasi hasil
lateks dan kayu karet, dapat dilakukan terhadap perbaikan teknik budidayanya
yaitu melalui sistem tanam dengan meningkatkan populasi tanaman per hektar dan
jenis tetua. Volume kayu karet yang diperoleh pada saat peremajaan, dengan
populasi awal ± 500 ph/ha yaitu sebesar 180-200 m3/ha. volume kayu masih dapat
ditingkatkan sampai menjadi ± 350 m3/ha tanpa mengurangi hasil lateks dengan
pengaturan sistem tanam, mempertinggi populasi awal, dan dengan menggunakan
tetua anjuran lateks kayu (Siagian dan Aidi-Daslin, 2003).
Selama tiga generasi pemuliaan karet (1910-1985) telah dihasilkan
sejumlah tetua unggul yang memiliki potensi karet kering dari mulai rata-rata 500
kg/ha/th menjadi 2500 kg/ha/th. Pada saat ini, paradigma berkebun karet telah
berubah dari menghasilkan lateks menjadi menghasilkan lateks-kayu, karena kayu
karet telah memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pangsa pasar yang luas.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu sasaran program pemuliaan pada generasi keempat (1985-2010)
yang sedang berjalan sampai saat ini, selain bertujuan untuk menghasilkan
tetua-tetua
unggul
sebagai
penghasil
lateks
juga
lateks-kayu
(Aidi-Daslin dan Lasminingsih, 2001).
Tetua IRR 5, IRR 21, IRR 32, IRR 39, IRR 42 dan IRR 118 merupakan
tetua karet unggul terbaru seri IRR sebagai penghasil lateks dan kayu untuk
anjuran penanaman komersial. Tetua-tetua tersebut di atas memiliki pertumbuhan
awal yang cepat, sehingga dengan tingkat rata-rata pertumbuhan yang normal
dapat disadap pada umur kurang dari 5 tahun (Siagian dan Aidi-Daslin, 2003).
Tetua penghasil lateks dikategorikan sebagai tetua penghasil awal cepat
(quick starter) dengan pola produksi awal tinggi dan rataan pertumbuhan batang
sedang, baik pada masa TBM maupun TM. Tetua tipe ini umumnya kurang
respons terhadap stimulan dan pada umumnya agak rentan terhadap kepatahan
batang (Azwar dan Suhendry, 1998).
Volume kayu karet sangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi
tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya
semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman maka volume kayu yang
dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan semakin tinggi cabang primer
dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan semakin besar (Wan Razali Mohd
et al, 1983).
Tetua penghasil lateks-kayu dikategorikan sebagai tetua penghasil awal
yang moderat dengan pola produksi lanjutan mendatar atau meninggi, dan dengan
pertumbuhan yang sedang, tipe tetua ini memiliki produksi kayu yang tidak terlalu
tinggi pada saat peremajaan. Tetua penghasil kayu memiliki ciri produksi awal
Universitas Sumatera Utara
yang rendah (slow starter) dengan pola produksi lanjutan rendah sampai sedang,
tetapi tetua tipe ini memiliki rataan pertumbuhan yang cepat baik pada masa TBM
dan TM sehingga volume kayu yang dihasilkan pada saat peremajaan cukup tinggi
(Aidi-Daslin, 2005).
Keragaman Genotipe dan Fenotipe
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya
variasi yang akan menentukan penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada
variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada
kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau
perbedaan
yang
berasal
dari
genotip
individu
anggota
populasi
(Mangoendidjojo, 2003).
Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan
aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap
bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal
dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan
berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama
ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua
tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang
bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan
manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau
dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai
faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari
genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama
para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan
varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika
mereka berada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa
keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh
perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas
di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan
dimana individu berada (Allard, 2005).
Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya
adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada
yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi
yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misal tingkat produksi,
jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien
yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan
fenotipenya. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk suatu karakter menggambarkan
karakter tersebut lebih ditentukan oleh faktor genetik, karakter yang demikian
akan lebih mudah diwariskan pada generasi berikutnya (Fehr, 1987). Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk
mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas
yang tinggi (Suharsono et al., 2006; Wirnas et al., 2006).
Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam
fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak
merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap populasi
bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Dalam
kaitan ini, penting diketahui peluang terseleksinya individu yang secara fenotipe
menghasilkan turunan yang sama miripnya dengan individu terseleksi tadi.
Misalkan dalam suatu populasi dijumpai ragam genetik tinggi untuk suatu
karakter dan ragam fenotipenya rendah, maka dapat diramalkan bahwa turunan
individu terseleksi akan mirip dengan dirinya untuk karakter tersebut; dan
sebaliknya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%). Heritabilitas
dikatakan tinggi bila nilai H > 50%, sedang apabila nilai H terletak antar
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
KOKO MARDIANTO
070307020
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
SKRIPSI
Oleh :
KOKO MARDIANTO
070307020
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN
PRODUKSI LATEKS DAN KAYU
SKRIPSI
Oleh :
KOKO MARDIANTO
070307020 / PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian
Nama
NIM
Departemen
Program Studi
: Seleksi dini pohon induk tanaman karet (Hevea brasiliensis
Muell Arg.) dari hasil persilangan RRIM 600 X PN 1546
berdasarkan produksi lateks dan kayu
: Koko Mardianto
: 070307020
: Budidaya Pertanian
: Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing :
Ir. Yusuf Husni
Ketua
Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS
Anggota
Dra. Sekar Woelan, MP
Anggota
Mengetahui,
Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, PhD
Ketua Departemen Agroekoteknologi
Tanggal Lulus:
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
KOKO MARDIANTO: Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546
Berdasarkan Produksi Lateks dan Kayu, dibimbing oleh Ir. Yusuf Husni,
Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Dra. Sekar Woelan, MP.
Perbaikan potensi genetik merupakan faktor yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas karet. Kemajuan pemuliaan karet sangat tergantung
kepada potensi dan ketersediaan sumber keragaman genetik, yang diperoleh
melalui kegiatan persilangan antara tetua yang memiliki hubungan kekerabatan
jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe,
heritabilitas, dan kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan
intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe
yang berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Penelitian ini dilaksanakan di
Kebun Percobaan tanaman F1 hasil okulasi (turunan) dari persilangan
intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian Sungei Putih - Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara,
dengan ketinggian tempat ± 54 m dpl pada bulan Januari 2011 sampai dengan
Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri
dari 25 genotipe dan 2 tetua, yaitu RRIM 600 dan PN 1546. Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang primer, tinggi cabang pertama, lilit
batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, produksi
karet kering dan produksi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berbeda nyata terhadap
parameter tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks,
produksi karet kering dan produksi kayu. Koefisien keragaman genetik (KKG)
dan heritabilitas (h2) dari genotipe yang diteliti cukup tinggi untuk rata-rata
produksi karet kering, tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit dan jumlah
pembuluh lateks, dengan nilai KKG 7,84 - 40,49% dan nilai h2 antara 0,672 –
0,819 dan seleksi atas dasar karakter ini memberikan kemajuan genetik sebesar
0,542 – 6,355. Terdapat tiga genotipe yang memiliki potensi sebagai penghasil
lateks yaitu genotipe no. 19, 37 dan 40, dan tiga genotipe yang memiliki potensi
sebagai penghasil kayu yaitu genotipe no. 14, 16 dan 28.
Kata kunci: Hevea brasiliensis, seleksi, heritabilitas
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
KOKO MARDIANTO: Early Selection Mother Plant of Rubber (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) from the Result of RRIM 600 X PN 1546 Crossing Based
on Latex and Timber Yield, supervised by Ir. Yusuf Husni, Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS
and Dra. Sekar Woelan, MP.
Improvement of genetic potential is an important factor in improving
yield. Progress of rubber breeding is dependent on the potency and availability of
sources of genetic diversity, which is obtained through crossing between parent
who have distant relationship. This objective of reasearch to determine the
diversity of genotype, phenotype, heritability, and selection progress arising from
the results of intraspecific crosses between RRIM 600 x PN 1546 and obtain
genotypes that have the potential as a producer of latex and timber. The research
was conducted at the Experimental Garden results of grafting F1 plants (derived)
from intraspecific crosses RRIM 600 x PN 1546 in Sungei Putih Research Center
for Indonesian Rubber Research, Galang, Deli Serdang, North Sumatera, with
± 54 m altitude above sea level in January 2011 to March 2011. The design using
non-factorial randomized block design consisting of 25 genotypes and 2 parents,
namely RRIM 600 and PN 1546. The parameters observed were plant height,
number of primary branches, first branch height, girth, bark thickness, number of
latex vessels, diameter of latex vessel, dry rubber content and timber yield.
The results showed that genotype significantly increased the parameters
plant height, girth, bark thickness, number of latex vessels, dry rubber content and
timber yield. The coefficient of genetic variability (CGV) and heritability (h2) of
the genotype is high for the average dry rubber content, plant height, girth, bark
thickness and number of latex vessels, with CVG value from 7,84 to 40,49% and
h2 values between 0,672 to 0,819 and selection on the basis of these characters
provide the genetic progress of 0,542 to 6,355. There are three genotypes which
have potential as a producer of latex were genotype No. 19, 37 and 40, and three
genotypes that have potential as a producer of wood that is genotype No. 14, 16
and 28.
Key words: Hevea brasiliensis, selection, heritability
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Maret 1989 dari ayah Ir. Usul
dan ibu Supiatmi. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 4, Medan dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Pemuliaan
Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.
Penulis melaksakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian
Sungei Putih - Pusat Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara pada bulan Juni – Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dari
Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks dan
Kayu”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada ayahanda Ir. Usul dan Ibunda Supiatmi yang telah memberikan kasih
sayang dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan doa untuk Bapak Alm. Prof. DR. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA
selaku ex. ketua komisi pembimbing, serta ucapan terima kasih kepada bapak
Ir. Yusuf Husni selaku ketua komisi pembimbing, ibu Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan
ibu Dra. Sekar Woelan, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada abangku Eka Bobby Febrianto serta adik-adikku
Indra Wahyu Wibawa dan Annisa Mardianti (Ubiet) yang telah menjadi
penyemangat selama masa perkuliahan. Terima kasih kepada sahabat terbaikku
Suci Apriani Harahap, Satriya, Bayu, Gusman, Ucup, Babenk, Baron, Adnan,
Budi, Ade, Ferdy, Nida, Fina, Nadya, Roza, dan seluruh teman-teman BDP 2007
serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Universitas Sumatera Utara
Afrizal A.R. beserta keluarga dan Bang Sayurandi yang telah banyak memberikan
bantuan, para teknisi Pak Adi Mulyono, Bang Indra, Bang Adi, Kak Fina, Bang
Sahrul, Pak Surip dan Pak Zaiman yang membantu penulis di lapangan maupun di
laboratorium selama penelitian berlangsung, serta karyawan/i dan seluruh
keluarga besar Balai Penelitian Sungei Putih yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang
memerlukan.
Medan,
Juni 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 4
Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 5
Botani Tanaman ................................................................................................ 5
Syarat Tumbuh ................................................................................................. 8
Iklim ............................................................................................................ 8
Tanah ........................................................................................................... 9
Peningkatan Produktivitas Melalui Pemuliaan Tanaman Karet ........................ 10
Keragaman Genotipe dan Fenotipe.................................................................. 15
Heritabilitas .................................................................................................... 16
Kemajuan Genetik .......................................................................................... 18
METODE PENELITIAN ................................................................................ 20
Tempat dan Waktu .......................................................................................... 20
Bahan dan Alat ............................................................................................... 20
Metode Penelitian ........................................................................................... 21
PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................................... 25
Persiapan Areal ............................................................................................... 25
Sensus Tanaman ............................................................................................. 25
Membuat Batas Tinggi Penyadapan ................................................................ 25
Menyiapkan Penampungan Lateks .................................................................. 25
Penyadapan..................................................................................................... 25
Pengamatan Parameter .................................................................................... 26
Tinggi Tanaman (m) ................................................................................... 26
Jumlah Cabang Primer (cabang) ................................................................. 26
Tinggi Cabang Pertama (m) ........................................................................ 26
Lilit Batang (cm) ........................................................................................ 26
Tebal Kulit (mm)........................................................................................ 26
Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks ...................................................... 27
Produksi Karet Kering (g) .......................................................................... 28
Universitas Sumatera Utara
Produksi Kayu (cm3/pohon)........................................................................ 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 30
Hasil ............................................................................................................... 30
Tinggi Tanaman (cm) ................................................................................. 30
Jumlah Cabang Primer (cabang) ................................................................. 31
Tinggi Cabang Pertama (m) ........................................................................ 31
Lilit Batang (cm) ........................................................................................ 32
Tebal Kulit (mm)........................................................................................ 33
Jumlah Pembuluh Lateks ............................................................................ 34
Diameter Pembuluh Lateks (mµ) ................................................................ 35
Produksi Karet Kering (g/p/s) ..................................................................... 36
Produksi Kayu (cm3/pohon)........................................................................ 37
Pendugaan Parameter Genetik .................................................................... 38
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Produksi Karet Kering ................ 39
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Produksi Kayu ............................ 40
Seleksi Genotipe Berdasarkan Potensi Produksi Karet Kering dan Kayu .... 40
Pembahasan .................................................................................................... 41
KESIMPULAN .............................................................................................. 46
Kesimpulan..................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN ................................................................................................... 51
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1.
Analisis ragam dan pendugaan komponen ragam ........................................ 22
2.
Rataan tinggi tanaman dari 25 genotipe dan tetua ........................................ 30
3.
Rataan jumlah cabang primer dari 25 genotipe dan tetua ............................. 31
4.
Rataan tinggi cabang pertama dari 25 genotipe dan tetua............................. 32
5.
Rataan lilit batang dari 25 genotipe dan tetua .............................................. 33
6.
Rataan tebal kulit dari 25 genotipe dan tetua ............................................... 34
7.
Rataan jumlah pembuluh lateks dari 25 genotipe dan tetua .......................... 35
8.
Rataan diameter pembuluh lateks dari 25 genotipe dan tetua ....................... 36
9.
Rataan produksi karet kering dari 25 genotipe dan tetua .............................. 37
10. Rataan produksi kayu dari 25 genotipe dan tetua ......................................... 38
11. Nilai pendugaan komponen ragam genotipe (σ2g), ragam fenotipe (σ2p),
koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF),
heritabilitas (h2) dan harapan kemajuan genetik (HKG) ............................... 39
12. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi karet kering ............. 39
13. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi kayu ........................ 40
14. Seleksi genotipe berdasarkan potensi produksi karet kering dan kayu .......... 41
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal.
1.
Deskripsi tetua karet.................................................................................... 51
2.
Bagan penelitian ......................................................................................... 53
3.
Jadwal kegiatan ........................................................................................... 54
4.
Data pengamatan tinggi tanaman (m) .......................................................... 55
5.
Daftar sidik ragam tinggi tanaman............................................................... 55
6.
Data pengamatan jumlah cabang primer (cabang) ....................................... 56
7.
Daftar sidik ragam jumlah cabang primer .................................................... 56
8.
Data pengamatan tinggi cabang pertama (m) ............................................... 57
9.
Daftar sidik ragam tinggi cabang pertama ................................................... 57
10. Data pengamatan lilit batang (cm) ............................................................... 58
11. Daftar sidik ragam lilit batang ..................................................................... 58
12. Data pengamatan tebal kulit (mm) ............................................................... 59
13. Daftar sidik ragam tebal kulit ...................................................................... 59
14. Data pengamatan jumlah pembuluh lateks ................................................... 60
15. Daftar sidik ragam jumlah pembuluh lateks ................................................. 60
16. Data pengamatan diameter pembuluh lateks (mµ) ....................................... 61
17. Daftar sidik ragam diameter pembuluh lateks .............................................. 61
18. Data pengamatan produksi karet kering (g/p/s) ............................................ 62
19. Daftar sidik ragam produksi karet kering ..................................................... 62
20. Data pengamatan produksi kayu (cm3/pohon).............................................. 63
21. Daftar sidik ragam produksi kayu ................................................................ 63
Universitas Sumatera Utara
22. Nilai pendugaan komponen ragam genotipe (σ2g), ragam fenotipe (σ2p),
koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF),
heritabilitas (h2) dan harapan kemajuan genetik (HKG) ............................... 64
23. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi karet kering ............. 64
24. Matriks korelasi karakter agronomi terhadap produksi kayu ........................ 64
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
KOKO MARDIANTO: Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546
Berdasarkan Produksi Lateks dan Kayu, dibimbing oleh Ir. Yusuf Husni,
Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Dra. Sekar Woelan, MP.
Perbaikan potensi genetik merupakan faktor yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas karet. Kemajuan pemuliaan karet sangat tergantung
kepada potensi dan ketersediaan sumber keragaman genetik, yang diperoleh
melalui kegiatan persilangan antara tetua yang memiliki hubungan kekerabatan
jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe,
heritabilitas, dan kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan
intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe
yang berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Penelitian ini dilaksanakan di
Kebun Percobaan tanaman F1 hasil okulasi (turunan) dari persilangan
intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian Sungei Putih - Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara,
dengan ketinggian tempat ± 54 m dpl pada bulan Januari 2011 sampai dengan
Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri
dari 25 genotipe dan 2 tetua, yaitu RRIM 600 dan PN 1546. Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang primer, tinggi cabang pertama, lilit
batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, produksi
karet kering dan produksi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berbeda nyata terhadap
parameter tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks,
produksi karet kering dan produksi kayu. Koefisien keragaman genetik (KKG)
dan heritabilitas (h2) dari genotipe yang diteliti cukup tinggi untuk rata-rata
produksi karet kering, tinggi tanaman, lilit batang, tebal kulit dan jumlah
pembuluh lateks, dengan nilai KKG 7,84 - 40,49% dan nilai h2 antara 0,672 –
0,819 dan seleksi atas dasar karakter ini memberikan kemajuan genetik sebesar
0,542 – 6,355. Terdapat tiga genotipe yang memiliki potensi sebagai penghasil
lateks yaitu genotipe no. 19, 37 dan 40, dan tiga genotipe yang memiliki potensi
sebagai penghasil kayu yaitu genotipe no. 14, 16 dan 28.
Kata kunci: Hevea brasiliensis, seleksi, heritabilitas
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
KOKO MARDIANTO: Early Selection Mother Plant of Rubber (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) from the Result of RRIM 600 X PN 1546 Crossing Based
on Latex and Timber Yield, supervised by Ir. Yusuf Husni, Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS
and Dra. Sekar Woelan, MP.
Improvement of genetic potential is an important factor in improving
yield. Progress of rubber breeding is dependent on the potency and availability of
sources of genetic diversity, which is obtained through crossing between parent
who have distant relationship. This objective of reasearch to determine the
diversity of genotype, phenotype, heritability, and selection progress arising from
the results of intraspecific crosses between RRIM 600 x PN 1546 and obtain
genotypes that have the potential as a producer of latex and timber. The research
was conducted at the Experimental Garden results of grafting F1 plants (derived)
from intraspecific crosses RRIM 600 x PN 1546 in Sungei Putih Research Center
for Indonesian Rubber Research, Galang, Deli Serdang, North Sumatera, with
± 54 m altitude above sea level in January 2011 to March 2011. The design using
non-factorial randomized block design consisting of 25 genotypes and 2 parents,
namely RRIM 600 and PN 1546. The parameters observed were plant height,
number of primary branches, first branch height, girth, bark thickness, number of
latex vessels, diameter of latex vessel, dry rubber content and timber yield.
The results showed that genotype significantly increased the parameters
plant height, girth, bark thickness, number of latex vessels, dry rubber content and
timber yield. The coefficient of genetic variability (CGV) and heritability (h2) of
the genotype is high for the average dry rubber content, plant height, girth, bark
thickness and number of latex vessels, with CVG value from 7,84 to 40,49% and
h2 values between 0,672 to 0,819 and selection on the basis of these characters
provide the genetic progress of 0,542 to 6,355. There are three genotypes which
have potential as a producer of latex were genotype No. 19, 37 and 40, and three
genotypes that have potential as a producer of wood that is genotype No. 14, 16
and 28.
Key words: Hevea brasiliensis, selection, heritability
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan
kebun karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa,
sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
tetapi sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selama tiga dekade ini pengembangan karet di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Di awal tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta
ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat menjadi
sekitar 50%. Hampir 85% pengusahaan karet diusahakan oleh rakyat dan sisanya
oleh perkebunan besar. Produksi yang dihasilkan dari luasan tersebut mencapai
sebesar 2,2 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/tahun
(Dirjenbun, 2006).
Tanaman karet dikenal mempunyai daya adaptasi yang cukup luas.
Tanaman ini mampu tumbuh pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim. Tetapi
walaupun demikian keunggulan yang dimiliki akan terealisasi secara maksimal
apabila ditanam pada kondisi agroekosistem yang sesuai.
Kemajuan produktivitas yang telah dicapai selama 10 tahun penyadapan
dari generasi-1 ke generasi-4 adalah sebagai berikut: rata-rata produktivitas dari
seedling terseleksi pada generasi-1 adalah 20,9 g/p/s, dan klon primer dihasilkan
pada generasi-2 sekitar 35,6 g/p/s (70% lebih baik dari generasi-1). Adapun klon
generasi-3 merupakan hasil persilangan diantara klon generasi-2 dengan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
produktivitas sebesar 44,9 g/p/s (26% lebih baik dari generasi-2). Peningkatan
produktivitas pada generasi-3 agak lambat dibanding peningkatan produktivitas
pada generasi-1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sempitnya keragaman
genetik dari turunan Wickham 1876. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa
peningkatan produktivitas masih dapat dicapai, karena karet bersifat heterozygous
(Liu, 1998; Aidi-Daslin, et al., 2000).
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbesar keragaman
genetik tanaman karet di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan plasma nutfah
yang telah dikonservasi sejak tahun 1984-1989. Plasma nutfah tanaman karet
merupakan hasil ekspedisi IRRDB pada tahun 1981 di Lembah Amazone, Brazil.
Peluang untuk mendapatkan genotipe unggul baru akan lebih besar apabila
dilakukan penggabungan genetik antara Wickham 1876 x Plasma Nutfah IRRDB 1981.
Evaluasi terhadap potensi produksi awal dapat dilakukan lebih awal
dengan menggunakan penyadapan testateks pada saat tanaman berumur 1,5 tahun
sebagai seleksi awal (dini). Penyadapan dilakukan dengan menggunakan alat
ciptaan Cramer yang berbentuk huruf V. Jarak antara pisau masing-masing 2 cm.
Pisau ini ditekan ke kulit batang tanaman pada ketinggian 50 cm di atas
permukaan tanah dan lateks akan mengalir keluar dari luka (Danimihardja, 1986).
Karakter agronomi suatu tanaman merupakan komponen yang menentukan
besarnya produksi, sehingga perlu dikaji hubungan antar beberapa karakter
dengan produksinya. Khusus untuk tanaman karet, pemuliaan tanaman tidak
hanya bertujuan menghasilkan klon penghasil lateks saja tetapi juga diharapkan
menghasilkan kayu yang tinggi. Sehingga pengkajian terhadap karakter agronomi
seperti pertumbuhan tanaman (lilit batang, tebal kulit), anatomi kulit (jumlah
Universitas Sumatera Utara
pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks), fisiologi lateks, dan hasil lateks
perlu dikaji, sebab korelasi diantara karakter tanaman merupakan dasar dalam
program dan perencanaan pemuliaan yang lebih efisien. Hal ini menunjukkan
bahwa antara sifat-sifat tersebut terdapat hubungan, baik secara positif maupun
negatif. Berdasarkan beberapa hasil percobaan dengan melihat komponen hasil
tidak ada varietas yang superior dalam semua sifat. Keunggulan yang dihasilkan
merupakan hasil gabungan antara berbagai komponen hasil yang dapat diperoleh
melalui persilangan dan setiap komponen hasil bersifat poligenik dalam
keturunannya (Lasminingsih, 1993).
Paradigma baru bahwa tanaman karet tidak hanya menghasilkan lateks
tetapi juga diharapkan kayu karetnya, maka seleksi juga diarahkan kepada klonklon yang berpotensi sebagai penghasil kayu. Sejak dari tahap awal seleksi sampai
dengan pengujian klon, kedua peubah tersebut terus dievaluasi. Pada seleksi F1
yang merupakan tahap awal di dalam siklus pemuliaan tanaman karet, potensi
genotipe penghasil lateks dan kayu menjadi fokus seleksi (Suhendry, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diperlukan suatu pengkajian
terhadap keragaman hasil persilangan intraspesifik antara klon RRIM 600 x PN
1546.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keragaman genotipe, fenotipe, heritabilitas, dan
kemajuan seleksi yang ditimbulkan dari hasil persilangan intraspesifik antara
RRIM 600 x PN 1546 dan mendapatkan genotipe-genotipe yang berpotensi
sebagai penghasil lateks dan kayu.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
1. Adanya keragaman genotipe, fenotipe, heritabilitas, dan kemajuan genetik dari
hasil persilangan intraspesifik antara RRIM 600 x PN 1546.
2. Adanya genotipe yang terseleksi sebagai penghasil lateks dan kayu.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut (Kartasapoetra, 1988) tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell
Arg.) memiliki sistematika sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Species
: Hevea brasiliensis Muell Arg.
Tanaman karet adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon,
tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun berselangseling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin bertangkai, petiola pendek,
hijau dan memiliki panjang 3,5-30,0 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek
dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing,
sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar
2,5-12,5 cm (Sianturi, 1996).
Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu. Pada satu tangkai bunga
yang terbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan
(Williams et al, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Buah tanaman ini beruang tiga dan jarang beruang empat atau enam,
diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3, 4 dan 6 cocci berkatup dua. Pericarp
berbatok dan endocarp berkayu (Sianturi, 1996).
Buah jadi (fruit set) merupakan produk dari keberhasilan pesilangan secara
alami maupun secara buatan. Satu buah karet biasanya mengandung tiga butir biji
tetapi kadang-kadang ada yang empat biji. Biji karet dilindungi oleh epicarp
(lapisan luar) dan endocarp (lapisan dalam). Epicarp berwarna hijau muda
sedangkan endocarp berwarna putih pudar dan apabila buah telah masak fisiologis
epicarp akan berwarna hijau tua dan endocarp akan mengeras dan mengayu. Jika
epicarp kering buah akan pecah dan melepaskan biji (Dijkman, 1951).
Proses pemasakan buah berlangsung selama 5-6 bulan. Musim panen biji
berlangsung pendek, hanya sekitar 1,5 bulan. Sedangkan daya kecambah biji
sangat
cepat
berkurang,
terutama
bila
penanganannya
kurang
baik
(Setyamidjadja, 1993).
Biji karet memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi bergantung pada
masing-masing tetua. Biasanya biji berbentuk bulat lonjong (ellips), panjang 1425 mm dan berat rata-rata 3,5 gram sampai 6 gram. Bentuk permukaan perut
(ventral) biji agak rata dan punggung (dorsal) agak menonjol. Kulit biji biasanya
keras, berkilat, dan berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan dengan banyak
batik (mosaik) pada permukaan punggung tetapi sedikit atau tidak ada pada bagian
perut (Webster dan Baulkwill, 1989).
Tanaman karet merupakan tanaman berumah satu (monoceous) yang
bersifat unisexual yaitu, pada satu tanaman terdapat bunga betina (femineus) dan
bunga jantan (masculus) yang letaknya terpisah (Dijkman, 1951).
Universitas Sumatera Utara
Bunga karet termasuk bunga majemuk tidak terbatas yang berbentuk
rangkaian (inflorecentia) yang tangkai utamanya (pedenculus) bercabang terdiri
dari atas beberapa malai (panicula) yang berbentuk piramida atau kerucut
(Dijkman, 1951; Darjanto dan Satifah, 1982).
Bunga betina tumbuh diujung tangkai dan cabangnya. Sedangkan bunga
jantan tumbuh disetiap tangkai bunga yang tersusun atas tiga bunga (trifolia).
Kedua bunga ini memiliki tangkai pendek, berbau harum, berwarna kuning untuk
bunga jantan, dan kuning kehijauan untuk bunga betina. Ukuran bunga betina 8
mm dan umumnya lebih besar dari bunga jantan yang ukurannya sekitar 5-6 mm.
Bunga betina terdiri atas dasar bunga, tenda bunga dan bakal buah. Dasar bunga
berwarna hijau, tenda bunga terdiri atas lima helai daun bunga yang saling
berlekatan pada bagian bawah dan terbelah, sedangkan pada bagian ujung
membelah. Bunga jantan terdiri atas tangkai sari (filamen) dan kepala sari
(anther). Kepala sari melekat pada tangkai sari tersusun dalam dua lingkaran yang
masing-masing terdiri atas lima kepala sari (Dijkman, 1951).
Karakteristik bunga betina pada beberapa tetua karet bervariasi antara 5-16
bunga per tangkai dengan rata-rata 11 bunga per tangkai dan 49-130 bunga per
karangan dengan rata-rata 98 bunga per karangan. Ukuran rata-rata bunga betina
adalah 8-9 mm dengan rata-rata panjang tangkai putik 3,5 mm. Pembuahan dan
pembentukan biji yang terbaik diperoleh apabila bunga memiliki tangkai putik
yang pendek (Syarifah dan Woelan, 2007; Darjanto dan Satifah, 1982).
Karakteristik bunga jantan pada beberapa tetua karet cukup bervariasi,
yaitu 295-500 bunga per tangkai dengan rata-rata 383,4 per tangkai dan 20652640 bunga per karangan dengan rata-rata 3482,6 bunga per karangan. Masing-
Universitas Sumatera Utara
masing bunga jantan dari setiap tetua tumbuh di setiap tangkai utama dan cabangcabangnya, untuk satu tangkai bunga tersusun atas tiga bunga jantan (trifolia)
yang berwarna kuning (Syarifah dan Woelan, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet tumbuh di dataran rendah, yang paling ideal adalah pada
ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Pada ketinggian lebih dari 200 m dpl
rataan pertumbuhan batang lebih lambat, penyebaran perkebunan karet di
Indonesia terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dpl. Pada ketinggian 400-600 m
masih mungkin mengusahakan tanaman karet, lebih dari 600 m tidak dianjurkan
untuk ditanami karet (Dijkman, 1951; Sianturi, 1996 ).
Tanaman karet adalah tanaman tropis, kebanyakan perkebunan karet
diusahakan pada kawasan dengan letak lintang antara 150 LU hingga 100 LS.
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan tropis
yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Sekalipun demikian,
pada umumnya produksi maksimum lateks dapat tercapai apabila ditanam pada
lokasi
yang
semakin
mendekati garis
khatulistiwa
(5-60
LU
-
LS)
(Syamsulbahri, 1996).
Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan
produktivitas tanaman. Di dataran yang kurang air hujan menjadi faktor pembatas
adalah kurang air, sebaliknya di daerah yang terlampau banyak hujan, cahaya
menjadi faktor pembatas (Sianturi, 1996).
Tanaman karet tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 20004000 mm per tahun. Daerah dengan curah hujan sekitar 1500 mm per tahun masih
Universitas Sumatera Utara
mungkin ditanam dengan karet, asal curah hujan turun merata sepanjang tahun.
Pada daerah yang mempunyai curah hujan 5000-6000 mm tanaman karet dapat
tumbuh baik, tetapi hari hujan yang terlalu banyak menyulitkan dalam
pelaksanaan penyadapan dan pencucian tanah sangat efektif, akibatnya akan
menyulitkan pengelolaan produksi pertumbuhan dan banyak kehilangan produksi.
Rata-rata jumlah hari hujan yang diperlukan adalah 100-150 hari hujan per tahun
(Sianturi, 1996).
Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu di antara 250C hingga 350C. Suhu
sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat. Setiap naik 100 m tinggi tempat dari
permukaan laut maka suhu akan turun 0,50C. Rata-rata suhu di dataran rendah
sekitar 280C, kondisi suhu yang demikian terbaik untuk pertumbuhan tanaman
karet. Dengan penurunan suhu 10C menyebabkan tanaman karet lebih lambat
disadap 3 sampai dengan 6 bulan.
Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah
vulkanis muda maupun vulkanis tua. Jenis tanah alluvial adalah jenis tanah yang
cukup baik untuk pertumbuhan tanaman karet atau juga tanah gambut. Tanahtanah alluvial umumnya memiliki sifat kimia yang cukup baik, tetapi sifat fisisnya
terutama airase dan drainasenya kurang baik, pembuatan saluran drainase akan
menolong perbaikan tanah ini. Begitu juga dengan tanah vulkanis mempunyai
sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air
tanah, airase dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik
karena kandungan haranya rendah (Setyamidjaja, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar perkebunan karet di pulau Jawa terletak pada ketinggian
sekitar 400 m dan di luar pulau Jawa, sebagian besar perkebunan karet pada
ketinggian 0-400 m di atas permukaan laut (Dijkman, 1951).
Menurut Setyamidjaja (1993) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet sebagai berkut:
-
Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan.
-
Airase dan drainase baik
-
Remah, porus dan dapat menyimpan air
-
Tekstur tanah terdiri dari atas 35 % liat dan 30 % pasir
-
Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
-
Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak berkurang unsur mikro
-
pH 4,5-6,5
-
kemiringan tidak lebih dari 16 %
Peningkatan Produktivitas Melalui Pemuliaan Tanaman Karet
Tahapan awal pada pemuliaan tanaman karet adalah memilih tanaman
terbaik di pembibitan atau Seedling Evaluation Trial (SET). Seleksi dilakukan
terhadap peubah amatan yang utama yaitu potensi produksi (lateks dan kayu) dan
pertumbuhan seperti lilit batang, tinggi tanaman, jumlah payung, tebal kulit,
anatomi kulit (jumlah dan diameter pembuluh lateks), indeks penyumbatan, dan
DRC (Woelan dan Azwar, 1990; Annamma Varghese, et al., 1993). Tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah payung daun, dan jumlah tangkai daun pada
umumnya diamati sampai dengan umur 2 tahun. Lilit batang dan hasil lateks
(dengan metode testateks) yang pengamatannya dilakukan pada umur 2 s/d 5
tahun, sedangkan indeks penyumbatan dan kadar karet kering diamati setelah
Universitas Sumatera Utara
tanaman berumur 5 tahun. Peubah amatan untuk pertumbuhan umumnya kurang
berkorelasi positif dengan hasil lateks, pengamatan pertumbuhan pada umumnya
dilakukan untuk menentukan lamanya masa Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM). Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karakter
jumlah dan diameter pembuluh lateks, indeks penyumbatan, kadar sukrosa lateks
dan kadar tiol merupakan peubah yang berhubungan erat dengan potensi produksi
lateks (Gomez et al., 1972; Ho, 1976; Millford et al., 1969; Premakumari et al.,
1996).
Genotipe yang terseleksi diperbanyak secara vegetatif dan kemudian
dievaluasi pada beberapa tahapan yaitu: pengujian pendahuluan, pengujian
lanjutan, dan pengujian adaptasi. Dengan demikian, sebagai tahapan dari kegiatan
pemuliaan maka kegiatan pengujian potensi produksi sejak awal pengujian sampai
pengujian adaptasi klon harapan perlu dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan (Tan, 1987; Simmonds, 1989).
Berdasarkan aktivitas pemuliaan dan seleksi tanaman karet, maka klon
unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu:
- Generasi-1 (1910-1935)
: Seedling Selected
- Generasi-2 (1935-1960)
: Tjir 1, PR 107, GT 1, AVROS 2037
- Generasi-3 (1960-1985)
: BPM 1, BPM 107, PR 255, TM 2
- Generasi-4 (1985-2010)
: IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 208, IRR 220
Lamanya siklus pemuliaan tanaman karet yang mencapai 25-30 tahun
merupakan suatu kendala yang secara terus-menerus dihadapi. Beberapa peneliti
mencoba untuk memanfaatkan teknologi baru seperti pengujian plot promosi
untuk memperpendek siklus pemuliaan tanaman karet (Tan, 1987). Upaya
Universitas Sumatera Utara
memperpendek siklus seleksi tanaman karet terus dilakukan yaitu dengan mencari
beberapa komponen produksi yang berkaitan dengan produksi lateks. Menurut
Narayanan, et al., (1973) bahwa pembuluh lateks, tebal kulit batang, dan lingkar
batang saling berhubungan dan mempunyai peranan yang besar terhadap
pendugaan produksi.
Pemuliaan, seleksi, dan perbanyakan klon dari tanaman unggul merupakan
tahapan awal yang sangat penting yang digunakan untuk mengestimasi beberapa
perbaikan karakter seperti pertumbuhan, produksi dan sifat-sifat sekunder
(Simmonds, 1989). Produksi merupakan objek paling dominan dalam program
perbaikan genetik melalui persilangan. Produksi diukur sebagai berat kadar karet
per unit area per satuan waktu (Simmonds, 1989). Sedangkan karakteristik
pertumbuhan yang dapat mendukung produksi diantaranya kejaguran yang
hubungannya terhadap ketahanan terhadap angin, morfologi kulit, jumlah
pembuluh
lateks,
dan ketahanan terhadap
penyakit.
Keempat
karakter
pertumbuhan tersebut mempunyai peranan yang sangat besar sekali terhadap
produksi suatu klon (Simmonds, 1989).
Tetua unggul adalah tetua atau kultivar terbaik yang dianjurkan memiliki
produksi tinggi dan sifat sekunder yang lebih baik. Namun keungulan tetua karet
terbukti sering tidak berlaku umum pada semua lokasi atau lingkungan. Karakter
produksi dipengaruhi oleh sifat genetik dan juga oleh adanya interaksi lingkungan
(Sumarmadji, et al., 2005).
Pemanfaatan tetua unggul sebagai komponen teknologi, memberikan
proporsi yang besar dalam upaya meningkatkan efisiensi melalui peningkatan
produktifitas kebun. Dengan penanaman berbagai tetua unggul rata-rata
Universitas Sumatera Utara
produktifitas kebun dapat mencapai 1400-2000 kg/ha/th dibanding tanaman asal
biji (semaian) yang hanya 400-500 kg/ha/th. Kendala yang dihadapi bahwa
optimasi potensi produksi tetua di pertanaman komersial dapat sangat bervariasi.
Yang disebabkan produksi tetua unggul per satuan luas sangat tergantung kepada
faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik, biologi maupun manajemen kebun.
Karena itu penanaman tetua yang sesuai dengan lingkungan tumbuhnya serta
dengan manajemen yang tepat, akan menghasilkan produktifitas yang optimal
(Aidi-Daslin, et al., 1995).
Paradigma baru yang telah disepakati bersama dalam pembangunan kebun
karet ialah menanam karet tidak hanya untuk menghasilkan lateks, tetapi juga
kayu yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan
pendapatan, dan pada gilirannya meningkatkan daya saing. Optimalisasi hasil
lateks dan kayu karet, dapat dilakukan terhadap perbaikan teknik budidayanya
yaitu melalui sistem tanam dengan meningkatkan populasi tanaman per hektar dan
jenis tetua. Volume kayu karet yang diperoleh pada saat peremajaan, dengan
populasi awal ± 500 ph/ha yaitu sebesar 180-200 m3/ha. volume kayu masih dapat
ditingkatkan sampai menjadi ± 350 m3/ha tanpa mengurangi hasil lateks dengan
pengaturan sistem tanam, mempertinggi populasi awal, dan dengan menggunakan
tetua anjuran lateks kayu (Siagian dan Aidi-Daslin, 2003).
Selama tiga generasi pemuliaan karet (1910-1985) telah dihasilkan
sejumlah tetua unggul yang memiliki potensi karet kering dari mulai rata-rata 500
kg/ha/th menjadi 2500 kg/ha/th. Pada saat ini, paradigma berkebun karet telah
berubah dari menghasilkan lateks menjadi menghasilkan lateks-kayu, karena kayu
karet telah memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pangsa pasar yang luas.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu sasaran program pemuliaan pada generasi keempat (1985-2010)
yang sedang berjalan sampai saat ini, selain bertujuan untuk menghasilkan
tetua-tetua
unggul
sebagai
penghasil
lateks
juga
lateks-kayu
(Aidi-Daslin dan Lasminingsih, 2001).
Tetua IRR 5, IRR 21, IRR 32, IRR 39, IRR 42 dan IRR 118 merupakan
tetua karet unggul terbaru seri IRR sebagai penghasil lateks dan kayu untuk
anjuran penanaman komersial. Tetua-tetua tersebut di atas memiliki pertumbuhan
awal yang cepat, sehingga dengan tingkat rata-rata pertumbuhan yang normal
dapat disadap pada umur kurang dari 5 tahun (Siagian dan Aidi-Daslin, 2003).
Tetua penghasil lateks dikategorikan sebagai tetua penghasil awal cepat
(quick starter) dengan pola produksi awal tinggi dan rataan pertumbuhan batang
sedang, baik pada masa TBM maupun TM. Tetua tipe ini umumnya kurang
respons terhadap stimulan dan pada umumnya agak rentan terhadap kepatahan
batang (Azwar dan Suhendry, 1998).
Volume kayu karet sangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi
tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya
semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman maka volume kayu yang
dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan semakin tinggi cabang primer
dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan semakin besar (Wan Razali Mohd
et al, 1983).
Tetua penghasil lateks-kayu dikategorikan sebagai tetua penghasil awal
yang moderat dengan pola produksi lanjutan mendatar atau meninggi, dan dengan
pertumbuhan yang sedang, tipe tetua ini memiliki produksi kayu yang tidak terlalu
tinggi pada saat peremajaan. Tetua penghasil kayu memiliki ciri produksi awal
Universitas Sumatera Utara
yang rendah (slow starter) dengan pola produksi lanjutan rendah sampai sedang,
tetapi tetua tipe ini memiliki rataan pertumbuhan yang cepat baik pada masa TBM
dan TM sehingga volume kayu yang dihasilkan pada saat peremajaan cukup tinggi
(Aidi-Daslin, 2005).
Keragaman Genotipe dan Fenotipe
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya
variasi yang akan menentukan penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada
variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada
kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau
perbedaan
yang
berasal
dari
genotip
individu
anggota
populasi
(Mangoendidjojo, 2003).
Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan
aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap
bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal
dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan
berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama
ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua
tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang
bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan
manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau
dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai
faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari
genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama
para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan
varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika
mereka berada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa
keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh
perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas
di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan
dimana individu berada (Allard, 2005).
Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya
adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada
yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi
yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misal tingkat produksi,
jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien
yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan
fenotipenya. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk suatu karakter menggambarkan
karakter tersebut lebih ditentukan oleh faktor genetik, karakter yang demikian
akan lebih mudah diwariskan pada generasi berikutnya (Fehr, 1987). Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk
mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas
yang tinggi (Suharsono et al., 2006; Wirnas et al., 2006).
Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam
fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak
merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap populasi
bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Dalam
kaitan ini, penting diketahui peluang terseleksinya individu yang secara fenotipe
menghasilkan turunan yang sama miripnya dengan individu terseleksi tadi.
Misalkan dalam suatu populasi dijumpai ragam genetik tinggi untuk suatu
karakter dan ragam fenotipenya rendah, maka dapat diramalkan bahwa turunan
individu terseleksi akan mirip dengan dirinya untuk karakter tersebut; dan
sebaliknya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%). Heritabilitas
dikatakan tinggi bila nilai H > 50%, sedang apabila nilai H terletak antar