T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Dr. Tjipto Ambarawa Tahun 20132017 T1 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana proses belajar dan
pembelajaran.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhalk mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah
menandai dimulainya otonomi dan desentralisasi kepala daerah. Sejalan dengan
arah kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi yang ditempuh pemerintah
daerah meningkat, salah satunya manajemen pendidikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas penkdidikan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai pendidikan nasional dan
desentralisasi maka sekolah perlu diberikan kepercayaan dan wewenang serta
kesempatan untuk mengelola sendiri sesuai dengan kondisi-kondisi obyektif di
dalamnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini Pemerintah merasa perlu untuk
menerapkan dan mengembangkan model manajemen yang disebut School Based
Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan
paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi, yang ditujukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (Mulyasa, 2004: 23)
1
Wong (2009), menyatakan bahwa sekolah dapat berhasil dalam
pelaksanaan
MBS
adalah
sekolah
yang
kepemimpinan
dibagi
antara
administrator dan guru. Kepala sekolah dan wakil kepala sering mengambil peran
pemimpin dan fasilitator perubahan, sedangkan guru sebagai pemimpin sering
mengambil tanggung jawab sekitar mengajar dan belajar. Kedua administrator
kemungkinan akan difokuskan pada mendistribusikan kekuasaan, menghasilkan
kesepakatan di sekitar tujuan sekolah, mendorong semua guru untuk
berpartisipasi dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, mengumpulkan
informasi, dan memberikan penghargaan.
Banyak negara menghadapi penurunan potensial dalam kapasitas
kepemimpinan kepala di sekolah selama lima tahun ke depan. Data statistik
mengungkapkan tren penurunan mengkhawatirkan jumlah guru dan kepala
sekolah dalam banyak sistem pendidikan. Posisi ini sebagian karena demografi
tapi sebagian besar merupakan reaksi terhadap kompleksitas perubahan dan
tuntutan
pada
mereka
dalam
peran
kepemimpinan
formal
disekolah
(Harris&Townsend, 2007).
Dari krisis ini maka perlu merefleksikan kembali apa jenis kepemimpinan
yang terbaik untuk saat ini. Hal ini memungkinkan mempertimbangkan kembali
apa bentuk kepemimpinan yang paling mungkin untuk menghasilkan perubahan
positif dalam belajar siswa dan meningkatkan performa sekolah dan perubahan
struktural apa yang diperlukan untuk memfasilitasi bentuk kepemimpinan.
Dalam publikasi sebuah jurnal yang berjudul Developing Leaders for
Tomorrow:
realising
system
potential,
Harris
dan
Townsend
(2007)
menunjukkan bahwa, sejumlah besar guru pada tingkat yang berbeda dan
tingkatan karir mereka jelas melihat diri mereka sebagai pemimpin, tetapi tidak
bercita-cita untuk menjadi kepala sekolah. Masih menurut Harris dan Townsend
(2007) mereka merupakan representasi yang penting dari jumlah besar guru
diabaikan pemimpin sekolah di banyak negara. Ada bukti yang substansial untuk
memperkuat fakta bahwa kepemimpinan kepala sekolah bukan menjadi bagian
2
penting proses perubahan disekolah. Sebaliknya penelitian menunjukkan bahwa
kepemimpinan guru sebagai sebuah faktor pendukung yang lebih penting dalam
keberhasilan peningkatan kualitas sekolah. Menurut Murphy, dkk (2009)
menegaskan bahwa untuk para kepala sekolah, transformasi kepemimpinan harus
selaras dengan upaya membangun kembali sekolah untuk memupuk distribusi
kepemimpinan dan upaya memelihara pertumbuhan kepemimpinan guru.
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan pilar utama untuk mencapai
peningkatan mutu pendidikan disebuah sekolah. Secara umum kualitas
pendidikan di suatu sekolah dilihat secara formal tercermin dari hasil keluaran
(lulusan) siswa yang dipengaruhi oleh Kegiatan Belajar Mengajar (KBM),
kinerja guru, serta fasilitas pendukung seperti laboratorium, perpustakaan, dan
sarpras lainnya. Sekolah dapat dikatakan baik apabila hasil keluaran atau lulusan
sekolah tersebut memperoleh prestasi yang baik. Prestasi hasil lulusan baik
dalam rangka peningkatan kualitas sekolah apabila kinerja guru baik.
Wahjosumidjo
(2003:81-82)
mengatakan
bahwa
kepala
sekolah
bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan bawahannya.. Hal senada
dikatakan Mulyasa (2004:25) yang menyebutkan bahwa kepala sekolah memiliki
peran kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan sumber
daya pendidikan yang berada di sekolah.
Kepala sekolah tidak saja dituntut menguasai bidangnya, akan tetapi yang
lebih penting perlu memiliki karakter yang unggul. Karakter yang unggul
merupakan perwujudan dari adanya keharmonisan antara pikiran, kata,
perbuatan. Seorang kepala sekolah yang baik tidak hanya mengandalkan kepada
kekuatan pikiran dan kata-kata saja, melainkan yang lebih penting adalah
melakukan tindakan nyata tentang apa yang dipikirkan dan diucapkannya. Hal ini
dikarenakan kebijakan kepala sekolah perlu memperoleh dukungan dari semua
guru dibawah naungannya. Disamping itu sisi komunikasi yang cukup penting
adalah kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan untuk membaca,
kemampuan untuk menuliskan. Lebih mendalam lagi kepala sekolah dikatakan
3
dapat dipercaya apabila kata-kata, pikiran dan perbuatan ada dalam
keharmonisan.
Kepemimpinan kepala sekolah yang tepat akan dapat meningkatkan
kinerja guru dan pada akhirnya kulitas atau mutu keluaran di sekolah tersebut
akan meningkat. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan
transformasional.
Terkait dengan gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah,
Salaina tahun 2005 menegaskan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan
positif dan signifikan antara tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan iklim organisasi sekolah secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA
di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Implikasinya bahwa kepala sekolah dengan
mengiplementasi gaya kepemimpinan yang transformasional dan dengan
dukungan iklim organisasi sekolah yang hangat dan kondusif diharapkan dapat
meningkatkan kinerja guru menuju kinerja yang melampaui harapan.
Ignasius Purwanto tahun 2012 dalam penelitiannya tentang pengaruh
motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru dengan variabel
moderasi kepemimpinan transformasional pada SD Negeri UPTD DIKPORA
Kec. Sayung Kab. Demak menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
belum berpengaruh secara kuat terhadap kinerja guru. Berkaitan dengan
kepemimpinan transformasional, Yuliati tahun 2009 dalam penelitiannya yang
dilakukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Salatiga menemukan bahwa
antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja guru terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa penelitian kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
kinerja guru yang bersifat in konsisten, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan variabel yang sama tentang penerapan kepemimpinan
transformasional di SMK Dr. TJIPTO AMBARAWA
1.2 Rumusan Masalah
Apakah tipe kepemimpinan transformasional yang terdiri dari pengaruh ideal,
motivasi inspirational , simulasi intelektual, danperhatian individu sudah
4
diterapkan dengan baik oleh kepala sekolah di SMK Dr. TJIPTO
AMBARAWA tahun 2013-2017?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan
penerapan tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah di SMK Dr.
TJIPTO AMBARAWA tahun 2013-2017
1.4 Signifikansi Penelitian
1.4.1
Signifikansi Teoritis
Penelitian ini untuk dipadankan dengan pendapat Mulyasa tentang
harapan guru bahwa seharusnya kepala sekolah mampu bersikap
tanggap, memiliki sikap positif dan optimis, jujur dan transparan,
berpegang teguh pada keputusan yang diambil, pengertian dan
tepat waktu dalam mengunjungu kelas, menerima perbedaan
pendapat, terbuka, mau mendengar, memahami tujuan pendidikan,
memiliki pengetahuan tentang metode mengajar, tanggap terhadap
kemampuan guru
1.4.2
Signifikanksi Praktis
1. Kepala sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan tentang kepemimpinan transformasional kepada
kepala sekolah, sehingga kepala sekolah dapat meningkatkan
kualitas kepemimpinannya untuk mencapai tujuan yang
diharapkannya.
2. Guru
Penelitian ini diharapkan agar meningkatkan kualifikasinya
sebagai upaya untuk meninggkatkan profesionalisme.
3. Dinas Pendidikan
Penelitian ini diharapkan deapat menjadi pedoman dalam
memberikan dukungan yang tepat bagi pelaksanaan tugas
kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah.
5
1.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik angket atau kuesioner yang diberikan
kepada guru dan wawancara tidak terstruktur kepada kepala sekolah. Akan
lebih mendapatkan data yang mendalam apabila penelitian selanjutnya
menggunakan wawancara yang terstruktur dan observasi secara mendalam
yang tidak hanya kepada kepala sekolah, tetapi juga kepada guru.
1.5.1
Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini ialah SMK Dr. Tjipto
Ambarawa.
1.5.2
Subjek Penelitian
Adapum yang menjadi subjek dalam peneltian ini ialah semua guru yang menjadi
populasi dan sampel yang berjumlah 30 orang
6
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana proses belajar dan
pembelajaran.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhalk mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah
menandai dimulainya otonomi dan desentralisasi kepala daerah. Sejalan dengan
arah kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi yang ditempuh pemerintah
daerah meningkat, salah satunya manajemen pendidikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas penkdidikan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai pendidikan nasional dan
desentralisasi maka sekolah perlu diberikan kepercayaan dan wewenang serta
kesempatan untuk mengelola sendiri sesuai dengan kondisi-kondisi obyektif di
dalamnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini Pemerintah merasa perlu untuk
menerapkan dan mengembangkan model manajemen yang disebut School Based
Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan
paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi, yang ditujukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (Mulyasa, 2004: 23)
1
Wong (2009), menyatakan bahwa sekolah dapat berhasil dalam
pelaksanaan
MBS
adalah
sekolah
yang
kepemimpinan
dibagi
antara
administrator dan guru. Kepala sekolah dan wakil kepala sering mengambil peran
pemimpin dan fasilitator perubahan, sedangkan guru sebagai pemimpin sering
mengambil tanggung jawab sekitar mengajar dan belajar. Kedua administrator
kemungkinan akan difokuskan pada mendistribusikan kekuasaan, menghasilkan
kesepakatan di sekitar tujuan sekolah, mendorong semua guru untuk
berpartisipasi dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, mengumpulkan
informasi, dan memberikan penghargaan.
Banyak negara menghadapi penurunan potensial dalam kapasitas
kepemimpinan kepala di sekolah selama lima tahun ke depan. Data statistik
mengungkapkan tren penurunan mengkhawatirkan jumlah guru dan kepala
sekolah dalam banyak sistem pendidikan. Posisi ini sebagian karena demografi
tapi sebagian besar merupakan reaksi terhadap kompleksitas perubahan dan
tuntutan
pada
mereka
dalam
peran
kepemimpinan
formal
disekolah
(Harris&Townsend, 2007).
Dari krisis ini maka perlu merefleksikan kembali apa jenis kepemimpinan
yang terbaik untuk saat ini. Hal ini memungkinkan mempertimbangkan kembali
apa bentuk kepemimpinan yang paling mungkin untuk menghasilkan perubahan
positif dalam belajar siswa dan meningkatkan performa sekolah dan perubahan
struktural apa yang diperlukan untuk memfasilitasi bentuk kepemimpinan.
Dalam publikasi sebuah jurnal yang berjudul Developing Leaders for
Tomorrow:
realising
system
potential,
Harris
dan
Townsend
(2007)
menunjukkan bahwa, sejumlah besar guru pada tingkat yang berbeda dan
tingkatan karir mereka jelas melihat diri mereka sebagai pemimpin, tetapi tidak
bercita-cita untuk menjadi kepala sekolah. Masih menurut Harris dan Townsend
(2007) mereka merupakan representasi yang penting dari jumlah besar guru
diabaikan pemimpin sekolah di banyak negara. Ada bukti yang substansial untuk
memperkuat fakta bahwa kepemimpinan kepala sekolah bukan menjadi bagian
2
penting proses perubahan disekolah. Sebaliknya penelitian menunjukkan bahwa
kepemimpinan guru sebagai sebuah faktor pendukung yang lebih penting dalam
keberhasilan peningkatan kualitas sekolah. Menurut Murphy, dkk (2009)
menegaskan bahwa untuk para kepala sekolah, transformasi kepemimpinan harus
selaras dengan upaya membangun kembali sekolah untuk memupuk distribusi
kepemimpinan dan upaya memelihara pertumbuhan kepemimpinan guru.
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan pilar utama untuk mencapai
peningkatan mutu pendidikan disebuah sekolah. Secara umum kualitas
pendidikan di suatu sekolah dilihat secara formal tercermin dari hasil keluaran
(lulusan) siswa yang dipengaruhi oleh Kegiatan Belajar Mengajar (KBM),
kinerja guru, serta fasilitas pendukung seperti laboratorium, perpustakaan, dan
sarpras lainnya. Sekolah dapat dikatakan baik apabila hasil keluaran atau lulusan
sekolah tersebut memperoleh prestasi yang baik. Prestasi hasil lulusan baik
dalam rangka peningkatan kualitas sekolah apabila kinerja guru baik.
Wahjosumidjo
(2003:81-82)
mengatakan
bahwa
kepala
sekolah
bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan bawahannya.. Hal senada
dikatakan Mulyasa (2004:25) yang menyebutkan bahwa kepala sekolah memiliki
peran kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan sumber
daya pendidikan yang berada di sekolah.
Kepala sekolah tidak saja dituntut menguasai bidangnya, akan tetapi yang
lebih penting perlu memiliki karakter yang unggul. Karakter yang unggul
merupakan perwujudan dari adanya keharmonisan antara pikiran, kata,
perbuatan. Seorang kepala sekolah yang baik tidak hanya mengandalkan kepada
kekuatan pikiran dan kata-kata saja, melainkan yang lebih penting adalah
melakukan tindakan nyata tentang apa yang dipikirkan dan diucapkannya. Hal ini
dikarenakan kebijakan kepala sekolah perlu memperoleh dukungan dari semua
guru dibawah naungannya. Disamping itu sisi komunikasi yang cukup penting
adalah kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan untuk membaca,
kemampuan untuk menuliskan. Lebih mendalam lagi kepala sekolah dikatakan
3
dapat dipercaya apabila kata-kata, pikiran dan perbuatan ada dalam
keharmonisan.
Kepemimpinan kepala sekolah yang tepat akan dapat meningkatkan
kinerja guru dan pada akhirnya kulitas atau mutu keluaran di sekolah tersebut
akan meningkat. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan
transformasional.
Terkait dengan gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah,
Salaina tahun 2005 menegaskan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan
positif dan signifikan antara tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan iklim organisasi sekolah secara bersama-sama dengan kinerja guru di SMA
di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Implikasinya bahwa kepala sekolah dengan
mengiplementasi gaya kepemimpinan yang transformasional dan dengan
dukungan iklim organisasi sekolah yang hangat dan kondusif diharapkan dapat
meningkatkan kinerja guru menuju kinerja yang melampaui harapan.
Ignasius Purwanto tahun 2012 dalam penelitiannya tentang pengaruh
motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru dengan variabel
moderasi kepemimpinan transformasional pada SD Negeri UPTD DIKPORA
Kec. Sayung Kab. Demak menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
belum berpengaruh secara kuat terhadap kinerja guru. Berkaitan dengan
kepemimpinan transformasional, Yuliati tahun 2009 dalam penelitiannya yang
dilakukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Salatiga menemukan bahwa
antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja guru terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa penelitian kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
kinerja guru yang bersifat in konsisten, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan variabel yang sama tentang penerapan kepemimpinan
transformasional di SMK Dr. TJIPTO AMBARAWA
1.2 Rumusan Masalah
Apakah tipe kepemimpinan transformasional yang terdiri dari pengaruh ideal,
motivasi inspirational , simulasi intelektual, danperhatian individu sudah
4
diterapkan dengan baik oleh kepala sekolah di SMK Dr. TJIPTO
AMBARAWA tahun 2013-2017?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan
penerapan tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah di SMK Dr.
TJIPTO AMBARAWA tahun 2013-2017
1.4 Signifikansi Penelitian
1.4.1
Signifikansi Teoritis
Penelitian ini untuk dipadankan dengan pendapat Mulyasa tentang
harapan guru bahwa seharusnya kepala sekolah mampu bersikap
tanggap, memiliki sikap positif dan optimis, jujur dan transparan,
berpegang teguh pada keputusan yang diambil, pengertian dan
tepat waktu dalam mengunjungu kelas, menerima perbedaan
pendapat, terbuka, mau mendengar, memahami tujuan pendidikan,
memiliki pengetahuan tentang metode mengajar, tanggap terhadap
kemampuan guru
1.4.2
Signifikanksi Praktis
1. Kepala sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan tentang kepemimpinan transformasional kepada
kepala sekolah, sehingga kepala sekolah dapat meningkatkan
kualitas kepemimpinannya untuk mencapai tujuan yang
diharapkannya.
2. Guru
Penelitian ini diharapkan agar meningkatkan kualifikasinya
sebagai upaya untuk meninggkatkan profesionalisme.
3. Dinas Pendidikan
Penelitian ini diharapkan deapat menjadi pedoman dalam
memberikan dukungan yang tepat bagi pelaksanaan tugas
kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah.
5
1.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik angket atau kuesioner yang diberikan
kepada guru dan wawancara tidak terstruktur kepada kepala sekolah. Akan
lebih mendapatkan data yang mendalam apabila penelitian selanjutnya
menggunakan wawancara yang terstruktur dan observasi secara mendalam
yang tidak hanya kepada kepala sekolah, tetapi juga kepada guru.
1.5.1
Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini ialah SMK Dr. Tjipto
Ambarawa.
1.5.2
Subjek Penelitian
Adapum yang menjadi subjek dalam peneltian ini ialah semua guru yang menjadi
populasi dan sampel yang berjumlah 30 orang
6