Pengaruh Waktu Sakarifikasi pada Pembuatan Glukosa dari Subtrat Kulit Pinang (Areca catechu L.) Menggunakan Aspergillus Niger Chapter III V

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Neraca analitis

Mettler Toledo

Hotplate

Gallenkamp

Oven

Memmert

Ayakan 80 mesh
Tabung Reaksi


Pyrex

Erlenmeyer

Pyrex

Cawan petri
Botol Aquades
Kertas Saring
Blender
Pisau
Cork borer
Bunsen
Spatula
Alat Autoklaf

Fiesher Scientific

Hot Plate Stirer


Cimarec

21

Universitas Sumatera Utara

Labu Ukur

Pyrex

pH Universal

p.a. Merck

pH meter
Pipet volume

Pyrex

Termometer


Fischer

Corong
Kertas Saring Whatman No.42
Penangas Air
Pipet Tetes
Statif dan Klem
Stirer Magnetik
Desikator
Gelas Ukur

Pyrex

Tungku Kaki Tiga
Plastik dan Karet
Kapas
Alluminium poil
Cling warp
Serbet

Tissue
Sprayer
Korek api

22

Universitas Sumatera Utara

3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Limbah kulit pinang
Isolat Aspergillus Niger
NaOH

p.a. Merck

HCl(p)

p.a. Merck


Glukosa
Akuades
Media PDA
Agar
Urea
(NH4)2SO4
KH2PO4
CaCl2
MgSO4. 7H2O
Protease Peptone
FeSO4. 7H2O
MnSO4. 7H2O
ZnSO4. 7H2O
CoCl2
Alkohol 70%
Fehling A dan B

23

Universitas Sumatera Utara


3.2 Pembuatan Reagen dan Pembuatan Media
3.2.1 Larutan HCl 1%
Sebanyak 2,7 mL HCl 37% diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL
hingga garis tanda lalu dihomogenkan.
3.2.2 Larutan NaOH 2%
Sebanyak 10 g NaOH pellet dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 500 mL
hingga garis tanda lalu dihomogenkan.
3.2.3 Reagen DNS
Sebanyak 1 g asam 3,5 –dinitrosalisilat dilarutkan dengan 20 ml 2 N NaOH,
ditambahkan 50 ml H2O kemudian ditambahkan 30 g KNa Tartrat dimasukkan
kedalam labu takar 100 ml, ditambahkan akuades hingga garis batas,
dihomogenkan kemudian simpan dan tutup dalam botol gelap.

3.2.4 Media PDA
Sebanyak 4,2 g PDA dimasukkan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan aquadest 100
ml, diaduk dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian disterilkan pada suhu
121oC selama 15 menit.
3.2.5 Media Starter Aspergillus Niger
Sebanyak 5 g sampel yang telah didelignifikasi dimasukkan kedalam erlenmeyer,

dan sebanyak 1,5 g agar dimasukkan kedalam Erlenmeyer ditambahkan akuades
100 ml, diaduk dan dipanaskan hingga mendidih, kemudian disterilkan pada suhu
121oC selama 15 menit.
3.2.6 Pembuatan Medium Sakarifikasi
Sebanyak 0,3 g Urea, 1,4 g (NH4)2SO4,2 g KH2PO4, 0,4 g CaCl2, 0,6 g MgSO4.
7H2O, 0,75 g Protease Peptone, 5 mg FeSO4. 7H2O, 1,0 mg MnSO4. 7H2O, 1,4 mg

24

Universitas Sumatera Utara

ZnSO4. 7H2O dan 3,7mg CoCl2 dimasukkan kedalam beaker glass ditambahkan
akuades 1 L, diaduk hingga homogen.

25

Universitas Sumatera Utara

3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Delignifikasi Kulit Pinang

4.Sebanyak 100 g kulit pinang yang telah dikeringkan dan diblender
5.dimasukkan kedalam beaker glass
6.ditambahkan NaOH 2% hingga terendam
7.dipanaskan selama 1 jam pada suhu 600C
8.di oven pada suhu 700C hingga berat konstan
9.diblender kembali hingga halus
10. diayak dengan ayakan 80 mesh.

3.3.2 Peremajaan Isolat Aspergillus Niger
- Disterilkan sekitar tempat kerja dan tangan dengan alkohol 70%
- dituang media PDA ke cawan petri steril didinginkan hingga memadat
- diinokulasikan aspergillus niger dengan metode transfer media
- ditutup cawan petri dengan cling warp dan dibungkus dengan kertas HVS
- diinkubasi selama 5 hari pada inkubator jamur.
3.3.3 Pembuatan Starter Aspergillus Niger
- Disterilkan sekitar tempat kerja dan tangan dengan alkohol 70%
- dituang media starter ke cawan petri steril dibiarkan hingga memadat
- diinokulasikan aspergillus niger dengan metode transfer media
- ditutup cawan petri dengan cling warp dan dibungkus dengan kertas
- diinkubasi selama 7 hari pada inkubator jamur.

3.3.4 Sakarifikasi Kulit Pinang
- Sebanyak 4,5 g sampel yang telah didelignifikasi
- dimasukkan Erlenmeyer
- ditambahkan 150 ml larutan medium sakarifikasi
- diaduk hingga homogen, kemudian diatur pH 5 dengan menambahkan HCl
1%
- di lakukan perlakuan yang sama sebanyak 6 erlenmeyer

26

Universitas Sumatera Utara

- disterilkan pada suhu 1210C selama 15 menit
- Disterilkan sekitar tempat kerja dan tangan dengan alkohol 70%
- diinokulasi Aspergillus Niger sebanyak 5 cork borer ke medium sakarifikasi
7 hari, 8 hari, 9 hari, 10 hari dan 11 hari
- di inkubasi diatas shaker.

3.3.5 Uji Kualitatif dan Kuantitatif Glukosa
3.3.5.1 Uji Kualitatif Glukosa dengan Pereaksi Fehling

-

Disaring hasil sakarifikasi menggunakan kertas whattman No.42

-

diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi

-

ditambahkan 1 ml masing- masing fehling A dan B

-

dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit

-

diamati perubahan warna yang terjadi.


3.3.5.2 Uji Kuantitatif Glukosa dengan Reagen DNS
-

Disaring hasil sakarifikasi menggunakan kertas whattman No.42

-

diambil sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi

-

ditambahkan 3 ml reagen DNS, dipanaskan dalam waterbath selama
5 menit

-

didinginkan

-

diuji dengan alat spektrofotometer UV dengan panjang gelombang
550 nm

-

diukur absorbansinya.

27

Universitas Sumatera Utara

3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Bagan Alir Penelitian
Preparasi Sampel
(Dicuci, Dicacah, Dijemur, Diblender)

Delignifikasi Menggunakan NaOH 2%
( Dioven pada Suhu 700C)

Pemblenderan Sampel Hasil Delignifikasi
( Diayak Menggunakan Ayakan 80 Mesh )

Peremajaan Isolat Aspergillus Niger

Pembuatan Starter Aspergillus Niger

Penyiapan Medium Sakarifikasi

Sakarifikasi Enzimatis Menggunakan
Aspergillus Niger

Produksi Glukosa
( Diuji Kualitatif dan Kuantitatif )

28

Universitas Sumatera Utara

3.4.2 Preparasi sampel
Kulit Pinang
Dicuci bersih
Dicacah kecil-kecil
Dijemur dibawah sinar matahari
Diblender
Serabut Kulit Pinang

3.4.3 Delignifikasi Kulit Pinang
100 g Serabut Kulit Pinang
Dimasukkan kedalam beaker glass
Ditambahkan NaOH 2% hingga terendam
Dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60oC
Dicuci hingga pH netral
Di oven pada suhu 700C hingga berat konstan
Diblender kembali hingga halus
Diayak menggunakan ayakan 80 mesh
Serbuk Kulit Pinang Terdelignifikasi

29

Universitas Sumatera Utara

3.4.4 Peremajaan Isolat Aspergillus Niger
Media PDA
Dituang media PDA kedalam cawan petri steril
Didinginkan hingga memadat
Diinokulasikan Aspergillus Niger
Ditutup cawan petri dengan cling warp dan
dibungkus dengan kertas HVS
Diinkubasi selama 5 hari pada inkubator jamur.
Aspergillus Niger

3.4.5 Pembuatan Starter Aspergillus Niger

Media Starter
Dituang media starter ke cawan petri steril
Didinginkan hingga memadat
Diinokulasikan aspergillus niger
Ditutup cawan petri dengan cling warp dan dibungkus
dengan kertas HVS
Diinkubasi selama 7 hari pada inkubator jamur.
Starter Aspergillus Niger

30

Universitas Sumatera Utara

3.4.6 Sakarifikasi Limbah Kulit Pinang
4,5 g Kulit Pinang
Terdelignifikasi
Dimasukkan kedalam erlenmeyer
Ditambahkan 150 ml medium sakarifikasi
Diaduk
Diatur pH 5 dengan menambahkan HCl 1%
Di lakukan perlakuan yang sama sebanyak 6 erlenmeyer
Disterilkan pada suhu 1210C selama 15 menit.
Medium Sakarifikasi
Diinokulasi Aspergillus Niger sebanyak 5 cork borer
Di inkubasi diatas shaker dengan variasi 7 hari, 8 hari, 9
hari, 10 hari dan 11 hari.
Hasil Sakarifikasi

3.4.7 Uji Kualitatif dan Kuantitatif Glukosa
3.4.7.1 Uji Kualitatif Glukosa
Hasil Sakarifikasi
Disaring dengan kertas whatman No.42
Diambil filtrat sebanyak 1 ml
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 1 ml masing-masing Fehling A dan B
Dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit
Diamati perubahan warna yang terjadi
Endapan Merah Bata

31

Universitas Sumatera Utara

3.4.7.2 Uji Kuantitatif Glukosa
Hasil Sakarifikasi
Disaring dengan kertas whatman No.42
Diambil filtrat sebanyak 1 ml
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 3 ml reagen DNS
Dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit
Didinginkan
Di uji dengan alat spektrofotometer UV dengan panjang
gelombang 550 nm
Diukur absorbansinya
Larutan Kuning Kecoklatan

32

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Penelitian

Dalam pembuatan glukosa dari subtrat kulit pinang (Areca catechu L.)
menggunakan Aspergillus Niger terlebih dahulu dilakukan proses delignifikasi kulit
pinang sebelum proses sakarifikasi, diperoleh data analisa FT-IR kulit pinang
sebelum dan sesudah delignifikasi dengan NaOH 2% sebagai berikut :
-

Sebelum Delignifikasi

-

Sesudah Delignifikasi

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Kulit Pinang Sebelum dan Sesudah Delignifikasi
NaOH 2%
33

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan puncak khas pada spektrum FT-IR dari kulit
pinang sebelum dan sesudah delignifikasi sebagai berikut (tabel 4.1) :
Tabel 4.1 Data FT-IR Kulit Pinang Sebelum dan Sesudah Delignifikasi
NaOH 2%

Bilangan Gelombang Hasil (cm-1)

Gugus Fungsi
Regang OH, N-H

3285

(TD)

3337

(SD)

Regang Aldehid

2928

(TD)

CH3, CH2, C-H

2920

(SD)

1729 dan 1633

(TD)

-

(SD)

1380

(TD)

1432

(SD)

Regang C=O

C-H Bending

Teori
3750-3000

3000-2700

1900-1650

1475-1300

Analisis Struktur Senyawa Organik (Dachriyanus, A. 2002)
Keterangan : TD
SD

= Kulit Pinang Tanpa Delignifikasi
= Kulit Pinang Sesudah Delignifikasi

Kulit pinang terdelignifikasi kemudian disakarifikasi menggunakan Aspergillus
Niger. Hasil sakarifikasi dianalisis secara kualitatif yang diuji dengan menggunakan
pereaksi Fehling A dan B, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut (tabel 4.2) :
Tabel 4.2 Hasil Analisa Kualitatif Kadar Glukosa dari Hasil Sakarifikasi
No.

Sampel

1. Larutan Hasil Sakarifikasi

Penambahan Pereaksi Fehling
Endapan Merah Bata

Kulit Pinang

34

Universitas Sumatera Utara

Kemudian hasil sakarifikasi kulit pinang diuji secara kuantitatif dengan
menggunakan metode DNS menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang
gelombang 550 nm, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut (tabel 4.3) :
Tabel 4.3 Hasil Analisa Kuantitatif Kadar Glukosa dari Hasil Sakarifikasi
Waktu ( Hari )

Absorbansi

Kadar Glukosa (ppm)

0

0,0088

72,69

7

0,710

551,23

8

0,726

563,54

9

0,7515

583,15

10

0,67

520,46

11

0,353

276,62

35

Universitas Sumatera Utara

4.2

Pembahasan

4.2.1

Analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red) Kulit Pinang Sebelum
Deignifikasi dan Sesudah Delignifikasi NaOH 2%

Dari gambar 4.1 memberikan puncak dengan intensitas kuat pada panjang
gelombang 3285 cm-1 yang terdapat pada kulit pinang sebelum proses
delignifikasi, 3337

cm-1 pada kulit pinang setelah delignifikasi menunjukkan

gugus – OH dengan stretching vibration. Gugus –OH pada kisaran panjang
gelombang tersebut juga menunjukkan adanya ikatan hidrogen intramolekular dan
merupakan gugus utama pada selulosa, karena selulosa merupakan rantai panjang
dari β glukosa. Terlihat perbedaan puncak serapan gugus O-H pada kulit pinang
sebelum delinifikasi dan kulit pinang setelah delignifikasi, dimana intensitas
serapan setelah delignifikasi lebih tajam yang menunjukkan adanya peningkatan
selulosa. Gugus C=C stretching vibration merupakan karakteristik dari kerangka
lignin yang muncul di sekitar 1500 - 1700 cm-1. Puncak gugus ini pada kulit
pinang sebelum delignifikasi dan hasil setelah delignifikasi terjadi penurunan yang
menunjukkan adanya penghilangan lignin selama proses delignifikasi (Darni, dkk
2016).
Hermiati (2016) menyatakan puncak lignin dapat ditemukan di sampel
tanpa dan dengan perlakuan pada bilangan gelombang 1250 cm-1 untuk unit
guaiasil dan 1327 cm-1 untuk unit siringil. Berdasarkan spektrum FTIR tersebut
tampak jelas bahwa karakteristik puncak lignin dapat ditemukan di sampel tanpa
delignifikasi pada bilangan gelombang 1246 cm-1 dan pada sampel setelah
delignifikasi pada bilangan gelombang 1164 cm-1. Hal ini mengindikasikan bahwa
perlakuan alkali meningkatkan laju delignifikasi pada kulit pinang. Gugus
fungsional yang teridentifikasi pada kulit pinang sebelum dan sesudah pra
perlakuan tampak bahwa pra perlakuan delignifikasi menyebabkan kehilangan
beberapa gugus fungsional. Selain itu terjadi perbedaan intensitas pada masingmasing gugus fungsional yang teridentifikasi. Pra perlakuan NaOH menyebabkan
terjadinya kehilangan gugus fungsi C=O pada hemiselulosa, Hal ini karena dalam
aktifitas penyerangan polimer lignin, pra perlakuan juga menyebabkan terjadinya
kehilangan karbohidrat terutama hemiselulosa. Struktur rantai bercabang pada

36

Universitas Sumatera Utara

hemiselulosa dan derajat polimerisasi yang lebih rendah pada hemiselulosa
menyebabkan polimer ini lebih mudah terdegradasi dibandingkan dengan selulosa
yang didominasi struktur kristalin. Hal ini terlihat pada puncak pada bilangan
gelombang 1729 cm-1 berhubungan dengan gugus C=O stretching vibration yang
melambangkan adanya kehadiran hemiselulosa dan terjadinya penurunan puncak
ini pada hasil setelah delignifikasi adalah hasil dari berkurangnya kadar
hemiselulosa.
4.2.2

Analisa Kualitatif Glukosa

Pengujian kualitatif glukosa dilakukan dengan menggunakan pereaksi fehling,
berdasarkan hasil pengujian kualitatif terhadap hasil sakarifikasi dengan
menggunakan larutan Fehling menunjukkan hasil yang positif yaitu memberikan
endapan merah bata. Terbentuknya endapan merah bata menandakan adanya
glukosa .
4.2.3

Analisa Kadar Glukosa

Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan menggunakan metode DNS
menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 550 nm.

Nilai Absorbansi (nm)

Kurva Kadar Glukosa (ppm) VS Variasi Waktu (Hari)
700
600
500
400
300
200
100
0
0

2

4

6

8

10

12

Variasi Waktu (Hari)

Gambar 4.2 Kurvsa Analisa Kadar Glukosa dengan Variasi Waktu

37

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan dari Kurva Kadar Glukosa (ppm) VS Variasi Waktu (Hari)
(Gambar 4.2) dapat dilihat bahwa kadar glukosa mengalami perubahan seiring
bertambahnya waktu sakarifikasi. Pada sakarifikasi 0 hari atau sebelum
ditambahkan A. niger kadar glukosa pada kulit pinang sangat rendah yaitu 72,69
ppm. Hal ini dikarenakan tidak ada enzim selulase yang terbentuk sehingga reaksi
penguraian berlangsung lambat. Kadar glukosa relatif meningkat pada hari ke-7
sampai hari ke-8 dan mencapai waktu maksimal pada hari ke-9, dengan kadar
glukosa yang diperoleh yaitu sebesar 583,15 ppm. Kadar glukosa mulai menurun
pada hari ke-10 dan 11. Menurut Rismawati ( 2016) Hal ini dikarenakan glukosa
yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa oleh enzime selulase digunakan
sebagai

nutrisi

oleh

jamur

Aspergillus

Niger

untuk

mempertahankan

pertumbuhannya. Sehingga saat dilakukan pengukuran kadar glukosa yang tersedia
lebih sedikit dibanding pada hari-hari sebelumnya.
Pertumbuhan Aspergillus Niger mengalami fase lambat (lag) pada hari ke0. Pada fase ini mikroorganisme menyesuaikan diri dengan subtrat dan kondisi
lingkungan di sekitarnya. Pada hari ke-7 sampai hari 9

merupakan fase

pertumbuhan lambat dan fase pertumbuha tetap. Pada fase lambat zat nutrisi di
dalam medium sudah sangat berkurang dan adanya zat hasil-hasil metabolisme
yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Pada fase
pertumbuhan tetap ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel tetap membelah
meskipun zat nutrisi sudah habis. Sedangkan pada hari ke-10 dan 11 merupakan
fase menuju kematian dan fase kematian karena nutrien di dalam medium sudah
habis dan energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang mati semakin lama
akan semakin banyak, kecepatan kematian dipengaruhi kondisi nutrien, lingkungan,
dan jenis jasad renik. Setelah melewati fase ini pertumbuhan mikroba mengalami
kematian yang sangat besar terhadap kadar gluosa yang dihasilkan (Waluyo, L.
2010)
semakin lama proses sakarifikasi, maka kadar glukosa yang dihasilkan
semakin meningkat. Pada sakarifikasi 0 hari atau sebelum ditambahkan A. niger
kadar glukosa pada kulit pinang sangat rendah yaitu 72,69 ppm. Hal ini
dikarenakan tidak ada enzim selulase yang terbentuk sehingga reaksi penguraian
berlangsung lambat.

38

Universitas Sumatera Utara

Pada hari ke-7 sampai hari ke-11 mengalami peningkatan dan mencapai titik
maksimum pada hari ke-9 serta mulai mengalami penurunan pada hari ke-10 dan
11. Hal ini selaras dengan penelitian Gunam, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa
pH media mengalami penurunan sehingga tidak sesuai dengan kondisi optimum
untuk pertumbuhan A. Niger. Mulyono (2009) menyatakan aktivitas selulase
terlihat meningkat selaras dengan meningkatnya pH awal medium dari 4,4 menuju
5,0 kemudian aktivitas selulase menurun kembali setelah peningkatan pH menjadi
5,5 dan pH awal 5,0 merupakan pH terbaik.
Kadar glukosa yang dihasilkan pada penelitian ini masih relatif rendah.
Menurut Kusumaningati (2008) menyatakan bahwa nilai konversi gula reduksi
yang tidak seberapa besar ini karena menggunakan enzim kasar dari kapang
Aspergillus Niger sp. yang tidak dimurnikan sehingga kemungkinan juga
mengandung enzim-enzim lain seperti hemiselulase dengan hasil akhir xilosa
(pentosa) bukan glukosa (heksosa).
Pada penelitian ini dilakukan 2 kali pengulangan, hasil uji berbeda pada
setiap pengulangan. Hal ini dikarenakan tidak diketahui jumlah kepadatan kapang
pada setiap pengulangan, hal ini sama dengan pada penelitian yang dilakukan
Oktavia, F.I. dkk (2014) menyatakan bahwa karena jumlah kapang yang
disuspensikan dalam media tidak diketahui kepadatan kapangnya, sehingga
menghasilkan aktivitas enzim yang berbeda pada setiap pengulangannya.

39

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kulit pinang dapat dijadikan sebagai subtrat pembuatan glukosa
2. Aspergillus Niger

juga dapat dimanfaatkan untuk menghidrolisis kulit

pinang menjadi glukosa dengan proses sakarifikasi.
3. Lama sakarifikasi selama 9 hari merupakan waktu yang optimal untuk
Aspergillus Niger

menghidrolisis kulit pinang menjadi glukosa yaitu

sebesar 583,15 ppm.

5.2 Saran
Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih
lanjut pada pembuatan glukosa dengan proses sakarifikasi oleh Aspergillus
Niger menggunakan subtrat kulit pinang dengan variasi lain seperti variasi
pH, konsentrasi subtrat dan konsentrasi perlakuan delignifikasi NaOH
sehingga dihasilkan glukosa yang lebih optimal.

40

Universitas Sumatera Utara