Metafora Penyakit dalam Bahasa Indonesia

(2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi
dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia.

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep tersebut

berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu, metafora, penyakit, kategorisasi, makna, ranah
sumber, ranah sasaran.
2.1.1

Metafora
Menurut Lakoff dan Johnson (dalam Mulyadi, 2010:19), metafora adalah mekanisme

kognitif dalam memahami satu ranah pengalaman, berdasarkan struktur konseptual dari ranah
pengalaman lain yang bertalian secara sistematis. Metafora dalam penelitian ini merupakan
mekanisme yang dituliskan penulis untuuk mengungkapkan jenis-jenis peristiwa, khususnya
peristiewa-peristiwa yang berbeda.

Dalam Lakoff dan Johnson (1980) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan prinsip antara
pemakaian bahasa harfiah dan pemakaian bahasa metaforis. Menurut kedua ahli tersebut, hal itu

terjadi karena “sebagian besar proses pikiran manusia adalah metaforis” dan “sistem konseptual
manusia dibangun dan dibatasi secara metaforis”.

2.1.2 Penyakit
Pengertian penyakit dalam KBBI (2010), penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri,
virus, atau kelainan sistem fatal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup). Penyakit
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyakit yang menyerang tubuh, bukan menyerang
pikiran atau jiwa. Tubuh mengalami rasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena
menderita sesuatu (penyakit).
2.1.3 Kategorisasi
Lakoff (dalam Siregar 2013), mengatakan bahwa kategorisasi merupakan wadah abstrak,
dan benda-benda terletak di dalam atau di luar kategori. Benda-benda dianggap sebagai
kategorisasi yang sama jika hanya memiliki ciri-ciri tertentu secara umum, ciri-ciri tersebut akan
digunakan untuk membatasi kategorinya.
Kategorisasi adalah proses kognitif untuk mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa
ke dalam ketegori-kategori tertentu yang bermakna (Turner, dkk dalam Hanifa, 2013).

Contohnya enam kategori penyakit berbahaya, seperti penyakit jantung, kanker, tumor, demam
berdarah, stroke, dan batu ginjal.

2.1.4

Makna
Menurut KBBI makna merupakan arti, atau maksud pembicara atau penulis terhadap

pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Adapun makna yang digunakan

dalam penelitian ini adalah makna konotatif.

Makna konotatif adalah makna lain yang

“ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

2.1.5

Skema-Citra

Johnson dan Kovecses (dalam Siregar 2013), mengatakan bahwa skema-citra adalah

pola-pola dinamis yang berulang dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang
menyatu dengan pengalaman kita. Dalam kaitan dengan defenisi skema-citra, Kovecses (dalam
Siregar 2013), menegaskan bahwa skema-itra pada dasarnya adalah imajistik dan tidak
proposisional dan kedua, skema-citra sangat skematik atau abstrak.
2.1.6

Ranah Sumber dan Ranah Sasaran
Konvecses (dalam Siregar 2013) mengatakan bahwa ranah sumber ialah jenis ranah yang

lebih konkrit, sedangkan ranah sasaran adalah jenis ranah yang lebih abstrak. Ranah Sumber
yang lebih konkrit digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.

2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual. Menurut Lakoff dan Johnson
(dalam Mulyadi, 2010:17) metafora sebagai ekspresi bahasa terdapat dalam sistem konseptual
manusia. Mereka menyatakan bahwa pencipta metafora sesungguhnya merupakan satu aspek
dari kecenderungan manusia dalam menggolongkan pengalamannya. Dalam kalimat lain, cara
manusia menata pikirannya, menerapkan pengalamannya, ataupun melakukan tindakannya

sehari-hari, sebagian besar berdimensi metaforis.

Konsep metafora mulai berkembang sejak terbitnya buku Metaphors We Live By (1980)
yang ditulis oleh George Lakoff bersama koleganya, Mark Johnson. Buku ini menginspirasi
pengembangan paradigma liguistik kognitif (Siregar, 2013:15). Lakoff (dalam Silalahi, 2005:2)
menyatakan bahwa metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam
sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora.
Dalam penelitian ini diterapkan teori Metapora Konseptual yang bersumber dari
ancangan linguistik kognitif. Siregar (2013) dalam tesisnya, menjelaskan bahwa ciri penting dari
teori ini adalah pemanfaatan aspek tertentu dari ranah sumber atau ranah sasaran yang berperan
pada metafora. Artinya, jika disarankan bahwa metafora konseptual dapat dinyatakan dengan A
adalah B, ini tidak berarti bahwa seluruh konsep A atau B tercakup, yang dipilih hanyalah
konsep tertentu.
Teori metafora konseptual bukanlah teori yang asing lagi bagi literatur bahasa Indonesia.
Telah banyak ahli yang menerapkan teori metafora konseptual di dalam penelitian mereka.
Silalahi (2005) memakai teori metafora konseptual pada kajiannya “Metafora dalam Bahasa
Batak Toba”. Silalahi menjelaskan delapan jenis metafora dalam bahasa Batak Toba yang
memiliki struktur/pola, seperti X adalah Y, atau X sebagai Y. Siregar (2013) juga menerapkan
teori metafora konseptual pada tesisnya, “Metafora CINTA dalam Bahasa Angkola”.
Pemetaan konseptual mampu menjelaskan konsep dan makna dari leksikal PENYAKIT

dalam bahasa Indonesia. Proses dalam langkah yang dilakukan pemetaan konseptual adalah
mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora PENYAKIT dalam
bahasa Indonesia dengan menyesuaikan ciri semantisnya. Pada tahap analisis, teori metafora
konseptual dimuat dalam bentuk pemetaan konseptual dalam ranah sasaran ke ranah sumber.

Dalam penelitian ini, metafora PENYAKIT dalam bahasa Indonesia dianalisis memakai
skema-citra. Menurut Kovecses (dalam Mulyadi, 2010:19), skema-citra ialah pola-pola yang
berulang, pola-pola dinamis dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu
dengan pengalaman kita”. Skema-citra berperan penting dalam struktur konseptual.
Tanpa penggunaan skema-citra, sukar bagi siapa pun untuk memahami pengalaman.
Alasannya, karena pengalaman fisik manusia hadir dan bertindak pada dunia, karena mencerap
pengalaman, memindahkan tubuh, mengerahkan dan mengalami daya, dan lain-lain, manusia
membentuk struktur konseptual dasar yang kemudian digunakan untuk menata pikiran melintasi
rentang ranah yang lebih abstrak. Johnson (dalam Siregar, 2013:18), skema-citra sebagai suatu
level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan
sistematis antara pengalaman badani dan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa.
Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen struktural “sumber”, “jalur”, dan
“arah”. Berdasarkan logika dasarnya, apabila seseorang pergi dari A ke B dia harus melewati
setiap titik persimpangan yang menghubungkan A dengan B. Metafora hidup sebagai
PERJALANAN


mengasumsikan

skema

SUMBER-JALUR-TUJUAN.

Pemetaan

dan

submetafora pada metafora kompleks ini adalah MAKSUD sebagai TUJUAN. Peristiwa
kompleks juga pada umumnya melibatkan keadaan awal (SUMBER), tahap tengahan (JALUR)
dan tahap akhir (TUJUAN). Hal tersebut menjelaskan bahwa skema-citra menyediakan
pemahaman tentang dunia, baik secara harfiah maunpun secara figuratif (Adapun penjelasan
tentang skema-citra, dikutip dari kovecses dalam Siregar (2013) dan Mulyadi(2010)) .

2.3 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pada bagian ini peneliti

meninjau secara ringkas penelitian sebelumnya yang saling berhubungan dengan penelitian ini.
Pertama, Siregar (2013) dalam penelitian yang berjudul “Metafora Cinta dalam Bahasa
Angkola” membahas kategorisasi makna metafora cinta dengan menggunakan teori Metafora
Konseptual. Data penelitian diperoleh dari sejumlah narasumber melalui wawancara dan juga
melalui penyebaran angket. Menurur Siregar metafora cinta dalam bahasa Angkola terdiri atas
sembilan kategori, yaitu (1) CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH, (2) CINTA sebagai
DAYA, (3) CINTA sebagai BINATANG BUAS, (4) CINTA sebagai PASIEN, (5) CINTA
sebagai PERJALANAN, (6) CINTA sebagai PERANG, (7) CINTA sebagai BENDA, (8)
CINTA sebagai KESATUAN, dan (9) CINTA sebagai PERMAINAN. Pemetaan dalam
penelitian Siregar terdapat lima skema, yaitu (1) skema WADAH, (2) skema DAYA, (3) skema
SUMBER-JALUR-TUJUAN, (4) skema RUANG, (5) skema HUBUNGAN.

Penelitian ini banyak memakai model penelitian yang digunakan oleh Siregar. Analisis
yang digunakan sangat menginspirasi untuk melakukan penelitian ini, khususnya cara untuk
penetapan kategorisasi dan pemetaan pada ranah sumber dan ranah sasaran.
Kedua, Mulyadi (2010a) dalam artikel yang berjudul “Metafora Emosi dalam Bahasa
Indonesia” membahas tipe-tipe metafora emosi dalam bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh
verba gerakan. Teori yang digunakan adalah teori metafora konseptul. Data bersumber dari surat
kabar dan majalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseptualisasi emosi dalam bahasa
Indonesia terdiri atas sembilan tipe metaforis, yaitu (1) CAIRAN, (2) BENDA, (3) LAWAN, (4)

BINATANG BUAS, (5) MUSUH TERSEMBUNYI, (6) BEBAN, (7) TEMPAT, (8) DAYA

ALAMI, (9) DAYA FISIK. Penelitian Mulyadi menghasilkan dua pemetaan ranah pengalaman
gerakan dan emosi pada metafora emosi, yaitu skema WADAH dan skema RUANG. Pemetaan
tersebut merupakan susunan sistematis antara ranah sumber dan ranah sasaran melibatkan
gagasan kendali.
Penelitian Mulyadi memberi kontribusi dalam penelitian ini untuk lebih memahami
batasan-batasan citra metaforis serta pemetaan yang dilakukan sangat bermanfaat dalam
penelitian ini.
Ketiga, Rajeg (2009) meliputi metafora konseptual dan metonimi yang berjudul
“Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan”: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of Love in
Indonesia. Konsep emosi cinta dalam bahasa Indonesia dipahami dalam konsep metafora dan
metonimi. Rajeg menghasilkan empat belas tipe metafora konseptual yang membangun struktur
konsep cinta, yaitu (1) CINTA adalah CAIRAN PADA SUATU WADAH, (2) CINTA adalah
KESATUAAN BAGIAN, (3) CINTA adalah IKATAN, (4) CINTA adalah API, (5) CINTA
adalah KEGILAAN, (6) CINTA adalah MABUK, (7) CINTA adalah KEKUATAN, (8) CINTA
adalah ATASAN, (9) CINTA adalah LAWAN, (10) CINTA adalah PERJALANAN, (11)
OBJEK CINTA adalah DEWA/DEWI, (12) OBJEK CINTA KEPEMILIKAN, (13) RASIONAL
adalah (ke) ATAS, EMOSIONAL adalah (ke) BAWAH, (14) SADAR adalah (ke) ATAS,
TIDAK SADAR adalah (ke) BAWAH.

Keempat, Silalahi (2005), dalam artikel yang berjudul “Metafora dalam Bahasa Batak
Toba”, membahas metafora KATA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori
metafora konseptual. Datanya berasal dari masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara
dan di Kabupaten Toba Samosir.Dalam penelitiannya terdapat delapan tipe semantis metafora
KATA dalam bahasa

Batak Toba, yaitu (1) KATA sebagai BENDA, (2) KATA sebagai

CAIRAN, (3) KATA sebagai HEWAN, (4) KATA sebagai MAKANAN, (5) KATA sebagai
MANUSIA, (6) KATA sebagai PERJALANAN, (7) KATA sebagai SENJATA, (8) KATA
sebagai TUMBUHAN.
Hasil penelitian Silalahi sangat bermanfaat untuk menjadi acuan penelitian ini karena
memakai analisis dan konsep metafora dalam kerangka semantik kognitif.
Kelima, Siregar (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Metafora Kekuasaan dan
Metafora melalui Kekuasaan: Melacak Perubahan Kemasyarakatan melalui Perilaku Bahasa”.
Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual. Data penelitiannya adalah data tulis,
dengan korpus yang kaya, luas, serta variatif. Hasil penelitiannya mengungkapkan beberapa
kategorisasi, yaitu (1) POLITIK sebagai CAIRAN, (2) POLITIK sebagai API, dan (3) POLITIK
sebagai PERANG, dan sebagainya.
Penelitian Siregar dalam penelitian ini sangat penting khususnya analisa yang digunakan

bermanfaat untuk penggunaan dalam penelitian ini yang juga menerapkan penetapan kategorisasi
serta pemetaan pada ranah sumber dan ranah sasaran.