Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Kompos TKKS dan Jarak Tanam di Dataran Rendah

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Bawang

merah

termasuk

dalam

Kingdom

:

Plantae;

Divisi : Spermatophyta; Sub Divisi : Angiospermae; Kelas : Monocotyledonae;
Ordo


:

Liliales;

Familia

:

Liliaceae;

Genus

:

Allium

;

Spesies : Allium ascalonicum L. (Suminah et al., 2002).
Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder

berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang
yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis
(Hervani et al., 2008).
Bentuk daun bawang seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara
50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai
hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek
(Rukmana, 1995).
Bawang merah memiliki umbi lapis yang bervariasi. Ada yang berbentuk
bulat, bundar seperti gasing terbalik sampai pipih. Ukuran umbi ada yang besar,
sedang dan kecil. Warna kulit umbi ada yang kuning, merah muda, hingga merah
tua ataupun merah keunguan. Baik biji maupun umbi lapis dapat dijadikan sebagai
bahan perbanyakan tanaman (Jaelani, 2007).
Bakal buah bawang merah tampak seperti kubah, terdiri atas tiga ruangan
yang masing-masing memiliki dua bakal biji. Bunga yang berhasil mengadakan
persarian akan tumbuh membentuk buah, sedangkan bunga yang lain akan kering
dan mati. Buah bawang merah berbentuk bulat di dalamnya terdapat biji yang

5

berbentuk agak pipih dan berukuran kecil. Pada waktu masih muda, biji berwarna

putih bening dan setelah tua berwarna hitam (Pitojo, 2003).
Kelemahan biji bawang merah adalah membutuhkan waktu budidaya yang
lebih lama, karena membutuhkan pembibitan. Biji bawang merah membutuhkan
perlakuan penyemaian dengan waktu 30 hari dan akan dipanen 60-70 hari setelah
pindah tanam. Umur tanaman bawang merah di dataran tinggi memiliki umur
yang lebih panjang yaitu 118 hari setelah tanam. Pertumbuhan optimal terjadi
pada umur 84 HST. Di Brebes dilaporkan bawang merah dengan biji memiliki
umur 70-80 hari setelah pindah tanam (Sumarni dan Rosliani, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-320C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (AAK, 2004).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketingian tempat yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas
permukaan laut (Wibowo, 2007).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu

udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara

6

22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Rismunandar, 1986).
Agar dapat tumbuh dengan baik, tanaman bawang merah harus di tanam
pada kondisi lingkungan yang cocok. Tanaman bawang merah paling menyukai
daerah yang beriklim kering, suhu udara yang agak panas, tempat terbuka atau
cukup terkena sinar matahari, dan tidak berkabut. Daerah yang berkabut kurang
baik terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah karena dapat menimbulkan
penyakit. Selain itu, daerah yang terlindung dapat menyebabkan pembentukan
umbi bawang merah tidak maksimal (Nasution, 2008).
Tanah
Tanaman ini memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drinase / aerase baik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah
tidak masam (pH tanah : 5,6 - 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman

bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah humus
(Rahayu dan Berlian, 1999).
Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dan
menyukai jenis tanah lempung berpasir. Di Indonesia 70 % penanaman dilakukan
pada dataran rendah di bawah 450 meter. Bawang merah membutuhkan banyak
air tetapi kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk. Tanah yang cukup
lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah
(Rismunandar, 1989).
Di Pulau Jawa, bawang merah banyak ditanam pada jenis tanah Aluvial, tipe
iklim D3/E3 yaitu antara (0-5) bulan basah dan (4-6) bulan kering, dan pada

7

ketinggian kurang dari 200 m di atas permukaan laut. Selain itu, bawang merah
juga cukup luas diusahakan pada jenis tanah Andosol, tipe iklim B2/C2 yaitu
(5-9) bulan basah dan (2-4) bulan kering dan ketinggian lebih dari 500 m di atas
permukaan laut (Nurmalinda dan Suwandi, 1995).
Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau
dengan ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah
panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim

kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan
penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapat
ditanam

secara

tumpangsari,

seperti

dengan

tanaman

cabai

merah

(Sutarya dan Grubben, 1995).
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan sisa tandan buah segar (TBS)
yang telah dirontokan buahnya setelah dipanen dalam proses pengolahan dipabrik
kelapa sawit. Banyaknya tandan kosong adalah 27% dari produksi tandan buah segar
(Panjaitan, Sugiono,

dan Sirait, 1983) dan bila dibakar akan diperoleh abunya

sebanyak 1.65% dari berat tandan kosong (Chan, Suawandi, dan Tobing, 1982). Selain
itu Hermawan, et al., (1999) menyatakan bahwa TKKS mempunyai nilai nutrisi yang
tinggi dan berpotensi untuk dijadikan sebagai pupuk organik. Hasil analisis kimianya
adalah : 34% C, 0,8% P2O5, 5,0% K2O, 1,7% CaO, 4,0% MgO dan 275 ppm Mn serta
dengan nilai C/N rasio yang tinggi yaitu 43, sehingga sulit di dekomposisi oleh
mikroba. Nuryanto (2000) menambahkan bahwa TKKS mengandung selulosa 45,
95%, hemiselulosa 22,84% dan lignin 22,60 %. Tingginya kandungan lignin dan

8

selulosa dalam TKKS menyebabkan bahan tersebut sulit mengalami proses dekompsisi
(Kasli, 2008).
Fungsi TKKS antara lain adalah konservasi air, perbaikan truktur tanah,

dan penyediaan beberapa unsur hara. Dalam hal konservasi air, pupuk organik
turut menjamin agar air tetap tersedia bagi tanaman dan tidak segera turun ke
lapisan bawah tanah. Ketersediaan air tersebut juga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan tanaman akan air. Air tersebut juga berfungsi melarutkan unsur-unsur
hara yang pada mulanya tidak tersedia bagi tanaman. Proses pelarutan ini sangat
penting karena unsur-unsur hara hanya dapat tersedia bagi tanaman dalam bentuk
larutan. Selain itu, bahan-bahan organik juga memperkecil laju pencucian
(leaching), yaitu pelenyapan unsur-unsur hara yang telah terlarutkan karena
terbawa turun bersama kelebihan air. Perbaikan struktur tanah di sini mengandung
arti mencegah terjadinya kompaksi (pemadatan) tanah, sehingga pori-pori tanah
tersedia dalam jumlah yang mencukupi. Fungsi pori-pori tanah adalah menjamin
tersedianya oksigen bagi akar untuk pernafasan, memungkinkan penetrasi akar
dalam tanah, dan memberi peluang bagi terjadinya evaporasi dari dalam tanah
(Mangoensoekarja dan Semangun, 2008).
Jarak Tanam
Selain ukuran umbi, kerapatan tanaman atau jarak tanam juga berpengaruh
terhadap hasil umbi bawang merah. Tujuan pengaturan jarak tanam pada dasarnya
adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa
mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya
matahari, serta memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam

yang kuran tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga menurunkan

9

hasil. Secara umum hasil tanaman persatuan luas tertinggi diperoleh pada
kerapatan tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing – masing umbi umbi secara
individu

menurun

karena

terjadi

persaingan

antara

tanaman


(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Adanya interaksi diantara tanaman yang berdekatan merupakan fungsi dari
jarak tanam dan besarnya tanaman yanhg bersangkutan. Disamping populasi
tanaman, pengaturan jarak tanam menjadi penting dalam mengoptimalkan
penggunaan faktor lingkungan. Terdapat beberapa sistem pengaturan jarak tanam
dilapangan yang mungkin mempengaruhi hasil produksi tanaman antara lain
bentuk empat persegi atau bujur sangkar, bentuk barisan dengan jarak tanam
dalam baris teratur atau tidak dan arah barisan yaitu Utara – Selatan atau Barat –
Timur (Jumin, 2002).
Jumlah populasi tanaman per/ha merupakan faktor penting untuk
mendapatkan hasil suatu tanaman yang maksimal dapat dicapai bila menggunakan
jarak tanam yang tepat. Semakin tinggi tingkat kerapatan tanam akan
mengakibatkan tingkat persaingan yang besar antar tanaman dalam hal
mendapatkan unsur hara, air dan cahaya matahari (Palungkun dan Budiarti, 1993).
Menurut Afrida (2005) penggunaan jarak tanam pada bawang merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah siung bawang merah, berat
basah persampel dan berat kering persampel. Penggunaan jarak tanam 20 cm x 20
cm memberikan hasil yang terbaik dibandingkan 20 cm x 10 cm. Kerapatan
tanaman atau populasi tanaman dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi
tanaman.


Peningkatan

populasi

tanaman

mula-mula

akan

diikuti

oleh

meningkatnya produksi tanaman per satuan luas, kemudian lewat titik maksimum

10

akan menurunkan produksi tanaman tersebut. Sebaliknya produksi persatuan
tanaman akan turun secara terus menerus dengan bertambahnya kerapatan
tanaman. Keadaan ini terjadi karena pengaruh kompetisi. Adanya persamaan
kebutuhan di antara tanaman yang sejenis akan dapat menyebabkan terjadinya
kompetisi apabila factor yang dibutuhkan tersebut dalam keadaan kurang. Dengan
demikian tinggi rendahnya populasi merupakan factor penentu terhadap besar
kecilnya kompetisi.
Pada dasarnya pemakaian jarak tanam yang rapat bertujuan untuk
meningkatkan hasil, asalkan faktor pembatas dapat dihindari sehingga tidak
terjadi persaingan antar tanaman. Disamping itu pengaturan jarak tanam yang
tepat juga untuk menekan pertumbuhan gulma, karena pertumbuhan tajuk dapat
dengan cepat menutupi permukaan tanah. Bila jarak tanam atau jarak antar baris
tanaman terlalu lebar akan memberikan kesempatan kepada gulma untuk dapat
tumbuh dengan baik (Waxn and Stoller, 1977).