Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dari Anak Autistik

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya.
Keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut dengan penuh
bahagia. Semua orang tua mengharapkan memiliki anak yang sehat,
membanggakan, dan sempurna. Akan tetapi, terkadang kenyataan yang terjadi
tidak sesuai dengan keinginan. Sebagian orang tua mendapatkan anak yang
diinginkannya dan sebagian lagi tidak. Beberapa diantaranya memiliki anak
dengan kebutuhan-kebutuhan khusus, seperti mengalami gangguan perkembangan
yaitu gangguan autistik (Buku Penanganan dan Pendidikan Autis di YPAC).
Gangguan autistik adalah gangguan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan interaksi sosial yang bermakna dan berkelanjutan, penyimpangan
dalam komunikasi, dan pola perilaku terbatas dan stereotipik yang ditemukan
sebelum usia 3 tahun. Leo Kanner, dalam tulisan klasiknya “Autistic Disturbance
of Affective Contact” menyebutkan istilah autisme infantile dan memberikan
sumbangan yang jelas dan menyeluruh untuk sindrom masa anak-anak awal. Ia
menggambarkannya sebagai anak yang menunjukkan kesepian autistik yang
ekstrim, gagal untuk menerima sikap antisipasi, perkembangan bahasa yang
terlambat dan menyimpang dengan ekolalia (meniru/membeo) dan pemakaian

kata sebutan yang terbalik (menggunakan “kamu” untuk “saya”), pengulangan
monoton bunyi atau ungkapan verbal, daya ingat jauh yang sangat baik,
keterbatasan rentang dalam berbagai aktivitas spontan, stereotipik dan manerisme,
keinginan yang obsesif untuk mempertahankan kesamaan dan rasa takut akan
perubahan, kontak mata yang buruk dan hubungan yang abnormal dengan orang
serta lebih menyukai gambar dan benda mati (Kaplan dkk, 2010).
Data baru dari CDC’s Autism and Developmental Disabilities Monitoring
(ADDM) Network menunjukkan bahwa perkiraan jumlah anak yang didiagnosis
dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) terus meningkat. Pada tahun 2010, 1

Universitas Sumatera Utara

dari 68 anak didiagnosis dengan gangguan autistik di Amerika. Perkiraan baru ini
sekitar 30% lebih tinggi dari perkiraan untuk 2008 (1 dari 88 anak), kira-kira 60%
lebih tinggi dari perkiraan untuk tahun 2006 (1 dari 110 anak), dan kira-kira 120%
lebih tinggi dari perkiraan untuk tahun 2002 dan 2000 (1 dari 150). Meningkatnya
jumlah kasus gangguan autistik ini kemungkinan karena semakin berkembangnya
metode diagnosis sehingga semakin banyak ditemukan anak penderita ASD, tapi
berapa banyak tepatnya tidak diketahui. Anak laki-laki 5 kali lebih mungkin
didiagnosis dengan ASD dibandingkan anak perempuan (Centers for Disease

Control and Prevention; CDC, 2014). Sampai saat ini, belum ada data pasti
mengenai jumlah penyandang gangguan autistik di Indonesia. Menurut Sutadi
(2003), sebelum tahun 1990-an prevalensi ASD pada anak berkisar 2-5 penderita
dari 10.000 anak-anak usia dibawah 12 tahun, dan setelah itu jumlahnya
meningkat menjadi empat kali lipat (Buku Penanganan dan Pendidikan Autis di
YPAC).
Orang tua dari anak-anak dengan gangguan perkembangan (termasuk
gangguan autistik) menghadapi tantangan yang menempatkan mereka pada risiko
stres tingkat tinggi dan berakibat negatif terhadap psikologi mereka. Stres dalam
mengasuh anak autistik terkait dengan kesulitan anak dalam berkomunikasi,
perilaku yang abnormal, isolasi sosial, kesulitan dalam perawatan diri, dan
kurangnya pemahaman tentang gangguan autistik dalam masyarakat (Schieve,
dkk, 2007). Orangtua dari anak autistik dilaporkan memiliki tingkat stres yang
lebih tinggi dibandingkan orangtua dari anak dengan gangguan psikiatri dan
perkembangan lainnya, maupun dari anak dengan perkembangan normal.
Tuntutan dan tekanan dalam mengurus anak autistik tampaknya paling hebat
dialami ibu karena mereka mempunyai tanggung jawab utama dalam mengasuh
anak (Hoffman, dkk, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sabih dan Sajid (2008) terhadap
60 orang tua (30 ibu dan 30 ayah) dari 30 anak autistik yang diperoleh dari rumah

sakit dan lembaga keterbelakangan mental di Islamabad, Rawalpindi dan Wah
Cantt, Pakistan, diketahui bahwa muncul stres yang signifikan pada orangtua yang

Universitas Sumatera Utara

memiliki anak autistik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tingkat stres pada
ibu yang lebih tinggi dibandingkan pada ayah.
Penting bagi orang tua memiliki cara untuk mengatasi stres yang
dialaminya, dan salah satu faktor yang telah terbukti mengurangi stres orang tua
adalah dukungan sosial (Bristol, 1984; Dyson, 1997; Sharpley, Bitsika, &
Efremidis, 1997 dalam Boyd, 2002). Dukungan sosial adalah gagasan
multidimensi berupa bantuan secara fisik dan instrumental, transmisi sikap,
berbagi sumber daya dan informasi, serta dukungan emosional dan psikologis.
Dukungan sosial mungkin juga merujuk pada jasa formal yang diperoleh dari
organisasi berbasis profesi (misalnya dokter) dan / atau jasa dari organisasi yang
tidak terikat (misalnya, klub sosial) (Dunst, Trivette, dan Cross, 1986 dalam
Boyd, 2002).
Dukungan sosial mungkin dapat memediasi stres yang dialami orang tua
dan menurunkan dampak negatif seperti depresi, isolasi sosial, dan masalah
pernikahan. Ketika menghadapi tantangan-tantangan dan beban dalam mengasuh

anak, keluarga dari anak autistik dapat mencari berbagai jenis dukungan sosial
dan sumber daya untuk mengatasi stres. Dalam keluarga anak-anak penyandang
cacat, penggunaan dukungan yang tersedia dilaporkan cenderung menurunkan
tingkat stres (Weiss, 2002). Dukungan sosial telah diidentifikasi sebagai faktor
penting yang dapat mengurangi efek negatif terhadap psikologi orangtua dalam
membesarkan anak dengan ASD serta cacat lainnya (Bishop dkk, 2007).
Dukungan yang berasal dari teman-teman dan keluarga, telah terbukti efektif
dalam mengurangi stres pada ibu dari anak-anak dengan ASD (Ekas dkk, 2010).
Ibu dari anak autistik yang memiliki dukungan yang besar terutama dari suami
dan keluarga, dilaporkan memiliki tingkat depresi yang rendah dan hanya sedikit
masalah dalam pernikahan (Dunn dkk, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Bristol (1984) dalam studi literature
review oleh Brian A. Boyd (2002) menemukan bahwa orangtua pada kelompok
dengan stres yang rendah dilaporkan mendapatkan dukungan yang besar.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pada semua ibu, sumber paling
penting yang menyebabkan tingkat stres yang rendah adalah suami, keluarga ibu,

Universitas Sumatera Utara

dan orang tua dari anak cacat lainnya. Ibu yang merasakan dukungan yang besar

juga dilaporkan secara signifikan mengalami lebih sedikit gejala depresi, serta
memiliki pernikahan yang lebih bahagia.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
apakah ada hubungan dukungan sosial dengan stres yang dialami ibu dari anak
autistik.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat rumusan
masalah yaitu apakah ada hubungan dukungan sosial dengan stres pengasuhan
pada ibu dari anak autistik?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
dukungan sosial dengan stres pengasuhan pada ibu dari anak autistik.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pada ibu dari anak autistik.
b. Mengidentifikasi dukungan sosial pada ibu dari anak autistik.
c. Mengidentifikasi stres pengasuhan pada ibu dari anak autistik.
d. Menganalisis hubungan dukungan sosial dengan stres pengasuhan

pada ibu dari anak autistik.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti tentang gangguan
autistik pada anak, serta hubungan dukungan sosial dengan stres yang dialami ibu
dalam mengasuh anak autistik.

Universitas Sumatera Utara

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Dapat digunakan sebagai data awal dan pembanding untuk penelitian
sejenis di waktu yang akan datang.
b. Dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran
khususnya ilmu psikiatri dengan memberi tambahan data tentang stres
pengasuhan yang dialami ibu dari anak autistik.

1.4.3. Bagi Ilmu Kesehatan
Dapat dipakai sebagai masukan untuk peningkatan strategi pelayanan yang
dapat mencegah dan mengurangi stres pengasuhan yang dialami ibu dari anak

autistik.

1.4.4. Bagi Masyarakat
a. Dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang gangguan autistik
pada anak.
b. Diharapkan penelitian ini dapat mengantisipasi, mengurangi, dan
menangani kejadian stres pengasuhan pada ibu dari anak autistik.
c. Dapat dijadikan sebagai masukan tentang pentingnya dukungan sosial bagi
para ibu dari anak autistik sehingga dapat mengurangi stres pengasuhan
yang mereka alami.

Universitas Sumatera Utara