Hubungan Faktor Sosiodemografis dan Faktor Kehamilan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Medan tahun 2014

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Definisi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah apabila berat
badannya kurang dari 2500 gram (Manuaba, 2007). Sebelum tahun 1961, defenisi
BBLR didasarkan pada berat badan atau umur kehamilan, yaitu kurang dari 37
minggu, yang dianggap sebagi bayi prematur. Ternyata tidak semua bayi dengan
berat badan lahir rendah bermasalah sebagai prematur, tetapi terdapat beberapa
kriteria sebagai berikut:
1. Berat badan lahir rendah, sesuai dengan umur kehamilannya, menurut
perhitungan hari pertama haid terakhir.
2. Bayi dengan ukuran kecil masa kehamilan (KMK), artinya bayi yang berat
badannya kurang dari persentil ke-10 dari berat sesungguhnya yang harus dicapai,
menurut umur kehamilannya.
3. Atau berat badan lahir rendah ini disebabkan oleh kombinasi keduanya, artinya:
a. Umur hamilnya belum waktunya untuk lahir.
b. Tumbuh kembang intrauteri mengalami gangguan sehingga terjadi kecil untuk
masa kehamilannya.

World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa
semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram

Universitas Sumatera Utara

8

disebut low birth weight infant (bayi berat badan lahir rendah, BBLR). Definisi WHO
tersebut dapat disimpulkan secara ringkas sebagai bayi berat badan lahir rendah
adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram
(Surasmi, 2003).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa
memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006).
Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan masalah yang perlu
mendapat perhatian karena:
1. Mungkin terdapat penyakit maternal dan fetal sebagai faktor yang diduga
sehingga masih dapat mengurangi kejadian BBLR.
2. Bahwa bayi dengan BBLR, mempunyai resiko mortalitas dan morbiditas yang
tinggi.

3. Dan psikologis dan neurologis setelah hidup dan akan menjadi masalah baru
dalam lingkungan keluarganya.
4. Masih ada peluang untuk memberikan terapi sehingga upaya melakukannya dapat
dilakukan.
5. Bahwa diagnosa dugaan akan terjadi kelahiran dengan BBLR cukup sulit bahkan
sangat perlu menggunakan alat canggih.

Universitas Sumatera Utara

9

2.2 Klasifikasi BBLR
World Health Organization (WHO) 1979, telah membagi umur kehamilan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
1. Preterm, yaitu kurang dari 37 minggu (259 hari).
2. Term, yaitu mulai 37 minggu sampai 42 minggu atau umur antara 259-293 hari.
3. Posterm, yaitu lebih dari 42 minggu (294 hari).
Ternyata bahwa ciri bentuk bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Small for gestation age (SGA) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK).

2. Umur hamil kurang 37 minggu, sesuai masa kehamilan (SMK).
Kriteria keduanya tidak sama sehingga setelah persalinan perlu dilakukan penetapan
umur kehamilan.
Menurut Maryunani (2009), neonatus/bayi yang termasuk dalam BBLR
merupakan salah satu dari keadaan berikut:
1. NKB SMK (Neonatus kurang bulan – sesuai masa kehamilan) adalah bayi
prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan.
2. NKB KMK (Neonatus kurang bulan – kecil masa kehamilan) adalah bayi prematur
dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan.
3. NCB KMK (Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi
yang lahir cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal.
Selain itu, BBLR dibagi lagi menurut berat badan lahir, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

10

1. Bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLR) atau very low birth weight (VLBW)
adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir antara 1000 sampai 1500 gram.
2. Bayi dengan berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely low birth

weight (ELBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1000
gram.
2.3 Etiologi
Menurut Maryunani (2009), penyebab bayi dengan berat badan lahir rendah
kurang bulan (NKB-KMK) antara lain disebabkan oleh:
1. Berat badan ibu yang rendah
2. Ibu hamil yang masih remaja
3. Kehamilan kembar
4. Ibu pernah melahirkan bayi prematur/berat badan rendah sebelumnya
5. Ibu dengan inkompeten serviks (mulut rahim yang lemah sehingga tidak mampu
menahan berat bayi dalam rahim)
6. Ibu hamil yang sedang sakit
7. Tidak diketahui penyebabnya
Sedangkan bayi lahir cukup bulan tetap memiliki berat badan kurang (NCBKMK) antara lain disebabkan oleh:
1. Ibu hamil dengan gizi buruk/kekurangan nutrisi
2. Ibu dengan penyakit hipertensi, preeklampsia, anemia

Universitas Sumatera Utara

11


3. Ibu menderita penyakit kronis (penyakit jantung sianosis), infeksi (infeksi saluran
kemih), malaria kronik
4. Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat
2.4 Patogenesis
Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan
pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat
ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (inkompeten cervix/premature
dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau
rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum
kehamilan mencapai umur cukup bulan (Wiknyosastro, 2007).
Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang mengganggu sirkulasi
dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum
dan nutrisi ibu. Dismaturitas merupakan respon janin normal terhadap kehilangan
nutrisi atau oksigen sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya tetapi pada
resiko malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa
kelahiran preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan
intrauteri berpotensi merugikan (Wiknyosastro, 2007).
2.5 Epidemiologi BBLR
2.5.1


Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR
Menurut WHO, 2010 prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan

15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering

Universitas Sumatera Utara

12

terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari
2500 gram.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa
kejadian BBLR di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 10,2%. Persentase BBLR
tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera
Utara (7,2%).
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 menunjukkan
kabupaten/kota dengan presentase BBLR tertinggi adalah Kabupaten Nias Barat

sebesar 24,00% dan presentase terendah adalah Kota Padang Sidempuan, Kota
Gunungsitoli, dan Kabupaten Nias Utara sebesar 0%. Kota Medan sendiri memiliki
presentase sebesar 0,30%.
2.5.2

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR
Faktor risiko kejadian BBLR di Indonesia menurut Depkes RI, 2009 yaitu

umur ibu hamil 35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu
mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, pekerjaan fisik yang berat, pekerjaan fisik
selama beberapa jam tanpa istirahat, sosial ekonomi rendah, kekurangan gizi,
kebiasaan merokok,

konsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol, anemia, pre

eklampsi atau hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan
cacat bawaan, dan infeksi selama dalam kandungan.

Universitas Sumatera Utara


13

a.

Umur Ibu
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi

dengan BBLR, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia di bawah 20
tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian
terendah adalah pada usia ibu antara 26-30 tahun (Hasan, dkk, 2006).
Menurut Depkes (2001) dalam Mulyaningrum (2009) pada ibu hamil dengan
umur 35 tahun,
kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada umur itu mempunyai
kemungkinan besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama dan pendarahan.
Kehamilan pada masa remaja (umur 35 tahun juga tidak dianjurkan dan sangat berbahaya. Mengingat
mulai umur ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau

Universitas Sumatera Utara

14


penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul. Kesulitan lain
kehamilan >35 tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti di atas
yang ditakutkan adalah bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses
persalinan sendiri, kehamilan di umur lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat
lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang panggul tengah
(Setianingrum, 2005).
b.

Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu menggambarkan pengetahuan kesehatan. Seseorang

yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan pengetahuan tentang
kesehatan yang juga tinggi karena informasi yang didapatkan tentang kesehatan lebih
banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Sebaliknya pendidikan
yang kurang menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
dikenal ( Notoadmojo, 2007).
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan
kesehatan. Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima informasi lebih
banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan yang tinggi

menunjang perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan (Festy,
2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) menunjukkan bahwa ibu
yang berpendidikan rendah memiliki rata-rata berat lahir bayi lebih rendah daripada
ibu yang berpendidikan tinggi, dalam hal ini pendidikan sangat besar pengaruhnya

Universitas Sumatera Utara

15

terhadap pengetahuan ibu yang berkaitan dengan perawatan selama hamil,
melahirkan dan setelah melahirkan. Tinggi rendahnya taraf pendidikan seseorang
akan mendukung dan memberi peluang terhadap daya serap ilmu pengetahuan dan
keinginan serta kemauan untuk mengetahui setiap hal yang berkaitan dengan
kehamilan.
c.

Pekerjaan
Benerjee (2009) dalam Sujoso (2011) mengemukakan bahwa wanita bekerja


yang sedang hamil membutuhkan perlindungan khusus. Perlindungan ini diperlukan
karena beberapa alasan. Pertama, pada fase perkembangan embrio lebih rentan
terhadap agen toksik dibandingkan dengan ibu yang terpapar. Kedua, pada beberapa
jenis pekerjaan dirasa kurang sesuai dikerjakan oleh wanita. Ketiga, kehamilan
mungkin menurunkan kapasitas kemampuan menangani masalah pekerjaan.
Keempat, wanita cenderung kurang memperhatikan dirinya dibandingkan pria.
Substansi bahaya di tempat kerja dapat masuk pada pekerja melalui 3 cara
yaitu pernafasan, kontak melalui kulit dan melalui pencernaan. Wanita pekerja yang
sedang hamil harus lebih berhati-hati mengenai bahaya pada kesehatan reproduksi.
Beberapa bahan kimia dapat beredar di dalam darah ibu, melalui plasenta dan
mengjangkau perkembangan janin. Agen berbahaya lainnya yaitu agen biologi seperti
bakteri, virus, cacing dapat mempengaruhi secara keseluruhan pada kesehatan wanita
dan mengurangi transport makanan ke janin sehingga menyebabkan BBLR (Sujoso,
2011).

Universitas Sumatera Utara

16

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) menunjukkan
bahwa rata-rata berat lahir bayi berdasarkan jenis pekerjaan dengan aktivitas berat
pada kelompok ibu pekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir
bayi ibu tidak bekerja dengan aktivitas berat. Seorang wanita yang bekerja apabila
mengalami stress terutama pada saat hamil secara tidak langsung akan mempengaruhi
perilaku wanita tersebut terhadap kehamilannya, misalnya dalam melakukan
perawatan kehamilan. Wanita hamil yang berada dalam keadaan stres akan
mempengaruhi perilakunya dalam hal pemenuhan intake nutrisi untuk diri dan janin
yang dikandungnya. Nafsu makan yang berkurang menyebabkan intake nutrisi juga
berkurang sehingga terjadi gangguan pada sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui
plasenta. Hal ini dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang akan dilahirkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011) menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil ibu yang bekerja. Masyarakat cenderung memiliki persepsi bahwa
suami merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban mencari nafkah
dengan bekerja di luar rumah. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa status
pekerjaan tidak memiliki hubungan terhadap berat badan lahir. Hal ini dapat terjadi
karena sebagian besar subjek tidak bekerja dan juga ada kemungkinan dikarenakan
sebagian besar ibu yang bekerja memiliki pekerjaan yang tidak membahayakan
kesehatan janin, selain itu ibu yang bekerja memiliki pendidikan tinggi sehingga
mereka dapat mengurangi faktor risiko dari pekerjaan mereka dengan melakukan
pencegahan secara dini.

Universitas Sumatera Utara

17

d.

Riwayat Penyakit Ibu
Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan ibu.. Bila ibu

mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka
kesehatan dan kehidupan janin pun terancam. Beberapa penyakit yang mempengaruhi
kehamilan yaitu penyakit jantung, anemia berat, TBC, malaria, HIV dan infeksi. Ibu
dengan keadaan tersebut harus diperiksa dan mendapat pengobatan secara teratur oleh
dokter (Kemenkes RI, 2011).
Penyakit dalam kehamilan terdiri dari riwayat penyakit kronis seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit hati, penyakit ginjal dan
toksemia, penyakit infeksi seperti malaria kongenital, penyakit kelamin, kandung
kemih, infeksi vagina dan rubella. Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan
hormonal pada ibu hamil. Selain dapat mengakibatkan keguguran setelah hamil besar,
ketidak seimbangan hormonal juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan
BBLR (Maryunani, 2013).
Gangguan pernafasan seperti asma juga dapat mempengaruhi keadaan janin.
Asma bronchial adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan
sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran
pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangasangan seperti serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga (Junaidi, 2010).

Universitas Sumatera Utara

18

Pada wanita hamil sangat penting untuk mengendalikan asmanya. Kesulitan
bernafas yang dialami wanita hamil mempengaruhi janin karena adanya kompromi
terhadap suplai oksigen. Jika asmanya terkendali, wanita penderita asma tidak akan
mengalami komplikasi selama kehamilan dan bias melahirkan sebagaimana wanita
yang non-asmatik. Namun, asma yang tidak terkendali selama masa kehamilan dapat
mengakibatkan masalah kehamilan dan komplikasi pada janin seperti prematur,
BBLR, perubahan tekanan darah maternal (seperti eklampsia) (Chaitow, 2005).
e.

Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami ibu sebelum atau

kehamilan sekarang. Paritas dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu (Manuaba,
2007):
1. Primipara, golongan ibu dengan paritas 1 (ibu yang telah pernah
melahirkan bayi sebanyak 1 kali)
2. Multipara, golongan ibu dengan paritas 2-5 (ibu yang telah pernah
melahirkan bayi sebanyak 2 hingga 5 kali)
3. Grade Multipara, golongan ibu dengan paritas >5 (ibu yang telah pernah
melahirkan bayi sebanyak lebih dari 5 kali).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut maternal.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1
dapat di tangani dengan asuahn obstetric lebih baik, sedangkan resiko pada paritas

Universitas Sumatera Utara

19

yang tinggi dapat dikurangi atau dicegah melalui keluarga berancana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2006).
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan
baik ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin
timbul dari paritas yang tinggi adalah BBLR. Hasil penelitian menunjukan bahwa
paritas merupakan faktor resiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehinga ibu
dengan paritas lebih dari 3 anak beresiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan
BBLR (Joeharno dkk, 2006).
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin
sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan
karena keadaan rahim biasanya sudah lemah (Dciems, 2010).
f.

Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan.

Seorang ibu yang jarak kehamilannya dikatakan berisiko apabila hamil dalam jangka
kurang dari dua tahun dan hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil
konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir
dengan berat badan yang rendah. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai
darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta
terhadap janin (Depkes RI, 2003).
Jarak kehamilan yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup
waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ibu

Universitas Sumatera Utara

20

hamil dalam kondisi tubuh kurang sehat inilah yang merupakan salah satu faktor
penyebab kematian ibu dan bayi yang dilahirkan serta risiko terganggunya sistem
reproduksi. Sistem reproduksi yang terganggu akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan janin yang dikandungnya sehingga berpengaruh terhadap berat badan
lahir. Ibu hamil yang jarak kehamilannya kurang dari dua tahun, kesehatan fisik dan
kondisi rahimnya masih butuh istirahat yang cukup (Trihardiani, 2011).
g.

Umur Kehamilan
Umur kehamilan ibu umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari. Umur

kehamilan ibu adalah batas waktu ibu mengandung, yang dihitung mulai dari hari
pertama haid terakhir (HPHT). Umur kehamilan normal adalah 40 minggu atau 280
hari seperti kebiasaan orang awam 9 bulan 10 hari. Disebut matur atau cukup bulan
adalah rentang 37-42 minggu, bila 42 minggu disebut post-matur atau serotinus (Ahmad, 2012).
Semakin pendek umur kehamilan maka pertumbuhan janin semakin belum
sempurna, baik itu organ reproduksi dan organ pernapasan oleh karena itu mengalami
kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Teori Beck dan Roshental menyatakan
bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan masa kehamilan. Apabila bayi
dilahirkan pada umur kehamilan yang pendek, maka berat bayi belum mencapai berat
badan normal dan pertumbuhannya belum sempurna (Institute of Medicine, 1990).

Universitas Sumatera Utara

21

h.

Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan seperti pendarahan, pre eklampsia/eklampsia, dan

ketuban pecah dini. Perdarahan dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum adalah
perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi
sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan aborsi atau kelainan.
Perdarahan kehamilan setelah 28 minggu dapat disebabkan karena terlepasnya
plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian bawah
(Depkes RI, 2000 dalam Parhusip 2010).
Pre eklampsia/eklampsia yaitu kondisi ibu hamil dengan tekanan darah
meningkat. Keadaan ini sangat mengancam jiwa ibu dan bayi yang dikandung
(Maryunani 2013). Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan janinnya. Penyakit ini pada umumnya terjadi dalam triwulan
ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada waktu antepartum, intrapartum, dan pasca
persalinan (Parhusip, 2010).
Ketuban pecah dini adalah kondisi dimana air ketuban keluar sebelum
waktunya dan biasanya faktor penyebab paling sering adalah terjadinya benturan
pada kandungan (Maryunani, 2013).

Universitas Sumatera Utara

22

2.6

Pencegahan

2.6.1

Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat mencegah

kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum terjadi. Upaya yang dapat dilakukan
antara lain (Maryunani, Anik & Nurhayati, 2009):
a. Meningkatkan pengetahuan calon ibu mengenai kehamilan yang sehat
b. Makan makanan yang bergizi guna menjaga gizi ibu maupun janin yang
dikandung
c. Menghindari perilaku berisiko tinggi seperti merokok, minum minuman
beralkohol karena dapat mengganggu pertumbuhan janin
2.6.2

Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi

untuk menemukan penyakit atau gangguan kesehatan setiap individu dalam populasi.
Setiap ibu hamil disarankan melakukan pemeriksaan antenatal minimal sebanyak
empat kali yaitu satu kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali
pada trisemester III. Dengan melakukan pemerikasaan antenatal segala bentuk
kelainan maupun gangguan pada ibu dan janin dapat dideteksi sedini mungkin
(Maryunani, Anik & Nurhayati, 2009).
2.6.3

Pencegahan Tersier
Pencegan tersier adalah mencegah terjadinya cacat, kematian, serta usaha

rehabilitasi pada bayi BBLR. Antara lain dengan mengawasi berat badan bayi secara

Universitas Sumatera Utara

23

ketat, pemberian imunisasi, pemberian vitamin K untuk mencegah pendarahan pada
bayi dan menjaga tali pusar untuk menghindari infeksi (Syafrudin & Hamidah, 2009).
2.7

Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dirumuskan berdasarkan kerangka teori yang

bertujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai jalannya penelitian dan
untuk mengarahkan peneliti dalam mencari data yang dibutuhkan. Kerangka konsep
penelitian adalah suatu uraian visualisasi konsep-konsep serta variabel-variabel yang
diukur/diteliti (Notoadmojo, 2010).
Kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
Faktor Sosiodemografis
-

Umur Ibu

-

Pendidikan

-

Pekerjaan

-

Riwayat Penyakit

Faktor Kehamilan
-

Paritas

-

Jarak Kehamilan

-

Umur Kehamilan

-

Komplikasi Kehamilan

BBLR

Universitas Sumatera Utara