ANALISIS KLUSTER KARAKTERISTIK PENDIDIKA (1)

ANALISIS KLUSTER KARAKTERISTIK PENDIDIKAN INDONESIA
TERHADAP NEGARA MAJU DAN NEGARA SEDANG
BERKEMBANG TAHUN 2009

Henida Widyatama*), Joko Ade Nursiyono**)
*) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, E-mail : henida.widyatama@bps.go.id
*) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, E-mail : joko.ade@bps.go.id

ABSTRAK
Pendidikan merupakan aspek terpenting bagi setiap negara sebagaii tolok ukur keberhasilan
pembangunan manusia seutuhnya. Dalam perkembangannya, pendidikan setiap negara
memiliki perbedaaan tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Pendidikan juga dikaitkan dengan aspek ekonomi suatu negara sehingga melahirkan
kelompok negara maju dan negara sedang berkembang. Dalam penelitian ini, digunakan
beberapa sampel dari negara berdasarkan ketersediaan data dan aspek keterwakilan menurut
klasifikasi negara maju dan berkembang, yaitu Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika
Serikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah untuk
mengklasterkan negara berdasarkan karakteristik pendidikannya serta untuk melihat posisi
pendidikan Indonesia yang nantinya digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan di
bidang pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis klaster dengan metode hierarki

single linkage, yaitu dengan proses pengklasteran didasarkan pada objek yang memiliki jarak
paling dekat. Data penelitian ini didapatkan dari metadata United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization atau UNESCO tahun 2009 dengan data pendukung
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007 dari United Nations Development
Programme (UNDP).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan terbentuknya lima kluster negara-negara menurut
karakteristik pendidikannya dan Indonesia termasuk dalam kluster kedua dengan ciri
karakteristik pendidikan cukup baik. Dengan demikian pemerintah hendaknya meningkatkan
pendidikan Indonesia lebih pada kualitas sehingga mampu menjamin pendidikan nasional
yang lebih baik.
Kata kunci : kluster, pendidikan Indonesia

ABSTRACT

Education is an important aspect for every country as the indicator whole human
development success. During its development, the education of each country has its own
differences with the advantages and disadvantages of each. Education is also linked to the
economic aspects of a country that gave birth to the group of developed and developing
countries In this study , used a few samples of countries based on the availability of data and
aspects of the representation according developed and developing countries which consist of

Singapore, Malaysia, Indonesia, United States, Finland, Poland, South Africa, Ethiopia, and
Central African countries then cluster it based on the characteristics of education as well as
to see the position of education in Indonesia that will be used as a basis for policy making in
the field of education.
The method used in this study is a hierarchical cluster analysis with single linkage method
that clustering process based on the object that has the closest distance. The data obtained of
this study from United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization 2009 with
support data the Human Development Index (HDI) 2007 from the United Nations
Development Programme.
The results of this study indicate the formation of the five clusters of countries according to
the education characteristics and Indonesia are included in the second cluster with pretty
good education. Thus the government should improve the quality of education in Indonesia
over to ensure better national education.
Keyword : cluster, Indonesian education

Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu hal pokok yang menjadikan sebuah negara disebut
sebagai negara yang berkualitas. Sampai saat ini, aspek pendidikan masih menjadi salah satu
indikator utama ukuran keberhasilan pembangunan suatu negara. Pembangunan manusia dari

segi kualitas memang secara intensif diberikan dalam bentuk pendidikan, baik formal
maupun informal. Aspek pendidikan dirasa penting dalam memajukan generasi yang ada
serta guna mencetak gerenasi baru yang lebih baik sebagai penggerak roda kehidupan negara.
Hal tersebut didukung dengan peranan pendidikan sebagai wahana perbaikan interaksi sosial
manusia serta sebagai alat bersosialisasi dan mencetak kerakter pribadi manusia.
Pendidikan merupakan sebuah investasi sumber daya yang sangat bermanfaat. MC
Mahon dalam Nurkholis (2002) menyebutkan bahwa pendidikan adalah sebagai investasi
sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat nonmeneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja,
efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama
karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu
berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu
dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. Investasi pendidikan
sebenarnya merupakan investasi jangka panjang. Nurkholis (2002), menyebutkan tiga alasan
pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Ketiga alasan tersebut adalah, pertama,
pendidikan merupakan alat perkembangan ekonomi bukan sekedar pertumbuhan ekonomi;
kedua, memberikan nilai balik yang tinggi; ketiga, memiliki banyak fungsi seperti sosialkemanusiaan, politis, budaya, dan kependidikan. Keluaran dari pendidikan tersebut adalah
sumber daya manusia yang berkualitas (Andriana, 2012).
Aspek pendidikan setiap negara di dunia pun tampak berbeda-beda dengan ciri khusus
masing-masing. Apalagi jika aspek tersebut dikaitkan dengan perekonomian negara yang
bersangkutan, maka akan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu negara maju yang

notabene pendidikannya sangat baik dan negara yang sedang berkembang dengan pendidikan
yang menengah ke bawah. Klasifikasi tersebut didasarkan laporan United Nations
Development Programme (UNDP) pada tahun 2009 yang menempatkan negara Finlandia

sebagai negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik dunia dengan pertimbangan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang sesuai dengan data liga global baru atau A new global

league, yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit For Pearson juga menetapkan

bahwa Finlandia memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Hal ini di dasarkan pada
Urutan gabungan data hasil tes internasional, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan
2010. Semenjak Finlandia menerapkan reformasi besar dan konsisten pada sistem
pendidikannya 40 tahun yang lalu, sistem sekolah negeri mereka telah secara konsisten
muncul di bagian atas peringkat internasional untuk sistem pendidikan (Suhendi, 2012).
Selain Finlandia, negara maju yang menjadi perhatian dunia dari aspek pendidikannya
diantaranya adalah Amerika Serikat dan Singapura. Di AS, terdapat dua macam pendidikan,
yaitu negeri dan swasta; namun antara keduanya ada pendidikan di rumah dan setiap sekolah
memiliki sistem pendidikannya sendiri (Machfudh, 2009). Sementara itu, Singapura
merupakan salah satu negara maju di ASEAN. Begitu pula dengan pendidikan yang
diterapkan di Singapura juga memiliki sistem yang juga maju (Dini dkk., 2009).

Lebih lanjut, negara yang dikelompokkan sebagai negara sedang berkembang
tendensi mempunyai IPM yang menengah kebawah, seperti Sementara Indonesia, Malaysia,
Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia serta Afrika Tengah. Malaysia memiliki pasokan tenaga
kerja muda dengan pendidikan yang cukup memadai. Rata-rata jumlah pengangguran tercatat
kurang dari 3,5 persen dalam 15 tahun terakhir. Meski demikian, Malaysia telah lama
bergantung pada buruh asing yang tidak memiliki keahlian – sebagian besar dari Indonesia –
guna menjaga rendahnya biaya produksi dan menarik modal asing. Kebijakan ini membantu
Malaysia berkembang menjadi salah satu negara industri terbesar di Asia Tenggara. Para
analis juga mengatakan bahwa banyaknya tenaga kerja asing di Malaysia mengakibatkan
pemilik perusahaan tidak memiliki intensif untuk menaikkan gaji pegawai atau
memodernisasikan operasi mereka demi meningkatkan produktivitas (Jason, 2013).
Berbeda dengan kondisi pendidikan Malaysia, sistem pendidikan Polandia cukup
rumit, seperti pada tahun 1989 ketika sistem politik Polandia berubah yang berdampak pada
perubahan dalam sistem pendidikan terpenting Polandia. Setiap tahun, akan ada dua sistem
pendidikan secara bersamaan berlaku di Polandia dan hal tersebut sesuai dengan peraturan
pemerintah yang berkuasa (Rahayu, 2012). Demikian halnya dengan Afrika Selatan yang
juga mempunyai suatu sistem pendidikan tinggi yang maju. Sejak 1994, penyertaan pelajar
kulit hitam di universitas-universitas yang dikhususkan untuk pelajar kulit putih telah
bertambah secara mendadak (Azwar, 2011). Namun, dalam bidang pendidikan Afrika Tengah
terlihat tidak demikian, meskipun setiap negara mempunyai komitmen akan meningkatkan

sistem pendidikannya, Afrika Tengah terlihat belum mampu mencapainya. Hal tersebut

dikarenakan adanya konflik social yang terjadi dalam masyarakat hingga tahun 2013 (Ratna,
2013).
Beberapa negara tersebut mempunyai situasi dan kondisi tersediri dalam aspek
pendidikannya dan tentunya juga memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing dan
secara teoritis pendidikan sangat terkait dengan aspek kesehatan dan angka kematian,
terutama angka kematian balita. Secara teori perilaku kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam
bidang kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pendidikan
(Notoatmojo, 2000). Negara maju dengan sistem pendidikan yang terjamin dapat dilihat dari
tingkat kematian balita yang rendah karena tingkat kepedulian masyarakat bertambah.
Sebaliknya, negara dengan sistem pendidikan yang kurang menyebabkan masyarakat juga
kurang mendapatkan pengetahun tentang kesehatan sehingga jumah kematian balita
cenderung tinggi.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai situasi dan kondisi serta posisi
pendidikan Indonesia diantara negara-negara di dunia. Dunia pendidikan Indonesia saat ini
tidak begitu menggembirakan. Hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun
2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh
dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan
Philipina (77). Akses pendidikan di negeri ini memang tidak mudah, walaupun pemerintah

sudah mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun. Masih banyak anak yang tidak
bisa mengenyam bangku sekolah, apalagi bangku kuliah, akibat biaya sekolah yang semakin
lama semakin mahal (Dewi, 2006).
Padahal, upaya meningkatan aksesibilitas dan mutu pendidikan nasional telah
dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah telah mengucurkan bantuan dana
pembangunan pendidikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan.
Namun, bantuan dana yang diberikan pemerintah tersebut dinilai masih sangat kecil dan juga
tidak memenuhi amanat konstitusi. UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002 telah
mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan. Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002, hal tersebut
juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional, yang berbunyi : “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari APBN pada sektor pendidikan
dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD)”. Anggaran pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN dan APBD ini dikenal
dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK) (jdih.bpk.go.id, 2011).
Hal ini memperlihatkan bahwa harapan dan realita pendidikan Indonesia saling

berlawanan. Rumitnya sistem pendidikan dasar dan lanjutan membuat pembuatan kebijakan kebijakan pendidikan nasional semakin tidak konsisten dan cenderung tidak sesuai dengan
aturan yang berlaku karena selain sistem yang selalu berubah sesuai perubahan pemerintah
yang berkuasa juga disebabkan karena imperfect information Indonesia terhadap sistem
pendidikan negara lain. Belum ditambah dengan rendahnya pendidikan masyarakat yang
berdampak pada perilaku masyarakat terhadap aspek kesehatan dan berujung pada tingkat
kematian balita yang bertambah.
Oleh karena itu, hal tersebut menjadi sangat menarik untuk diteliti dan dikaji secara
mendalam untuk mengetahui posisi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang
dilihat dari hasil pengelompokan negara Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat,
Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah berdasarkan karakteristik
pendidikan yang terdiri atas rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan
guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total
pengeluaran pemerintah, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan
angka kematian balita per seribu kelahiran. Rasio murid dan guru pada pendidikan dasar
marupakan perbandingan antara jumlah murid terhadap jumlah guru pada sekolah dasar.
Rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan merupakan perbandingan antara jumlah
murid terhadap jumlah guru pada sekolah lanjutan. Persentase pengeluaran untuk pendidikan
terhadap total pengeluaran pemerintah merupakan nilai total pengeluaran pemerintah yang
dialokasikan sebagai pembiayaan di bidang pendidikan terhadap total pengeluaran
pemerintah. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total Produk Domestik Bruto

(PDB) merupakan persentase dari perbandingan nilai total alokasi pengeluaran di bidang
pendidikan terhadap total PDB (United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization atau UNESCO, 2009). Dengan demikian nantinya dapat menjadi bahan acuan

bagi pemerintah Indonesia dalam mengambil langkah prioritas dalam meningkatkan mutu
pendidikan nasional.

Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari UNESCO dengan
referensi tahun 2009. Pengambilan referensi tahun 2009 dalam penelitian ini lebih pada

ketersediaan data dari negara-negara yang terpilih sebagai sampel. Variabel-variabel
pendidikan yang digunakan untuk melihat karakteristik pendidikan di berbagai negara adalah
rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan,
persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, persentase
pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita per seribu
kelahiran (UNESCO, 2009). Sementara itu, sampel negara-negara yang akan dilihat
karakteristik pendidikannya, antara lain: Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat,
Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah. Pemilihan negara

kedelapan negara tersebut selain adanya keterbatasan data juga masing-masing negara
diambil untuk mewakili karakteristik negara berdasarkan kriteria UNDP, yaitu negara maju
dan negara yang sedang berkembang.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster analysis (analisis
gerombol).

Analisis

klaster

merupakan

teknik

analisis

yang

digunakan


untuk

mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang relatif homogen yang disebut sebagai
klaster. Objek dalam tiap klaster cenderung memiliki kemiripan satu dengan lainnya,
sedangkan antar klaster heterogen.
Analisis klaster terbagi menjadi dua metode, yaitu hierarchical clustering methods
dan nonhierarchical clustering methods. Tata cara pengelompokan secara hierarki seperti
struktur organisasi sehingga objek atau elemen yang berada di klaster tertentu dapat ditelusuri
kenapa objek tersebut berada pada klaster yang bersangkutan. Sementara itu, penelusuran
elemen dalam klaster tertentu tidak dapat dilakukan pada metode klaster nonhierarki.
Pengelompokan secara hierarki biasanya digunakan ketika jumlah sampel relatif sedikit,
sedangkan pengelompokan nonhierarki digunakan ketika jumlah sampel banyak. Selain itu,
pada metode klaster hierarki, objek atau elemen yang sudah masuk dalam satu klaster, tidak
dapat masuk lagi ke klaster yang lain, sedangkan pada metode klaster nonhierarki bisa karena
tidak

bersifat

unik.

Dengan

pertimbangan-pertimbangan

tersebut,

maka

metode

pengelompokan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengelompokan secara
hierarki.
Berdasarkan prosesnya, metode klaster hierarki dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu agglomerative hierarchical methods dan divisive hierarchical methods. Pada teknik
penggabungan (agglomerative), tiap-tiap objek mulanya dianggap sebagai satu klaster
tersendiri. Kemudian dua klaster digabungkan berdasarkan kriteria tertentu dan seterusnya
sehingga akhirnya diperoleh satu klaster yang berunsurkan semua objek. Sebaliknya, pada
teknik pembagian (divisive), mulanya dari satu klaster yang berunsurkan semua objek dibagi

menjadi dua klaster. Kemudian masing-masing klaster dibagi lagi menjadi dua klaster dan
seterusnya sampai terbentuk klaster sebanyak objek tersebut. Fokus pada penelitian ini
menggunakan teknik penggabungan. Prosedur penggabungan hierarki terdiri dari: single
linkage (jarak minimum), complete linkage (jarak maksimum), dan average linkage (jarak

rata-rata). Penelitian ini menggunakan prosedur single linkage. Artinya, proses pengklasteran
didasarkan pada objek yang memiliki jarak paling dekat.
Metode klaster hierarki memerlukan ukuran ketidakmiripan (dissimilarity) duv antar
klaster yang dinyatakan dalam fungsi jarak (distance), seperti jarak Euclidean dan jarak
mahalanobis. Ukuran ini digunakan agar objek yang telah masuk pada suatu klaster tidak

masuk lagi ke klaster yang lain. Klaster-klaster dengan ukuran ketidakmiripan terkecil akan
digabungkan menjadi klaster yang baru. Software yang digunakan untuk memudahkan
melakukan analisis klaster ini adalah SPSS 16.0.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik pendidikan di negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari
berbagai aspek. Berdasarkan hasil analisis klaster, negara-negara yang menjadi sampel pada
penelitian ini diklasterkan berdasarkan karakteristik yang sama. Karakteristik tersebut
ditinjau dari rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada
pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran
pemerintah, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka
kematian balita. Untuk mengetahui jarak dari ketidakmiripan antar negara berdasarkan
karakteristik pendidikan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Jarak antar Klaster
Proximity Matrix
Euclidean Distance
Case
1:Singapura 2:Malaysia 3:Indonesia
1:Singapura

4:Amerika
Serikat

5:Finlandia 6:Polandia

7:Afrika
Selatan

8:Ethiopia

9:Afrika
Tengah

.000

7.642

32.397

10.414

11.666

13.805

62.766

94.249

172.530

7.642

.000

27.148

7.504

10.529

10.416

58.744

92.154

170.580

3:Indonesia

32.397

27.148

.000

28.871

33.536

31.263

34.051

71.215

149.088

4:Amerika Serikat

10.414

7.504

28.871

.000

6.227

5.774

59.169

92.841

170.516

5:Finlandia

11.666

10.529

33.536

6.227

.000

5.473

64.288

98.093

175.743

6:Polandia

13.805

10.416

31.263

5.774

5.473

.000

62.507

97.331

174.861

7:Afrika Selatan

62.766

58.744

34.051

59.169

64.288

62.507

.000

40.290

115.910

8:Ethiopia

94.249

92.154

71.215

92.841

98.093

97.331

40.290

.000

79.157

172.530

170.580

149.088

170.516

175.743

174.861

115.910

79.157

.000

2:Malaysia

9:Afrika Tengah

This is a dissimilarity matrix

Jika jarak antar negara berdasarkan karateristik pendidikan tersebut kecil maka dapat
dikelompokan ke dalam satu klaster. Sebaliknya, jika jarak antar negara tersebut besar maka
dapat dibuat klaster sendiri secara terpisah. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Dendrogram using Single Linkage
Rescaled Distance Cluster Combine
C A S E
Num

0
5
10
15
20
25
+---------+---------+---------+---------+---------+

Finlandia
Polandia
Amerika Serikat
Malaysia
Singapura
Indonesia
Afrika Selatan
Ethiopia

5
6
4
2
1
3
7
8

─┐
─┤
─┤
─┼─────────────┐
─┘
├───┐
───────────────┘
├───┐
───────────────────┘
├─────────────────────────┐
───────────────────────┘


Afrika Tengah

9

─────────────────────────────────────────────────┘

Label

Gambar 1
Dendogram
Gambar 1 merupakan dendogram yang dapat digunakan untuk melihat berapa
jumlah klaster yang terbentuk. Dari hasil dendogram tersebut, negara-negara (Singapura,
Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan
Afrika Tengah) dapat dikelompokan ke dalam lima klaster. Lima klaster tersebut sudah
mampu menggambarkan perbedaan karakteristik pendidikan dari satu klaster dengan klaster
yang lain.
Tabel 2
Keanggotaan Tiap Klaster
No

Negara

Klaster

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Singapura
Malaysia
Indonesia
Amerika Serikat
Finlandia
Polandia
Afrika Selatan
Ethiopia
Afrika Tengah

1
1
2
1
1
1
3
4
5

Tabel 2 di atas memperjelas pengklasteran yang ditunjukkan oleh Gambar 1
Dendogram. Tabel 2 tersebut menunjukkan keanggotaan di setiap klaster yang terbentuk,
yakni sebanyak lima klaster. Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia

dikelompokan pada klaster pertama. Sementara itu, Indonesia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan
Afrika Tengah masing-masing membentuk klaster tersendiri yang secara berturut-turut
tergolong ke dalam klaster kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Berdasarkan hasil
pengelompokan tersebut, maka pencirian klaster dari masing-masing klaster tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Pencirian Klaster

Klaster

Pupil-teacher
ratio,
primary

Pupil-teacher
ratio,
secondary

Public spending
on education,
total
(% of
government
expenditure)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1

Singapura
Malaysia
Amerika
Serikat
Finlandia
Polandia

13.56
(sangat
rendah)

12.62
(rendah)

15.67
(rendah)

5.27
(tinggi)

5.64
(sangat
rendah)

2

Indonesia

16.61
(rendah)

3

Afrika
Selatan

4

Ethiopia

5

Afrika
Tengah

Public
spending on
education,
total
(% of GDP)

Mortality
rate, under-5
(per 1,000
live births)

21.08
(tinggi)

3.53
(rendah)

35.10
(rendah)

30.71
(cukup tinggi)
57.94
(tinggi)

12.59
(sangat
rendah)
25.05
(cukup tinggi)
47.41
(tinggi)

16.86
(cukup tinggi)
23.61
(sangat tinggi)

63.10
(cukup tinggi)
81.40
(tinggi)

94.61
(sangat tinggi)

80.05
(sangat tinggi)

12.47
(sangat rendah)

5.51
(sangat tinggi)
4.57
(cukup tinggi)
1.30
(sangat
rendah)

142.40
(sangat tinggi)

Pencirian klaster dilakukan dengan membandingkan nilai antar klaster dalam suatu
variabel. Perbandingan tersebut menggunakan lima skala, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup
tinggi, rendah, dan sangat rendah. Adapun pencirian dari lima klaster tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Klaster pertama terdiri dari Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan
Polandia. Klaster ini dicirikan dengan nilai untuk rasio murid dan guru pendidikan dasar,
serta angka kematian balita yang sangat rendah bila dibandingkan dengan klaster lain.
Begitupun dengan rasio murid dan guru pendidikan lanjutan, serta persentase
pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah juga tergolong
rendah. Sebaliknya, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi.
Rasio murid dan guru pendidikan dasar yang sangat rendah menunjukkan bahwa

perbedaan jumlah murid dan jumlah guru sangat kecil. Begitupun dengan rasio murid
dan guru pendidikan lanjutan. Hal ini mengindikasikan bahwa guru (tenaga pengajar) di
negara-negara tersebut sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak
kekurangan guru. Sementara itu, angka kematian balita yang sangat rendah menunjukkan
bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup telah
tercapai. Secara teoritis, Hersey dan Blanchard mengungkapkan bahwa pendidikan baik
formal maupun non formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan
dan berperilaku. Dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan
intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi
pendidikan

seseorang

akan

semakin

mudah

baginya

untuk

menerima

serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Green, 1980) dalam (Mulyana dkk.,2006).
Hal ini secara langsung menunjukkan adanya keterkaitan positif antara tingkat
pendidikan ibu dan tingkat kesehatan balita. Jika tingkat pendidikan ibu tinggi, maka
perilaku dan kepedulian ibu terhadap balitanya akan lebih intensif sehingga jumlah
kematian balita akan mampu dikurangi. Menurut World Health Organization (WHO),
hingga tahun 2012 tingkat kematian balita tertinggi masih dialami oleh negara-negara
kawasan Afrika. Hal tersebut menunjukkan kurangnya pendidikan di kawasan tersebut
sehingga akan memengaruhi perilaku dan kepedulian ibu atau keluarga secara umum
untuk memerhatikan tingkat kesehatan balita. Persentase pengeluaran untuk pendidikan
terhadap total pengeluaran pemerintah rendah, sedangkan persentase pengeluaran untuk
pendidikan terhadap total PDB tinggi menunjukkan bahwa selain pemerintah juga
terdapat sektor lain yang melakukan pembiayaan lebih besar untuk pendidikan juga
menunjukkan kurangnya intensifikasi pembiayaan dalam bentuk fisik sehingga jumlah
sekolah sebagai sarana penyerapan murid berkurang.
b. Anggota klaster kedua hanya Indonesia. Indonesia memiliki karakteristik rasio murid dan
guru pada pendidikan dasar, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total
PDB, dan angka kematian balita yang rendah dibandingkan dengan klaster lain. Adapun
rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan juga tergolong sangat rendah, sedangkan
persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi.
Rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan yang tergolong sangat rendah
menunjukkan bahwa jumlah murid dan guru hampir sama. Jika dibandingkan dengan ciri
pada klaster pertama dan dilihat dari karakteristik negara yang bersangkutan, diduga hal
ini disebabkan karena angka partisipasi sekolah lanjutan di Indonesia masih tergolong
rendah. Angka partisipasi sekolah dasar di Indonesia lebih tinggi dari angka partisipasi

sekolah lanjutan. Hal tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada
jenjang SMP selama periode tahun 2006-2008 berkisar 66%, angkanya masih dibawah
APM-SD, meskipun demikian mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan, yaitu dari
66,52% tahun 2006 mejadi 66,98% tahun 2008. Artinya, minat murid SD untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi masih rendah. Perbandingan jumlah
murid dan guru pada pendidikan dasar yang sedikit berbeda mengindikasikan bahwa
jumlah murid dan jumlah guru sudah cukup proporsional. Sementara itu, angka kematian
balita yang juga rendah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk
mencapai kesejahteraan hidup cukup terlaksana. Persentase pengeluaran untuk
pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi, sedangkan persentase
pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB rendah menunjukkan bahwa
pembiayaan untuk pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pemerintah dan kontribusi
sektor lain lebih kecil. Selain itu, tingginya pengeluaran untuk pendidikan dari APBN
yang tidak diimbangi dengan pengeluaran pada PDB yang rendah menunjukkan bahwa
pembiayaan pembangunan pendidikan tersebut tidak efektif, baik secara kualitas maupun
kuntitas.
c. Klaster ketiga terdiri dari Negara Afrika Selatan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid
dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan,
persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, dan
angka kematian balita cukup tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pendidikan di negara tersebut belum cukup berkembang dan
menghasilkan. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total
PDB sangat tinggi. Hal ini menunjukkan peran swasta dalam pembiayaan pendidikan di
negara tersebut lebih dominan daripada pemerintah.
d. Klaster keempat hanya beranggotakan Ethiopia. Klaster ini memiliki karakteristik rasio
murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan,
dan angka kematian balita yang tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Sementara itu,
persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah sangat
tinggi dan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi
dibandingkan dengan klaster lain.
e. Klaster kelima terdiri dari Afrika Tengah. Klaster ini merupakan klaster yang paling
parah dibandingkan dengan klaster lain berdasarkan karakteristik pendidikan yang
digunakan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio
murid dan guru pada pendidikan lanjutan, dan angka kematian balita sangat tinggi. Rasio

murid dan guru yang tinggi, baik pada pendidikan dasar maupun lanjutan, menunjukkan
bahwa di negara tersebut masih sangat kekurangan tenaga pengajar. Begitupun dengan
angka kematian balita yang sangat tinggi juga merupakan dampak dari minimnya tingkat
pendidikan di negara tersebut. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan
terhadap total pengeluaran pemerintah dan sangat rendah persentase pengeluaran untuk
pendidikan terhadap total PDB. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah di negara
tersebut sangat kurang memperhatikan pendidikan, dari sisi dana.

Kesimpulan dan Saran

Dari karakteristik klaster pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
a. Klaster pertama memiliki karakteristik pendidikan yang sangat baik. Anggota dalam
klaster ini merupakan negara-negara maju yang telah membangun sumber daya manusia
dengan memperhatikan pendidikannya.
b. Klaster kedua memiliki karakteristik pendidikan yang cukup baik. Anggota dalam klaster
ini adalah Indonesia sebagai negara berkembang.
c. Klaster ketiga, keempat, dan kelima memiliki karakteristik pendidikan yang kurang baik.
Anggota dalam klaster ini masing-masing berurutan adalah Afrika Selatan, Ethiopia, dan
Afrika Tengah.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka saran yang dapat diberikan
adalah negara-negara yang belum memiliki karakteristik pendidikan yang baik (Indonesia,
Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah) hendaknya dapat meniru sistem pendidikan di
negara-negara maju (Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia). Posisi
Indonesia dalam klaster kedua, hendaknya Indonesia mengambil pelajaran dari sistem
pendidikan pada tahun 2009 untuk tidak sekedar meningkatkan pembangunan pendidikan
baik segi kuantitas maupun kualitasnya, melainkan lebih pada pemerataan pendidikan
nasional. Perubahan sistem pendidikan dapat diarahkan pada peningkatan angka partisipasi
sekolah, terutama angka partisipasi murni, jumlah guru, keefektifan pembiayaan pendidikan
dari pemerintah, serta menekan angka kematian balita melalui peningkatan pendidikan orang
tua. Selain itu, negara-negara maju juga harus mendukung dan membantu negara-negara
berkembang untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

Daftar Rujukan

Anggraini, Nita. (2012). Hubungan Kausalitas dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan, dan
Konsumsi Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah . Skripsi. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Azwar. (2011). Perbedaan Sistem Pendidikan di Berbagai Negara . [On line]
Sumber
:
http://irchams1993.blogspot.com/2011/05/perbedaan-sistem-pendidikan-diberbagai.html#pages/1 diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.10.
Andriana, Novia. (2012). Analisis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Terhadap Realisasi
Tata Kelola Anggaran Pembangunan di Sektor Pendidikan Pemerintah Kabupaten Jombang.
[On line]. Malang : Universitas Brawijaya.
Sumber :
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&
ved=0CD0QFjAE&url=http%3A%2F%2Felibrary.ub.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F
33078%2F1%2FAnalisis-Anggaran-Pendapatan-Belanja-Daerah-terhadap-Realisasi-TataKelola-Anggaran-Pembangunan-di-Sektor-Pendidikan-Pemerintah-KabupatenJombang.doc&ei=3JtlU6SPPMq8uATMgYGgBA&usg=AFQjCNFVeCuYVz_p8Ps3aLlMC
07JGnvL1Q&bvm=bv.65788261,d.c2E diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.50.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2008). Publikasi Susenas. Jakarta : BPS.

Dini, Bina Izatun, Mardhiyah, Hilyah & Amelia, Intan at al. (2009). Singapura Sebagai
Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di ASEAN. [On line]
Sumber : http://binaizza.wordpress.com/ diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.20.
Ekaria. (2004). Pelatihan Analisis Multivariate. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Jason. (2013). SDM Malaysia Kalah dari Singapura . [On line]
Sumber : http://indo.wsj.com/posts/2013/10/08/sdm-malaysia-kalah-dari-singapura/ diakses
pada 4 Mei 2014 jam 07.59.
Johnson, R.A. & Wichern, D.W. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis. 5th
Edition. United States of America: Prentice Hall.
Machfudh. (2009). Sekilas Model Pendidikan di Amerika Serikat. [On line]
Sumber
:
http://www.pendidikanislam.net/index.php/untuk-guru-a-dosen/38-umum/98sekilas-model-pendidikan-di-amerika-serikat-1 diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.04.
Melliana, Ayunanda dan Zain, Ismail. (Tanpa Tahun). Analisis Statistika Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
dengan Menggunakan Regresi Panel. Surabaya : Institut Teknologi Surabaya.
Mulyana, Agus, Nugraha, Priyadi & Adi, M. Sakundarno. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita
Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pneumonia Balita di
Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat, 2(1), 121-127.

Rahayu. (2012). Sistem Pendidikan Polandia . [On line]
Sumber : http://beritasity.blogspot.com/2012/05/sistem-pendidikan-di-polandia.html diakses
pada 4 Mei 2014 jam 08.06.
Ratna. (2013). Pendidikan di Republik Afrika Tengah Hancur Akibat Konflik. [On line]
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/370992/pendidikan-di-republik-afrika-tengahhancur-akibat-konflik diakses pada 4 Mei 2014 jam 17.44.
Suhendi, Hendi. (2012). Mengapa Finlandia Memiliki Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia .
[On line]
Sumber : http://hendisuhendi2012.wordpress.com/2013/02/08/mengapa-finlandia-memilikisistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/ diakses pada 4 Mei 2014 pukul 07.45.

UNDP. (2007). Data . [On line]
Available at : http://hdr.undp.org/en/data access in 4 May 2014 at 09.10 am.
UNICEF. (2009). Country Statstistics. [On line]
Available at : http://www.unicef.org/statistics/index_countrystats.html access in 4 May 2014
at 09.15 am.