PEMIKIRAN KALAM TENTANG PERBUATAN TUHAN

PEMIKIRAN KALAM TENTANG PERBUATAN TUHAN DAN
PERBUATAN MANUSIA
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Ilmu Tauhid
Dosen pengampu:Muhammad Miftah,M.Pd.I

Disusun Oleh:
Ahmad Rotib
Chandri Vidya Sari
Zuly Mar’atul Luthfiyah

(1710610059)
(1710610066)
(1710610077)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI KUDUS
2017

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan izinnya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Kalam Tentang
Perbuatan Tuhan Dan Perbuatan Manusia” sebagai pemenuhan tugas kelompok
presentasi.
Ucapan terima kasih kami tujukan kepada pihak yang telah mendukung
terselesaikannya laporan ini. Terima kasih pula kepada Pak Muhammad
Miftah,M.Pd.I selaku dosen pengampu kami yang telah mengampu kami dalam
proses penyelesaian makalah ini.
Tak lepas dari kekurangan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang
lebih baik di masa mendatang. Besar harapan kami semoga makalah ini membawa
manfaat khususnya bagi kami dan para pembaca.

Kudus, 24 September 2017
Tim Penyusun

1

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang.................................................................................
............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................
............................................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................
............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN...............................................................................
2
A. Perbuatan Tuhan..............................................................................
............................................................................................................2
B. Perbuatan Manusia..........................................................................
BAB 3 PENUTUP........................................................................................
15

A. Simpulan...........................................................................................
............................................................................................................15
B. Saran.................................................................................................
............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

............................................16

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Tauhid

(kalam)

merupakan

disiplin


ilmu

keislaman

yang

mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.
Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang
mendalam dengan dasar argumen-argumen. Baik secara rasional (aqliyah)
maupun naqliyah argumentasi rasional yang dimaksud adalah landasan
pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis.
Sedangkan argumentasi naqliyah biasanya berdasar pada argumentasi berupa
dalil-dalil Quran dan Hadits.
Dampak dari ilmu kalam ini juga melahirkan banyak aliran banyak
perbedaan pemikiran tentang perbuatan-perbuatan Tuhan dan perbuatanperbuatan manusia. Oleh karena itu mengenai perbedaan ini untuk lebih
jelasnya akan di bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan
Tuhan?

2. Bagaimanakah pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan
Manusia ?
3. Bagaimana hubungan tiap aliran mengenai perbuatan tuhan dan perbuatan
manusia?

1

C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatanperbuatan Tuhan
2. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatanperbuatan Manusia
3. Untuk menjelaskan hubungan antar aliran mengenai perbuatan tuhan
dan perbuatan manusia

BAB II
PEMBAHASAN
2

MATMAP
aluatle
trhuinr

unaiyrub
rAMnihasu
isuaSni
dytBmat
i’zura
yrlhn
ayhr
ha
h

a
iu
d
d
y

t
a

r

i

r
a
h ’

a

a
a

a
ak
i
a

i

k
ad


a

A. Perbuatan Tuhan.
Semua aliran dalam suatu pemikiran kalam berpendapat bahwasannya
tuhan sebagai pencipta, melaksanakan kehendaknya, Tuhan pasti melakukan
berbagai perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis
dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Diantara
perbuatan tuhan menurut aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah
sebagai berikut.
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah merupakan aliran kalam yang bercorak rasional.
Aliran Mu’tazilah ini berpendapat bahwa perbuatan tuhan yaitu :
a. Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia.
Dilihat dari uraian tentang kekuasaan mutlak tuhan dan keadilan
tuhan, kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Kewajiban-kewajiban itu dapat
disimpulkan dalam satu kewajiban. Yaitu kewajiban berbuat baik.
Namun, tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan
buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui


3

keburukan dari perbuatan buruk itu.1 Didalam al-Qur’an telah jelas
dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-ayat Al-Qur’an
yang dijadikan dalil oleh aliran Mu’tazilah untuk mendukung
pendapatnya adalah Q.S. Al-Anbiya ayat ke 23 yang berbunyi :

‫عما ن ينوفنعلل نولهوم يلوسا ل لوونن‬
‫ل ن يلوسأ لل ن‬
Artinya : “Ia tidak boleh ditanya tentang apa yang ia lakukan, sedang
merekalah yang akan ditanya kelak”.
Dan Surat Ar-Rum 30:8 yang berbunyi :

‫نما نخل ننق ال قنسمو ق‬
‫ح قق‬
‫ت نوال نورنض نونما بنيون نلهنما اق ل قن قبا ل و ن‬

Artinya : “ Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada


diantara keduanya, melainkan dengan tujuan yang benar “
Seorang tokoh yang bernama , Qadi Abd Al-Jabar 2 berpendapat
bahwa ayat yang diatas memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat
baik. Dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya. Maksudnya yaitu :
ketika seseorang yang dikenal baik,3 dan secara nyata berbuat baik,
maka tidak perlu ditanya mengapa berbuat baik ?. Sedangkan, ayat
yang kedua menurut Al-Jabar , bahwasannya mengandung petunjuk
bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatanperbuatan buruk. Andaikata tuhan melakukan perbuatan buruk, maka
pernyataan bahwa tuhan menciptakan langit dan bumi serta segala
isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau berita bohong.
Dalam faham ini, termasuklah juga kewajiban-kewajiban seperti
kewajiban tuhan dalam menepati janji-janjinya,4 kewajiban tuhan
1 Anwar Rosihon, ILMU KALAM, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 154.
2 Dalam kitab “Mutasyabih al-Qur’an”, disebutkan nama lengkap al-Jabar ibn Ahmad ibn’Abd al-Jabbar ibn
Ahmad ibn al-Khalil ibn’Abd Allah al-Hamzani al-Asadabi, namun lebih dikenal dengan nama Al-Qadi
‘Abd al-Jabbar, tahun kelahirannya hanya diperkirakan antara 320-325 dan wafat dikota Ray pada tahun 415
H.

3 Op.cit.
4 Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta:UI-Press, 1986), hlm.128.


4

mengirim rasul-rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan
kewajiban tuhan memberi rezeki kepada manusia dan sebaginya.
b. Berbuat Baik dan Terbaik.
Adanya konsep tentang keadilan tuhan, mendorong kelompok
mu’tazilah untuk berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban
berbuat baik dan terbaik terhadap manusia.
Dalam istilah arabnya berbuat baik dan terbaik bagi manusia
disebut ( Al- salah wa al-aslah ).5 Maksudnya yaitu kewajiban tuhan
berbuat baik bahkan yang terbaik bagi manusia. Hal ini memang
merupakan salah satu keyakinan yang penting bagi kaum Mu’tazilah.
c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.
Memberi beban di luar kemampuan manusia ( Taklif ma la yutaq )
adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Oleh
karena itu kaum Mu’tazilah tidak dapat menerima faham bahwa tuhan
dapat memberikan manusia beban yang tak dapat dipikul. Hal ini juga
bertentang dengan faham mereka tentang keadilan tuhan. Tuhan akan
bersifat tidak adil, kalau ia memberikan beban yang terlalu berat kepada
manusia.
d. Pengiriman Rasul-rasul.
Bagi aliran Mu’tazilah , dengan kepercayaan mereka bahwasannya
akal dapat mengetahui hal-hal gaib, sehingga menurutnya pengiriman
rasul-rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan
pengiriman rasul-rasul kepada umat manusia menjadi salah satu
kewajiban tuhan.
Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat
mengetahi setiap apa yang harus diketahui manusia tentang tuhan dan
alam gaib. Oleh karena itu , tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan
terbaik bagi manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul, manusia
tidak akan memperoleh hidup baik didunia dan di akhirat nanti.
5 Ibid, hlm. 129.

5

e. Janji dan Ancaman.
Dalam pebuatan-perbuatan tuhan termasuk perbuatan menepati
janji dan menjalankan ancaman ( Al-wa’d wa al-waid )6 . Janji dan
ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran
Mu’tazilah, hal ini erat hubungannya dengan dasar kedua , yaitu
keadilan. Tuhan tidak akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji
untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik, dan
menjalankan ancaman terhadap orang yang berbuat jahat.
Menurut Abd Al-Jabar, hal ini akan membuat tuhan mempunyai
sifat berdusta. Selanjutnya keadaan menepati janji dan tidak
menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan kepentingan
manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman
adalah wajib bagi tuhan.

2. Aliran Asy’ariyah.
a. Kewajiban-Kewajiban Tuhan Terhadap Manusia.
Menurur aliran Asy’ariyah, faham kewajiban tuhan yang dikatakan
oleh aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan
faham kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan yang mereka anut. Faham
yang mengatakan bahwa tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya
terhadap makhluk mengandung arti bahwa tuhan tidak mempunyai
kewajiban apa-apa.
Sebagaimana dikatakan Al-Gazali, perbuatan-perbuatan tuhan
bersifat tidak wajib ( ja’iz ) dan tidak satupun darinya yang mempunyai
sifat wajib.
b. Berbuat Baik dan Terbaik.
Hal ini ditegaskan oleh Al-Gazali,7 ketika mengatakan bahwa tuhan
tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan
demikian, aliran Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan mempunyai
6 Ibid, hlm132.
7 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung:Setia Pustaka, 1998), hlm, 183
6

kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap
makhluknya.
c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.
Aliran Asy’ariyah, karena percaya pada kekuasaan mutlak tuhan
dan berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa.
Aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban di luar
kemampuan manusia. Asy’ariyah sendiri dengan tegas mengatakan
dalam al-Luma’,8 bahwa tuhan dapat meletakkan pada manusia beban
yang tidak dapat dipikul. Al-Gazali juga mengatakan demikian dalam
al-Iqtisad.
d. Pengiriman Rasul-rasul.
Walaupun pengiriman rasul memiliki arti penting dalam teologi.
Namun Aliran Asy’ariyah menolak sebagai kewajiban tuhan. Karena
hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Faham ini dapat
membawa akibat yang tidak baik. Sekiranya tuhan tidak mengutus rasul
kepada umat manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan.
Tanpa wahyu manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dan
perbuatan buruk, manusia akan berbuat apa saja yang dikehendakinya.
Namun, sesuai dengan faham Asy’ariyah tentang kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan, hal ini tidak menjadi permasalahan bagi teologi
mereka. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendakinya. Kalau tuhan
menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau.
e. Janji dan Ancaman.
Bagi kaum Asy’ariyah faham ini tidak dapat berjalan sejajar
dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak
tuhan, dan tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban bagi tuhan.

8 Op.Cit.

7

Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan
ancaman yang tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.
Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariyah, 9 karena dalam
al-Qur’an dengan tegas dikatakan bahwa siapa yang berbuat baik akan
masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka.
Untuk mengatasi hal ini, kata-kata arab man, allazina dan
sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh Asy’ariyah sendiri
diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian “.dengan
demikian kata “ siapa” dalam ayat “ Barang siapa menelan harta anak
yatim piatu dengan cara tidak adil, maka ia sebenarnya menelan api
masuk kedalam perutnya”. Mengandung arti bukan seluruh tetapi
sebagian orang yang menelan harta yatim piatu. Yang sebagian akan
terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan.
Dengan interpretasi demikianlah Asy’ariyah mengatasi persoalan
wajibnya tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
3. Aliran Maturidiyah.
Dalam sejarah pertumbuhan aliran-aliran kalam, dikenal dua
subsekte aliran Maturidiyah, yaitu Maturidiyah Samarkand dan
Maturidiyah Bukhara. Subsekte yang pertama tumbuh di Samarkand
dengan pendirinya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin
Mahmud Al-Maturidi.10 Adapun subsekte yang kedua lahir Bukhara
dengan pendirinya adalah Abu Yasr Muhammad Al-Basdawi.11
a. Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia.
Dalam

pandangan

kewajiban-kewajiban

tuhan

,

menurut

Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara ada perbedaan
pendapat yaitu :

9 Ibid, hlm. 33.
10 Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi, ia dilahirkan disebuah kota yang bernama maturid
didaerah samarqand, pada tahun 853 M, dan meninggal pada tahun 333 H /944 M.

11 Abu Yars Muhammad Al Bazdawi yang lahir pada tahun 421 H, dan meninggal pada tahun 493 H.
8

Menurut Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas
pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, berpendapat bahwa
perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan
demikian , tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi
manusia.
Sedangkan menurut, Maturidiyah Bukhara dimana memiliki
pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa tuhan
tidak mempunyai kewajiban . Namun, sebagaimana dijelaskan oleh
Badzawi, tuhan pasti menepati janjinya, seperti memberi upah kepada
orang yang berbuat baik. Walaupun mungkin saja membatalkan
ancaman bagi orang yang berdosa besar.
b. Berbuat Baik dan Terbaik.
Kaum Maturidiyah dengan kedua golongannya,12 tidak sefaham
dengan kaum Mu’tazilah. Dimana kaum Mu’tazilah berpendapat
bahwasannya tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik
terhadap manusia.
c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.
Menurut Maturidiyah Bukhara Tuhan tidak mempunyai tujuan dan
tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos. Tuhan
berbuat sekehendak-Nya sendiri. Tidak ada yang dapat menentang atau
memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.13
Sedangkan golongan Maturidiyah Samarkand, mengambil posisi yang
dekat dengan aliran Mu’tazilah. Menurut Syarh al-Fiqh al Akbar, alMaturidi Samarkand tidak setuju dengan pendapat kaum Asy’ariyah
dalam hal ini, karena al-Qur’an mengatakan bahwa tuhan tidak
membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tidak terpikul.
Pemberian beban yang tidak terpikul memang tidak dapat sejalan

12 Loc.Cit
13 Muhammad Abdul, Kalam, http://digilib.uinsby.ac.id/9559/4/bab%201.pdf

9

dengan faham golongan Samarkand bahwa manusialah sebenarnya
yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya dan bukan tuhan.
d. Pengiriman Rasul-rasul.
Pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai
kewajiban tuhan, kewajiban menepati janji dan pemberian ancaman.
Aliran Maturidiyah golongan Bukhara sefaham dengan aliran
Asy’ariyah. Menurut mereka pengiriman rasul tidaklah bersifat wajib
dan hanya bersifat mungkin.
e. Janji dan Ancaman.
Kaum Maturidiyah Bukhara dalam hal ini tidak seluruhnya
sefaham dengan kaum Asy’ariyah. Dalam pendapat mereka, sebagai
dijelaskan oleh al-Bazdawi, tidak mungkin tuhan melanggar janjinya
untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya
bukan tidak mungkin tuhan membatalkan ancaman untuk memberi
hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu nasib orang
yang berdosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak tuhan. Jika tuhan
berkehendak untuk memberi ampun kepada orang yang berdosa, tuhan
akan memasukkannya bukan kedalam neraka, tetapi kedalam surga, dan
jika ia berkehendak untuk memberi hukuman kepadanya tuhan akan
memasukkannya kedalam neraka buat sementara atau buat selamalamanya. Bukan tidak mungkin bahwa tuhan memberi ampun kepada
seseorang tetapi dalam hal itu, tidak memberi ampun kepada orang lain
sungguhpun dosanya sama.
Uraian al-Bazdawi di atas mengandung arti bahwa tuhan wajib
menepati janji untuk memberi upah kepada yang berbuat baik. Dengan
demikian , tuhan, dalam faham al-Bazdawi mempunyai kewajiban
terhadap manusia. Pendapat ini berlawanan dengan pendapatnya yang
dijelaskan sebelumnya, bahwa tuhan sekali-kali tidak mempunyai
kewajiban apa-apa terhadap manusia. Dari sini dapat diketahui bahwa
menurut paham al-Bazdawi tuhan boleh saja melanggar janji-janjinya.
10

Bagi Maturidiyah golongan Bukhara

14

, tuhan tidak mungkin

melanggar janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
Kontradiksi yang terdapat dalam pendapat al-Bazdawi ini mungkin
timbul dari keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan dan
kehendak

mutlak

tuhan,

tetapi

dalam

hal

itu

ingin

pula

mempertahankan keadilan tuhan. Mengatakan bahwa tuhan dapat
memasukkan orang yang berbuat baik kedalam neraka, adalah
bertentangan sekali dengan rasa keadilan, tetapi mengatakan bahwa
tuhan dapat memasukkan orang yang berbuat jahat kedalam surga ,
tidaklah bertentangan dengan rahmat tuhan.
B. Perbuatan Manusia
Akar masalah pebuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat
maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini
timbulah pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan
bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan
hidupnya?
Berikut ini merupakan perbuatan-perbuatan manusia menurut aliran
Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempnyai daya yang besar
dan bebas. Oleh karena itu, mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau
free will. Menurut al-juba’i dan abd al-jubraa, manusialah yang
menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat
baik dan buruk. Kepatuhan terhadap Tuhan dan ketaatan seseorang
kepada Tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya (alsititha’ah) untuk mewujudkan kehendak terdapat dalam diri manusia
sebelum adanya perbuatan.

14 Op.Cit.

11

Perbuatan manusia bukanlah di ciptakan Tuhan pada diri manusia,
tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Lantas
bagaimana dengan daya? Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa
daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia
adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam
perbuatan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang
mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbutan. Bagaimana
mungkin, dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan?
Dengan faham ini, aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai
pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang
berkreasi untuk mengubah bentuknya.
Meskipun berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan
manusia dan tidak pula menentukanya, kalangan Mu’tazilah tidak
mengingkari ilmu azalai Allah yang mengetahui segala apa yang
membedakannya dari penganut qadariyah murni.
Untuk membela fahamnya, aliran Mu’tazilah mengungkapkan
dalam Al Quran Surat As-Sajdah ayat 7 yang berarti: yang membuat
segala sesuatu yang di ciptakan sebaik-baiknya (Q.S As-Sajdah :7)
Yang di maksud oleh ayat di atas, adalah semua perbuatan Tuhan
adalah baik. Dengan demikian, perbuatan manusia bukanlah perbuatan
Tuhan, karena di antara perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat.
Dalil ini di kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan
mendapat balasan atas perbuatannya. Sekiranya perbuatan manusia
adalah perbuatan Tuhan, balasan dari Tuhan tidak akan ada artinya.
Disamping argumentasi anqilah di atas, aliran Mu’tazilah
mengemukakan argumentasi rasional berikut ini.
a. Kalau Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan manusia
sendiri tidak mempunyai perbuatan, batAllah taklif syar’i. Hal ini
karena syariat adalah ungkapan perintah dan larangan yang
merupakan thalab. Tidak terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan
pilihan.

12

b. Kalau manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya,
runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep
faham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena
perbuatan ini menjadi tidak dapat di sandarkan kepadanya secara
mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.
c. Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan
para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan
pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi
kebebasan pilihan?
Konsekuensi lain dari faham di atas, Mu’tazilah berpendapat
bahwa manusia terlibat dalam penentuan ajal kerena ajal itu ada dua
macam, pertama, adalah al-ajal ath-thabi’i ajal inilah yang di pandang
Mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak Tuhan untuk menentukannya.
Adapun jenis yang kedua adalah ajal yang dibikin manusia itu sendiri,
minsalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan,
atau minum racun. Ajal yang ini dapat dipercepat dan diperlambat.
2. Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia berada dalam
posisi yang lemah. Ia diibaratkan seperti anak kecil yang tidak punya
pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat kepada
paham Jabariyah daripada paham Mu’tazilah. Argumen yang diajukan
oleh Asy’ari untuk membela keyakinannya adalah
‫نوالل ق نله نخل ننقك لوم نونما تنوعنمللونن‬
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu” (Q.S. Ash-Shaffaat(37):96)
Wa ma ta’maluun pada ayat diatas diartikan Al-Asy’ari dengan
apa yang kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Al-Asy`ari
juga menjelaskan bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun dan
tidak satu dzat lain di atas Tuhan yang dapat membuat hukum serta
menentukan apa yang boleh di buat dan apa yang tidak boleh di buat

13

Tuhan malah lebih jauh dikatakan oleh Asy’ari kalau memang Tuhan
menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh
manusia.
Menurut faham Asy’ariyah, perbuatan manusia pada hakikatnya
adalah perbuatan tuhan dan diwujudkan dengan daya tuhan dan bukan
daya manusia. Dengan demikian, manusia dapat melaksanakan beban
yang tidak dapat dipikul , karena yang mewujudkan perbuatan
manusia bukanlah daya manusia yang terbatas, tetapi daya tuhan yang
tidak terbatas.
3. Aliran Maturidiyah
Menurut Al Maturidi
Ada perdebatan antara maturidiyah samarkand dan maturidiyah
bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok samarkand lebih
dekat dengan faham Mu’tazilah, sedangkan kelompok bukhara lebih
dekat dengan faham asy’ariyah. Kehedak dan daya berbuat pada diri
manusia menurut maturidiyah samarkand adalah kehendak dan daya
manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti
kiasan.15Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk
berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan
perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya
yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia
dalam faham al-marturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu’tazilah.
Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan
maturidiyah samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan
tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan
perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk
melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat melakukan
perbuatan yang telah diciptakan tuhan baginya.

15 Ibid, hlm. 112
14

C. Hubungan antar aliran tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan
Manusia
Aliran Asy’ariyah muncul sebagai reaksi pertentangan terhadap
Aliran Mu’tazilah. Dalam banyak hal, Aliran Asy’ariyah menolak faham
yang dikemukakan oleh Mu’tazilah. Dilain pihak muncul Aliran
Maturidiyah yang terbagi menjadi 2 golongan, Samarkand dan Bukhara.
Golongan ini juga berbeda pendapat tentang beberapa hal, Maturidiyah
Samarkand cenderung sependapat dengan Aliran Mu’tazilah, sedangkan
Maturidiyah Bukhara cenderung sefaham dengan Aliran Asy’ ariyah.
Tabel perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah
NAMA ALIRAN

PERBUATAN TUHAN

PERBUATAN MANUSIA

MU’TAZILAH
1. Tuhan memiliki
1. Manusia mempunyai daya
kewajiban terhadap
yang besar dan bebas.
manusia, yaitu berbuat
Manusialah yang
baik. Namun bukan
menentukan perbuatanberarti tuhan tidak mampu
perbuatannya sendiri
melakukan perbuatan
buruk.
2. Tuhan wajib berbuat baik
dan terbaik.
3. Tuhan dapat memberi
beban yang tidak dapat
dipikul kepada hambanya.
4. Tuhan mempunyai
kewajiban mengirim
Rosul.
5. Tuhan wajib menepati
janji dan menjalankan
ancaman.

AS’ARIYAH

MATURIDIYAH

1. Tuhan tidak memiliki
kewajiban apa-apa, tetapi
Tuhan bersifa Jaiz.

2. Manusia tidak mempunyai
kebebasan, karena
kekuasaan dan kehendak
Tuhan harus berlaku
semutlak-mutlaknya.

1. Tuhan berkehendak hanya

1. Kehendak dan daya pada

SAMARKAND

15

yang menyangkut hal-hal
baik saja

diri manusia untuk berbuat
tidak diciptak sebelumnya.

2. Tuhan tidak membebani
hambanya dengan beban
yang tidak dapat
dipikulnya
3. Tuhan wajib mengirimkan
Rasul
4. Tuhan wajib menepati
janji untuk member upah
yang berbuat baik.

BUKHARA
1. Tuhan tidak memiliki
kewajiban apa-apa, tetapi
Tuhan bersifa Jaiz.

16

2. Manusia tidak mempunyai
daya untuk melakukan
perbuatan, tuhanlah yang
dapat melakukan perbuatan
yang telah diciptakan tuhan
baginya.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan.
Perbuatan tuhan menurut Aliran Mu’tazilah Tuhan memiliki kewajiban
terhadap manusia, yaitu berbuat baik. Namun bukan berarti tuhan tidak mampu
melakukan perbuatan buruk. Tuhan wajib berbuat baik dan terbaik. Tuhan dapat
memberi beban yang tidak dapat dipikul kepada hambanya. Tuhan mempunyai
kewajiban mengirim Rosul. Tuhan wajib menepati janji dan menjalankan
ancaman. Sedangkan Menurut Aliran Asy’ariyah Tuhan tidak memiliki kewajiban
apa-apa, tetapi Tuhan bersifa Jaiz. Dan bagi Aliran Maturidiyah, ada 2 perbedaan
pendapat, yakni Maturidiyah Samarkand berpendapat Tuhan berkehendak hanya
yang menyangkut hal-hal baik saja. Tuhan tidak membebani hambanya dengan
beban yang tidak dapat dipikulnya. Tuhan wajib mengirimkan Rasul. Tuhan wajib
menepati janji untuk member upah yang berbuat baik. Dan menurut Maturidiyah
Bukhara Tuhan tidak memiliki kewajiban apa-apa, tetapi Tuhan bersifat Jaiz.
Perbuatan Manusia menurut Aliran Mu’tazilah bukanlah di ciptakan Tuhan
pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya.
Sedangkan menurut Aliran Asy’ariyah pada hakikatnya perbuatan manusia adalah
perbuatan tuhan, karena yang mewujudkan perbuatan manusia bukanlah daya
manusia yang terbatas, tetapi daya tuhan yang tidak terbatas. Dan bagi Aliran
Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan maturidiyah
samarkand Hanya saja Maturidiyah bukhara memberikan tambahan dalam
masalah daya.

17

DAFTAR PUSTAKA

Rosihon, Anwar , Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009.
Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: UI Press, 1986.
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Setia Pustaka, 1998.
Abdul, Muhammad, Kalam, http://digilib.uinsby.ac.id/9559/4/bab%201.pdf, 2013
Mushaf Al-Huffaz, Al-qur’an hafalan dan terjemahan.

18

19