Kapasitas Lentur Dan Daya Layan Balok Be (1)

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 1 (SeNaTS 1) Tahun 2015
Sanur - Bali, 25 April 2015

KAPASITAS LENTUR DAN DAYA LAYAN BALOK BETON BERTULANGAN
BAMBU PETUNG
I Ketut Sudarsana1, I Gede Adi Susila1 dan I B.M. Joni Suryawan2
1

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana-Bali
Email: ksudarsana@civil.unud.ac.id
2
Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana-Bali

ABSTRAK
Bambu memiliki serat alami yang cukup kuat dalam menahan tegangan tarik sehingga
memungkinkan untuk dipergunakan sebagai tulangan dalam komponen struktur beton bertulang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lentur dan daya layan balok beton dengan
tulangan rangkap dari bambu petung yang meliputi beban retak pertama, lendutan, lebar retak
dan beban maksimum.Pada penelitian ini dibuat dan diuji sampai runtuh sebanyak 15 buah benda
uji balok beton dengan tulangan rangkap dari bambu petung dengan dimensi balok 100 x 200 x
1400 mm dengan kuat tekan beton (f’c) sebsar 15 MPa. Adapun parameter yang divariasikan

adalah luas tulangan tarik dari benda uji balok yaitu 100 mm2, 150 mm2, 200 mm2, 250 mm2 dan
300 mm2. Sedangkan luas tulangan tekannya dibuat tetap sebesar 100 mm2 dan sengkang dari
baja tulangan U24 (fy = 240 MPa) diameter 6 mm dengan jarak 50 mm dan 80 mm yang masingmasing terletak pada daerah antara tumpuan dan beban (daerah tepi), serta antara beban dan
beban (daerah tengah). Setiap variasi dibuat benda uji sebanyak 3 buah. Pengujian balok
dilakukan di atas dua tumpuan sederhana dengan dua buah beban terpusat (four point bending
test) masing-masing pada jarak 1/3 bentang dari tumpuan (400 mm). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua balok beton mengalami keruntuhan lentur dengan retak yang terjadi
dibawah beban dan diantara beban terpusat. Retak yang terjadi sangat sedikit (jarang) sehingga
lebar retaknya sangat besar. Kondisi ini terjadi karena lekatan antara tulangan bambu dengan
beton kurang sempurna sehingga tulangan mengalami slip lokal pada daerah retaknya. Besarnya
beban layan balok mencapai 45% dari beban maksimumnya. Peningkatan rasio tulangan tarik
dapat meningkatkan daya layan balok yang meliputi peningkatan beban retak pertama, beban
layan dan penurunan lendutan serta lebar retak yang terjadi. Disamping itu, kapasitas lentur balok
juga meningkat secara linier dengan meningkatnya luas tualngan tariknya. Dibandingkan dengan
prediksi kapasitas lentur balok menurut SNI 2847:2013, menunjukan bahwa ketentuan pada SNI
2847:2013overestimateterhadap kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu petung.
Kata kunci: Tulangan bambu, kapasitas lentur, daya layan, SNI 2847, balok beton, tulangan
rangkap.

1.


PENDAHULUAN

Latar belakang
Pembangunan yang sustainable merupakan issue penting yang juga harus dipahami oleh para praktisi dibidang
teknik sipil. Menurut laporan (Brundtland-commission, 1987), pembangunan yang sustainable merupakan
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi
yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini menuntut agar generasi saat ini memanfaatkan sumber
daya alam yang ada secara bijaksana dan terus mencari sumber daya alternatif untuk meningkatkan taraf
hidupnya.
Dalam hal material konstruksi terutama beton bertulang, pemanfaatan material alternatif sebagai pengganti baja
tulangan telah banyak dilakukan seperti pengunaan serat sintetis seperti karbon, gelas dan aramid serta
penggunaan serat alami seperti bambu. Penggunaan bambu sebagai tulangan dalam beton bertulang telah banyak
diteliti terutama di negara asia dengan iklim topis seperti China, Brasil, Mexico, India, Indonesia dan lainnya.
Bambu merupakan tanaman dengan batang yang berserat searah sumbu batang sehingga bambu cukup kuat

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-81


I Ketut Sudarsana, I Gede Adi Susila dan I B.M. Joni Suryawan

dalam memikul tegangan aksial tarik maupun tekan. Morisco (1999) menguji kekuatan tarik dari beberapa jenis
bambu seperti terlihat pada Gambar 1. Bambu secara umum bersifat elastis linear sampai putus dimana sifat ini
sangat berbeda dengan baja tulangan dimana dengan jelas dapat terindentifikasi kondisi leleh dan putusnya.
Disamping kuat memikul tarik, bambu juga memiliki kelebihan dalam dari material lainnya bila dilihat dari
modulus elastisitas (E) dan density (U) seperti terlihat pada Gambar 2 (Wegst et.al, 1993). Material yang
memiliki performance lebih baik akan berada di atas garis, sedangkan material yang memiliki performance
kurang dari bambu berada di bawah garis. Disini terlihat bahwa hanya kayu seseh dan balsa yang memiliki
performance yang saama dengan bambu sedangkan material lainnya seperti baja, beton dan aluminium berada
jauh dibawah garis. Sehingga, bambu dapat dimanfaatkan sebagai material struktur.

Gambar

1.

Diagram tegangan-regangan
beberapa jenis bambu (Morisco,
1999)


Gambar 2. Performance bambu dan material lainnya (Wegst
et.al, 1993)

Disamping beberapa keunggulan bambu tersebut, bambu sebagai material bangunan yang dapat diperbaharui dan
mudah diperoleh, harganya relatif murah serta mudah dalam pengerjaan. Tanaman bambu banyak dijumpa di
negara-negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, Brasil, Mexico dan lainnya.
Meskipun bambu memiliki beberapa keunggulan namun keunggulan itu tidak disertai dengan kekuatan geser
yang sepadan dan modulus elastisitasnya. Bambu memiliki modulus elastisitas berkisar antara 8728 – 31381
MPa (Siopongco dan Munandar, 1987).
Pemanfaatan bambu sebagai alternative tulangan pada struktur beton bertulang (Ghavami, 2005) memungkinkan
dengan mempertimbangkan sifat-sifatnya tersebut. Namun perilaku elemen struktur dengan tulangan bambu ini
masih perlu diteliti lebih jauh sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik. Pada penelitian ini akan digunakan
bambu petung (Dendrocalamus Asper Schult) sebagai tulangan longitudinal balok karena bambu petung
disamping lebih tebal juga mempunyai batang yang relatif lurus dibandingkan dengan bambu jenis yang lainnya.

Manfaat penelitian

Batang bambu tersusun atas serat-serat yang sejajar dengan batang dan memiliki kemampuan yang baik dalam
memikul tegangan tarik. Kemampuan bambu ini ditunjukkan dengan tegangan tariknya yang tinggi. Oleh karena
itu, tulangan bambu dapat dipergunakan sebagai alternative pengganti tulangan baja dalam struktur beton

bertulang sehingga dapat dimanfaatkan pada pembangunan rumah-rumah sederhana seperti dai daerah-daerah
yang terpencil dimana keberadaan tanaman bambu cukup banyak sementara keberadaan besi sangat langka dan
mahal.

2.

METODE PENELITIAN

Properti material

Kuat tekan beton yang dipergunakan dalam penelitian diperoleh berdasarkan rencana campuran dengan
perbandingan berat 1:4:2.3 (semen:pasir:kerikil). Aggregat kasar (kerikil) adalah batu pecah dengan diameter
maksimum 9.5 mm. Campuran direncanakan dengan factor air semen (fas) 0.78. Sebanyak 10 silinder standar
ASTM dibuat bersamaan dengan pencetakan benda uji balok dan diuji pada umur 28 hari. Kuat tekan rata-rata
sebesar 20.95 MPa. Nilai kuat tekan ini dipergunakan dalam menghitung kekuatan balok dalam penelitian ini.
Sebagai tulangan longitudinal dalam penelitian ini dipergunakan bambu petung (Dendrocalamus Asper Schult)
dan tulangan transversal dari baja tulangan polos U24 dengan diameter 6mm. Tulangan bambu difabrikasi

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana


SM-82

Kapasitas Lentur dan Daya Layan Balok Balok Beton Bertulang Bambu Petung

sedemikian rupa sehingga memiliki ukuran untuk 1 (satu) buah tulangan 5x10mm (Ab1 = 50 mm2). Semua
tulangan yang dipergunakan dilakukan uji tarik di laboratorium untuk mengetahui diagram tegangan dan
regangan material tersebut seperti terlihat pada Gambar 3 dan 4. Sebelum dipergunakan, tulangan bambu
dikeringkan dalamopen sampai mencapai kadar air 8% kemudian dilapisi vernis untuk mencegah penyerapan air
dari bambu setelah pergunakan sebagai tulangan.
900
800
y = 10945x
R² = 0.9682

600

Tegangan (MPa)

Tegangan (MPa)


700

y = 7701.3x
R² = 0.9886

500
400
300

Bambu dengan Nodia

200

Bambu tanpa Nodia

100
0
0.000

0.020


0.040

0.060

0.080

0.100

0.120

0.140

0.160

Regangan (mm/mm)

Gambar 3. Diagram tegangan-regangan bambu
petung dengan dan tanpa nodia


900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Ø 6 mm
0

0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
Regangan (mm/mm)

Gambar 4. Diagram tegangan dan regangan baja
tulangan polos dia. 6mm


Benda Uji Balok

Benda uji dibuat berbentuk balok beton bertulang dengan penampang tetap yaitu (100 x 200 x 1400) mm. Balok
diberi tulangan rangkap dengan tulangan tekan yang tetap sebesar 100 mm2dan tulangan tarik yang bervariasi
sesuai dengan perlakuan yang ditinjau dalam penelitian ini seperti pada Gambar 5. Adapun variasi jumlah
tulangan tarik adalah 100 mm2, 150 mm2, 200 mm2, 250 mm2 dan 300 mm2.

(a) Balok Tipe B1(U = 0,57%)

Gambar 5. Pemasangan tulangan transversal

(b) Balok tipe B2(U = 0,85%)

(c ) Balok Tipe B3 (U = 1,18%)

(d) Balok Tipe B4 (U = 1,48%)

(d) Balok tipe B5 (U = 1,78%)

Gambar 6. Penampang semua benda uji As = 100 mm2, 150 mm2, 200 mm2, 250 mm2 dan 300mm2


Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-83

I Ketut Sudarsana, I Gede Adi Susila dan I B.M. Joni Suryawan

Tebal selimut beton adalah 15 mm. Semua benda uji memiliki tulangan tranversal yang sama dari baja polos
(BJPT) ø6 mm dengan mutu U24. Gambar 5 dan 6 menunjukkan pemasangan sengkang dan penampang semua
tipe benda uji balok dengan variasi tulangan tariknya.Cetakan (bekisting) balok dibuka setelah 24 jam dari waktu
pencetakan benda uji,kemudian dilakukan perawatan dengan menggunakan karung goni (burlap) basah yang
sebelumnya telah direndam selama 24 jam dan plastic untuk mencegah terjadinya penguapan. Perawatan
dilakukan selama 7 hari dan selanjutnya dibiarkan dalam ruangan terbuka sampai saat benda uji di test.

Setup pengujian dan instrumentasi

Benda uji balok diuji sebagai balok satu bentang di atas perletakan sederhana sendi-rol dan dibebani pada dua
titik pembebanan dengan jarak dan ukuran seperti pada Gambar 7. Pengukuran lendutan di tengah-tengah
bentang dengan sebuah mechanical gauge yang diletakan di bawah balok. Sedangkan retak yang terjadi diukur
dengan crack detector. Pengujian dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari. Beban ditingkatkan secara
bertahap sampai balok mengalami keruntuhan (failure).

Gambar 7. Setup pengujian benda uji

3.

Gambar 8. Mesin uji lentur balok

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola dan beban retak
Model keruntuhan balok yang terjadi pada penelitian ini hampir seluruhnya mengalami keruntuhan lentur
(Dipohusodo,1994; Nawy, 1998; Nilson, 1993), hal ini dapat dilihat dari pola retaknya yang berbentuk vertikal
(hampir tegak lurus terhadap sumbu balok) dimana retak yang terjadi diantara 2 beban dan pada masing-masing
beban terpusat. Retak geser yang merupakan kelanjutan dari retak lentur hanya terjadi pada balok B33, namun
retak ini tidak sampai menyebabkan keruntuhan pada balok.

(a) Salah satu balok dari tipe benda uji B1

(d) Salah satu balok dari tipe benda uji B4

(b) Salah satu balok dari tipe benda uji B2

(e) Salah satu balok dari tipe benda uji B5

(c) Salah satu balok dari tipe benda uji B3

Gambar 9. Pola keruntuhan dari beberapa balok setelah pengujian dengan beban maksimum

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-84

Kapasitas Lentur dan Daya Layan Balok Balok Beton Bertulang Bambu Petung

Keruntuhan lentur yang terjadi dimulai dengan adanya retak-retak memanjang diantara dua buah beban terpusat
pada saat terjadinya beban retak pertama kemudian diikuti dengan terjadinya retak memanjang di bawah beban.
Retak-retak tersebut semakin melebar terutama retak yang terjadi dibawah beban yang menyebabkan balok
mengalami keruntuhan.Pada balok B1 (B11, B12, B13) retak hanya terjadi diantara dua buah beban terpusat
sedangkan pada balok B2, B3, B4 dan B5, retak yang terjadi lebih dari satu, yaitu dibawah masing-masing beban
dan diantara kedua beban terpusat. Adapun tipikal pola keruntuhan untuk balok bertulangan bambu petung hasil
eksperimen dapat dilihat pada Gambar 9 (a-e).
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa retak yang terjadi sangat sedikit dan lebar retaknya sangat besar pada saat
balok mengalami keruntuhan. Kebanyakan retak yang menyebabkan keruntuhan berada di bawah beban terpusat.
Kondisi retak seperti ini mengidentifikasikan bahwa tulangan bambu petung memiliki lekatan yang kurang baik
terhadap beton, sehingga mengakibatkan terjadinya slip lokal pada daerah retak. Disamping itu modulus
elastisitas yang rendah dari bambu sangat berpengaruh terhadap retak yang terjadi.

Lendutan dan lebar retak

40

40

35

35

30

30

25

25

20
15

Balok Type 1 (ȡ 

10

Balok Type 2 (ȡ 

5

Balok Type 4 (ȡ 

0

Balok Type 3 (ȡ 
Balok Type 5 (ȡ 

0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
Lendutan (mm)

Gambar 10. Hubungan beban dengan lendutan tengah
bentang

Beban (kN)

Beban (kN)

Pada Gambar 10 dapat dilihat hubungan antara beban dengan lendutan rata-rata ditengah bentang dari semua tipe
balok. Penambahan rasio tulangan tarik dapat meningkatkan kekakuan balok setelah retak pertama terjadi. Dari
hubungan beban dengan lendutan ini juga dapat diketahui keruntuhan balok dengan tulangan bambu petung
cukup daktail yang ditunjukkan oleh bagian kurva setelah tercapainya beban maksimum. Diagram bebanlendutan pada Gambar 10 juga menunjukan bahwa setelah terjadi retak pertama, beban pada balok mengalami
penurunan namun kemudian meningkat kembali sampai mencapai keruntuhan. Kondisi penurunan beban ini
mungkin diakibatkan ada slip lokal tulangan bambu di sekitar retak.
Balok Type 1 (ȡ 
Balok Type 2 (ȡ 
Balok Type 3 (ȡ 
Balok Type 4 (ȡ 
Balok Type 5 (ȡ 

20
15
10
5
0

0

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
Lebar Retak (mm)

Gambar 11. Hubungan beban dengan lebar retak

Peningkatan lebar retak pada setiap peningkatan beban diukur dengan alat crack detector. Hubungan
antara beban dan lebar retak dapat dilihat pada Gambar 11. Peningkatan jumlah tulangan tarik,
mengurangi lebar retak yang terjadi. Sebelum tercapainya beban maksimum, balok dengan rasio
tulangan tarik lebih besar mampu menahan lebih besar untuk lebar retak yang sama.
Beban retak dan beban layan
Beban retak pada setiap benda uji dicatat pada saat terjadinya retak pertama. Beban ini bervariasi dimulai dari
beban 8.5 kN sampai dengan 12,5 kN untuk masing-masing benda uji. Retak ini terjadi karena kemampuan
beton untuk menahan tegangan tarik (fct) terlewati, sehingga seluruh gaya tarik selanjutnya ditahan oleh bambu
tulangan. Panjang retak pertama yang terjadi berkisar antara 100 mm sampai 150 mm ke arah serat tekan,
kemudian diikuti oleh retak-retak kecil. Dari Tabel 1 dan Gambar 12 terlihat bahwa peningkatan rasio tulangan
tarik menyebabkan beban retak pertama pada balok bertulangan bambu petung semakin meningkat dengan
NHFHQGHUXQJDQ OLQLHU 3HQLQJNDWDQ UDVLR WXODQJDQ WDULN GDUL ȡ     VDPSDL ȡ     GDSDW
meningkatkan beban retak pertamanya sebesar 28,11 %. Penambahan tulangan tarik dapat meningkatkan
tegangan yang terjadi pada daerah tariknya. Dalam hal ini kemampuan balok untuk menahan beban semakin

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-85

I Ketut Sudarsana, I Gede Adi Susila dan I B.M. Joni Suryawan

bertambah karena kekakuan balok juga bertambah. Besarnya beban retak pertamanya rata-rata 44 % dari beban
maksimumnya.
Tabel 1. Beban retak, layan dan maksimum benda uji balok
Tipe Balok

No

f’c, 28 hr
rata-rata
(MPa)

Abm
(mm2)

Rasio
Tul.Tarik
(ȡ(%))

Pmaks,
rerata(kN)

eksp,rerata(k

Pcr-

Playan, rerata
(kN)

N)

1

B11, B12, B13

20,95

100

0,57

14,50

9,50

8,42

4

B21, B22, B23

20,95

150

0,85

19,83

9,83

9,20

7

B31, B32, B33

20,95

200

1,18

24,83

11,00

11,10

10

B41, B42, B43

20,95

250

1,48

29,67

11,83

12,72

13

B51, B52, B53

20,95

300

1,78

32,83

12,17

13,58

Beban layan pada balok dihitung berdasarkan lendutan dan lebar retak ijin menurut SNI 2847:2013 dimana
lendutan ijin adalah L/480 mm dan lebar retak ijin 0.4 mm untuk struktur dalam ruangan. Menggunakan hasil
pencatatan beban-lendutan dan beban-lebar retak yang terjadi, maka beban layan dihitung sebagai nilai rata-rata
dari kedua besaran tersebut seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 13.
16

16

14

y = 2.4119x + 8.04
R² = 0.9706

12

10
8
6

Balok B11, B21, B31, B41, B51
Balok B12, B22, B32, B42, B52

4

Balok B13, B23, B33, B43, B53
Pcr Rata-rata

2
0

Linear (Pcr Rata-rata)

0

0.4

0.8

y = 4.5504x + 5.6703
R² = 0.986

14

Beban Layan (kN)

Beban Retak Pertama (kN)

12

1.2

1.6

10
8
6

Balok B11, B21, B31, B41, B51

4

Balok B13, B23, B33, B43, B53

Rasio Tul. Tarik (%)

Gambar 12 Hubungan antara rasio tulangan tarik dan
beban retak pertama

P Layan Rata-rata

2
0

2

Balok B12, B22, B32, B42, B52

Linear (P Layan Rata-rata)

0

0.4

0.8
1.2
Rasio Tul. Tarik (%)

1.6

2

Gambar 13. Hubungan antara rasio tulangan tarik dan
beban layan

Kapasitas ultimit balok
Tabel 2 dan Gambar 14 menunjukan bahwa peningkatan rasio tulangan tarik (ȡ) dapat meningkatkan momen
maksimum. Peningkatan kuat lentur balok cenderung linier. Dengan meningkatkan rasio tulangan tarik sebesar
1,21% (dari 0,57% menjadi 1,78%) dapat meningkatkan momen sebesar 18.33 kNm (dari 2,90 kNm menjadi
6,57 kNm). Dengan meningkatkan tulangan tarik, maka gaya tarik yang mampu dipikul meningkat sehingga
garis netral mengecil sehingga lengan momen meningkat.
Tabel 2. Momen maksimum rata-rata benda uji
balok

Balok
B1

Abm
(mm2)

Rasio
Tul.Tarik
(ȡ(%))

Pmaks
(kN)

Mmaks
rerata
(kNm)

100

0,57

14,50

2,90

B2

150

B3

200

0,85
1,18

19,83
24,83

3,97
4,97

B4

250

1,48

29,67

5,93

B5

300

1,78

32,83

6,57

7

Momen Maksimum (kNm)

Tipe

8

6

y = 3.048x + 1.2945
R² = 0.992

5
4
3

Balok B11, B21, B31, B41, B51

2

Balok B13, B23, B33, B43, B53

Balok B12, B22, B32, B42, B52
Momen Maksimum Rata-rata

1
0

Linear (Momen Maksimum Rata-rata)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

2.2

Rasio Tul. Tarik (%)

Gambar 14. Hubungan antara rasio tulangan tarik
terhadap kapasitas momen

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-86

Kapasitas Lentur dan Daya Layan Balok Balok Beton Bertulang Bambu Petung

Prediksi kapasitas lentur balok dengan SNI 2847:2013
Perbandingan momen maksimum eksperimen dengan momen maksimum berdasarkan Standar Nasional
Indonesia tentang beton (SNI 2847, 2013) untuk balok dengan tulangan rangkap dari bambu petung dapat dilihat
pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa momen maksimum hasil eksperimen (Mmaks(eksp)) lebih kecil
dibandingkan dengan momen maksimum menurut SNI 2847:2013 dimana besarnya rata-rata hasil perbandingan
momen maksimum eksperimen dengan SNI adalah 0,799, standar deviasi dan covariannya berturut-turut sebesar
0,148 dan 0,185. Hal ini menunjukkan bahwa momen maksimum hasil eksperimen balok bertulangan rangkap
dari bambu petung lebih kecil 20 % dibandingkan dengan momen maksimum teoritisnya. Sehingga prediksi
momen maksimum balok bertulangan bambu petung dengan menggunakan analisa tulangan baja kurang aman.
Tipe
Balok
B11
B12
B13
B21
B22
B23
B31
B32
B33
B41
B42
B43
B51
B52
B53

4.

Tabel 3. Perbandingan Kapasitas lentur experimen dengan prediksi SNI 2847:2013
Mmaks (SNI)
Dimensi
Kuat tekan Luas tulangan
Rasio
Mmaks (eksp)
(kNm)
(kNm)
balok
beton (f’cr),
tekan (mm2)
Tul.Tarik
(mm)
MPa
(ȡ(%))
bxh
100 x 200
20,95
100
0,57
3,0
4,65
100 x 200
20,95
100
0,57
2,8
4,65
100 x 200
20,95
100
0,57
2,9
4,65
100 x 200
20,95
100
0,85
4,1
5,63
100 x 200
20,95
100
0,85
4,0
5,63
100 x 200
20,95
100
0,85
3,8
5,63
100 x 200
20,95
100
1,18
5,8
5,92
100 x 200
20,95
100
1,18
4,0
5,92
100 x 200
20,95
100
1,18
5,1
5,92
100 x 200
20,95
100
1,48
5,2
6,54
100 x 200
20,95
100
1,48
6,8
6,54
100 x 200
20,95
100
1,48
5,8
6,54
100 x 200
20,95
100
1,78
6,6
7,08
100 x 200
20,95
100
1,78
7,2
7,08
100 x 200
20,95
100
1,78
5,9
7,08
Rata-rata
Standar Deviasi
Covarian

Mmaks (eksp)
Mmaks (SNI)
0,64
0,60
0,62
0,73
0,71
0,67
0,98
0,68
0,86
0,79
1,04
0,89
0,93
1,02
0,83
0,799
0,148
0,185

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian, analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Lekatan antara tulangan bambu dengan beton kurang baik dimana slip lokal terjadi pada saat
pengujian.
2.
Retak pertama yang terjadi sangat panjang berkisar antara 100 – 150 mm kearah serat tekan.pada
beban 8,5 kN – 12,5 kN dan jumlahnya sangat jarang, sehingga lebar retak yang terjadi cukup besar
berkisar antara
28 – 50 mm.
3.
Peningkatan rasio tulangan tarik dapat meningkatkan daya layan balok yang meliputi peningkatan
beban retak pertama, beban layan dan penurunan lendutan serta lebar retak yang terjadi.
4.
Peningkatan rasio tulangan tarik dapat meningkatkan kapasitas lentur balok dengan kecenderungan
peningkatan yang linier.
5.
Penggunaan SK SNI T-15-1991-03 untuk memprediksi beban retak pertama (Pcr) cukup aman
mencapai 3 %, namun untuk memprediksi lebar retaknya tidak aman mencapai 72 % dan prediksi
lendutannya sangat tidak aman mencapai 348,21 %. Sedangkan prediksi untuk kapasitas lentur balok
kurang aman mencapai 20 %.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam
proses penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-87

I Ketut Sudarsana, I Gede Adi Susila dan I B.M. Joni Suryawan

DAFTAR PUSTAKA
Brundtland-commission (1987) Report of the World Commission on Environment and Development: Our
Common Future, Oxford University press, Oxford-United Kingdom.
Dipohusodo, I. (1994).Struktur Beton Bertulang. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ghavami, K. (2005).“Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements”. Cement & Concrete
Composites 27.
Juniartha, IM. (2003).Daya Layan Balok Beton Dengan Tulangan Tunggal Dari Bambu Petung. Tugas Akhir,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Denpasar-Bali.
Morisco. (1999).Rekayasa Bambu. Nafiri Offset, Yogyakarta.
Nawy, E.G. (1998).Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. PT Refika Aditama, Bandung.
Nilson, A.H dan Winter, G. (1993).Perencanaan Struktur Beton Bertulang. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Siopongco, J.O. and Munandar, M. (1987).Technology Manual on Bamboo as Building Material: Regional
Network in Asia for Low-cost Building Materials Technologies and Construction Systems
(DP/RAS/82/012), Forest Products Research and Development Inst., (FPRDI).
SNI-2847.(2013).Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Indonesia,
Jakarta.
Suastiningsih, N.L.P. (2003).Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Rangkap Dari Bambu Petung, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Denpasar-Bali.
Subakti, A. (1995).Teknologi Beton Dalam Praktek, Institut Teknologi Sepuluh November, Divisi Percetakan
Jurusan Teknik Sipil FTSP, Surabaya.
Wegst, U.G.K., Shercliff, H.R. and Ashby, M.F. (1993.) The structure and properties of bamboo as an
engineering material, University of Cambridge, Cambridge, United Kingdom.

Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SM-88