Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba
Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki
karakteristik yang sama. Semua adalah golongan atau kerajaan (kingdom) hewan yang
termasuk Phylum : Chordata, kelas : Mamalia, ordo : Artiodactyla, famili : Bovidae,
genus : Ovis aries (Blackely dan Bade, 1998).
Williamson dan Payne (1995) menyatakan domba yang kita kenal sekarang
merupakan hasil domestikasi yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yakni :
a. Mouflon (Ovis muximon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan
dan Asia kecil. b. Argali (Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari
Asia Tengah dan memiliki tubuh besar. c. Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba
liar yang berasal dari Asia.
Menurut Sodiq dan Abidin (2002), beberapa kelebihan domba yang dapat
diperoleh, antara lain :1. Reproduksinya efisien, yang dapat ditingkatkan dengan jalan
usaha perbaikan tata laksana pemeliharaan. 2. Pada waktu laktasi, penggunaan energi
untuk produksi air susu dapat lebih efisien dibandingkan dengan ternak lain. 3. Daya
adaptasi ternak domba terhadap lingkungan yang keras cukup tinggi, sehingga dapat
mengkonsumsi lebih banyak jenis pakan hijauan. 4. Domba memiliki daya seleksi yang
lebih efektif dalam kondisi penggembalaan dibandingkan dengan jenis ternak lain. 5.
Domba lebih tahan terhadap beberapa penyakit, terutama Tryponoso miosis dibandingkan

dengan ternak lain.

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Ternak Domba
Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole,
1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis
kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai,
tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan
dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase
penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1993).
Ketika baru lahir, domba mengalami pertumbuhan yang sangat lambat, kemudian
laju pertumbuhannya semakin meningkat dan sampai pada titik tertentu akan menurun.
Pertumbuhan yang sangat cepat hanya berlangsung selama beberapa bulan. Pada saat-saat
seperti inilah domba memiliki kemampuan yang optimal dalam mengkonversi pakan
menjadi daging. Laju pertumbuhan yang optimal dicapai domba saat berumur 6-12 bulan
(Sodiq dan Abidin, 2008).
Ternak yang mempunyai potensi genetik yang tinggi akan mempunyai respon
yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi

dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Davendra, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Bobot badan (kg)

21
20
0

12

24

40

Umur (minggu)

Gambar 1. kurva sigmoid pertumbuhan pada domba (Pomeroy et al., 1966)


Pertumbuhan anak domba yang tercepat dimulai semenjak ia dilahirkan sampai
dengan umur 2-3 bulan. Pertumbuhan selanjutnya diperlukan lebih banyak lagi makanan
karena tidak lagi bergantung dengan susu induknya. Secara umum domba berada pada
puncak pertumbuhannya dimulai pada masa lepas sapih sampai dengan saat dewasa
tubuh. Setelah mengalami puncak pertumbuhan maka akan terjadi pula penurunan bobot
badan ternak domba. Sehingga usaha penggemukan domba yang paling efektif adalah
pada saat domba berada pada rentang umur setelah disapih. Hal ini dapat dilihat pada
gambar di atas

(Cahyono, 1998).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia
Perkembangan sistem pencernaan ternak domba mengalami tiga fase perubahan.
Fase pertama, pada waktu domba dilahirkan sampai dengan umur tiga minggu yang
disebut non ruminansia karena pada tahapan ini fungsi sistem pencernaan sama dengan
pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai umur 3-8 minggu disebut fase transisi yaitu
perubahan dari tahap non ruminansia menjadi ruminansia yang ditandai dengan
perkembangan rumen. Tahap ketiga fase ruminansia dewasa yaitu setelah umur domba
lebih dari 8 minggu


(Van Soest dan Sniffen, 1983).

Universitas Sumatera Utara

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau pun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan
gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus.
Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh
sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al.,
1991).
Frandson (1992) menyatakan bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut,
farinks, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestomach), perut
glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula
saliva, hati dan pankreas.
Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (g)
BK
Energi
Protein
BB
ME

Total
(Kg)
(Kg) % BB
TDN (Kg)
DD
(Mcal)
(g)
5
10
15
20
25
30

0,14
0,25
0,36
0,51
0,62
0,81


2,50
2,40
2,60
2,50
2,70

0,60
1,01
1,37
1,80
1,91
2,44

0,61
1,28
0,38
0,50
0,53
0,67


51
81
115
150
160
204

41
68
92
120
128
163

Ca (g)

P (g)

1,91

2,30
2,80
3,40
4,10
4,80

1,40
1,60
1,90
2,30
2,80
2,30

Sumber: NRC (1995)

Ransum Domba
Ransum adalah bahan makanan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam.
Ransum terdiri dari bermacam-macam hijauan dan bermacam-macam bahan selain
hijauan makanan ternak. Ransum yang diberikan kepada ternak hendaknya dapat
memenuhi beberapa persyaratan berikut: a. Mengandung gizi yang lengkap, protein,

karbohidrat, vitamin dan mineral. Makin banyak ragam bahan makin baik. b. Digemari

Universitas Sumatera Utara

oleh ternak. Ternak suka melahapnya. Untuk ini ransum hendaknya sesuai dengan selera
ternak atau mempunyai cita rasa yang sesuai dengan lidah ternak. c. Mudah dicerna, tidak
menimbulkan sakit atau gangguan yang lain. d. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan. e.
Harganya murah dan terdapat di daerah setempat. (Basuki, 1994)
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya
terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak,
umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan
lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara) serta berat badannya.
Jadi setiap ekor ternak berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda
(Kartadisastra, 1997).
Terdapat beberapa hasil sisa lain sebagai makanan ternak tinggi nilainya dan
lainnya sangat rendah nilai makanannya. Pengetahuan mengenai proses pembuatan/
penghasil limbah pertanian hingga menjadi makanan ternak perlu dimiliki untuk
membantu menentukan nilai makanan ternak dan komposisi bahan hasil sisa tersebut
(Tillman et al., 1991).


Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama
karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “protein enrichment”
yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme
tertentu (Sarwono, 1996).
Penambahan bahan-bahan nutrien ke dalam fermentasi dapat menyokong dan
merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada

Universitas Sumatera Utara

proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada proses fermentasi akan
diuraikan oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida yang selanjutnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Selama proses fermentasi terjadi, bermacammacam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH,
kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan
protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna,
misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi
terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein

ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar
protein (Fardiaz, 1989).

Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung lamina dan
midrip, racis tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65
cm dan menguncup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. setiap pelepah mempunyai lebih
kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan meningkat 30-40 batang
ketika berumur hingga empat tahun (http://.wikipedia.org/Pokok Kelapa Sawit (29
September 2012).
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat
dapat dilihat pada Table 2.

Universitas Sumatera Utara

Table 2. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit
Zat nutrisi
Kandungan
Bahan kering
26,07a
Protein kasar
5,02b
Lemak kasar
1,07a
Serat kasar
50,94a
BETN
39,82a
TDN
45,00a
Ca
0,96a
P
0,08a
Energy (Mcal/ME)
56,00c
Sumber:a. warta penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003)
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2000)
c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)

Dilihat dari kandungan serat kasar, maka pelepah kelapa sawit dapat digantikan
sebagai sumber pengganti serat kasar. Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai
bahan pakan ternak ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan
konsumsi dan kecernaan pelepah dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa
sawit seperti bungkil inti sawit, lumpur kelapa sawit dan serat perasan buah kelapa sawit
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003).
Diperkebunan PT. Agricinal, setiap pohon rata-rata dapat menghasilkan 22
pelepah/tahun dengan rataan bobot pelepah 3,25 kg. Dengan demikian setiap hektar
tanaman dapat menghasilkan pelepah 9.929 kg. Total bahan kering pelepah yang
dihasilkan dalam setahun untuk setiap hektar adalah 1.640 kg. Apabila 2,014 juta hektar
pertanaman kelapa sawit Indonesia tanaman produktif, maka bahan kering pelepah yang
tersedia mencapai 3.302 metrik ton. Setiap pelepah rata-rata menyediakan daun 0,5 kg
setara dengan 658 kg bahan kering/ha/tahun (http://www.pustaka.bogor.net, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Bungkil Inti Sawit
Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan dari hasil
ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik.
Walaupun kandungan proteinnya agak baik, tapi karena serat kasarnya tinggi dan
palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik, melainkan
lebih cocok bagi ternak ruminansia.
Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan bobot
badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit
ialah 1,5 % dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba.
Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil sawit
Uraian

Kandungan (%)

Protein kasar
TDN
Serat kasar
Lemak kasar
Bahan kering
Ca
P

15,40a
81,00b
16,90a
2,40a
92,60a
0,10c
0,22c

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP USU (2005).
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).
c. Siregar (2003).

Dedak Padi
Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang
mengandung bagian luar yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian
penutup beras itu. Hal ini yanng mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan serat kasar
dedak ( Rasyaf, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Dedak mempunyai harga yang absolut yang relatif rendah tetapi kandungan
gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga kaya
akan vitamin. Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai
campuran formula ransum atau sebagai makanan tambahan (Rasyaf, 1990). Kandungan
nutrisi pada dedak padi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian
Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN

Kandungan (%)
89,6
13,8
7,2
8,0
67,0

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).

Molases
Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk
fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein
dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya
sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga
bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan
Widalestari, 1996).
Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases
Uraian
Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN

Kandungan (%)
92,6
3-4
0,08
0,38
81,00

Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

Universitas Sumatera Utara

Urea
Tillman (1991) melaporkan bahwa pemberian Nitrogen Non-Protein (NPN) pada
makanan sapi dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup membantu ternak
untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial. Penggunaan urea tidak
bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 gram untuk
setiap bobot badan 100 kg ternak.

Garam
Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu
banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi
garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya. Ini
disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam
adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi
mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun
berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan

sebagai

kerangka

pembentukan

tulang,

gigi,

pembentukan

darah,

pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan
dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak
dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan inouno, 1991).

Tingkat Konsumsi dan Kecernaan

Universitas Sumatera Utara

Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan,
fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh
tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan
tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan melalui
feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah
mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).
Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas).
Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan
pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).
Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang tidak
dieksresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan apabila
dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna”.
Daya cerna tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi suatu pakan tetapi juga
dipengaruhi komposisi suatu makanan lain yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut.
Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang lebih baik adalah dengan penambahan secara
bertingkat dari bahan makanan yang diteliti untuk menentukan pengaruh pakan basal
terhadap daya cerna bahan yang sedang diteliti.
Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Selulosa dan
hemiselulosa yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin

(Tillman, et al.,

1981).
Menurut Tillman (1981), nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap
makanan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1.

Universitas Sumatera Utara

Komposisi kimiawi. Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat
kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna
oleh ternak ruminansia secara enzimatik. 2. Pengolahan makanan.
Beberapa perlakuan terhadap bahan makanan seperti pemotongan, penggilingan
dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan
menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga menyebabkan
pengurangan daya cerna 5-15%. 3. Jumlah makanan yang diberikan. Penambahan jumlah
makanan yang dimakan mempercepat arus makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi
daya cerna. Penambahan jumlah makanan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan
hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2%. Penambahan yang lebih besar akan
menyebabkan daya cerna akan menjadi turun. 4. Jenis Ternak. Ternak ruminansia dapat
mencerna serat kasar yang tinggi karena N Metaboliknya lebih tinggi sehingga daya
cerna protein ruminansia lebih rendah dibanding non ruminansia, disamping adanya
peran mikroorganisme yang terdapat pada rumen.
Salah satu faktor yang harus dipenuhi dalam bahan pakan adalah tingginya daya
cerna bahan pakan tersebut, dalam arti bahwa pakan itu harus mengandung zat pakan
yang dapat diserap dalam saluran pencernaan dan zat pakan yang terkandung tidak
seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian besar dikeluarkan lagi melalui feses
karena tidak tercerna (Ranjhan dan Pathak, 1979).
Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat makanan
yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut telah diserap
oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering dan sebagai suatu koefisien

Universitas Sumatera Utara

atau persentase. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan pakan dengan nutrien
yang ada dalam feses merupakan bagian nutrien yang dicerna (Mc Donald et al., 2002).
Sutardi (1979) menyatakan bahwa bahan organik berkaitan dengan bahan kering
karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Kecernaan bahan organik
merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai kualitas pakan, dimana setiap
domba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi pakan sehingga
mengakibatkan perbedaan kecernaan.
Konsumsi BK pakan adalah selisih antara pakan yang diberikan dan sisa pakan
dikalikan kadar BK pakan. Konsumsi PK adalah konsumsi BK dikalikan kadar PK pakan.
Konsumsi TDN adalah konsumsi BK dikalikan kadar TDN pakan. Kadar TDN pakan (%)
merupakan penjumlahan dari PK tercerna, serat kasar (SK) tercerna, bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN) tercerna dan 2,25 kali lemak kasar (LK) tercerna (Hartadi et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 44 60

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

4 45 63

Kecernaan Serat Kasar Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Biologi, Kimia Dan Kombinasinya Pada Domba

0 10 56

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 11

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 2

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 3

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 3

Kecernaan Lemak Kasar Dan TDN (Total Digestible Nutrient) Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 14

Kecernaan Serat Kasar Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Biologi, Kimia Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 2

Kecernaan Serat Kasar Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Fisik, Biologi, Kimia Dan Kombinasinya Pada Domba

0 0 3