Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K Pid 2012)

ABSTRAK
Prof. Syafruddin
Dr. Marlina, SH, M.Hum2
Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum3
Heni Widiyani. SH4
Dokter adalah sebuah profesi yang mengabdikan ilmunya pada kepentingan
umum, mempunyai kebebasan nilai-nilai kemanusian dibawah kode etik kedokteran.
Hubungan dokter dan pasien yang berawal dari hubungan paternalistik berubah ke
horizontal kontrak. Perubahan tersebut menimbulkan banyak terjadi kritikan terhadap
kinerja para dokter. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini mengenai
aturan tentang malpraktek dalam hukum positif Indonesia dan pertanggungjawaban
pidana dokter dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 365k/pid/2012.
Permasalahan ini dianalisis dengan teori pertanggungjawaban pidana dan teori
kausalitas.
Metode yang digunakan didalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan tekhnik penelitian kepustakaan
yang selanjutnya dianalisis secara kulitatif.
Hasil penelitian tesis ini mengenai aturan malpraktek dalam hukum positif
Indonesia adalah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 29 tahun

2004 Praktek Kedokteran,malpraktek dibagi menjadi dua, malpraktek yuridis dan
malpraktek etik. Pertanggungjawaban pidana yang dikenakan terhadap dokter oleh
Mahkamah Agung tidak sesuai dengan teori kausalitas karena tidak ada kelalaian
yang terjadi dalam tindakan yang dilakukan oleh dokter yang mengakibatkan matinya
korban, sehingga unsur pasal 359 yang didakwakan tidak terpenuhi, dan seharusnya
tidak ada pertanggungjawaban pidana dokter terhadap matinya korban, karena akibat
matinya dikarenakan emboli yang merupakan resiko medik dalam dunia kedokteran
dan termasuk dalam alasan pembenar dalam pertanggungjawaban pidana. Sehingga
putusan Mahkamah Agung dalam memberi putusan bersalah tidak tepat dan keliru.
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk mengatur malpraktik secara
eksplisit kedalam hukum positif, sehingga tidak menimbulkan multitafsir, serta aparat
penegak hukum untuk lebih teliti dan memahami asas hukum dan teori hukum serta
peraturan perundang-udang undangan yang berkaitan dengan malpraktik, sehingga
menghasilkan putusan pengadilan yang bijaksana bagi dokter dan pasien yang
berkonflik dengan hukum.
Kata kunci: pertanggungjawaban pidana, dokter
1

Ketua Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing Kedua

3
Dosen Pembimbing Ketiga
4
Mahasiswi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
2

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Prof. Syafruddin Kalo,SH,M.Hum5
Dr. Marlina, SH, M.Hum6
Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum7
Heni Widiyani. SH8
Doctor is a profession devoted to the science of public interest, to have
freedom of humanitarian values under the code of medical ethics. Relationship
between doctor and patient that originated from the paternalistic relationship turns
into a horizontal contract. The amendment raises a lot going on criticism of the
performance of doctors. The formulation of the issues discussed in this study
regarding the rules on malpractice in Indonesian positive law and criminal liability
of doctors in the Supreme Court decision No. 365k/pid/2012. This problem is

analyzed with the theory of criminal responsibility and theories of causality.
Method used in this thesis is a normative research using primary legal
materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. This study uses
library research techniques are further analyzed with qualitative.
Results of this thesis research on the rule of positive law malpractice in
Indonesia is in the book of the Criminal Justice Act, Act No. 36 of 2009 on Health,
and Law No. 29 of 2004 Practice of Medicine, malpractice is divided into two,
judicial malpractice and malpractice etic. Criminal liability imposed on physicians
by the Supreme Court is not in accordance with the theory of causality because there
are no omissions in the action taken by the doctor that resulted in the death of the
victim, so that the elements of Article 359 of the accused are not being met, and there
should be no criminal responsibility for the death of the victim to the doctor, as a
result of death due to embolism is a medical risk in medicine and included in the
justification of criminal responsibility. So the Supreme Court's decision in giving the
verdict of guilt was not right and wrong.
Based on this study suggested to regulate malpractice explicitly into positive
law, so as not to give rise to multiple interpretations, as well as law enforcement
officers to more thoroughly and understand the principles of law and legal theory
and laws and regulations related to shrimp malpractice, resulting in a wise decision
for the court physicians and patients in conflict with the law.

Key words: criminal responsibility, doctor

5

Head of lecuture commmittee
Second lecture committe
7
The third lecure committe
8
Student of Law Faculty of University of Sumatera Utara
6

Universitas Sumatera Utara