Karakteristik Peserta Kontrasepsi Sterilisasi Di Klinik Mantap Medan Periode2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kontrasepsi Sterilisasi Pada Wanita (Tubektomi)
1. Defenisi
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang

mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapatkan keturunan lagi.
Kontrasepsi ini hanya dipakai dalam jangka waktu panjang, walaupun kadang
masih dapat dipulihkan kembali seperti semula. (Mulyani, 2013, hal.119-120).
Tubektomi (sterilisasi wanita) dilakukan dengan cara eksisi atau
menghambat tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus. Tindakan
ini mencegah ovum dibuahi oleh sperma. (Everett, 2012, hal. 252).
2. Teknik Melakukan MOW
Teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara lain :
a. Minilaparotomi.
Metode ini merupakan pengambilan tuba yang dilakukan melalui
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah bawah perut
(suprapubik) maupun pada lingkar pusat bawah (sub umbilikal), baik

dilakukan masa interval maupun pasca persalinan. (Mulyani, 2013)
b. Laparoskopi.
Prosedur laparoskopi membutuhkan tenaga Spesialis Kebidanan dan
Penyakit Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar
pelaksanaannya aman dan efektif. Dapat dilakukan 6-8 minggu
pascapersalinan atau setelah abortus. (Mulyani, 2013)

Perawatan yang dilakukan post operasi yaitu : istrahat 2-3 jam,
pemberian analgetik dan antibiotik bila pelu, ambulasi dini, diet biasa dan luka
operasi jangan sampei basah, menghindari kerja berat selam 1 minggu, cari
pertolongan medisbila demam (>38), rasa sakit pada abdomen yang menetap,
perdarahan luka insisi.
Menurut Mochtar (1998) pelaksanaan MOW dapat dilakukan pada
saat :
1. Masa interval (selama waktu siklus menstruasi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam,
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca
persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan
infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan

berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada
hari tersebut uterus dan alat-alt genital lainya telah mengecil dan
menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
4. Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut
hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai
indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan
sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.

Komperensi khusus perkumpulan untuk Sterilisasi sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25-40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut : umur istri antara 25-30 tahun dengan 3 anak
atau lebih, umur istri antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri
35-40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurangkurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang
diinginkan oleh pasangan tersebut.
3. Cara kerja
Cara kerja tubektomi atau ligasi tuba yaitu dengan mengonklusi tuba

fallopi (mengikat, memotong atau memasang cincin)sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum. Tuba fallopi adalah strukutur
berbentuk pipa yang menjadi jalur perjalanan telur setelah dilepaskan
dari indung telur (ovarium). Setiap wanita memiliki tuba fallopi
sepasang, dua ujungnya melekat di sisi uterus dan dua ujung lainnya
terbuka di abdomen. Panjang masing-masing tabung ini sekitar 10 cm.
4. Indikasi Tubektomi
a. Umur lebih dari 26 tahun.
b. Anak lebih dari 2.
c. Yakin mempunyai jumlah keluarga yang diinginkan.
d. Ibu pasca persalinan.
e. Ibu pasca keguguran.
f. Ibu paham dan setuju dengan prosedur KB tubektomi.

5. Kontraindikasi Tubektomi
a. Tidak ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium).
b. Baru 1-6 minggu pasca persalinan.
c. Kondisi kesehatan yang berat seperti stoke, darah tinggi atau
diabetes.
d. Keadaan


kesehatan

yang

tidak

baik,

dimana

kehamilan

memperburuk kesehatannya.
e. Perdarahan pervaginam yang belum jelas.
f. Infeksi organ pelvik yang luas dan berat.
6. Manfaat Tubektomi
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 wanita selama setahun
penggunaan awal).
b. Permanen.

c. Tidak mempengaruhi proses menyusui.
d. Tidak bergantung pada faktor senggama
e. Baik digunakan apabila kehamilan menjadi resiko kehamilan yang
serius.
f. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
g. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
B.

Karakteristik Peserta Kontrasepsi Sterilisasi
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-

penyelidikan epidemiologi. Menurut tingkat kedewasaan umur dibagi atas bayi

dan anak-anak (0-14 tahun), orang muda dan dewasa (15-49 tahun dan orang tua
(>50 tahun). (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Hartanto (1996, dalam Fienalia, 2012) pola dasar penggunaan
kontrasepsi yang rasional pada umur diantara 20-30 tahun adalah kontrasepsi yang
mempunyai reversibilititas yang tinggi karena pada umur tersebut PUS masih
berkeinginan untuk mempunyai anak, sedangkan pada umur >30 tahun

kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang mempunyai efektivitas tinggi dan dapat
dipakai untuk jangka panjang.
Hasil penelitian Pranita (2002, dalam Fienalia, 2012) menyatakan terdapat
hubungan bermakna antara umur responden dengan pemakaian kontrasepsi
mantap. Responden yang kurang dari 30 tahun mempunyai peluang lebih tinggi
untuk memilih non kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang
berumur lebih dari 30 tahun.
2. Pendidikan
Menurut Manuaba (1998, dalam Fienalia, 2012) tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta
solusi dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih
mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola
perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan
kesejahteraan keluarga.
Menurut Rifai (2008, dalam Fienalia, 2012) pendidikan menunjukkan
hubungan yang positif dengan pemakain jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi
pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan
pendidikan

dapat


memperluas

pengetahuan

mengenai

alat

kontrasepsi,

mengetahui

keuntungan

yang

diperoleh

dengan


memakai

kontrasepsi,

meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan
juga kemampuan untuk mengetahui akibat efek samping dari masing-masing alat
kontrasepsi.
Hasil penelitian Yusuf (2001, dalam Fienalia, 2012) menyatakan bahwa ada
hubungan antara proporsi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang oleh
responden yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi. Ibu yang
berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk
menggunakan kontrasepsi metode jangka panjang dibandingkan dengan ibu yang
berpendidikan rendah.
3. Pekerjaan
Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN dan LDFEUI (1998, dalam
Feinalia, 2012) status pekerjaan mempunyai pengaruh yang yang signifikan
terhadap pemakaian kontap. Jadi besar kemungkinan wanita yang bekerja akan
lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB dan lebih mengetahui berbagai
metode kontrasepsi dari wanita yang tidak bekerja.

Hasil penelitian Pranita (2002, dalam Feinalia, 2012) menyatakan terdapat
hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi mantap.
Responden yang tidak bekerja mempunyai peluang 1,9 kali lebih tinggi untuk
memilih non kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang bekerja.
4. Paritas
Menurut wiknjosastro (1999, dalam Feinalia, 2012) jumlah anak yang
dimiliki, paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian

maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana yang salah satunya menggunakan kontrasepsi mantap yaitu vasektomi
dan tubektomi.
Hasil penelitian Pranita (2002, dalam Feinalia, 2012) menyatakan terdapat
hubungan bermakna antara jumlah anak masih hidup dengan pemakaian
kontrasepsi mantap. Dengan interprestasi bahwa responden yang mempunyai anak
kurang dari 3 orang yang masih hidup mempunyai peluang 7,5 lebih tinggi untuk
memilih non kontap dibandingkan dengan responden yang mempunyai anak
masih hiduplebih darisama dengan 3.
Menurut Noor (2002, dalam Feinalia, 2012) menyatakan ada hubungan

bermakna antara jumlah anak yang masih hidup dengan pemakaian kontrasepsi
mantap. Akseptor KB yang mempunyai anak lebih dari 3 orang lebih cenderung
lebih banyak menggunakan kontap dibandingkan dengan anak hidup sebanyak 2
atau kurang.